PH - Pengenalan tokoh cerita
Hai, kk reader semuanya. Akhirnya novel kelima,
saya berharap kk reader pembaca setia novel saya juga suka sama novel saya ini
ya. Setiap baca mohon tinggalkan jejak ya kk. Boleh like, komen, favorit,
bintang 5 juga, kk. Dan yang paling penting pasti vote.
Tanpa kk reader, saya gak ada artinya, cuma
seonggok debu di antara milyaran manusia di dunia ini. Kita mulai dari
pengenalan tokoh ya. Semoga suka...
Delina Putri, gadis manis berusia 24 tahun yang
memiliki keahlian menjahit kebaya yang hasilnya sangat halus dan bagus. Ia
tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil, cukup untuk hidup satu keluarga
kecil. Rumah itu satu-satunya peninggalan orang tuanya. Delina masih memiliki
nenek dan kakek yang tinggal diluar kota.
Delina berhasil menarik perhatian Ny. Amira yang
sering menggunakan kebaya dalam setiap kegiatannya sebagai eksekutif wanita
yang sangat sukses. Ny. Amira selalu meminta Delina menjahit dan mendesain
model kebaya baru untuknya yang menjadi kebanggaan Ny. Amira dalam setiap
kegiatannya.
Dengan penampilan Delina yang selalu berpakaian
menutupi seluruh tubuhnya dan memakai kerudung, orang tidak ada yang menyangka
dengan kemampuannya mendesain dan menjahit sebuah kebaya.
Kevin Raditya, pria tampan berusia 28 tahun yang
bekerja di perusahaan papanya sebagai wakil direktur. Bersifat arogan, galak,
dan dingin. Menjadi pemikat kaum hawa dimanapun ia berada. Pertemuannya dengan
Delina mengubah hidup dan cara pandangnya terhadap
kehidupan dan sekitarnya. Delina merubah Kevin menjadi pria yang lebih baik dan
juga bertanggung jawab. Kevin jatuh cinta pada Delina yang pemikirannya sangat
berbeda dari wanita-wanita yang mengejar Kevin.
Agnes Raditya, gadis cantik yang modis dan pintar.
Ia berstatus sepupu Kevin, tapi sejak kecil sudah diwajibkan untuk bersikap
seperti istri Kevin. Menyukai apa yang Kevin sukai, membenci apa yang Kevin tidak sukai, dan mengabdikan hidupnya
hanya untuk Kevin. Ibu Agnes yang mengatur hidup putrinya itu sampai Agnes
mulai kesal dan memberontak.
Aliando Arya, sahabat baik Kevin yang sudah
dianggap sebagai adik sendiri oleh Kevin. Keduanya harus berpisah setelah
Aliando memutuskan kuliah ke luar negeri untuk menjadi dokter. Ketika Aliando
kembali, ia menjadi dokter pribadi keluarga Raditya. Kevin sangat suka menindas
Aliando yang selalu usil pada Kevin.
Amira Raditya, ibu kandung Kevin Raditya. Bekerja
sebagai eksekutif director di perusahaannya sendiri. Meskipun punya perusahaan
sendiri, Ny. Amira tidak pernah lupa mengurus Kevin. Tapi memang waktunya tidak
banyak untuk putra semata wayangnya itu hingga Kevin tumbuh menjadi anak yang
dingin. Amira juga berusaha menerima Delina sebagai menantunya meski ditentang
keluarga besar Raditya.
Alvin Raditya, ayah kandung Kevin Raditya. Pemilik
sekaligus direktur utama perusahaan keluarga Raditya. Sifatnya hampir sama
dengan Kevin, dingin dan arogan. Tapi ia tidak segalak Kevin. Alvin bersikap
biasa saja pada Delina, tapi diam-diam membantu Delina saat ia mengetahui
perasaan Kevin pada Delina.
Indri Raditya, nenek kandung Kevin Raditya. Tipe
nenek yang posesif terhadap keluarga, suka curiga pada setiap orang yang
mendekati keluarganya. Termasuk kehadiran Delina dalam hidup Kevin.
Giselle Raditya, bibi Kevin sekaligus ibu kandung
Agnes Raditya. Terobsesi menjadikan Agnes sebagai istri Kevin dan menjadi
pewaris harta kekayaan keluarga Raditya. Sangat kejam dan jahat pada Delina,
dengan intrik yang sangat licik selalu berusaha membuat hidup Delina sangat
menderita.
Keanu, asisten pribadi Kevin yang sempat menyukai
Delina dan berencana mengajak gadis itu pacaran karena seringnya mereka bertemu
di rumah Kevin.
Meri, asisten pribadi Ny. Amira yang kebetulan juga
bertetangga dengan Delina. Ia sering meminta Delina menjahitkan kebaya untuknya
karena kalau Ny. Amira memakai kebaya, Meri juga harus memakai kebaya.
Sri, pembantu rumah tangga yang sudah belasan tahun
bekerja untuk keluarga Raditya. Ia sering membantu Delina secara
sembunyi-sembunyi dari ulah Giselle.
Jangan lupa vote novel ini kk. Saya minta usul visual
ya. Kira-kira siapa yang cocok dengan deskripsi tokoh novel ini.
PH - Penjahit kebaya
Ny. Amira sedang kesal dengan penjahit
langganannya. Ia mengeluh pada asistennya yang baru saja menunjukkan hasil
jahitan dari penjahit.
“Katanya dia bisa mengikuti model yang aku pilih.
Kenapa hasilnya begini?!” bentak Ny. Amira pada asistennya, Meri. Ny. Amira
menyambar kebaya yang sudah jadi itu dan memperhatikan detailnya, sangat kasar
dan juga ada beberapa jahitan yang lepas. Ia menarik jahitan yang lepas itu dan
butiran payet berjatuhan ke lantai kantornya.
“Aarrggg...! Menyebalkan sekali!” Ny. Amira
melempar kebaya itu ke kaki Meri.
“Ny. masih ada waktu 5 hari lagi. Ny. mau coba
penjahit lain?”
“5 hari!! Kamu kira ada penjahit yang bisa selesai
secepat itu?!” teriak Ny. Amira pada Mei.
Meri hanya diam 3 detik dan pada detik keempat
mulai bicara lagi. Meri sudah hafal dengan Ny. Amira yang selalu ingin solusi
cepat dan tepat.
“Saya bisa merekomendasikan penjahit yang cepat dan
hasilnya bagus. Hanya saja model kebayanya tidak bisa jadi serumit ini.”
“Cepat panggil dia kemari, kalau kau salah kali
ini, apa hukumannya?” tanya Ny. Amira sambil mendekatkan wajahnya pada Mei.
“Saya bersedia tidak libur sampai tahun depan.”
“Deal. Panggil dia kemari, cepat! Dan bersihkan
kebaya itu menjijikkan itu. Katakan pada penjahitku untuk mengganti kain yang
sudah ia rusak atau akan kutuntut dia.”
“Baik, Ny.”
Meri menelpon Delina yang sedang menggambar desain
baru untuk kebaya simpel tapi elegan. Ia menggunakan beberapa pensil warna
untuk menyempurnakan tampilan desainnya. Sesekali ia menambahkan warna lagi dan
tersenyum puas dengan hasilnya.
Delina menoleh menatap ponsel jadulnya, ada telpon
dari mbak Meri.
“Halo, mbak.”
“Delina. Ini darurat. Bisa kamu datang ke kantorku
sekarang? Bawa buku sketsamu, tolong aku.”
“Tapi, mbak...”
“Tolong, Delina. Kantorku gak jauh. Kamu bisa naik
ojek kesini. Gedungnya kelihatan dari rumahmu. Aku telpon tukang ojek
langgananku untuk jemput kamu ya.”
“Iya, mbak. Tapi...” Delina menoleh pada ponselnya
yang sudah terputus sambungannya.
Sedikit bingung, Delina mengemasi tasnya yang
lengkap berisi peralatan menjahit mini dan juga meteran. Ia juga membawa buku
sketsanya. Delina merapikan kerudungnya menutupi rambut hitamnya.
Tin. Seorang tukang ojek berhenti di depan rumah
Delina. Ia segera keluar dari rumah, mengunci rumah itu dan naik ke boncengan
motor setelah memakai helm.
Jarak kantor Meri memang tidak jauh, tapi karena
macet, perjalanan Delina jadi sedikit terhambat. 10 menit kemudian, ponsel
Delina kembali berdering.
“Delina, dimana kamu?” tanya Meri dengan suara
berbisik.
“Aku di jalan, mbak. Ini jalannya macet. Sebentar
lagi aku sampai loby kantor mbak Meri.”
“Cepat sedikit ya. Sampai loby, bilang sama
security untuk mengantarmu ke ruanganku.”
“Iya, mbak.”
Tukang ojek melajukan motornya lebih cepat setelah
mendengar suara Meri tadi. Mereka sampai 10 menit kemudian, Delina berjalan
cepat setelah membayar ojek itu dan dicegat security di depan lobby.
“Selamat siang, bu. Ada keperluan apa?” sapa
security sambil memberi hormat.
“Saya mau bertemu mbak Meri. Bisa?”
“Sudah ada janji sebelumnya?”
“Sudah, pak.” Jawab Delina dengan singkat.
“Tunggu sebentar.”
Security itu tampaknya berkoordinasi dengan orang
di dalam karena tiba-tiba seorang security berlari menghampiri Delina dan
meminta Delina segera ikut dengannya. Delina dibawa masuk ke lobby kantor dan
langsung masuk ke lift yang sudah terbuka.
Delina bisa melihat suasana di dalam kantor karena
lift yang tembus pandang. Ia masih bingung untuk apa dirinya dipanggil ke
kantor itu. Ketika pintu lift akhirnya terbuka di lantai 14, security itu
mempersilakan Delina keluar.
“Ibu silakan jalan terus nanti di ujung sana belok
ke kanan. Ibu Meri sudah menunggu ibu disana.”
“Terima kasih, pak.” Ucap Delina sedikit
membungkukkan pada security itu.
Delina mengikuti petunjuk dari security dan sampai
di sebuah ruangan. Delina mengetuk pintu itu, Meri membukakan pintunya.
“Delina. Akhirnya kamu datang. Cepat masuk.”
Delina melihat seorang wanita paruh baya tapi
sangat cantik duduk di belakang meja yang sangat besar. Ia tampak serius bicara
di telpon.
“Kamu duduk dulu disini ya. Mana sini lihat buku
sketsamu.” Pinta Meri.
“Mbak, aku mau ngapain disini?” tanya Delina
bingung.
“Intinya gini, kamu bisa ngerjain model kebaya yang
mana dalam 5 hari? 4 hari maksudku.”
“Terhitung hari ini?” tanya Delina memastikan.
Tangannya membuka satu persatu lembar buku sketsa sampai ia menemukan model
kebaya terbarunya.
“Iya. Yang mana?”
“Yang ini atau yang halaman 18, mbak.” Kata Delina.
“Gak ada yang lain?” tanya Meri lagi.
“Nggak ada, kak. Modelnya agak rumit, paling gak
perlu 10 hari.”
“Sebentar ya.”
Delina mengangguk dan Meri berjalan cepat
menghampiri wanita yang sudah menatap Delina itu. Delina mengangguk sambil
tersenyum canggung. Cukup lama Meri bicara dengan wanita itu sampai Delina
gabut dan mulai memperhatikan dekorasi di dalam kantor itu.
Ia melihat banyak piala di dalam lemari kaca. Dan
banyak foto wanita itu dengan balutan kebaya aneka warna dan model. Sungguh,
Delina mengagumi kecantikan wanita itu.
Meri berjalan mendekati Delina,
“Ayo, ikut sini.”
Delina bangun dari duduknya dan mengikuti Meri
mendekati meja wanita itu.
“Kamu Delina?” tanya Ny. Amira tanpa senyum
mengembang di bibirnya.
“Iya, bu. Saya Delina.”
“Kamu bisa buatkan saya kebaya dengan model ini?” Ny.
Amira menunjuk sketsa kebaya yang baru diselesaikan Delina tadi.
“Bisa, bu. Tapi ibu perlu untuk kapan?”
“5 hari lagi ada pesta di kantor ini dan kebaya itu
harus sudah jadi. Kau bisa?”
“Bisa, bu. Boleh saya ukur badan ibu?” tanya
Delina.
“Aku suka dia, gak pakai basa-basi. Ayo, ke ruangan
sebelah.” Ajak Ny. Amira.
Delina dan Meri mengikuti Ny. Amira masuk ke
belakang ruang kerjanya. Disana ada ruangan yang sebagian dindingnya berupa
kaca cermin dua arah. Tidak hanya cermin, ada juga meja rias lengkap dengan
peralatan make up, dan juga lemari besar yang memenuhi dinding ruangan itu.
Sebuah tempat tidur besar juga ada di sana.
Ny. Amira mulai membuka jas dan kemeja yang
dipakainya. Meri membantu Ny. Amira memakai korset untuk membentuk tubuh
sebelum memakai kebaya. Delina menunduk mengambil meteran dan buku catatan dari
dalam tasnya.
Setelah Ny. Amira siap, Delina mulai mengukur
detail lekuk tubuh Ny. Amira tanpa ada yang ketinggalan. Delina mencatat
semuanya dengan detail dan menanyakan beberapa hal yang diinginkan Ny. Amira
dari kebaya yang ia inginkan.
Makin penasaran dengan ceritanya? Jangan lupa vote ya
kk, komen juga dong apa yang kurang. Jangan minta crazy up terus. Ntar saya
stress.
PH - Menarik perhatian
Setelah Ny. Amira siap, Delina mulai mengukur
detail lekuk tubuh Ny. Amira tanpa ada yang ketinggalan. Delina mencatat
semuanya dengan detail dan menanyakan beberapa hal yang diinginkan Ny. Amira
dari kebaya yang akan ia jahit.
“Simpel dan elegan. Ingat dua kata itu. Aku gak mau
di gambarnya terlihat simpel dan elegan, tapi hasilnya ribet dan kampungan.
Meri, kasi lihat kebaya yang hancur itu.”
Meri memberikan kebaya yang tadi dilempar Ny.
Amira.
“Apa kau bisa memperbaikinya?” tanya Meri. Bahan
kebaya itu cukup mahal dan sayang sekali kalau Ny. Amira harus membuangnya.
“Bisa saja, mbak. Tapi aku perlu waktu lebih lama.
Bisa aku lihat bagaimana seharusnya modelnya?”
“Sebentar aku ambil dulu ya.” Kata Meri sambil
berjalan cepat keluar ruangan dan mengambil kertas desain diatas meja Ny.
Amira.
“Ini, Delina. Gambarnya bagus, kan? Tapi hasilnya
begini. Penjahit sebelumnya bilang hasilnya akan luar biasa. Tapi hancur gini.”
Jelas Meri sambil menunjukkan gambar di tangannya. Delina mengambil kertas itu
dan mengamati desainnya.
“Apa bisa diselamatkan, kebaya itu?” tanya Ny.
Amira yang mulai tertarik pada Delina.
“Saya bisa melakukan beberapa perubahan, hanya
sedikit. Ibu mau memakai kebaya ini atau saya jahitkan yang baru?”
Ny. Amira menimbang sesuatu menghitung waktu yang
tersisa dan tidak yakin kalau kebaya barunya akan jadi dengan bagus kalau
dijahit dengan terburu-buru.
“Tetap jahitkan yang baru. Meri, ambilkan bahan
kebaya berwarna biru di lemari. Untuk pesta dua minggu lagi.” Perintah Ny.
Amira pada Meri. Pandangannya berpindah pada Delina yang masih menunggu
kata-kata Ny. Amira selanjutnya. Meri membuka lemari di dekat meja rias dan
mengambil kebaya yang dimaksud Ny. Amira, kemudian memberikan kebaya itu pada
Delina.
“Aku mau pakai kebaya itu. Kau boleh melakukan
apapun yang diperlukan, tapi kebaya itu harus sudah siap 5 jam sebelum acara
dimulai. Mengerti?”
“Baik, bu. Saya akan tiba disini tepat waktu.”
Jawab Delina dengan tenang. Di dalam kepalanya sudah terbentuk hasil revisi
kebaya di tangannya.
“Bagus, berapa aku harus bayar? Meri, ambilkan dompetku.”
Kata Ny. Amira sambil melepas korsetnya.
“Untuk memperbaiki kebaya ini 300rb, lalu untuk
menjahit kebaya baru 400rb. Ibu bisa DP dulu 50%.” Kata Delina sambil menulis
di bukunya mengenai harga dan kapan kebaya itu harus selesai.
Meri datang membawa dompet Ny. Amira, Ny. Amira
mengeluarkan uang 500rb dan memberikannya pada Delina.
“Terima kasih, Ny. Perlu saya buatkan notanya?”
tanya Delina.
“Meri kan sudah kenal kamu. Tidak perlu lah. Tolong
selesaikan saja kebaya itu.”
“Baik, Ny. Boleh saya bongkar kebaya ini disini?
Hanya untuk memastikan langkah saya selanjutnya.” Tanya Delina sambil menunjuk
peralatan menjahitnya.
“Waktumu disini sampai jam 5 sore. Ayo, Meri. Kita
harus meeting kan?” tanya Ny. Amira sambil memakai kembali pakaiannya.
“Baik, Ny. Amira. Delina, aku tinggal dulu ya.”
Pamit Meri pada Delina.
“Iya, mbak.” Delina mengangguk dan kembali
berkonsentrasi pada kebaya di tangannya. Teringat sesuatu, Delina memanggil
Meri yang hampir keluar dari ruangan itu.
“Mbak Meri, keluar kantor ini lewat lift tadi ya?
Saya pencet nomor berapa nanti?” tanya Delina.
“Iya. Keluar ruangan ini, jalan lurus dikit trus
belok kiri ada lift kan, pencet tanda panah di samping lift dulu, trus masuk
pencet nomor 1. Kamu akan sampai di lobby. Kamu bisa pulang sendiri, kan?”
tanya Meri di depan pintu.
“Iya, bisa mbak. Makasih ya, mbak.”
“Baik-baik disini, jangan sentuh apapun ya. Ny.
Amira gak suka barangnya dipegang-pegang.”
“Iya, mbak. Aku cuma mau bongkar kebaya ini
bentar.”
Sepeninggalan Ny. Amira dan Meri, Delina menggelar
kebaya itu di karpet tebal di bawah tempat tidur. Ia juga melihat gambar sketsa
kebaya yang sangat berbeda hasilnya. Delina memejamkan matanya sebentar, ia
mengambil buku sketsanya dan mulai menggambar model baru berdasarkan kebaya
yang tergelar di karpet.
Sebuah sketsa kebaya setengah jadi sudah selesai di
tangan Delina. Ia beranjak ke atas karpet dan mulai membuka satu persatu benang
yang terjahit disana. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati untuk menjaga
bahan kebaya tetap utuh dan bagus.
Tanpa Delina sadari, CCTV rahasia di kamar itu
terus memantau gerak-geriknya. Ny. Amira sesekali melirik ponselnya yang
menunjukkan apa yang sedang dilakukan Delina di kamar pribadinya. Ia sedang
meeting dengan staf-nya, tapi tetap memperhatikan cara kerja Delina.
Setelah berkutat dengan benang dan payet yang cukup
banyak, Delina akhirnya melihat dasar kebaya itu. Sejak awal itu adalah kebaya
biasa yang ditambahkan dengan payet dan kain-kain tambahan yang membuat kebaya
itu tambah hancur.
Delina mengukur dasar kebaya itu dan memastikan
ukurannya sesuai dengan ukuran tubuh Ny. Amira. Ia memberi tanda ukuran yang
sudah sesuai dan membuka benang untuk ukuran yang masih salah. Meteran
menggantung di leher Delina, sementara kapur khusus untuk kain dan jarum pentul
tampak di sampingnya.
Ny. Amira melihat Delina duduk kembali ke atas sofa
dan mengambil buku sketsanya sambil mengusap keningnya dengan kerudungnya. Ia
memberi tanda pada Meri untuk mendekat,
“Suruh OB kesana, bawakan minum.” Perintah Ny.
Amira.
“Baik, Ny.” jawab Meri sambil menunduk.
Delina menoleh dari buku sketsanya saat OB masuk ke
ruangan itu membawakan minuman untuknya. Ny. Amira melihat Delina berdiri dan
sedikit membungkuk pada OB yang sudah cukup tua itu. Ia juga membukakan pintu
lebih lebar agar OB itu bisa masuk dan melakukan tugasnya.
“Cukup sopan. Tapi apa dia jujur?” gumam Ny. Amira.
Delina melanjutkan menggambar sketsa kebaya dan
ketika selesai, ia mendekat lagi ke kebaya itu dan menarik satu persatu kain
yang tadi dilepaskannya. Sesekali Delina melihat buku sketsanya, ia memasang
kembali satu persatu kain yang berserakan di lantai.
Saat Delina menyingkir dari depan kebaya itu, Ny.
Amira bisa melihat kebayanya sudah berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Ny. Amira memberi tanda untuk menghentikan meeting.
“Saya benar-benar minta maaf, saya harus pergi
sekarang. Kalian bisa lanjutkan dan laporkan hasilnya pada Meri. Saya permisi.”
Seluruh peserta rapat berdiri, menatap bingung
kepergian Ny. Amira yang diikuti Meri. Setelah puluhan tahun bekerja pada
perusahaan itu, deretan manager menggumamkan kalau baru kali ini Ny. Amira
pergi di tengah-tengah meeting dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Makin penasaran, lanjut terus scroll ya kk. Jangan
lupa meninggalkan jejak, like, komen, vote... agar saya semangat up setiap hari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!