Malam itu suasana rumah keluarga Gralind sangat ramai dengan para tamu. Mereka adalah kolega bisnis dari Keluarga Gralind. Antonio Herman Gralind adalah seorang CEO dari perusahaan terbesar di Indonesia. Sementara Alisia Gralind adalah pemilik dari sebuah perusahaan produk kecantikan yang di namakan dengan Alisia Glow.
Acara malam ini adalah acara untuk satu-satunya putri mereka yaitu Desmala Gralind. Gadis yang baru berusia 17 tahun tepat pada malam ini.
Semuanya bertepuk tangan saat gadis itu meniup lilin ulang tahunnya. Desmala Gralind yang akrab di panggil Mala itu terlihat cantik dengan dress putih yang dikenakannya.
Setelah acara selesai, Mala langsung menuju kamarnya. Ia sangat lelah dengan acara ulang tahunnya itu. Setiap bertemu dengan kolega bisnis orang tuanya, ia harus memasang wajah ramah. Padahal dirinya sangat lelah saat ini.
Sesampainya di kamar, ia langsung merebahkan diri.
"Ahhh, nyaman" lirihnya mulai memejamkan mata.
Tok Tok Tok
Namun, belum sempat matanya terpejam. Suara ketukan pintu kembali mengusiknya.
"Apalagi ini!" ujarnya menggerutu kesal.
"Masuk!" ujarnya.
"Mala, sayang. Kita ke bawah dulu ya!" ujar mamanya.
"Mau ngapain lagi ma, aku capek banget" balas Mala.
"Sebentar aja kok, kamu pasti suka"
Dengan malas, akhirnya Mala menuruti mamanya dan turun ke bawah.
Setibanya di bawah, Mala di sambut dengan senyum sumringah papanya.
"Papa kenapa senyum-senyum?" tanya Mala heran.
"Liat deh!" pinta papanya. Ia mengarahkan tangannya keatas meja.
"Itu apa pa?" tanya Mala.
"Buka aja, nanti kamu bakalan tau"
Mala langsung menarik kain merah yang menutupi kotak itu.
Dan,
"Rabbitt!" pekiknya kegirangan.
"Gimana? suka?" tanya Herman pada putrinya itu.
"Suka banget pa" balas Mala mengelus kelinci putih pemberian papanya.
"Kalau suka kenapa papanya gak di peluk?" kekeh Herman.
"Makasih pa" ujar Mala memeluk papanya.
"Sama-sama" balas Herman mengelus sayang rambut putrinya. Sementara itu, Alisia tersenyum hangat menatap ayah dan anak yang sedang berpelukan itu.
"Mama gak di ajak nih?" tanya Alisia dengan raut wajah sedih.
"Mama juga dong!" ujar Mala ikut memeluk mamanya.
Sebenarnya keluarganya itu sangat menyayanginya. Namun sayang Mala masih merasa kurang bahagia. Karna dirinya sulit untuk bermain keluar rumah bersama teman-temannya. Hal itu disebabkan oleh Herman dan Alisia yang tak mau Mala bergaul dengan orang yang salah. Sehingga mereka membatasi Mala untuk bermain dengan orang-orang yang tidak di kenalinya.
***
Cahaya mentari menyusup diantara tirai-tirai jendela. Yang membuat sang gadis yang tengah terlelap terpaksa membuka matanya. Ia meregangkan badannya yang penat karna tidur semalaman. Diliriknya jam Beker yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi.
Mala segera menuju kamar mandi dengan menyandang handuk di bahunya. Sebagai anak yang lahir dari keluarga berada Mala bukanlah anak yang manja. Setelah memakai seragam Mala segera menuju meja makan untuk sarapan bersama orang tuanya.
"Pagi ma, pa" sapa Mala.
"Pagi sayang" balas Alisia dan Herman hanya membalas dengan senyuman karna mulutnya sedang terisi makanan.
Mala meminum susu yang sudah di sediakan mamanya. Dan melanjutkannya dengan memakan roti yang sudah di oleskan slay coklat oleh sang mama. Sebagai seorang ibu, Alisia sangat telaten mengurus kebutuhan Mala. Dan Mala senang akan hal itu.
"Mala, kamu pergi dan pulang sekolah bareng pak Adi ya!" pinta papanya.
"Iya pa"
"Mala berangkat ya pa, ma. Udah telat nih" ujar Mala melirik jam tangannya.
"Hati-hati" ujar Alisia melihat putrinya yang berlari keluar rumah.
"Iya ma"
Di depan rumah pak Adi selaku sopir yang mengantar jemput Mala sudah menyiapkan mobil untuk mengantar sang majikan.
"Silakan non"
"Makasih pak"
Pak Adi menjalankan mobilnya menuju sekolahan Mala. Sesampainya di SMA GARUDA BANGSA, Mala langsung turun setelah berpamitan dengan pak Adi.
Ia berjalan menuju kelasnya, 11 IPA 1 di sepanjang jalan menuju kelas banyak teman-teman yang menyapanya. Mala tau sekali jika mereka tidak tulus. Mereka mau berteman dengannya hanya karna Mala merupakan anak dari keluarga yang kaya raya.
Sesampainya di kelas, Mala langsung duduk di bangkunya. Ia memasang airphone di telinganya dan mendengarkan lagi pop kesukaannya. Ia tak menghiraukan banyak orang yang mencari perhatiannya. Karna Mala sangat tau tidak ada yang tulus dari mereka semua.
Beberapa saat kelas menjadi hening setelah kedatangan guru yang mengajar. Namun kemudian kembali berisik karna jam istirahat.
Mala memilih meninggalkan kelas dan menuju perpustakaan karna itu lebih tenang baginya. Ia menolak semua ajakan teman-temannya yang mengajaknya ke kantin.
Sepulang sekolah Mala langsung keluar dari kelas dan menunggu pak Adi di parkiran. Membosankan, satu kata yang menggambarkan kehidupan sekolah Mala saat ini. Sepertinya ia tak bisa merasakan kehidupan sekolah seperti anak-anak seusianya yang penuh dengan pertemanan dan kisah cinta.
Setelah kedatangan pak Adi, Mala langsung meninggalkan sekolahannya.
"Gimana sekolahnya non?" tanya pak Adi.
"Gak ada yang menarik pak"
"Kenapa non?"
"Bapak tau sendiri kan?" balas Mala. Ya, pak Adi sangat tau dengan lingkungan sekolahan Mala yang toxic. Semua yang berteman dengannya hanya karna keluarga Mala merupakan keluarga terpandang di jakarta.
"Yang sabar non, bapak yakin non pasti akan ketemu sama orang-orang yang tulus sama non"
"Aku gak yakin pak"
Pak Adi hanya terdiam dan kembali fokus mengemudikan mobil menuju rumah.
Sesampainya di rumah, hanya Bi Inem yang menyambutnya. Mama dan papanya pasti tengah sibuk di kantornya masing-masing.
"Udah pulang non?" sapa Bi Inem.
"Udah Bi"
"Mau bibi masakin apa?"
"Gak usah bi, aku gak laper. Mau istirahat aja!"
"Capek banget ya non?"
"Iya bi"
Di dalam kamar Mala langsung merebahkan dirinya. Ia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos.
"Sampai kapan kehidupan ku cuma gini-gini aja? aku bosan! aku pengen kayak anak-anak lain yang bebas tanpa kekangan" batinnya.
Larut dalam dumelannya sendiri, akhirnya ia terlelap.
.
.
.
Satu jam kemudian, Mala kembali terbangun. Perutnya terasa lapar, ia mengganti pakaiannya dan turun ke bawah mencari Bi Inem.
"Bi Inem!" panggil Mala.
"Iya kenapa non?" tanya Bi Inem menghampiri Mala.
"Mala mau makan, masakin mie instan ya bi!"
"Tapi non, non kan gak boleh makan mie instan?!"
"Masakin aja bi, mama sama papa juga gak ada dirumah"
"Bentar ya non"
Bi Inem kembali ke dapur memasak mie instan untuk Mala. Sementara itu, Mala menunggu Bi Inem di meja makan.
"Ini non, mie instan nya" ujar Bi Inem meletakkannya di atas meja.
"Makasih bi"
"Bibi kebelakang dulu" pamit Bi Inem.
Mala melahap mie instannya, memang terlihat sederhana tapi Mala menyukainya. Hanya saja untuk memakan mie instan ia harus diam-diam agar tidak ketahuan orang tuanya. Alisia dan Herman melarang keras Mala untuk makan mie instan karna itu sangat tidak sehat.
Jangan lupa like dan comen ya....
Semenjak sore Mala terus saja melamun di balkon kamarnya. Ia sangat iri dengan burung yang terbang meninggalkan sarangnya. Terbang bebas di angkasa tanpa ada yang mengaturnya.
"Aku ingin terbang bebas, seperti burung itu" lirihnya.
Tiba-tiba saja sebuah ide jahil terlintas di kepalanya. Ia teringat jika tadi siang mama dan papanya mengabari mereka tidak akan pulang malam ini.
"Kesempatan langkah" gumamnya kegirangan.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Mala sudah siap dengan hoodienya. Ia meletakkan guling di tengah kasur dan menutupnya dengan selimut.
Perlahan ia mengendap keluar kamar. Sepi tidak ada orang, Mala merasa lega dengan kondisi rumah yang aman.
"Bi Inem!" panggilan itu membuat Mala langsung bersembunyi di balik tiang rumahnya.
"Bi! bikinin saya kopi!" ujar pak Adi menuju dapur.
Setelah pak Adi memasuki dapur, Mala langsung turun tangga dengan hati-hati hingga ia sampai di pintu utama rumahnya. Beberapa langkah lagi menuju pagar rumah. Mala langsung berlari dan meninggalkan rumahnya itu.
Kakinya berjalan selangkah demi selangkah, ia tak tau apa yang di carinya. Tapi yang pasti ia ingin udara segar saat ini. Namun, sialnya nasib tak berpihak padanya. Di depan jalan rumahnya, ia di hadang oleh dua orang preman.
"Cantik! mau kemana? mau Abang antar?" ujarnya sembari ingin menyentuh Mala, namun Mala menepisnya.
"Jangan kurang ajar ya!" bentak Mala.
"Galak ternyata bang" ujar preman satu lagi.
"Udahlah neng sama Abang aja! kita seneng-seneng" kekehnya menarik tangan Mala.
"Lepasin!!" pekik Mala. Karna merasa terancam Mala langsung menendang bagian mematikan milik preman itu.
Bug..
"Masa depan gue!" lirihnya menahan sakit.
Mala langsung kabur meninggalkan preman itu, namun sialnya ia kembali tertangkap.
"Mau kemana sih neng?"
"Ikut Abang aja!"
"Abang janji deh kita bakalan senang-senang"
Kedua preman itu menarik Mala, namun Mala tak putus asa. Ia berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan.
"Tolong!"
"Tolong!"
"Tolong!"
Sepertinya teriakan Mala tidak sia-sia, karna sebuah motor berhenti tepat di depannya.
"Apa ini malaikat penolong ku?" batin Mala.
Seseorang turun dari motor itu.
"Lepasin dia!"
"Jangan sok jagoan Lo!" bentak preman itu.
Bug
Bug
Bug
Bug
Beberapa kali pukulan kedua preman itu lari terbirit-birit meninggalkan mereka.
"Kamu gak papa?" tanyanya sembari membuka helm yang menutupi wajahnya.
"Astaga, beneran malaikat!" batin Mala berteriak.
"Hei, di tanyain Mala bengong! lagian kamu ngapain disini sendirian? lagi galau, abis putus cinta ya?" tanya lelaki itu.
"Udah sana pulang!" pintanya.
Dalam sekejap lamunan Mala buyar. Ternyata dia bukan malaikat yang di harapkannya.
"Suka-suka aku lah, emang ini jalan punya nenek moyang kamu?!" tanya Mala sedikit nyolot.
"Yehhh, di bilangin malah nyolot, dasar cewek!"
"Ngomong apa kamu?"
"Gak ada, dasar tuli!" balasnya. Lelaki itu langsung menaiki motornya dan pergi.
"Aku gak tuli ya! Kamu aja yang rese!"
Melihat lelaki itu sudah pergi, Mala masih saja kesal.
"Tadinya mau bilang makasih, tapi dia malah rese!" lirih Mala.
Mengingat kejadian tadi, akhirnya Mala sadar niatnya untuk kabur dari rumah ia urungkan. Ia kembali ke rumah secara diam-diam dan segera menuju kamarnya.
"Untung gak ada yang sadar kalau aku pergi" ujarnya lega.
***
Keesokkan paginya Mala kembali ke aktivitasnya seperti biasa. Setelah memakai seragam ia segera sarapan bersama orang tuanya. Dan pergi ke sekolah di antar oleh pak Adi.
Sesampai di sekolah ia langsung menuju kelasnya. Dan duduk di bangkunya.
"Mala, kamu tau gak? dengar-dengar bakalan ada anak baru loh" Ujar Dira gadis yang duduk di sampingnya.
"Ohhh"
"Dia ganteng tau?" ujar Dira antusias.
"Biarin aja" singkat Mala.
"Ihhh Mala, kamu gak asyik deh"
"Emang!"
"Udah ah, males ngomong sama kamu"
Tak lama guru yang mengajar datang. Mendadak kelas menjadi hening.
"Selamat pagi anak-anak, hari ini kalian kedatangan teman baru! Rakha, silakan masuk!"
Mata Mala langsung melotot kaget melihat siapa anak baru itu.
"Ngapain si manusia rese disini!" batin Mala.
"Rakha, kamu perkenalkan diri!"
"Perkenalkan nama saya Rakha Hermawan, kalian bisa panggil saya Rakha!"
"Hai Rakha" sapa semua murid cewek di kelas kecuali Mala.
"Sok ganteng" dumel Mala.
"Kamu ngomong apa Mala?" tanya Dira yang gak sengaja dengar ucapan Mala.
"Gak ngomong apa-apa"
"Ohh"
"Rakha, kamu duduk di belakang Mala! Mala angkat tangan kamu!" pinta Bu guru.
Dengan terpaksa Mala mengangkat tangannya. Rakha tersenyum aneh melihat Mala mengangkat tangan dengan muka bete.
Jam istirahat Mala kembali ke perpustakaan. Tempat biasa ia menyendiri.
Bruk
Karna terlalu asyik membaca Mala tak sengaja menabrak orang.
"Maaf, aku gak sengaja" balas Mala memunguti bukunya yang jatuh.
"Kamu ngapain disini?" mendengar perkataan itu, Mala mendongak melihat orang yang di tabraknya.
"Kamu!"
"Kenapa kalau aku?"
"Minggir manusia rese! aku mau lewat!" ujar Mala.
"Lewat-lewat aja sih" kekeh Rakha.
.
.
.
Pulang sekolah Mala menunggu pak Adi di parkiran. Namun, pak Adi juga tak kunjung datang. Sekolahan sudah mulai sepi, tapi pak Adi tak juga kunjung menjemputnya.
"Pak Adi mana sih?" ujar Mala sembari menelfon pak Adi.
Sebuah motor berhenti di dekatnya. Dan itu adalah motor Rakha.
"Ngapain masih disini? gak pulang?" tanya Rakha.
"Bukan urusan kamu!"
"Yaudah kalau gitu" balas Rakha meninggalkan Mala sendirian.
"Dasar cowok!" dumel Mala melihat Rakha meninggalkannya.
Getaran ponselnya membuat Mala terlihat senang, karna ada panggilan masuk dari pak Adi.
"Halo pak? pak Adi di mana? Mala udah nunggu dari tadi loh"
"Maaf non, pak Adi lagi di bengkel, ban mobil bocor non"
"Kenapa gak ngabarin dari tadi sih pak?"
"Maaf non, hp pak Adi mati! ini baru di cas minjem casannya yang punya bengkel"
"Yaudah Mala naik taksi aja"
"Iya non, maafin pak Adi ya?"
"Iya pak, gak papa"
Baru saja Mala ingin memesan taksi online tiba-tiba saja Rakha kembali menghampiri Mala.
"Mau ku antar pulang?" tawar Rakha.
"Gak usah, aku bisa pulang sendiri"
"Yaudah kalau gitu" balas Rakha, ia langsung melajukan motornya meninggalkan sekolahan.
Dan tak lama taksi online pesanan Mala akhirnya datang. Ia segera menaikinya dan pulang. Namun, entah kenapa Mala merasa ada yang janggal.
Berulang kali ia melihat kebelakang mobil, ada sebuah mobil hitam yang terus saja mengikuti taksinya.
"Pak, lebih cepat lagi ya!" pinta Mala.
"Baik dek"
Entahlah, perasaannya sangat tidak enak saat ini. Mala kembali kaget ketika mobil yang mengikutinya tadi tiba-tiba mecegat taksinya.
Beberapa orang yang memakai baju serba putih turun dari mobil.
"Keluar kamu!" pintanya pada Mala.
"Dek keluar aja" ujar sopir taksi yang ketakutan.
Jangan lupa like dan comen....
Dengan ragu-ragu Mala keluar dari taksi.
"Mau apa kalian?" tanya Mala.
"Iya benar, dia putrinya Herman dan Alisia Gralind, tangkap dia!" pinta seseorang setelah melihat foto Mala di ponselnya.
"Sial, jadi mereka saingan bisnis papa"
Mala berlari menjauh dari mereka, hingga ia memasuki sebuah rumah kosong untuk bersembunyi.
"Kemana anak itu?" ujar seseorang dari luar.
Mala mengeluarkan ponselnya dan menelfon sang papa.
"Halo sayang, tumben nelfon papa siang-siang gini?" tanya Herman dari seberang telfon.
"Pa, tolongin aku, aku mau di culik sama saingan bisnis papa. Aku udah sharelock sama papa, pliss bantuin aku, aku takuttt" ujar Mala sedikit berbisik.
"Oke, oke, papa kesana sekarang! kamu tetap di sana, jangan kemana-mana!"
"Iya pa"
Setelah menyimpan telfonnya, Mala berharap jika orang-orang yang ingin menculiknya itu tidak menemukannya disini.
"Ternyata kamu sembunyi disini?!" ucap seseorang dari belakang Mala. Mala yang kaget ia reflek berdiri dan menjauh dari orang itu.
"Mau apa kalian?" tanya Mala lagi.
Mala yang katakutan segera lari keluar dari rumah kosong itu. Tapi sayangnya di luar rumah itu sudah dikepung oleh orang-orang itu.
"Aku harus gimana sekarang?" batin Mala.
"Rakha tolongin aku!" batin Mala berteriak, entah kenapa malah nama Rakha yang teringat di kepalanya.
Suara motor dari kejauhan menerobos orang-orang yang mengepung Mala.
"Ayo naik!"
Mala langsung menaiki motor yang menerobos orang-orang itu, dan itu adalah motor Rakha.
Untuk Kali ini Mala sangat bersyukur karna bisa terbebas dari orang-orang yang ingin menculiknya. Tapi sepertinya, orang-orang itu tidak akan melepaskan Mala dengan mudah. Terlihat dari mobil hitam yang mengejar Mala dan Rakha.
"Rakha, mereka masih ngejar kita!" teriak Mala pada Rakha. Rakha sedikit menoleh, hingga kemudian menambah kecepatan motornya. Hal itu Reflek membuat Mala berpengangan erat pada Rakha.
Rakha memasuki gang-gang kecil yang hanya bisa di lewati oleh motor agar mobil yang mengejarnya tidak bisa mengikuti mereka. Dan cara Rakha berhasil. Mobil itu tak lagi terlihat mengejar mereka.
"Rakha! Rakha! mereka gak ngejar kita lagi!" ujar Mala senang sembari menepuk-nepuk bahu Rakha.
Rakha menghentikan motornya di dekat jalanan yang tak banyak orang.
"Gak usah mukul-mukul juga! Sakit! balas Rakha ketus.
"Dih cuman nepuk bahu doang! dasar lemah!" balas Mala.
"Apa lemah? kalau aku lemah gak bakalan aku nolongin kamu dari orang-orang itu" balas Rakha mendengus kesal.
"Iya-iya makasih"
"Apa? cuma makasih" ledek Rakha.
"Ya trus apa lagi?"
"Traktir aku makan, lapar nih"
"Dasar! pamrih!"
"Di dunia ini gak ada yang gratis ya!" balas Rakha.
"Yaudah, mau makan di mana?" tanya Mala.
"Oke, kita cari tempat makan dulu" ujar Rakha mulai mengendarai motornya.
***
Rakha dan Mala memasuki sebuah kafe yang terletak tak jauh dari gang tempat mereka kabur dari orang-orang yang ingin menculik Mala.
Pelayan kafe datang dan memberikan menu makanan di kafe itu pada Mala dan Rakha. Setelah memesan pelayan itu pergi dan tak lama kembali dengan membawakan pesanan Mala dan Rakha.
"Selamat menikmati" ujarnya ramah.
"Udah buruan makan! Setelah itu anterin aku pulang!" ujar Mala.
"Ngapain aku nganter kamu pulang, bisa pulang sendirikan" balas Rakha seolah tak peduli.
"Kalau orang tadi datang lagi gimana?"
"Emang itu urusan aku?"
"Jahat banget sih!" balas Mala kesal.
"Berisik! aku mau makan" ujar Rakha tak peduli dan langsung menyantap makanannya.
Baru saja Mala ingin memakan makanannya. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ternyata telfon dari papanya.
"Mala, kamu di mana? papa udah sampe, tapi kamu gak ada" ujar papanya terdengar panik.
"Papa tenang, aku gak papa kok. Untungnya tadi aku berhasil kabur" ujar Mala menenangkan papanya.
"Sekarang kamu di mana? biar papa jemput"
"Gak usah pa, aku bisa pulang dianterin teman aku kok pa. Tadi dia juga yang udah nolongin aku kabur"
"Siapa dia? biar papa ngomong sama dia"
"Nih, papa ku mau ngomong" ujar Mala memberikan ponselnya pada Rakha.
"Halo om"
"Jadi kamu temen anak saya?"
"Iya om"
"Makasih ya, udah nolongin anak saya. Tolong kamu anter dia pulang ya, jangan sampai lecet sedikit pun"
"Baik om"
"Yasudah Terimah kasih"
"Sama-sama om"
Rakha mengembalikan ponsel Mala padanya.
"Kenapa kamu bilang aku yang nganterin pulang sih?" tanya Rakha dengan nada kesal.
"Makanya anterin aku pulang"
Rakha hanya diam, sebenarnya ia tak menolak mengantar Mala pulang. Hanya saja menjahili gadis di depannya ini, ternyata menyenangkan.
"Iya, nanti di anterin" balas Rakha.
.
.
.
Sesampainya di rumah Mala, Rakha langsung pamit pulang. Dan Mala pun tak ambil pusing. Ia langsung memasuki rumah dan menuju kamarnya untuk beristirahat.
"Mala!" terdengar suara Alisia yang memanggil putrinya. Mendengar itu Mala langsung menghampiri mamanya.
"Kenapa ma?" tanya Mala.
"Kamu gak papa? kata papa kamu mau di culik?" tanya Alisia sangat khawatir pada putrinya itu.
"Gak papa ma, tadi ada temen Mala yang bantuin Mala. Jadi Mala gak jadi di culik"
"Syukur deh, mama khawatir banget sama kamu"
"Aku gak papa, mama tenang aja"
"Kalau gitu aku ke kamar ya ma, capek"
"Yasudah, kamu istirahat ya. Nanti mama suruh Bibi bawa makanan ke kamar kamu"
"Iya ma"
***
Malam harinya Mala kembali menghirup udara segar di balkon kamarnya. Ia menatap langit malam yang bertaburan bintang. Sangat indah di pandang mata. Lalu tatapannya beralih pada jalanan yang sepi. Ia dapat melihat orang-orang yang berlalu lalang dari balkon kamarnya.
Tapi sesuatu membuat Mala terheran, ia seperti mengenali sesuatu.
"Motor itu, bukannya motor Rakha?" pikir Mala.
Ia segera memastikan penglihatannya dan ternyata benar itu motor Rakha.
"Ngapain dia di daerah sini?" batin Mala.
"Jangan-jangan dia mau nguntit aku" lirihnya.
Mala segera keluar dari rumahnya dan menuju jalan di mana ia melihat Rakha di sana.
Dan benar saja ada Rakha. Mala melihat Rakha tengah membeli bakso pada pedagang kaki lima.
"Rakha!" panggil Mala.
"Mala, ngapain kamu disini?" tanya Rakha mengerenyitkan dahinya.
"Seharusnya aku yang nanya sama kamu, kamu ngapain disini? kamu nguntit aku ya?" tuduh Mala.
"Aku nguntit kamu? gak ada kerjaan banget" balas Rakha terkekeh.
"Kalau gak nguntit ngapain disini?"
"Kamu gak liat aku lagi beli bakso?" tanya Rakha.
"Tukang bakso kan banyak, kenapa harus disini?" sangkal Mala.
"Ngapain beli bakso jauh-jauh kalau depan rumah ada" balas Rakha acuh.
"Maksudnya? ini rumah kamu?" tanya Mala sembari menunjuk rumah besar di depan tukang bakso.
"Iya"
"Gak mungkin, pasti kamu bohong! kalau emang benar ini rumah kamu kenapa kamu bawa motor kan bisa jalan kaki"
"Tadi abis dari luar, jadi sekalian aja beli bakso sebelum masuk rumah"
"Trus kenapa aku gak pernah liat kamu selama ini?" tanya Mala.
"Ya karna aku baru pindah kesini seminggu yang lalu"
"Mas ini baksonya" ujar tukang bakso.
"Makasih"
"Udah ah, aku mau masuk dulu, bye" balas Rakha memasuki rumahnya.
Jangan lupa like dan comen.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!