Pada suatu hari, di sebuah kota yang dilanda perang, ada seorang anak kecil yang menangis terisak-isak sembari memegang tangan ibunya, naasnya ibu dari anak itu tertimpa reruntuhan bangunan yang hancur, semuanya terkubur oleh reruntuhan itu, kecuali satu tangan yang saat ini memegang erat anaknya dengan penuh cinta kasih.
Di lain sisi, terdengar suara pesawat tempur melintas di langit, menciptakan rentetan suara gemuruh ledakan dimana-mana, menghantui orang-orang dengan rasa keputusasaan. Semua orang di kota itu sibuk untuk menyelamatkan diri, kecuali satu orang yang duduk di atas kursi kayu, dia ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok di bibirnya.
Orang itu terlihat duduk di atas balkon di salah satu bangunan yang masih utuh, diantara banyaknya bangunan yang runtuh. Dirinya terlihat santai tanpa memperdulikan apapun, ia duduk bersandar di kursinya, mengangkat cangkir berisikan kopi hangat yang baru di seduh, sembari memegang sebuah buku di tangan kirinya.
Buku yang lusuh dan sudah usang, cover dari buku itu penuh sobekan, menyisakan sobekan kecil yang bertuliskan 'keadilan itu busuk, dan kebusukan itu adil', seperti sedang menggambarkan malapetaka didepannya.
Saat ini buku itu sedang dibaca oleh seseorang berpenampilan layaknya orang tua renta dan lemah, menggunakan kacamata baca dengan janggut putih tebal serta kulit yang keriput. Kemudian terdengar suara batin lelaki tua itu dari alam pikirannya,
...Wahai bapa, lihatlah semua kegilaan ini....
...****...
milyaran Debu berhamburan di udara, menyesakan pernapasan mereka, apalagi untuk seorang laki-laki tua yang sebentar lagi menemui ajalnya. Di dalam sebuah ruangan yang bersambungan dengan balkon, terlihat ratusan buku-buku berserakan dimana-mana, seperti jatuh berantakan dengan sendirinya dari rak-rak yang tersandar di dinding-dinding ruangan, karena setiap hentakan tanah pasti menjatuhkan salah satu buku dari raknya.
Ruangan yang cukup sederhana untuk seorang laki-laki tua yang kutu buku, di dalam ruangan tidak hanya buku saja, melainkan beberapa perabotan rumah, ada sebuah lemari jam antik yang berdiri di tengah-tengah jendela, terlihat juga lukisan-lukisan yang sangat indah, namun sayangnya tembok dari ruangan itu terlihat usang, dengan bercak-bercak noda dimana-mana.
ada sebuah meja berukuran sedang, diatasnya terdapat banyak dokumen-dokumen yang berantakan, masing-masing dari dokumen itu berisikan penelitian-penelitian penting yang sedang dikerjakan oleh si orang tua itu, bergambar macam-macam denah sebuah rancangan mesin disertai kumpulan rumus yang sangat rumit.
Lazor Franciszek, itulah nama yang tertulis di salah satu kertas, ditulis dengan pernis hitam pekat dengan presisi yang rapi, seakan-akan bukan ditulis dengan tangan. Dan itu adalah nama dari orang tua yang duduk sembari menghembuskan asap tembakau, dan secangkir kopi hangat di tengah-tengah gemuruh neraka.
Ketika seseorang yang bernama lazor mengangkat secangkir kopi untuk dinikmati kesekian kalinya, tiba-tiba terdengar suara dari radio, suara itu awalnya tidak terdengar jelas, perlahan-lahan mengeluarkan suara seseorang yang berbicara.
Kezzz... Khz- Halo.. Halo.... Kezz... Khz...
Bisakah kalian mendengar kami...?
Ini adalah pesan kami yang terakhir!
Hari ini, pasukan Jerman telah memasuki Warsawa....
Kezz.... Khez...
Kami mengirim salam persatuan kepada tentara yang bertempur di semenanjung neraka....
Dan untuk semua pejuang dimana pun kalian berada....
Kami masih belum kalah, hidup Polandia!
...Setidaknya......
...Biarkanlah diriku hidup, walaupun hanya beberapa tahun saja....
...Batin Lazor Franciszek, lelaki tua yang mengharapkan keinginan....
...****...
Ilmu pengetahuan adalah hasil mahakarya manusia, kecerdasan yang berkembang dari zaman ke zaman, menghasilkan suatu penemuan berharga untuk suatu peradaban, namun juga menciptakan kehancuran bagi seluruh peradaban yang ada dan yang akan ada.
Ketika Lazor sedang termenung akan harapannya, dia memandang sebuah pesawat dari arah barat, pesawat itu terbang ke arahnya, seakan-akan ingin menjemput Lazor untuk naik ke surga, perlahan dan perlahan, sampai titik dimana pesawat itu melepaskan satu unit peledak, Lazor melihat keatas dengan jelas, dimana bom itu tepat satu meter dari bola matanya.
...Ahh... Sebenarnya aku tidak yakin akan dirimu wahai Tuhanku....
Duuaarr!!!....
Hancur, semuanya hancur. Kini tempat tinggal Lazor runtuh bersamanya, ia terkubur bersama dengan buku-bukunya, penelitiannya, lukisannya, jam antik miliknya, kursinya, cangkirnya dan sebatang rokok beserta seluruh harapannya.
Alkisah dimana Lazor telah tiada, dirinya telah mati dengan beribu-ribu penyesalan, meninggalkan harapannya untuk sosok yang mahakuasa.
Dalam beberapa menit setelah kematian, manusia diperlihatkan pecahan ingatan ketika mereka hidup. Lazor melihatnya, dimana saat dirinya lahir ke dunia, saat dirinya tumbuh merangkak, kemudian berjalan dan belajar akan banyak hal sampai dia remaja dan menempuh pendidikan, melalui banyak kesulitan sampai dirinya dewasa, dia tidak pernah menikah sampai ketika dirinya mati, semua diperlihatkan padanya.
...****...
...Apakah ini..? ingatanku kah? Ahh~...
...Sungguh sangat bahagia untuk pernah hidup di dunia....
...Kira-kira... Setelah ini aku akan kemana? Apakah aku akan ke surga? Apakah tuhan benar-benar ada? Hahaha......
...Aku jadi teringat taruhan Pascal....
...Sudahlah, kuserahkan segalanya kepada takdir....
...***...
Kesadaran Lazor mulai hilang, dari dalam alam kegelapan, hilang dan hilang secara perlahan hingga seluruh kesadaran tidak pernah dirasakan olehnya. Lazor sekarang telah menyatu dengan ketiadaan.
Namun entah mengapa kesadarannya mulai muncul lagi, perasaannya dan keberadaannya mulai bangkit, seperti seseorang yang akan segera terbangun dari mimpi yang amat panjang, hingga saat dimana kesadaran itu mulai merasakan sistem syaraf, dari darah yang mengalir, nafas yang berhembus, rasa nyeri di seluruh tubuh hingga sampai pada titik dimana kesadaran itu melihat secercah cahaya dari kegelapan ketiadaan, cahaya redup berwarna kuning kemerahan muncul perlahan.
Seketika semuanya terlihat, ketika kelopak mata seseorang telah terbuka secara mendadak, memperlihatkan bola mata Indah berwarna kuning keemasan. Dari balik lensa mata, terlihat pemandangan yang remang-remang. Kabur seutuhnya, tetapi secara perlahan mulai tampak sesuatu seperti langit-langit kamar dengan corak yang begitu indah.
Sesaat kemudian, seketika terjadi sesuatu.
Wrrhhaaaaaahhh...!!!
Tiba-tiba sosok bermata emas itu bangun dari tidurnya, di atas sebuah kasur empuk seraya berteriak dengan sangat kencang, nafasnya terlihat tidak stabil, air keringat dimana-mana, matanya melebar dengan nafas yang terengah-engah. Dari ekspresi seperti itu, tergambar kegelisahan yang menumpuk dalam pikirannya.
"Pangeran..?!" teriakan suara perempuan dari luar ruangan.
Brakk...! Suara pintu yang mendadak terbuka.
"Apakah anda baik-baik saja pangeran?!" tanya seorang perempuan yang berpakaian layaknya pelayan dengan cemas.
Si mata emas itu ternyata adalah seorang pangeran dari suatu kerajaan, tanpa menyadari kehadiran pelayan itu, dirinya tetap termenung dengan pikiran gelisah, kepalanya terasa nyeri, sontak ia memijat pelipisnya berharap rasa nyeri di kepalanya hilang.
"Pangeran? tunggu sebentar, hamba akan segera memanggilkan tabib untuk datang." Ucap pelayan itu, sembari meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa.
...Apa ini?...
...Kepalaku terasa sangat sakit......
...Apa yang terjadi......
...Aku......
...Aku Siapa...?...
...Batin sang pangeran itu dengan pikiran yang kacau....
Rasa nyeri di kepalanya tiba-tiba bertambah, membuat pangeran merasa tidak tahan akan rasa sakitnya, nafasnya semakin tidak teratur, dia kemudian meremas kuat pelipisnya dengan kedua tangannya.
Gejolak pikiran terus-menerus mengobrak-abrik nalarnya. Pangeran kecil seketika terdiam, mencoba memikirkan dan terus memikirkan tentang dirinya, yang dia sendiri tidak mengetahui siapa dirinya.
.............
...Tiba-tiba terlintas sebuah rentetan kejadian dalam ingatannya....
...Razor....
...Siapa Razor......
...Apakah aku si Razor itu......
.........
Rasa sakit itu kemudian hilang secara tiba-tiba, memunculkan rentetan ingatan dari pria tua yang kehilangan segalanya.
"Benar~ Aku Razor," desus pangeran.
"Kelahiran Warsawa Polandia, tahun 1869. Aku adalah seorang ilmuan jenius yang akan mengubah dunia," gumam Razor di tubuh seorang pangeran bermata emas.
"Ya, aku masih hidup, ternyata aku belum mati yah... tapi, bagaimana bisa?"
"Terus, ini... di mana? apakah ini semacam delusi?" tanya Razor sembari memandang jendela yang terbuka lebar di depannya.
Di dalam sebuah kamar yang mewah, yang penuh dengan barang-barang elegan dengan kualitas berkelas, ornamen-ornamen berbahan emas dan perak dimana-mana, lukisan-lukisan indah terpampang di dinding kamar, tekstur dinding yang halus, dan sebuah kasur besar berbahan kain sutra dengan sensasi yang empuk. Semuanya tepat berada di sekitar lelaki tua yang sadar dari raga seorang pangeran.
Razor yang kebingungan sontak berdiri, berjalan mendekat kearah jendela di depannya kemudian menyentuhnya, dari lensa emasnya ia melihat pemandangan yang tidak terduga, yaitu kumpulan bangunan abad pertengahan, dipenuhi kastil yang benteng yang mengelilingi suatu kota, dengan pancaran menteri pagi yang saat ini ia lihat dari sebuah istana dengan ketinggian dua puluh meter.
"Sebenarnya aku ada dimana?" tanya Razor kepada dirinya sendiri, matanya melebar dengan mulut yang setengah terbuka.
Kebingungan Razor tidak sampai disitu, dirinya mencoba mengamati situasi yang terjadi, ia kemudian berjalan di sekitar kamar, melihat-lihat segala macam benda yang ada di sana, sampai saat dimana dirinya bertemu dengan sebuah cermin besar yang setiap sisinya dilapisi emas.
"Apa apaan ini...? Apakah ini mimpi?" Ucap Razor dengan ekspresi yang lebih kebingungan.
Razor mengira dirinya sedang berhalusinasi, ataupun sedang bermimpi, mengapa tidak, seseorang yang sangat skeptis seperti Razor tidak akan mempercayai hal-hal seperti ini. Karna saat ini dirinya melihat sosok anak kecil berusia kisaran sembilan tahun yang memiliki rambut hitam pekat, kulit putih pucat, alis dan bulu mata yang tebal, bermata lebar dengan bola mata berwarna kuning keemasan. Sosok anak tampan rupawan seperti ras campuran antara Asia dan Eropa.
Penampakan seperti itulah yang dilihat Razor di depan cermin tersebut, Karena tidak sanggup menimbun kebingungan di dalam pikirannya, dirinya seketika mundur ke belakang, perlahan-lahan sampai menyentuh kasur dan ia duduk diatasnya.
..........
"Aku tidak percaya semua kegilaan ini, ini— ini pasti mimpi! tidak mungkin ada seseorang yang tiba-tiba bangun lalu melihat dirinya menjadi sosok anak kecil yang tampan." Ucap Razor sambil meraba-raba wajahnya.
...Semua ini tidak masuk akal....
...Apakah aku sedang bermimpi? akan tetapi, perasaan ini, kesadaran ini, penglihatan ini......
...Bukanlah sebuah mimpi! Apakah ini dunia setelah kematian? Apakah ketika mati, manusia akan bereinkarnasi? Lalu, kenapa aku tidak mengingat ingatan anak ini? Ataukah kesadaranku berpindah kepada sosok anak kecil....
"Ahhhh......! Menyebalkan!" Kesalnya, sembari menggaruk-garuk kepala.
Pertanyaan demi pertanyaan bergema dari dalam hatinya, menciptakan rasa penasaran yang tak terbendung. Mencoba mencari penyebab dari semua ini, walaupun masih tidak terima dengan kejadian yang ia alami, ada satu hal yang dia simpulkan, bahwa saat ini dirinya telah hidup di suatu tempat yang entah dimana, dan menjalani kehidupan di dalam tubuh seorang anak kecil.
Criiit..! Suara decitan engsel pintu yang terbuka.
"Pangeran?! Tabib sudah datang." Kata seorang pelayan perempuan tadi.
Sesaat si pelayan masuk, muncul seseorang berpenampilan formal, dengan pakaian yang cukup rapi. Menggenakan sesuatu seperti jubah panjang berwarna putih, sembari memegang sesuatu yang mirip dengan koper.
Pelayan itu kemudian mendekati sang pangeran, memegang bahunya dengan pelan dan mengarahkan untuk tetap berbaring di atas kasur seraya berkata, "anda belum boleh banyak bergerak, anda baru saja sadarkan diri selama tiga hari koma. Anda perlu beristirahat."
"Hahh...?" Siapa kalian?" Tanya pangeran yang keheranan.
"Apa yang pangeran bicarakan? mungkin anda terlalu banyak pikiran, beristirahatlah." Tutur si pelayan.
...Sekarang apalagi?...
...Siapa mereka?!...
...Apakah mereka adalah orang-orang yang aku kenal, tidak.. maksudnya yang si pemilik tubuh ini kenal?...
...Pikir Razor dibalik benaknya....
"Salam sejahtera wahai pangeran, hamba adalah tabib yang di utus oleh yang mulia permaisuri untuk merawat anda." Tutur tabib itu, lalu membuka kopernya dan mengeluarkan sebuah alat seperti jarum.
Tabib itu menusukkan jarum di pergelangan tangan pangeran. Lalu ia berkata, "mohon maaf tuan muda, ini akan terasa sedikit sakit"
Tabib itu ternyata mengambil darah pangeran, memasukannya ke dalam wadah kaca berukuran kecil, lalu menyimpannya kembali ke dalam koper, tabib pun menjelaskan kepada pangeran, "hamba akan memeriksa darah ini di kuil suci, untuk mencari penyebab roh jahat yang merasuki tubuh anda pangeran."
"Roh jahat? Apa maksudmu?" Tanya pangeran.
"Benar pangeran, tiga hari lalu anda telah kerasukan roh jahat yang dikirim seseorang, dan untuk menyembuhkannya, kami harus memurnikan darahmu pangeran." Tutur tabib sembari tersenyum.
...Haha......
...Tawa sinis Razor di dalam benaknya....
...Roh jahat..? Sungguh primitif! Aku rasa ini adalah zaman dimana pikiran orang-orang penuh dengan takhayul....
...............
"Kalau begitu, izinkan saya untuk memeriksa nadi anda pangeran." Ujar tabib kepadanya.
Setelah pangeran mengangguk, tabib kemudian memeriksa nadi pangeran, meraba-raba dan memijatnya, lalu dia menyimpulkan dengan berkata, "untuk saat ini roh jahat masih belum merasuki pikiran anda, mohon banyak-banyak istirahat tuan muda, oh ya... Aku juga membawa air suci dari kuil sebagai obat sementara untuk kesembuhan anda."
"Kalau begitu, hamba pamit undur diri dulu," ujar tabib itu dan pergi meninggalkan kamar.
Beberapa saat kemudian setelah tabib pergi meninggalkan ruangan, muncul sosok seorang pria berbadan tinggi, memiliki kumis tipis yang sudah memutih, dari penampilan ia terlihat berumur sekitar enam puluh tahun, menggunakan kacamata dan menggenakan pakaian ala pelayan dengan corak hitam keputihan.
"Tuan Sebas?! lihatlah, pangeran baru saja terbangun, apakah aku perlu melaporkannya kepada permaisuri?" tanya pelayan wanita kepada orang yang baru muncul di balik pintu.
Ketika Sebas menengok ke arah pangeran, dirinya sontak tertegun karena merasa lega. Sedetik kemudian Lututnya jatuh menyentuh lantai seraya berkata, "Ahh... Syukurlah, anda sudah sadar tuan muda."
...Siapa lagi kakek tua ini?...
...Hah.....
...Dari wajahnya dia pasti seumuran denganku....
...Ucapan tidak jelas Razor di dalam benaknya, yang saat ini masih menyangkal semuanya....
"Tuan muda, apakah anda merasa baikan? Apakah ada yang sakit?" Tanya Sebas dengan penuh khawatir.
"Kalian sebenarnya siapa? Apakah ini semacam penelitian seseorang?" Tanya pangeran kepada kedua pelayan di Depannya.
"Dari tadi pangeran selalu mengatakan hal seperti itu, sepertinya dirinya perlu beristirahat," jelas si pelayan. "oh ya, tuan Sebas, apakah saya harus mengabarkannya kepada yang mulia ratu?" Tanya pelayan itu kepada Sebas.
"Tidak, tidak perlu. Anna, ambilkan segelas air hangat untuk tuan muda." Perintah Sebas kepadanya.
"Baik tuan Sebas." Balas pelayan wanita yang bernama Anna.
Anna kemudian meninggalkan kamar itu, menyisakan Razor dan Sebas yang saat ini saling bertatapan.
Setelah mendengarkan pertanyaan pangeran dan penjelasan dari Anna, ekspresi Sebas seketika berubah menjadi sangat serius, selang waktu beberapa detik kemudian Sebas berkata kepadanya.
"Mohon maaf bila hamba lancang, sebenarnya anda yang siapa?" Tanya seorang pelayan itu dengan tatapan dingin.
Ilustrasi ketika Lazor Franciszek melihat penampakan dirinya dari balik cermin.
...******...
"Mohon maaf bila hamba lancang, sebenarnya anda yang siapa?" Tanya Sebas, seorang pelayan tua yang menatap wajah pangeran kecil itu dengan penuh keraguan.
............
Lazor membangunkan badannya dari posisi berbaring, dirinya memandang wajah Sebas dengan perasaan sedikit gugup, aura kecurigaan yang dikeluarkan oleh pelayan itu seakan-akan memberikan tekanan yang amat besar baginya. Akan tetapi, bagi Lazor yang memiliki ribuan pengetahuan psikologi, mampu mengatasi kejadian seperti ini.
Seketika menerima tekanan dari pelayan itu, Lazor memalingkan pandangannya, menghela nafas pelan dan menghembuskannya dengan penuh keluhan, alisnya menunduk, menunjukkan ekspresi sedih, cemas, dan bingung.
"Aku juga tidak mengingat apapun sama sekali, tentang siapa diriku, siapa kalian semua dan aku sedang berada dimana," balas Lazor.
"Jika kalian adalah orang-orang yang dekat denganku, aku minta maaf, Karena tidak bisa mengingat kalian." Sambungnya dengan menoleh kearah Sebas, "Seperti yang dikatakan tabib barusan, mungkin saja penyebab hilangnya ingatanku akibat kerasukan roh jahat, maka dari itu kumohon bantulah diriku untuk mengingat semuanya."
Mendengar penjelasan yang keluar dari mulut pangeran, Sebas sontak terdiam mematung beberapa saat lalu berkata, "jadi seperti itu, mohon maaf bila hamba telah mengatakan pertanyaan meragukan seperti itu, karena sikap anda tiba-tiba berbeda dari biasanya, hamba siap membantu memulihkan ingatan tuan muda." Ekspresi penuh curiga itu telah berubah.
"Anda tidak perlu minta maaf, terimakasih atas pengertian darimu," balasnya sembari tersenyum, lalu bertanya lagi."Oh iya, jadi siapa namamu tuan pelayan?"
"Hamba adalah pelayan pribadi anda, nama hamba Sebastian," jawabannya sambil menunduk.
"Demi membantu memulihkan ingatanku aku ingin bertanya satu hal kepadamu, sifatku sebelumnya seperti apa?" tanya Lazor kembali.
"Tuan muda, mengenai hal itu ... sebenarnya saya tidak enak mengatakannya," ucap Sebas dengan sedikit terbata-bata.
Melihat ekspresi Sebas yang seperti itu, Pangeran kecil turun dari tempat tidurnya, berjalan perlahan ke arah Sebas hingga berjarak sejengkal darinya. Wajahnya memandang keatas menatap wajah pria tua itu dengan alis yang sedikit menekuk, memancarkan ketegasan dari dirinya.
"Aku tidak mengerti ucapan yang keluar dari mulutmu sebelumnya, katanya kamu ingin membantu memulihkan ingatanku, dan sekarang kau bersikap seperti itu? apa yang kau ragukan?" ujar Lazor yang sangat serius.
"Ti- tidak ... maksud hamba—" terbata-bata.
"Maksudnya apa?! huft~ lagian juga berhentilah mengatakan dirimu dengan sebutan hamba, walaupun aku tidak mengingat apapun sama sekali tentang dirimu, aku yang sekarang tidak menyukai sikap merendah seperti itu," potong Lazor yang mengeluhkan tingkah berlebihan dari Sebas.
...Sebas tersudutkan oleh rentetan kalimat pangeran kecil itu, dari hatinya ia berbincang....
...aku mengerti dia kehilangan ingatannya, akan tetapi apa apaan tekanan ini....
...setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, menggambarkan sosok seorang penguasa......
...Sifatnya yang sekarang.......
...Bukanlah dirinya yang biasanya....
..........
"Hei? kau mendengarkan ku?"
Sebas memandang wajah Lazor dari atas dengan ekspresi yang tercengang, dirinya merasa terkesan dengan perubahan sifat pangeran kecil itu, beberapa detik setelah itu Sebas tiba-tiba jatuh tertunduk. Lututnya menyentuh lantai, wajahnya terlihat kegirangan namun terlihat sedang berusaha menutupi kegirangan tersebut.
"Mohon maaf— tidak, saya akan menceritakan semuanya, jika membandingkan sifat anda yang sebelumnya, saya lebih memilih anda yang sekarang tuan muda," Ekspresi Sebas berubah menjadi sangat serius, " Sebelumnya anda adalah orang yang sering direndahkan, karena anda terlahir dari rahim selir kaisar maka saudara-saudara anda yang lain sering menindas anda, mencemooh anda, memukul anda, bahkan.... salah satu diantaranya berniat membunuh anda tuan muda!" Tutur Sebas dengan wajah yang sangat serius, alisnya menekuk, rahangnya mengeras dan matanya meluap-luap dengan geram.
"Membunuhku?! jadi kondisiku yang seperti ini akibat percobaan pembunuhan dari saudara-saudaraku?!" murka Lazor yang mengikuti alur emosi dari pelayan itu.
"Ini hanya dugaanku, tapi- saya yakin! ini pasti ulah saudara-saudara anda," balas Sebas.
..........
...Dari dalam batin, Lazor berpikir....
...Hheemm......
...Jadi ada salah satu dari para saudara bocah ini yang mencoba membunuhnya....
......aku harus membaca setiap kondisi yang dialami anak ini, melihat segala bentuk reaksi yang ditimbulkan oleh orang-orang disekitarnya .......
...Dari mata pelayan itu, sepertinya dia sangat menyayangi bocah kecil ini seperti anaknya sendiri....
...Aku bisa membacanya! dia merasa kesal karena tidak mampu membalas, di lain sisi dirinya juga merasa bahwa sifat dari bocah ini jauh dari ketegasan atau apapun itu....
...Aku tidak tau pasti seperti apa, namun,...
...aku bisa membawanya menuju sesuatu semacam balas dendam, karna manusia sangat suka hal-hal seperti itu....
...*****...
Lazor memandang Sebas di depannya, dia sedang menundukkan kepalanya dengan keadaan lutut yang menyentuh lantai. Seketika Lazor berkata, "angkat kepalamu wahai orang yang bernama Sebastian!" perintahnya dengan wajah dingin.
Sebas kemudian mengangkat kepalanya, wajahnya hanya sejengkal dari wajah Lazor yang bertubuh kecil, bola mata mereka saling bertatapan selama beberapa detik. Terlihat mata Sebas melebar, jantungnya berdetak kencang, dirinya meneteskan cukup banyak keringat dan menelan ludah seakan-akan takut kepada Lazor.
Terlihat senyuman menyeringai keluar dari wajah bocah kecil itu, dirinya pun berkata. "Aku tidak ingat seperti apa perasaanku saat para bajing*n itu mempermainkan diriku, namun untuk sekarang, akan aku tunjukkan kepada mereka siapa diriku!"
...Aku sudah menduganya! ahh.... pangeranku! Apakah inilah ramalan yang dibicarakan mendiang ibunya....
...aku sudah lama melupakan harapan itu, namun sekarang aku yakin, setelah melihat sifatnya yang sekarang....
............
"Izinkan diriku ini memperkenalkan kembali, saya bernama Sebastian Alvelias putra Rebbas dari velian bersumpah kembali, akan menjadi pedang! perisai! dan tombak! untuk dirimu wahai pangeran," ujar Sebas yang bersumpah setia dihadapan Lazor.
"Bagus! Untuk sekarang tunjukan kepadaku semuanya!" balas Lazor dengan menepuk pundak Sebas sambil tersenyum lebar.
"Baik!" sahut Sebas dengan kepala menunduk.
Selepas itu Lazor berjalan perlahan-lahan ke arah jendela, dari cara dia berjalan terlihat seperti orang pincang yang lemah. Melihat hal itu Sebas lekas berdiri dan membantunya berjalan, ia memegang bahu Lazor supaya tetap stabil.
melihat Sebas yang mencoba membantunya, Lazor berucap, "tidak usa, aku bukan orang yang lemah."
"Maafkan saya..."Jawab Sebas, menunduk.
"Sebas, seperti apa sifatku yang sebelumnya?" Tanya Lazor yang menoleh kearahnya.
"Jadi seperti ini tuan muda—, walaupun anda adalah seorang anak laki-laki, anda sering bertingkah layaknya sosok anak perempuan. Berbusana seperti perempuan, menggenakan riasan wajah dan sering bermain boneka. Anda juga adalah tipikal anak yang sangat cengeng, sering merengek dan bersikap layaknya anak dibawah lima tahun, namun anda memilih kebaikan hati yang tulus." Jelas Sebas kepadanya, bibirnya sedikit gemetar.
"Hmm.... seorang anak dengan kelainan gender."
Memegang dagunya, seperti sedang memikirkan sesuatu.
...Kalau seperti itu akan berbahaya bagiku untuk melakukan terlalu banyak perubahan, meskipun aku berpura-pura lupa ingatan....
...Pantas pelayan itu seakan-akan terkesima dengan diriku. Karena kupikir memasang sikap tegas layaknya seorang pangeran akan menjaga sifat pemilik tubuh ini sebelumnya....
"Baiklah, kalau begitu untuk beberapa alasan aku akan bersikap seperti itu di depan orang lain, karena menunjukkan terlalu banyak perubahan sangatlah tidak bagus bagiku."
"Oh begitu yah, menurut saya itu adalah keputusan yang bijak tuan muda!" ujar Sebas yang terkesan.
Lazor memasang senyum seringainya, matanya melebar dan kening yang terangkat. Di depan jendela itu, angin pagi berhembus masuk dan menerpa rambutnya, kemudian Lazor merentangkan tangannya dan tertawa lepas.
"Hahahaha! Sungguh menarik! akan ku pulihkan ingatanku untuk mengingat segala kejahatan orang-orang kepadaku, suatu hari akan dibentuk sebuah pasukan besar yang bisa menyingkirkan segala ancaman terhadapku!" seru Lazor, diiringi tawa licik.
...Sosok seperti ini, sosok inilah yang seharusnya dimiliki oleh anak itu....
...Batin Sebas yang terkesima....
Setelah itu, Lazor membalik badannya dan menatap Sebas dengan ekspresi yang masih sama, lalu dirinya berkata. "Ada banyak hal yang harus kau ceritakan! namun sebelum itu, tunjukan aku tempat yang menunjukkan pengetahuan dunia ini, dengan kata lain sumber informasi tertulis."
"Maksud anda perpustakaan? saya akan mengantarkan anda jika demikian."
"Tepat! Perpustakaan!" balas Lazor sambil menunjuk jarinya kearah Sebas.
...Dalam Benaknya Lazor berpikir....
...Perpustakaan....
...adalah sumber pengetahuan yang harus aku ketahui tentang dunia ini....
...aku tidak sabar akan hal itu....
...kira-kira seperti apa ilmu yang dipelajari di dunia ini? apakah mereka memiliki pengetahuan filsafat? ataukah ilmu astronomi yang sudah berkembang? bagaimana kepercayaan spiritual mereka? apakah menyembah para dewa politeisme? atau sosok tuhan monoteisme apakah dunia fantasi ini memiliki unsur metafisika yang mampu menciptakan hal-hal luar biasa? ini.......
...sangat mendebarkan...!...
Gambar Ilustrasi sosok Sebastian, pelayan yang sangat setia kepada tuanya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!