NovelToon NovelToon

Leoran [Di rombak]

Prolog

Namaku Leoran Giovanni, umurku 16 tahun.

Sekedar sejarah singkat tentang keluargaku. Kakekku bernama Giovanni Antonio. Dia adalah seorang pengusaha kaya yang kesepian di bidang Ekspor Impor.

Suatu hari ketika ingin mengunjungi makam ibunya dia bertemu nenek. Nenek dulu adalah karyawan baru di toko kembang tujuh rupa dekat pemakaman. Kakek bilang kalau nenek sangatlah cantik. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tanpa basa basi lagi dia melamar nenek hari itu juga. Mereka pun menikah di bulan desember di Paris. Lebih tepatnya sebulan setelah acara lamaran mendadaknya. Kakek menikahi nenek atas nama cinta dan mereka memiliki omku.

Omku bernama Dion Giovanni Antonio. Ketika om Dion berumur 5 tahun nenek meninggal karena sakit parah. Kakekku patah hati bertahun tahun. Yang dia bisa hanyalah mencurahkan cintanya kepada anak semata wayangnya. Membuat kakek memanjakan omku secara ekstrem. Kakekku bilang ketika nenek meninggal rumahnya yang besar terasa sangat sepi tanpa sedikit pun jejak kehangatan.

Ketika omku berumur 12 tahun kakek membeli sebuah gunung. Kakek membawanya hiking dan berburu di sana. Di hutan yang paling dalam di sanalah kakek bertemu ayahku.

Jika aku bilang ayahku bukan manusia apakah kalian akan percaya?

Ayahku sungguh bukan manusia.

Gunung itu besar, siapa yang tahu kalau di tengah hutan yang lebat ada sebuah kastil. Di dalam kastil rusak yang penuh tulang belulang hewan ada sebuah kamar indah yang mewah. Tempat tidur retro khas eropa, lampu gantung besar dari kristal, banyak lukisan kuno, banyak guci dan patung yang terbuat dari emas. Bahkan lantai kamar itu terlapisi karpet bludru merah yang lembut dan sangat bersih.

Kakek fikir dia pasti sedang bermimpi.

Ketika kakek masuk lebih dalam, dia melihat seorang anak laki laki berdiri di ambang jendela yang terbuka lebar memandang hutan yang luas.

Kakekku bilang saat itu ayahku sangat tampan seperti malaikat dengan pakaian bangsawan eropa. Rambutnya yang panjang dan pirang benar benar mengagumkan. Meski begitu ia tampak kesepian dan menyedihkan. Kakekku berpikir apa dia melihat hantu? Arwah pemilik gunung ini sebelumnya?

Sungguh tebakan pertamanya benar.

Ketika ayahku melihat kakek dan om Dion dia berbicara dengan bahasa yang tidak bisa dimengerti.

Aku tidak tahu apakah karena kekak bodoh atau memang karena ayah tampak tak berbahaya seperti yang selalu kakek katakan tapi pada akhirnya kakek membawa ayah pulang dan mengangkatnya sebagai anak. Dia mengajarkan ayah bicara bahasanya dan mengenalkan banyak hal pada ayah. Kakek tak tahu berapa umur ayah jadi dia menyamakannya dengan om Dion yaitu 12 tahun.

Hingga umur om Dion 15 tahun. Kakek melihat ayahku memakan jiwa hewan di hutan. Ayah tampak seperti iblis yang keluar dari kerak neraka.

Saat itu juga ayah bilang pada kakek. Ia bukan manusia dan umurnya mungkin sudah lebih dari 1 milenium. Ayahku menyebut dirinya sebagai Halimun, hantu pemakan jiwa yang ada di balik kabut pegunungan.

Seharusnya kakek sudah tahu sejak melihatnya di kastil hari itu ketika melihat pakaian dan bahasanya yang berbeda.

Namun karena sudah terlanjur sayang kakek tetap menjadikan ayah keluarganya. Kakek memberi ayah nama Leo Giovanni Antonio. Dan ayah resmi menjadi putra kedua keluarga Antonio.

Om Dion dan ayah bertemu jodoh mereka di SMA.

Om Dion bertemu tante di kantin sekolah. Seperti kakek dan nenek. Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama. Kisah cinta mereka mulus dan romantis.

Tak seperti omku, ayahku memiliki kisah cinta yang cukup berliku. Kakek bilang jika kisah cinta ayah penuh dengan derita dan air mata. Aku yakin itu benar karena setiap kakek bercerita kakak akan selalu meneteskan air mata.

Ibuku bernama Sakira Geory. Ia adalah anak dari sidikat mafia. Keberadaan dan statusnya sangat dirahasiakan.

Ibu dan ayahku selalu saling mengabaikan satu sama lain tapi suatu hari mereka bertemu di tepi danau. Ibuku sedang melukis. Lukisannya sangat indah dan menarik perhatian ayah.

Kalian harus tahu ayahku bukan manusia. Dia memiliki emosi yang lebih sedikit dari manusia atau lebih tepatnya hampir tidak ada sama sekali. Dia dingin dan tidak peduli selama tak berkaitan dengannya.

Ayah bilang dia mau ikut kakek karena kakek berjanji padanya untuk menunjukan dunia. Sebagai imbalannya akan memberikan perlindungan untuknya.

Sejak melihat dunia ayahku tertarik pada warna. Warna sangat cantik. Ibu pandai memadukan warna warna hingga menimbulkan banyak kesan yang berbeda. Akhirnya ayahku bilang pada ibu bahwa ia bersedia tinggal di sisi ibu selamanya.

Namun semua tak segampang itu. Ayahku harus bertarung dengan kakek dari ibu. Ayah tak punya perasaan. Dia membunuh kakek dari ibu dan membantai habis apa yang di sebut sindikat mafia itu. Dia melakukan itu bukan karena benci melainkan untuk ibu. Demi kebebasannya. Demi hidupnya.

Padahal ayah memiliki sumpah yang tak boleh dilanggar. Sumpah tak akan pernah menyakiti manusia tapi ayah juga sudah bersumpah untuk melindungi ibu. Kedua sumpah itu bertentangan. Akhirnya tanpa ibu tahu ayah sudah kehilangan setengah hidupnya karena melanggar sumpah. Sampai detik ini ibu tak pernah tahu.

Ibuku sempat membenci ayah dulu karena dalam hidupnya dia mengejar cinta kakek. Sekarang kakek malah di bunuh orang yang sangat ia cintai. Hatinya sakit dan pedih. Begitulah kata ibu. Dia membenci ayah namun juga mencintainya.

Tapi... ayah melindungi ibu. Meski ibu mendorongnya pergi, mengatakan kata kata kasar bahkan memukulnya. Ayah tak pernah mengatakan apa apa dan tetap melindunginya dalam kegelapan.

Ibu bilang saat dulu ia bertanya kenapa ayah melakukan hal ini padanya? Bukankah seharusnya ayah membenci ibu? Lalu ayah jawab 'Itu karena dia sudah memutuskan tinggal di sisi ibu. Tinggal di sisinya berarti melindunginya, menjaganya. Membenci? Ayah bahkan tidak tahu emosi macam apa itu.'

Ibuku sangat kaget dan tersentuh. Dan akhirnya ibu melepaskan segalanya dan mengikuti apa yang selama ini hatinya inginkan yaitu menikahi ayah.

Om Dion dan ayahku sama sama menikah ketika lulus kuliah. Mungkin ayahku agak telat 1 tahun.

Om Dion dan tante Melodi dianugrahi seorang putra dan putri. Namanya Thian Giovanni Antonio dan Theora Giovanni Antonio.

Sedangkan ayah dan ibuku, mereka dianugrahi 2 putra dan 1 putri.

Ibu bilang kakak lahir setahun lebih muda dari kak Thian. Kakak sangat tampan, matanya seperti ayah namun hidung dan mulutnya seperti ibu. Ayah cukup menyukainya karena kakak cerdas dan enak di pandang.

Dia juga tidak berdarah dingin seperti Halimun. Dia terlahir dengan perasaan dan emosi. Persis seperti manusia. Ayahku memberinya nama Arvian Giovanni Antonio.

Saat kakakku berumur 5 tahun ibuku hamil lagi. Ketika itu ibu sangat berharap anak keduanya perempuan. Namun aku malah terlahir sebagai laki laki. Ya, aku anak kedua mereka.

Ayah tidak puas saat melihatku. Dia bilang entah bagaimana aku persis seperti almarhum kakaknya. Aku sungguh tidak sedikit pun menyerupai ibu atau pun ayah.

Tidak seperti ayah, ibu malah sangat bahagia ketika melihatku. Dia bilang aku sangat tampan, imut dan pintar. Rambutku seputih salju, mataku semerah delima.

Meski begitu aku... tidak punya emosi.

Aku pernah mendengar seorang pelayan berkata bahwa aku jauh lebih tampan dari kakak bahkan ketampananku melampaui ayahku. Sangat disayangkan bahwa aku tak punya emosi.

Banyak orang yang bilang aku sangat dingin. Aku dan kakak bagaikan musim dingin dan musim semi. Bagaikan es dan api. Bersaudara tapi tidak sama.

Saking tidak perduli ayahku menolak memberiku nama. Ibu pun memaksanya. Akhirnya demi ibu, ayah memberiku nama Cacai. Ibu sangat tidak puas dan mendesaknya berkata jangan asal asalan.

Setelah lama memikirkan dia memberiku nama kakaknya yaitu Leoran. Ibu pun puas dan melepaskannya. Dengan antusia kakak memberiku tambahan Giovanni Antonio agar persis sepertinya.

Ketika umurku 1 tahun Ibuku hamil lagi. Akhirnya mimpinya terwujud. Dia memiliki anak perempuan. Ibu dan ayah sangat bahagia. Adikku memiliki wajah yang cantik seperti ibu. Karena matanya begitu memikat seperti batu Safir ayahku memberinya nama Safira Giovanni Antonio.

Ketika memberi adikku nama ayah sangat tulus sepenuh hati. Tak seperti saat memberiku nama dia terpaksa setengah mati.

Dia bahkan berkali kali meninggalkanku di tengah hutan. Aku bersyukur terlahir sebagai Halimun, jika aku terlahir sebagai manusia mungkin sejak lama aku sudah di tanya 'siapa Tuhanmu' di alam sana.

Baik, lupakan.

Ketika kakek mulai tua dan sakit sakitan. Ia ingin membagi kekayaannya secara adil kepada anak anaknya namun ayah dan ibu menolaknya.

Kalian tahu kenapa? Om tidak menyukai ayah. Sejak ayah datang kakek selalu memperhatikan ayah begitu pun semua orang dan dia nyaris terlupakan. Bagaimana pun om dulu tuan muda yang dimanjakan. Tiba tiba terlupakan tentu saja dia membencinya. Itulah yang kakak dan adikku bilang. Aku pribadi tidak mengerti perasaan rumit seperti itu.

Karena om Dion tak suka tentu tante Melodi juga tak suka. Akhirnya keluargaku dan keluarga om tak pernah akur. Selalu saja ada yang di ributkan. Bahkan perihal cookies yang hilang di kulkas di ributkan juga.

Ayahku muak sekali apalagi harus berdebat tentang harta. Ia selalu memohon pada kakek agar tidak melibatkannya.

Pada akhirnya setelah kakek meninggal ayah tetap mendapatkan warisan 20% termasuk gunung tempat ia bersemayam sebelumnya. Om Dion merasa berat hati. Namun apa yang bisa ia katakan? Kedelai telah jadi tempe.

Om Dion pun segera memutuskan hubungan kekeluargaan dan mengusir kami pergi. Ayah dan aku tidak marah sedikit pun. Tapi ibu, kakak dan adikku tak tahan dan marah setengah mati. Mereka bahkan meludah dan bersumpah tidak akan menginjakan kaki di rumah itu lagi.

Jika bukan karena ayahku yang menahan ibu, hampir saja ibu menembak mansion Antonio dengan basoka kesayangannya.

Malam itu juga kami sekeluarga  pindah ke gunung tempat suci ayah berada.

Kastil kuno yang ketinggalan jaman itu rupanya telah di rombak kakek menjadi sebuah mansion yang indah. Penuh nuansa modern. Jalan di gunung pun sudah di rapihkan dan di aspal, juga diberikan lampu sepanjang jalan.

Mungkin kakek tahu akhir semuanya akan seperti ini jadi dia menyediakan kami tempat tinggal lain.

Setelah kami pindah, dengan penuh dendam ibu mengumumkan bahwa keluarganya menghapus nama besar Antonio dan hanya menerapkan nama Kakek yaitu Giovanni.

Harta dari kakek di kelola oleh ibu. Ia mendirikan usaha di bidang fashion. Sedangkan ayah ia menjalankan usaha di bidang real estate.

Keluarga elit setara dengan selebriti. Banyak orang suka menonton keseharian mereka dan kabar mereka selalu termuat dalam surat kabar terutama keluarga Antonio.

Perpecahan keluarga Antonio benar benar menjadi sorotan. Akting Om dan tante sangat meyakinkan membuat kami berperan sebagai Villain.

Kabar kami pindah dari rumah utama pun sempat menjadi tranding topik. Bahkan lebih populer lagi ketika ayah dan ibu mengumumkan menghapus nama Antonio dari keluarganya. Kami lantas di cap sebagai orang tak tahu terima kasih.

Sudah 5 tahun berlalu sejak kejadian itu.

Om Dion berhasil mendorong perusahaannya hingga keluarga Antonio di nobatkan sebagai keluarga terkaya nomor satu.

Setiap kali kami berpapasan dengan dia dan keluarganya, mereka akan memasang tatapan menghina. Itu karena keluargaku tidak masuk list keluarga terkaya sama sekali.

Om merasa keluargaku telah jatuh miskin. Om adalah pengusaha sukses di bidang ekspor impor, istrinya Melodi seorang konten creator di utube dengan channel dengan jumlah pengikut terbanyak nomor 1. Setiap hari ia menayangkan aktivitas keluarganya.

Thian yang berumur 22 tahun merupakan seorang aktor terkenal. Selain itu ia memiliki usaha kuliner yang kini restorannya memiliki banyak cabang.

Theora sekarang berumur 18 tahun ia telah debut sebagai penyanyi  sekaligus pembuat lagu. Dia memenangkan banyak penghargaan dan kini ia dinobatkan sebagai Voice of the Nature.

Sedangkan keluargaku,

Jika aku ingat ingat Ian sekarang berumur 21 tahun. Ia seorang dokter bedah di salah satu rumah sakit ternama di ibukota sejak umur 17 tahun. Namun dia menghilang setelah setahun bekerja.

Sebelum menghilang dia mengabariku bahwa dia pergi ke negara konflik. Ia ingin mengabdikan diri sebagai relawan. Sampai sekarang aku tak pernah mendengar kabarnya lagi. Mungkin dia sudah mati?

Ira sendiri berumur 14 tahun. Selain sebagai siswa yang di juluki dewi di sekolah, adikku hanya lah seorang penulis. Kini sudah ada 3 novel yang di terbitkan dan 2 di antaranya sudah di jadikan film. Komik dan cerpennya telah terbit di mana mana entah itu di majalah atau di koran harian.

Aku? Di umur 16 tahun ini, aku hanya seorang model kecil di sebuah agensi ternama.

Karena aku terlahir cacat kepribadian. Om Dion sama sekali tak menempatkan aku di matanya.

Aku dikurung di rumah oleh ayah dan diajarkan secara pribadi olehnya. Entah itu ilmu pengetahuan atau dasar dasar kemanusiaan hingga aku berumur 10 tahun.

Karena aku bersikeras ingin bekerja ayah pun melemparku ke seorang teman lama yaitu om Calvin. Dia adalah direktur entertaiment yang secara kebetulan agensinya adalah musuh bebuyutan dari agensi tempat Thian dan Theora bekerja. Ayah bilang selain wajah aku tidak memiliki apapun lagi.

IQ dan EQku bodoh jadi aku tak punya pilihan lain.

Sebulan yang lalu aku terpilih untuk membintangi sebuah drama berjudul Youth sebagai Second Lead.

Sebagai non human aku tak ingin menonjol sama sekali, tapi tahun ini entah kenapa aku yang kurang ini menjadi lebih populer.

Apalagi semenjak aku membintangi drama Youth.

Seolah olah label tidak tahu terima kasih tidak cukup, masyarakat tiba tiba kembali mencap keluargaku sebagai keluarga misterius. Banyak orang orang yang mengaku indigo menyatakan secara tegas bahwa keluarga Giovanni bukanlah manusia itulah mengapa keindahan rupa keluarga Giovanni di luar nalar.

Bahkan aku pribadi di anggap sebagai Vampir.

Aku jelas sangat tersinggung. Meski aku pucat karena sakit sakitan aku menolak di samakan dengan pengisap darah yang menjijikan itu. Cuih.

Namun tetap saja tak peduli seberapa besar mereka bergembar gemborkan gosip tentang keluargaku tak mungkin ada yang percaya. Abad ke berapa ini? Hanya nenek nenek jompo yang percaya makhluk ghaib semacam itu okay?

Meskipun nyata, yang di anggap mitos tetaplah mitos.

To be continues...

Terima kasih sudah membaca.

Chapter 1 (Lelah)

"Arann... arann. Turun nak. Waktunya makan."

Aku pun turun ke lantai bawah begitu mendengar suara ibu. Di ruang makan aku melihat semua telah berkumpul. Ini hari minggu wajar semuanya ada di rumah.

Yang tidak kusangkah adalah kehadiran kakakku. Dia ada di ruang makan menatapku lekat lekat. Aku sangat kaget dan merasakan krisis tiba tiba. Spontan aku membuka sandalku dan melemparkan padanya. Dia dengan cekatan melompat dari bangku dan memberikan tendangan sempurna pada sendalku.

Sendalku langsung berbalik arah. Aku merespon sangat cepat dan menghindarinya. Aku pun berlari keluar ruangan dan melompat meraih pembatas besi lantai tiga. Aku berniat melarikan diri dengan melompat dari jendela ke hutan karena aku tahu mustahil melewati pintu.

Namun... bagaimana pun usahaku aku masih muda. Kakakku 2 kali lebih kuat dengan kekuatan yang telah di sempurnakan. Tiba tiba saja dia jatuh dari lantai empat memelukku erat dan kami berdua langsung jatuh ke lantai satu.

(BAMM)

"Ya! Kalian berdua kenapa?!!" Ucap Ira. Dia datang dari ruang makan dan tercengang melihat kami yang bergulat di lantai.

Kak Ian memelukku sangat erat.

"Adikku sayang apa kabarmu? Apa kamu merindukan kakak? Aku tahu kamu merindukanku!!" Ucap kak Ian.

Tuhan tolong aku!

Aku berontak berusaha melepaskan diri darinya namun pelukannya semakin erat membuatku berhenti berontak. Tulangku hampir hancur karenanya.

"Ian, hentikan itu. Kamu bisa melukai adikmu. Lepaskan lepaskan." Ucap ibu sembari membawa sendok sayur.

"Ibu..." ucapku sekarat meminta pertolongan.

"Ian." Ucap ibu serius. Ayah yang sedang bersandar di kusen pintu ruang makan juga mengangkat matanya.

Dengan ekspresi tak rela akhirnya dia melepaskan cengkramannya. Aku bergegas melepaskan diri dan berdiri sejauh mungkin darinya.

"Apa yang aku lakukan salah? Adik kecilku kemari kemari kakak punya permen." Ucapnya padaku.

Sayangnya aku bukan anak manusia yang mudah terpikat. Aku pun menggeram dan membuang muka.

"Kakak hidungmu berdarah." Ucap Ira pada kak Ian

"Adikku menggemaskan." Ucapnya sembari menampal hidungnya. Aku pun menatapnya tajam dan mempertimbangkan apakah harus membuangnya ke laut hari ini.

Di ruang makan,

Aku duduk di samping Ira. Menatap beberapa helai rambutnya yang mencuat. Setiap melihatnya aku yakin rela mati untuknya. Oh benar maksudku aku sayang padanya. Meskipun kadang sikapnya tidak etis.

"Aran, rambut kakakmu ini berantakan. Tolong rapihkan." Ucap kak Ian padaku. Aku pura pura tuli saja.

Khusus kakakku ini aku rela dia mati. Maksudku adalah aku tidak sayang padanya. Tapi dengan catatan hanya aku yang boleh membunuhnya.

"Ais kejamnya." Ucap kakak.

"Aran, besok kamu ulang tahun yang ke 17. Apakah kamu ingin sesuatu?" Tanya ibu.

Aku hanya menatap ibu sekilas lalu menggelengkan kepalaku. Bagi orang yang tidak memiliki keinginan sepertiku ulang tahun bukan sesuatu yang istimewa. Aku hanya tahu umurku semakin pendek.

Dengan acuh aku mengambil gelang yang terbuat dari mutiara dari saku bajuku dan memakaikannya di tangan Ira.

"Wahhh cantiknya makasih Aran." Ucapnya. Aku pun hanya mengangguk.

"Dimana kamu menemukannya?"

"Tidak, aku membuatnya."

Aku memang membuatnya 5 bulan lalu waktu syuting di pantai bali. Ketika aku memakainya ternyata tidak masuk ke tanganku. Aku tidak menyangkah akan sangat pas di Ira.

"Wow! Ini sangat cantik. Thank you brother..."

"Eum."

"Dimana milikku?" Tanya kak Ian.

"Pergilah." Ucapku.

Setiap dia pulang ke rumah dia akan selalu mengganggu. Aku pikir dia akan sangat lama di negara konflik. Kenapa ia kembali begitu cepat?

"Ais kakakmu ini baru pulang setidaknya peluk aku dengan antusias. Tahukan kamu aku nyaris mati terkena bom." ucapnya penuh drama.

"Pergilah." Ucapku sekali lagi. Memangnya aku bodoh. Dia tak akan mati semudah itu.

"Kejamnya."

"Aran, apa kamu ingin sekolah?" Tanya ibu tiba tiba.

"What it's so important?" Tanyaku. Aku tidak mengerti mengapa ibu ingin aku sekolah. Minggu ini ia sudah 50 kali bertanya.

"Alangkah baiknya kamu punya kenangan sekolah dam memperbanyak teman. Aku pikir itu juga bukan ide yang buruk." Ucap kakak.

"I don't think so.." Jawabku.

Lagi pula aku tidak pandai belajar. Aku juga tidak butuh teman.

"Kamu tahu Ira akan sekolah juga bulan depan. Jika Aran mau, ibu bisa mendaftarkanmu sekalian," ucap ibu bersikeras.

"Iya, Aran ikutlah denganku." Timpal Ira.

"Aran, kamu tidak bisa sendirian selamanya," ucap Ibu khawatir. Aku bisa melihat jiwanya yang sedikit redup.

Aku terdiam melihat ibu dan Ira yang menatapku seakan akan aku adalah kucing kecil malang yang di tinggalkan. Padahal aku tidak merasa kesepian atau apalah itu seperti yang mereka bayangkan. Aku baik baik saja. Sungguh.

Bisakah mereka menghentikan imajinasi mereka yang berlebihan. Dan berhenti menatapku dengan mata kasihan! Tolong.

Ayah yang tidak peduli hanya menyeruput kopi buatan ibu sembari membaca laporan bisnis di tangannya. Seluruh wajahnya mengatakan 'tidak perduli, abaikan aku.'

"Aku baik baik saja sendiri." Ucapku meyakinkan.

Memikirkan sekolompok manusia lembut dan rapuh aku tak tahu kenapa tapi aku tidak suka.

Tak lama, Lady pun masuk. Lady adalah pendampingku atau bisa di katakan dia adalah babysisterku. Aku melihatnya masuk membawa seberkas laporan di tangannya.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Tuan kedua, ini adalah laporan tim investigasi bulan ini."

"Begitu, silahkan."

"Para penggemar anda mengungkapkan rasa simpati mereka karena tuan tidak pernah merasakan sekolah. Jadi menurut tim akan bagus jika-"

Aku pun menghela nafas lelah membuat Lady terdiam.

Fine, okay. Kenapa mereka sangat ingin aku sekolah. Tidak bisa di mengerti.

"Baik, daftarkan aku." Ucapku mengalah.

"Yeay~" ucap ibu dan Ira bersorak.

"Serahkan pada ibu." Ucap ibu senang. Aku bisa melihat jiwa redup itu kembali terang benerang.

"Selanjutnya." Ucapku pada Lady.

"Selanjutnya menurut tim akan bagus juga jika tuan setiap malam live."

"Haruskah?" Tanyaku merasa berat. Rasanya energiku terkuras sangat banyak. Aku bukan idola. Aku model yang merangkap aktor okay?

Sungguh aku sadar diri kalau aku malas. Dan lagi apa bagusnya menonton seseorang. Bukankah buang buang waktu?

"Harus Tuan. Saya bisa membayangkan betapa antusiasnya mereka."

"...bagaimana jika hasilnya... membosankan?" ucapku ragu. Aku tidak tahu apakah bosan adalah kata yang tepat.

"Itu tidak akan." Ucap Lady. Sorot matanya seolah olah mengatakan 'apa kamu bodoh?'

"...okay." Jawabku pada akhirnya.

"Baik kalau begitu tuan kita akan memulainya besok."

Aku hanya mengangkat tanganku mengatakan aku mengerti dan cepatlah pergi.

Dengan senyuman lebar Lady pergi meninggalkan ruang makan. Aku curiga jika dia bersekongkol dengan ibu dan Ira.

"Aran apa kamu luang sekarang?" Tanya Ira. Aku langsung memiliki firasat buruk.

"Ayo ke mall! Kamu juga harus beli seragamkan?"

Yang benar saja!

Sebagai Halimun aku juga pecinta liburan.

...~~~~...

Liburanku akhirnya berakhir. Menemani 2 wanita keluargaku belanja. Sepanjang hari aku selalu berjalan di belakang Ira dan ibu membawa tas belanjaan mengamati mereka memilih baju.

Aku menunggu sangat lama sampai lelah. Aku tidak tahu lelah yang tepat itu seperti apa tapi Ira bilang jika kita merasa tak mampu atau tidak bertenaga untuk tetap di suatu keadaan itu di sebut lelah. Tak tahu ingin ngapain aku hanya bisa menatap sekelilingku.

Oh iya kalian tahu? Apa yang aku lihat itu berbeda dengan orang pada umumnya. Aku melihat orang itu berwarna warni. Ayah bilang itu warna jiwa. Ada yang bersinar oren (manusia), ada yang bersinar ungu (Vampir) dan lain sebagainya. Sejauh ini aku hanya melihat 4 warna.

Apa kalian percaya Vampir itu ada?

Percayalah, Vampir itu ada. Hanya saja mereka berkamuflase dan berbaur dengan manusia. Sungguh! Wujud sejati mereka tak seindah film. Mereka keriput dan bertaring. Apa yang ada di film benar benar pembohongan publik.

Aku mengenali mereka melalui warna jiwa mereka yang ungu. Dan lagi entah bagaimana setiap aku berburu di hutan aku selalu di salah kenali sebagai mangsa oleh mereka. Akhirnya mereka yang berakhir sebagai mangsaku. Jiwa mereka bahkan tak seenak hewan. Bah!

Sejauh ini aku tak pernah melihat halimun lain selain keluargaku. Tak seperti vampir yang jumlahnya banyak. Tapi belum lama ini ayah bilang mereka ada tapi jumlahnya sangat sedikit. Mereka semua ada di luar negeri. Mengapa ayah ada disini itu karena dia sudah di buang oleh kaumnya.

Baiklah fakta baru bahwa kami adalah Halimun buangan. Ya bagaimana pun dosa yang ayah dan keluarganya lakukan tidak ringan.

Ada juga peri tapi tubuh mereka sangat kecil, kecil sampai aku mengira mereka kunang kunang. Mereka biasanya tinggal di suatu negeri. Di gunungku ada satu pintu ajaib di hilir sungai yang terhubung ke negeri peri.

Diantara semua makhluk, manusia adalah yang paling cantik tapi juga yang paling rumit sejauh yang aku tahu. Aku bisa menilai perasaan mereka melalui sinar jiwanya. Walaupun mereka jujur secara fisik tapi mereka selalu berbohong.

Seperti seorang remaja yang kini lewat di depanku. Dari pakaiannya aku tebak bahwa dia SPG mall. Di telpon dia berkata 'aku tidak apa apa bu. Jangan khawatir.' Tapi sinar jiwanya nyaris padam. Sinar jiwa yang redup ini menandakan dia tidak baik baik saja. Jiwanya sakit. Dari yang aku pelajari manusia menyebutnya sedih atau ketakutan. Ya semacam itu.

Ini satu hal.

Oh mungkin kalian harus tahu. Aku sering melihat jiwa yang keruh.

Beberapa kali aku melihat manusia dengan jiwa yang keruh dan esoknya aku melihat manusia itu di koran pagi. Kabarnya dia gantung diri di bawah jembatan. Padahal setiap aku melihatnya dia adalah orang yang paling sering tertawa. Bukankah kalau tertawa itu bahagia?

Lihat? Ekspresi dan perasaan manusia sangat tidak singkron. Ayahku bilang kalau itu adalah topeng sosial. Setiap manusia pasti akan pura pura bahagia untuk menutupi masalah hidupnya karena itu jangan tertipu senyuman.

itulah mengapa aku paling tidak suka manusia. Meski ibuku juga manusia.

Sudah cukup hanya satu manusia dalam hidupku aku tak ingin bonus tambahan.

"Ayo Aran, kita ke toko yang lain, baju di sini ibu kurang suka." Ucap Ibu membuatku ragu.

Jika kurang suka haruskah dia menghabiskan waktu satu jam lamanya di dalam sana?

"Bukankah kita sudah beli seragam, tas dan sepatu? Ayo pulang." Pintaku.

"Ehh? Aran kamu harus tahu kapan saatnya menghabiskan uang. Ini adalah saat saat terbaik setelah lelah bekerja." Ucap Ira.

"Then, you just buy the whole mall. Aku lelah berjalan." Ucapku.

"Jika aku mampu akan aku lakukan. Kaki mu bahkan lebih keras dari baja. Beraninya bilang lelah? Bukankah aku berkeliling untuk mencarikanmu baju. Lihat bajumu yang usang ini. Jika bukan karena wajah, kamu akan terlihat seperti gembel di kolong flyover tahu." Ucap Ira tanpa jeda.

Jelas bajuku masih tebal bahkan gambarnya tidak sedikit pun luntur. Beraninya dia bilang usang. Dan perlu di garis bawahi kalau baju ini dari fans okay? Mana mungkin jelek.

"Baju ini masih bagus. Bajumu yang sudah tipis. Lihat saja pundaknya robek." Timpalku.

"Ini model!"

"Aku tidak percaya."

"Aku tidak akan bicara pada orang yang punya selera fashion kakek kakek 90an."

"Apa kamu bicara tentang ayah? Aku akan melaporkannya."

"Aran!!" Teriak Ira. Aku mengerutkan keningku mendengarnya berteriak. Kadang aku tidak mengerti mengapa adikku sangat suka berteriak.

"Baiklah sudah sudah. Aran ibu tahu  kamu tidak suka belaja. Tapi... Aran, ibu dengar dari Lady tabunganmu tidak banyak. Ibu juga tidak melihat hal hal baru di kamarmu. Kemana uang itu pergi?" Tanya ibu.

Tiba tiba Ira berhenti berjalan dan menatap tajam padaku dengan mata menuduh.

"Kamu... punya pacar ya?!!! Astaga!!! Kamu punya pacar!!" Ucap Ira ketakutan.

"Omong kosong." Ucapku.

"Benarkah? Aran tidak baik berbohong. Katakan saja pada ibu. Ibu dengar kamu sedang dekat dengan Aise. Aise ya?" Ucap ibu bersemangat. Aku bisa melihat jiwanya yang membara.

Aise? Siapa lagi Aise. Bukankah Aise bibi berumur 50 tahun yang memasak di mansion kita? Dia selalu bersembunyi setiap melihatku bisakah kami pacaran? Dan lagi jangan mengalihkan pembicaraan tolong!

"Aku tidak bu." Ucapku serius.

"Lalu jika bukan pacar kemana semua uangmu pergi? Jangan bohong."

"Apa aku pernah bohong padamu? Aku bukan kak Ian yang punya 20 wanita."

"Lalu kemana perginya semua uangmu? Berapa iklan yang kamu bintangi? Baik lupakan iklan. Kamu baru selesai syuting di luar negeri bayaranmu tidak kecil." Ucap Ira penuh selidik. Anak ini terlalu banyak bicara.

Aku pun mengingat ingat kemana perginya uangku akhir akhir ini. Aku membuat kafe kuncing, yayasan kucing, panti asuhan, dan... oh yayasan amal. Lady bilang semua itu baik untukku.

Tak seperti saudaraku yang lain darahku hampir semurni ayah, karena itu aku bisa menggunakan mantra di setiap buku terlarang di mansion. Ayah takut dosa terdahulu terulang lagi jadi ketika umurku 5 tahun ayah menuliskan segel kuno di punggungku untuk mencegahku menggunakan mantra.

Dampaknya umurku akan jauh lebih pendek dari ayah yang sudah kehilangan setengah hidupnya. Lady pun menyarankanku untuk banyak beramal. Karena ya tak ada yang tahu apa aku akan mati lebih dulu dari ibuku yang manusia.

"Itu... aku... ada banyak kucing yang harus di beri makan." Ucapku sembari mengingat ingat kembali.

Tiba tiba saja Ira dan ibu menjatuhkan tas mereka. Ira bahkan tak segan segan membuka mulutnya selebar lingkaran sempurna.

"Kucing?" Ucap ibu tak percaya.

"Kamu... memakan mereka??!! How dare you!!" teriak Ira sembari menarik kerahku. Telingaku hampir tuli mendengar teriakannya.

"Mereka adalah makhluk paling lucu!! I will kill you!!" teriak Ira lagi.

Aku pun menepis tangannya membuatnya jatuh. Tapi ibu menangkapnya tepat waktu. Untunglah sekelilingku sedang sepi jika tidak aku akan jadi gosip utama besok!!!!

"Apakah kamu gila? Aku tidak. Lady bilang kucing tidak punya rumah dan mereka lapar. Bahkan ada yang sakit. Itu... eum... sedih. Dan lagi panti asuhan dekat kantor ayah terancam di tutup. Kemana anak anak manusia itu akan pergi."

"Oh... aku kira... eherm sorry." ucap Ira yang kembali tenang.

"Aran." Ucap ibu tiba tiba sembari memegang pundakku.

"Hum?"

"Ibu sangat bangga padamu nak."

Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku pun hanya mengangguk sebagai balasan. Nyatanya aku tak sebaik yang ibu bayangkan.

Setelah berjalan seharian berkeliling mall akhirnya pukul 5 sore mereka berdua berhenti di depan salon. Aku nyaris mematahkan kaki ku hari ini.

Dengan sangat sadar aku memilih bangku paling empuk di salon itu dan tidur disana.

Huh jalan jalan di mall lebih melelahkan dari pada bekerja full time.

To be continues...

Chapter 2 (Menahan Diri)

Akhirnya hari yang paling tidak aku suka tiba. Ini adalah hari pertama aku masuk sekolah atau bisa di bilang MOPD.

Siapa yang akan bersemangat jika kalian tahu akan pergi berakting sepanjang hari. Menahan diri agar tidak memukul domba bodoh pembohong. Maksudku manusia. Belum lagi ada penghisap darah menyebalkan.

"Mengapa kamu terlihat tidak bahagia?" Tanya ibu sembari menaruh roti bakar di piringku.

Kak Ian yang sedang minum kopi meletakan kembali kopinya dan menatapku serius.

"Apa dia tidak bahagia?" Tanya kak Ian.

"Lihat saja wajahnya. Terlihat lebih lelah dari biasanya. Itu bagus Aran lebih manusiawi seperti ini." Ucap Ibu senang.

"Benarkah? Kenapa dimataku dia terlihat sama saja?" Ucap Kak Ian.

"Itu tandanya kamu kurang perhatian. All will be alright dear." Ucap ibu sembari mencium keningku.

Aku hanya diam saja sembari menggigit roti.

Tak lama Ira turun dari lantai dua dengan jiwa yang sangat cerah. Dia tampak berbinar dengan aura merah muda. Oh? Apa dia jatuh cinta?

Setiap aura ibu merah muda itu pasti saat dia sedang manja pada ayah. Melihatnya tanganku agak gemetar tanpa alasan.

"Good morning my lovely family." Ucapnya. Dengan senang hati dia mengambil roti bakar dan menuangkan jus untuk dirinya sendiri.

Aku menatapnya serius. Bukankah Ira masih kecil? Ibu bilang anak kecil tidak boleh punya pasangan. Bahkan kak Ian baru punya 20 pacar di umurnya yang ke 20. Dan lagi... bajingan mana yang berani mengungkapkan omong kosong cinta pada adikku?

"Apa?" Ucapnya padaku. Dia pun memberiku isyarat tangan untuk diam.

"Apa ini? Ira sangat bahagia hari ini." Ucap Kak Ian.

"Benarkah? Perasaanmu saja." Ucap Ira acuh.

Dengan isyarat tangan aku bertanya padanya. Di keluarga ini hanya aku dan Ira yang bisa isyarat.

"Kamu jatuh cinta? Siapa? Apa dia baik?"

"Dia sangat baik."

"Siapa?"

"Kamu tak perlu tahu."

"Manusia?"

"Tentu saja ah dia sangat tampan!! Sangat sangat tampan!!! Kyaa."

Aku "..."

Benar saja dugaanku. Manusia!

"Kenapa manusia?" Tanyaku penuh selidik.

"Apa ada masalah dengan manusia? Ibu kita juga manusia!"

"Mereka tidak jujur." Ucapku.

"Tidak semua manusia seperti itu. Kakak please! jangan ikut campur."

"Sayang, Lihat anak anak kita. Mereka sudah besar dan punya banyak rahasia." Ucap Ibu senang memperhatikan aku dan Ira berdebat dengan bahasa isyarat.

Ayah pun mencium kening ibu.

"Biarkan saja, berikan mereka sedikit privasi." Ucap Ayah.

"Aku tidak suka ini. Ada apa?" Tanya kak Ian penuh selidik.

Akhirnya aku tak lagi berdebat dengan Ira dan menatap kak Ian.

"Kak Ian. Kak Intan bertanya padaku semalam. Dia bilang apa kamu baik baik saja? Dan dia menitip pesan padaku. Dia bilang dia merindukanmu." Ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Benarkah? Aku memang sudah lama tidak melihatnya. Kalau begitu aku akan ke Serang hari ini untuk melihatnya."

"Itu bagus, jangan kembali cepat cepat." Saranku.

"Hehe. Lihat dirimu. Saat masih kecil kamu cukup manis. Mengapa semakin besar semakin pahit."

"Hanya perasaanmu saja."

"Hehe benarkah? Aku sebenarnya cukup khawatir. Leoran kamu itu kadang sangat bebal. Dengar ya jika ada yang mengganggumu katakan padaku. Seperti... menyembunyikan barangmu, memukulmu, mengatakan kata kata kotor. Kamu pahamkan?"

"Eum." Jawabku acuh tak acuh.

"Aku ini kakakmu tahu. Sayang padaku sedikit."

"Aku tahu. Pergilah."

"Ais kejamnya."

Setelah selesai sarapan aku dan Ira berangkat ke sekolah bersama.

"Kamu bisa pulang duluan nanti." Ucap Ira tiba tiba.

Aku hanya diam tak menanggapi. Aku bukan tipe orang yang kepo jadi ketika adikku bilang jangan usil aku akan benar benar berhenti peduli. Lihat saja suatu saat dia akan menangis dan mengadu padaku.

Sesampainya di sekolah aku pun memakai kacamata hitam sembari turun dari mobil. Tepat saat aku membuka pintu banyak flash camera memotretku. Aku pun hanya tersenyum dan berjalan melewati para wartawan.

"Leoran apakah anda akan vakum dari dunia hiburan?"

"Leoran apakah benar ini pertama kali anda bersekolah?"

"Mengapa anda memilih sekolah ini?"

"Apakah benar anda akan vakum? Leoran?"

"No time, no time." Ucapku sembari terus berjalan masuk ke gedung sekolah bersama Ira.

Yang tidakku sangkah adalah aku di sambut oleh seorang guru di depan gerbang. Aku tak pernah mendengar ini dari ibuku tadi malam.

"Leoran, selamat datang di sekolah kami." Ucap seorang laki laki setengah baya dengan seragam guru. Bapak ini tersenyum sangat ramah aku bisa melihat jiwanya yang bersinar terang. Dia sedang bahagia.

"Terima kasih pak." Ucapku sopan sembari ingin menjabat tangannya. Maksudku salim.

"Ayo ayo silahkan masuk. Nama saya pak Bahri. Saya mengajar pelajaran PPKN di kelas 10 dan 11."

"Oh iya." Ucapku seraya melepas kacamataku.

"Boleh... saya minta foto?" Tanya pak guru ragu ragu.

"Oh tentu saja." Jawabku.

Pak Bahri dengan sangat cepat mengeluarkan hpnya dan mengambil beberapa foto selfie denganku.

"Terima kasih, oh iya Ibu Sakira bilang Leoran pertama kali sekolahkan biar bapak ajak kalian berdua keliling sekolah." Ucap pak Bahri antusias sembari menyimpan hpnya.

"Terima kasih pak." Ucapku dan Ira

Saat kami memasuki gedung,

"LEORANNNNNN..."

Aku kaget mendengar teriakan antusias. Rupanya banyak siswa baru yang keluar dari dalam kelas hanya untuk menyambutku.

Sekali lagi banyak flash yang menyala.

"KYAA LEORANNN..."

"LEORANNN KAMU GANTENGGG"

"KYAAAAAAA..."

"SAFIRAAAA KAMU CANTIKKK!"

"SAFIRA I LOVE UUU!"

"SAFIRA JADI YANG KEDUA PUN GUA RELAAAA!"

"HAMILIN AKU LEORAAANNN!"

"YA ALLAH TOLONG YA ALLAH!!"

"Kak, ini pertama kalinya aku disambut ketika datang ke sekolah." Bisik Ira

"Oh? Memang tidak seperti ini biasanya?"

Ira pun hanya menatapku tak bedaya dan menggelengkan kepalanya.

"Aku tak akan mengatakan apa apa karena aku tahu kamu tak pernah sekolah."

Aku "...?"

"Apakah ini sekolah atau jumpa fans." Gerutu Ira.

"Di lantai dasar ini ada ruang guru, TU, ruang osis dan kantin. Oh benar gedung ini khusus SMK. Dan setiap lantai berbeda jurusan. Karena Leo dan Safira mengambil jurusan Administrasi maka kelas kalian nanti ada di lantai 3. Tapi nanti kalian akan di tes dulu ya. Jika kalian lolos kalian akan di tempatkan di jurusan yang kalian minati. Jika tidak kalian akan di tempatkan sesuai dengan skor yang kalian dapat. Mari kita ke kantin dulu yang terdekat." Ucap Pak guru sembari membawa kami ke kantin.

Di kantin pak Bahri membelikan aku dan Ira minuman dan makanan ringan. Sebagai manusia ia cukup murah hati. Bibi kantin juga cukup baik. Dia bilang aku bisa makan di tempatnya secara gratis selama sekolah.

Aku hanya tertawa mendengarnya dan mengucapkan terima kasih. Aku tahu bibi hanya basa basi. Maaf tapi jiwa tak akan berbohong.

Dari kantin pak Bahri membawaku ke perpus, lalu ke ruang TU. Lalu setelahnya ke ruang Osis. Sampai di sana aku dipeluk ketua Osis dan anggota osis lainnya.

Mereka bilang aku wangi uang dan sangat tampan.

Aku baru tahu jika aku wangi uang. Mungkin itu wangi parfum yang Ira semprotkan padaku pagi ini ketika di mobil.

Setelah ruang Osis aku di bawa ke ruang guru. Sekali lagi aku di peluk oleh semua guru di sana...

"Eh ayo ayo semua foto foto." Ucap para guru.

"Ibu nonton loh film kamu yang judulnya Impossible. Ih ibu sukaaa banget."

"Terima kasih ibu." Ucapku full senyum.

"Ya Allah kasep pisan ih."

Ada guru yang sedang hamil, dia selalu mengusap pipiku dan berkata,

"Semoga mirip semoga mirip ya Allah." Ucap guru itu membuat Ira tertawa.

"Aduh lihat hidungnya ya ampun bagus banget."

Setelah foto, sapa, tanda tangan dan sebagainya aku dan Ira di bawa ke ruang kepala sekolah. Kami disajikan teh hangat dan cemilan.

Aku tidak tahu apakah ini terlalu berlebihan. Sungguh aku hanya artis kecil. Aku curiga apa mereka di suap ibu?

"Silahkan." Ucap pak Bahri lalu dia duduk di sampingku.

"Pertama kali juga aku di sajiin teh sama guru di ruang kepala sekolah di hari pertama kali sekolah. Wow." Bisik Ira.

Aku "...?" Beda banget ya ternyata.

Tak lama seorang laki laki tua berjas masuk ke ruangan.

Yang membuatku terkejut adalah aura ungunya yang sangat kental.

Wah aku jarang melihat vampir yang telah hidup begitu lama.

Aku pun segera berdiri dari sofa begitu pun Ira dan pak Bahri.

"Ah gak usah sungkan duduk duduk." Ucap laki laki itu dengan senyuman ramah.

Kami pun duduk kembali dan laki laki itu duduk di sofa seberangku.

"Saya Pak Agung, kepala sekolah di SMKN Jagakarsa 1 ini." Ucap laki laki itu.

Oh jadi namanya Agung. Tunggu, sepertinya... aku pernah dengar disuatu tempat.

Pak Agung pun menjelaskan padaku tentang sekolah ini. Siapa yang mendirikannya, tahun berapa berdirinya dan banyak lagi.

Pak Agung juga memberitahuku visi dan misi sekolah serta aturan dan sanksi yang ada.

"SMK ini memang sedikit berbeda, kami membebaskan siswa untuk memilih sendiri gaya rambutnya dan bagaimana mereka memakai seragam. Sekolah akan selalu mendukung selama itu enak di pandang. Bagaimana pun kami menjujung kretifitas siswa." Ucap pak Agung.

Aku pun mengangguk mengerti. Berani mengambil pemikiran berbeda dari masyarakat umum adalah langkah yang sangat berani dan jarang di jumpai. Benar benar seorang Vampir sejati.

"Kami juga sangat mendukung ekskul siswa dengan catatan jika dalam kurun waktu 6 bulan mereka tak bisa mendapatkan penghargaan kami akan memotong dana mereka bahkan terancam dibubarkan. Karena itulah ekskul sekolah ini adalah yang paling terbaik di kota." Sambungnya.

Dan masih banyak lagi.

"Leoran, hobi kamu apa?"

"Saya suka membaca."

"Pas sekali. Sekolah ini memiliki perpustakaan dengan lebih dari 10.000 koleksi. Apakah kamu suka sejarah? Legenda? Mitos? Sains? Semua ada disini. Kamu tak akan menyesal memilih sekolah ini! perpustakaan terletak di lantai paling atas, yang di lantai bawah hanya sebagian saja."

"Keberuntungan saya bisa disini pak."

Setelah berbicara tentang sekolah kami mengobrol tentang banyak hal sembari minum teh dan makan cemilan. Terus berlanjut sampai pukul 12 siang.

Aku dan Safira bahkan makan siang di kantor kepala sekolah tapi pak Bahri tidak ikut serta karena dia ingin makan bersama istrinya.

Karena itu kini di ruangan hanya ada kami bertiga.

"Yah... setelah 100 tahun saya baru melihat halimun lagi." Ucap pak Agung tiba tiba membuat Ira kaget.

"Rumor itu benar rupanya. Tak heran

kalian bisa makan makanan manusia. Campuran ya... menarik."

Ira pun menatapku penuh tanda tanya. Aku sedikit mengernyit mengingat ingat orang ini. Agung... Agung...

Seketika hatiku dingin, oh! orang itu kah.

"Sepertinya kamu mengenali saya nak. Hehe didikan Esador memang tak pernah gagal." ucapnya.

"Esador? anda tahu ayah kami?" tanya Ira.

"Ini pasti si bungsu. Hehe bukan hanya mengenalnya. Tapi... Akulah yang menyegelnya di mansion atas permintaan Lord Halimun terdahulu."

Ira sangat terkejut sampai dia berdiri dari bangkunya.

"Siapa kamu?!!" ucap Ira.

"Saya? Saya kepala sekolah ini. Bukankah saya sudah mengatakannya?"

Aku mendadak kesal mendengar omong kosongnya. Melihat tanda bulan dan bintang di dahinya berkelap kelip aku semakin yakin. Dia benar benar orang yang menyegel ayah, pemimpin organisasi pelindung dunia. Cakra Agung Agastya. Sial aku lengah hingga tertangkap disini.

"Baik mari berhenti basa basi langsung saja intinya. Apa mau mu? Membunuhku?" Tanyaku. Aku sudah cukup kesal melihatnya.

"Oh kamu tahu. Kejahatanmu cukup besar."

"Kejahatan? Wah ucapan itu sangat kasar." ucapku.

"Apakah saya menyinggung? Maaf tapi tak ada kata yang lebih tepat menggambarkannya selain kejahatan. Perlu saya sebutkan? Baik mulai dari 11 tahun lalu, 25 peri hilang dan terus menghilang setiap tahunnya hingga sekarang. Dan mulai dari 5 tahun lalu 15 vampir hilang setiap bulanya sampai sekarang. Leoran jangan bilang tidak tahu."

"Mengapa anda berpikir itu saya?"

"Sangat mudah menebaknya. Satu satunya alasan mengapa ayahmu hidup karena dia tak membunuh tanpa pandang bulu seperti keluarga Esador lainnya. Dia juga orang penting yang berperan menggagalkan keluarga yang berencana melawan Lord dan memusnahkan manusia."

Aku... Terdiam mendengarnya. Aku pikir... Ayah...

"Selain itu kakakmu penyayang makhluk, Adikmu pun memiliki hati ibunya. Tapi.... tentu anak kedua mereka berbeda."

Tiba tiba rasa krisis datang dari atas kepalaku. Aku tahu tak bisa menangkisnya karena itu aku mengelak dengan lompat ke belakang dan BAM!!! kursi dan lantai tempatku duduk hancur berkeping keping.

Aku pun melihat kerlipan sinar oren mengelilingi tubuh Ira. Dari udara tipis Ira mengeluarkan cambuk oren yang tipis dan tajam.

"Beraninya kau menyerang saudaraku!" Ucap Ira murka. Sebelum dia mengamuk aku segera menangkap cambuk jiwanya.

"Hentikan Ira." pintaku.

"Dia mau membunuhmu."

"Kamu bukan lawannya."

"Lalu kenapa! B*j*ng*n ini ingin membunuh saudaraku. Sangat berani!"

Tak lama sebuah kekuatan hebat datang kembali dari atas kepalaku mau tak mau aku melepas segel cincin ayah. Kekuatan yang selama ini tertahan di tubuhku meledak liar memukul balik kekuatan asing itu.

"Benar benar layak di sebut dewa kematian." ucap kepala sekolah.

"Haruskah aku tersanjung?" ucapku sembari menggertakan gigiku. Cukup sudah orang ini benar benar membuatku kesal sampai mati.

"Leoran apa ayahmu tahu kamu membunuh mereka?"

Aku terkejut dan menutup mulutku. Tidak ayah tidak tahu. Tak satupun keluargaku tahu.

"Omong kosong apa yang anda bicarakan!" ucap Ira kesal.

"Omong kosong? silahkan tanya saudaramu apakah itu benar."

Aku diam tak menjawab.

"Aran, itu bohongkan? Tuhan kita melarang kita membunuh, bahkan Ayah dan Ibu juga."

"... Aran Jawab!!"

Aku membuka mulutku namun aku merasa tak bisa mengatakan apa apa. Banyak hal melintas dalam ingatanku seperti bagaimana para peri itu gemetar ketakutan, bagaimana para Vampir itu menjerit dan memohon untuk di lepaskan. Tapi hatiku tak sedikit pun tergerak. Rasa penyesalan atau apapun itu aku sama sekali tak merasakannya bahkan hingga detik ini.

"Maaf Ira, tapi... aku tidak mengerti mengapa kita harus menahan diri." ucapku pada akhirnya.

"Apa?"

"Kenapa ayah menyegelku hingga mengorbankan umurku? Kenapa bukan orang lain yang mati? Kenapa harus aku?"

TARRR! Aku terkejut merasakan tamparan kuat di pipiku. Pipiku terasa sakit seperti di sengat. Aku menatap Ira tak percaya.

"... Aran... Kamu... Berapa banyak? Berapa banyak Aran?" ucap Ira tubuhnya gemetar hebat. Mata Ira yang seindah Safir mulai basah. Aku bisa melihat aliran air yang meluncur di pipinya. Begitu banyak hingga mereka menetes ke lantai.

"Sebanyak apa. Bukankah kamu mendengarnya sendiri? Sejak 11 tahun yang lalu." ucapku.

Ira sangat terkejut hinga menutup mulutnya. Melihat reaksinya seperti itu entah kenapa hatiku sangat tidak nyaman. Aku tidak membunuh manusia mengapa reaksinya begitu hebat? Melihatnya menangis begitu sedih aku merasa tamparannya di pipi jauh lebih menyakitkan seiring waktu hingga terasa sampai ke jantungku.

"Ira jika aku tak membunuh satu pun apa kamu pikir aku masih bisa berdiri disini!! Bisakah jiwa hewan yang kecil itu membuatku tetap hidup lama! Tidak mungkin! Aku pasti sudah di kubur di tanah suci sejak 5 tahun yang lalu!!!" ucapku kesal! Aku sangat kesal. Tidak mengerti dimana letak kesalahanku.

Bukankah aku hanya membunuh peri dan Vampir? Aku tidak membunuh manusia satu pun meski aku sangat ingin!

Ira menjatuhkan senjata jiwanya. Ia menutup kedua telinganya dan berjongkok di tempat. Menangis sangat sedih.

Apa salahku begitu besar hingga ia menangis seperti ini?

"Aran." panggil kepala sekolah tiba tiba.

Aran pun menatap tajam padanya

"Halimun, peri, vampir atau pun manusia mereka semua sama. Sama sama makhluk hidup, sama sama berakal dan memiliki keluarga. Nak, jika kamu terus membunuh kamu akan di kutuk."

Aku pun menggertakkan gigiku. Apa dia mengancamku?!

"Aku tidak mengancammu." ucapnya seakan dia bisa membaca pikiranku. Aku menatapnya dengan kejam namun disisi lain dia hanya tersenyum main main. Aku merasa... Sangat terhina untuk pertama kalinya.

"Aran, mari berpikir seperti ini jika adik dan ibumu hilang tanpa kabar apa yang kamu rasakan? Aku menolak percaya bahwa kamu tak akan perduli."

Mendengarnya hatiku mendingin seketika.

"Lalu ketika di cari kamu hanya menemukan jasad mereka yang bahkan tidak utuh lagi dan membusuk. Apa kamu akan marah?"

Aku tidak tahu apa yang terjadi hanya saja hatiku merasa sangat tidak nyaman memikirkannya. Kaki dan tanganku bahkan mendingin sekejap mata.

"Mari berhenti disini, dan tebus semua dosamu." ucapnya.

...*********...

Author pov :

Pada akhirnya Aran menarik kembali kekuatannya. Dia juga memakai kembali segel cincinnya.

Kepala sekolah sangat puas dan mengulurkan tangannya.

Tiba tiba sebuah borgol hitam muncul dari udara tipis dan melingkar kuat di leher Leoran

"Ini adalah kutukan. Membunuh begitu banyak makhluk, hidupmu kian memanjang. Tapi hari ini atas nama keadilan aku mengambil kembali hal yang bukan hakmu. Dan hanya menyisakan waktu 3 tahun untukmu. Selama 3 tahun itu tebuslah dosamu dengan melakukan 1001 kebaikan. Leoran aku mengawasimu."

Tak lama jam besar di ruangan berdentang keras dan seluruh ruangan kembali seperti semula.

Begitu pun Aran dan Ira yang kembali duduk di kursi mereka seakan semua tak ada yang terjadi. Jika bukan karena borgol hitam yang melingkar di leher Aran. Ira akan mengira semuanya hanya ilusi.

"Kesombongan Halimun sebenarnya setinggi langit. Itulah mengapa keluarga Esador hancur. Mereka berani melawan langit. Aran juga jika bukan karena ada darah manusia mengalir dalam nadinya dia pasti benar benar akan membunuh manusia. Benarkan Aran?" ucap Kepala sekolah.

Namun apa yang bisa Aran katakan lagi, hanya Tuhan yang tahu berapa banyak Aran menahan diri.

Apa itu kasih sayang, apa itu belas kasihan. Aran sama sekali tidak mengerti, dia tidak merasakannya. Mau sejelas apa pun ibunya menggambarkannya, Sebanyak apa pun keluarganya memberikan contoh. Aran hanya bisa menirunya.

Bahkan ketika ibunya mencium dan memeluknya. Tak sedikit pun Aran merasakan rasa hangat yang sering ibunya katakan. Kehangatan? Seperti apa itu?

Aran tidak tahu tapi... dia hanya menahan diri sebanyak yang ia bisa. Hanya itu saja.

To be continues...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!