NovelToon NovelToon

Istri Pajangan

Bab 1. Zahra Putri Gunawan

"Apa kamu tidak mau menyentuhku, aku ini istrimu Mas," ujar seorang wanita cantik kepada laki-laki yang sudah satu bulan menjadi suami sahnya.

Punya suami tapi seperti tidak punya suami, lelah rasanya tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini.

"Jangan harap aku akan menyentuhmu, Zahra!" suara lantang itu begitu menggema di gendang telinga Zahra.

Deg! Hati Zahra sangat sakit saat kata-kata yang begitu menyakiti hatinya keluar dari mulut laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya, sungguh tidak di sangka kata-kata yang begitu keji keluar dengan entengnya dari mulut seorang Arya.

Tanpa berpamitan Arya berlalu keluar dari kamar, ia langsung bergegas berangkat ke kantor.

Zahra menangis sesegukan di tepi ranjang, ia bertanya pada hatinya apa salahnya? Kenapa suamiku tidak pernah mau menyentuhku sama sekali? Lalu apa gunanya dia menikahiku? Sungguh ini semua sangat menyiksa batinku, biarpun materi tercukupi tapi kasih sayang dan belain tak pernah aku dapatkan.

Namaku Zahra Putri Gunawan, aku adalah anak semata wayang dari Ayah dan Ibuku.

Aku di nikahkan dengan suamiku melalui sebuah perjodohan, di saat di jodohkan Mas Arya tidak menolak sama sekali. Ia dengan senang hati menerima perjodohan ini, aku sangat bersyukur waktu itu.

Namun yang membuatku kaget dari awal menikah sampai sekarang usia pernikahan kami satu bulan, Mas Arya tak pernah menyentuhku sama sekali, bahkan hubungan suami-istri juga tak pernah kami lakukan, itu bukan mauku tapi Mas Arya yang tak pernah mau menyentuhku. Saat tidur satu ranjang Mas Arya tidur selalu tidur dengan posisi membelakangiku.

Apa harus seperti pernikahan tanpa cinta? Rasanya begitu hampar bag sayur tanpa bumbu, lelah sungguh lelah Tuhan.

Zahra enggan bersedih berlarut-larut, ia segera menghapus air matanya, lalu keluar dari dalam kamar.

Zahra melangkahkan kakinya menuju ke meja makan, helaan nafas kasar keluar dari dalam mulutnya, seperti pagi biasanya suaminya tak menyentuh sarapan di meja sedikitpun.

Ini bukan pertama kalinya jadi aku tidak kaget, hanya saja aku kasian pada makanan yang ada di atas meja makan itu, sungguh mubazir untung saja banyak pekerja di rumah Mas Arya jadi semua makanan itu tidak buang melainkan di makan oleh para pekerja di rumah. Kadang juga di bawa pulang oleh para Art yang kerja di rumah.

"Pasti Mas Arya tidak makan lagi," gumamnya dengan nada sendu.

"Bi Iyem, bereskan meja makan ya. Semua makanan Bi Iyem bawa pulang saja!" titah Zahra dengan nada lembut.

Bi Iyem adalah Art di rumahnya Arya selama ini, tanpa membantah Bi Iyem langsung membereskan meja makan. Ia membungkus semua makanan yang ada di atas meja makan untuk di bawa pulang.

Dalam hati Bi Iyem, Bos Arya selalu saja tidak makan semenjak menikah dengan Nyonya Zahra. Kasian Nyonya Zahra padahal dia adalah wanita yang sangat baik, tapi selalu saja Bos Arya bersikap cuek padanya.

"Ibu, tidak sarapan?" tanya Bi Iyem pada Zahra.

"Saya belum lapar Bi," jawabnya dengan nada lembut.

Zahra terdiam sendirian di ruang tengah, ia tidak tahu mau melakukan apa? Semua pekerjaan rumah juga sudah di kerjakan oleh dua Art nya.

Hanya rasa kesepian, suasana yang begitu hening dan suara televisi yang selalu menemani hari-harinya, sungguh membosankan tapi mau bagaimana lagi? Tidak ada yang bisa Zahra lakukan selain rebahan, bengong, nonton televisi dan paling mentok membaca novel.

***

Di Kantor Arya

Arya adalah Direktur Utama di perusahaan miliknya sendiri, ia adalah anak pertama dari dua bersaudara.

"Zahra, aku menikahimu hanya ingin menjadikanmu sebagai pajangan saja, jadi jangan harap aku akan memberikan nafkah batin untukmu," gumam Arya dengan suara lirih.

Arya Parwira, laki-laki tampan yang berusia 28 tahun, hidup Arya sangat mapan rumah sudah punya, perusahaan juga punya, tapi dia susah dalam mencari jodoh hingga akhirnya kedua orang tuanya mencarikan jodoh untuknya, ia kedua orang tuanya menjodohkan Arya dengan anak sahabatnya mereka yang itu Zahra.

"Pak Arya, ini sekretaris baru Bapak. Namanya Sisil," kata Hana pada Arya.

"Iya Han, terimkasih," kata Arya, seraya memberikan kode melalui matanya agar Hana keluar dari dalam ruangannya.

Arya memperhatikan Sisil dari atas sampai bawa. "Mulus sekali," batinnya dalam hati.

Ia teringat akan Zahra, istriku mungkin lebih muda dariku usianya baru 23 tahun. Tapi saat melihat daun muda yang ada di hadapanku, menurutku dia jauh lebih menarik.

Ralat ya, Arya bukannya susah mencari jodoh, tapi ia sukanya gonta-ganti pacar dan tidak di nikahi juga hanya di jadikan mainan saja.

Padahal Zahra begitu cantik, dia sangat imut dan punya lesung pipi di pipi kananya, rambutnya yang panjang, tubuhnya yang putih bersih nan langsing, itu membuat banyak kaum adam yang mengaguminya hanya saja Zahra lebih nurut kepada kedua orang tuanya dan akhirnya mau di jodohkan. Padahal mantan kekasih Zahra sangatlah tampan tapi mereka terhalang restu karena Hanza berasal dari keluarga sederhana, kedua orang tua Zahra menentang hubungan Zahra dan Hanza, katanya menikah dengan orang miskin itu percuma, nanti hidupmu sengsara, kamu mau hidupmu sengsara? Kata-kata itu terngiang jelas di ingatan Zahra.

Padahal pernikahan itu harus di landasi dengan cinta tapi ya Zahra hanya bisa mengikuti takdir dalam kehidupannya.

***

Tatapan Arya tak lepas dari Sisil yang menurutnya seksi, sungguh sangat menggairahkan.

"Berapa usiamu?" tanya Arya, kedua matanya terus tertuju pada Sisil. Sisil yang merasa risih, ia menundukkan kepalanya.

"Saya 20 tahun Pak," jawabnya dengan gugup.

"Kamu boleh mulai kerja sekarang!" titah Arya, Sisil mengangguk. "Baik Pak," jawabnya dengan sopan.

"Ruanganmu ada di depan, keluarlah!" kata Arya, keliatan dingin tapi dalam hatinya aku harus mendapatkan gadis ini.

Sisil mengangguk, lalu ia keluar dari ruangan Arya.

Sisil duduk di kursi kerjanya, lalu membaca catatan agar tahu apa saja tugasnya?

***

Hari mulai sore jam juga sudah menunjukkan pukul 5 sore, ya waktunya pulang kerja.

Sebenarnya Arya malas pulang, tapi mau bagaimana lagi?

Arya mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.

Sesampainya di rumah, Arya langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

"Sudah pulang Mas?" tanya Zahra dengan nada lembut, saat ia hendak menyalami tangan sang suami dan Arya menepis tangan Zahra dengan kasar.

"Tidak usah sok manis! Percuma, kamu itu memang istriku tapi aku akan menjadikannya istri pajangan saja," sergah Arya dengan ketus.

Bag tertampar petir di saat tidak ada hujan, istri pajangan! Tuhan kenapa nasibku begitu malang? Aku ini istri sahnya, tapi nafkah batin tak pernah aku dapatkan.

"Kenapa, kamu mau nangis? Percuma aku tak akan ibah," tukas Arya tanpa berperasaan sama sekali.

"Mas, aku ini istrimu," pekik Zahra berharap pengakuan dari Arya.

"Iya kamu memang istriku, tapi hanya istri pajangan," ujar Arya dengan sembari berlalu pergi dari hadapan Zahra.

"Ingat itu! Kamu hanya istri pajangan," dengan sorot mata tajam Arya mempertegas perkataanya pada Zahra.

Zahra terdiam, pernikahan macam apa ini? Kedua orang tuaku melarangku menikah dengan Mas Hanza, laki-laki yang aku cintai karena dia miskin, lalu sekrang aku menikah dengan orang kaya raya tapi dia hanya menjadikan aku sebagai istri pajangan, kejam! Sungguh kedua orang tuaku yang terlalu gila akan harta.

Padahal harta tidak menjamin kita hidup bahagia tapi entahlah otak kedua orang tuaku sudah di cuci dengan uang dan uang.

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Bab 2. Video Call Tina

Saat malam menunjukan jam 7 malam, Arya masih di sibukan dengan ponselnya. Ia asik bermain game, selain bermain game, ia juga melaukan panggilan video dengan wanita lain dan lagi-lagi tidak perduli dengan hati dan perasaan Zahra.

Arya menyukai sekertaris barunya tapi karena dia masih terlalu bocah, akhirnya baru dua bekerja Arya pecat karena Sisil tidak mau menjadi wanita pemuas nafsunya, ya kata Arya Sisil terlalu munafik. Tapi beruntunglah Sisil, setidaknya dia bisa menjaga kesuciannya.

Saat Zahra melihat suaminya melakukan panggilan video dengan wanita lain, hatinya sangat sakit sekali tapi ia hanya diam sambil mendengarkan percakapan suaminya dan wanita yang ada di layar telpon itu.

Wanita berpenampilan seksi itu jelas terpampang jelas di layar ponsel suaminya, bajunya yang tidak pantas dan sangat kurang bahan, gundukan kembar miliknya yang hampir menyembul keluar, sungguh menjijikan saat melihatnya.

"Mas Arya, kamu tidak merindukanku?" Wanita berpenampilan seksi terpapang jelas di layar ponsel milik Arya.

"Tentu aku merindukanmu, tapi kamu tahu sendirikan. Aku sudah punya istri, ya istri yang tak pernah aku sentuh, haha," tawa Arya begitu bahagia.

Sebegitunya kah Mas Arya tidak mau menganggap aku sebagai istrinya, di depan wanita lain ia terang-terangan mengatakan hal seperti itu.

Zahra meneteskan air matanya, kamu tega Mas Arya. Bahkan kamu permalukan aku di depan wanita lain, sungguh Ayah sudah salah melilihkan seorang laki-laki yang katanya baik. Tapi mana buktinya?

"Sampai sekarang kamu tak pernah menyentuhnya Mas?" tanya Tina, wanita itu semakin nakal dan berani melepaskan bajunya di panggilan video itu.

"Mas, kamu cukup sentuh aku saja," godanya dengan nakal.

Senyum Arya terlihat sumpringah saat mendengar godaan nakal dari Tina, sungguh menjijikkan Arya bahkan Zahra mendadak ingin muntah melihat sikap suaminya dan wanita murahan yang ada di layar ponsel sang suami itu.

Seandainya kedua orang tuaku tahu, apa mereka masih tetap membanggakan Mas Arya? Aku saja jijik menjadi istrinya, sungguh Mas Arya begitu keji, laki-laki tidak punya hati.

Mendengar percakapan yang menurut Zahra menjijikan, rasanya ingin sekali muntah.

"Mas, aku sangat seksi kan, aku sudah lama tidak merasakan sentuhan hangat," lanjutnya semakin menggoda.

Penampilan Tina sungguh seksi dengan lingerie warna merah menyala. Gundukan kembarnya hampir saja menyembul keluar, tapi sedikitpun Tina tidak merasa malu lagian sudah biasa Arya melihat penampilan seksinya.

Tak kuat Zahra menyaksikan hal yang menurutnya tidak wajar bagi laki-laki yang sudah beristri, ia naik pitam, lalu menampakan dirinya di panggilan video itu.

"Dasar wanita murahan!" tatapan Zahra begitu jijik pada wanita yang ada di layar ponsel suaminya.

"Zahra! Kamu itu apa-apaan sih? Tidak sopan sekali, aku kan sedang melakukan panggilan video dengan klienku," oceh Arya padahal panggilan video belum di matikan.

Tina senyam-senyum begitu bahagia, apalagi saat melihat Arya pada istrinya. Sungguh dirinya merasa menang, tertawa di atas penderitaan seorang Zahra istri yang bernasib malang.

"Klien! Mas, mana ada klien bersikap murahan seperti itu di hadapan rekan bisnisnya," bantah Zahra dengan tegas.

"Bawel kamu, sana pergi! Urusin urusan kamu, tidak usah mengangguku!" titah Arya dengan kasar, bahkan ia tega mendorong Zahra hingga Zahra jatuh di lantai.

Tawa Tina terdengar dari sebrang sana, sungguh hiburan yang luar biasa menurutnya. "Sukurin, aku bahagia sekali," batin Tina dalam hatinya.

Zahra menghela nafas kesal, ia berlalu pergi keluar dari dalam kamarnya. Sebagai istri sah hatinya sangat sakit di perlakukan tidak adil seperti ini.

Setelah Zahra keluar dari dalam kamarnya Arya mengalihkan pandangannya kembali ke layar ponsel miliknya.

"Mas, kamu kok kejam sekali sama istrimu sih," kata Tina. Padahal dalam hatinya sangat bahagia saat melihat Zahra tersiksa.

"Hanya istri pajangan, lagian aku tidak mencintainya. Untuk apa aku berbuat baik padanya?" sahut Arya, sedikitpun tak merasa kasian pada Zahra.

Senyum Tina semakin sumpringah, apalagi harapan untuk mendapatkan hati Arya sangatlah besar, apalagi Arya sama sekali tidak mencintai istri sahnya. Bukankah itu bagus, perlahan-lahan aku akan masuk ke dalam hatinya.

"Tin sudah dulu ya, aku masih banyak kerjaan yang harus aku selesaikan," tanpa menunggu jawaban Tina. Arya langsung mematikan saluran telponnya.

Arya beranjak dari tempat tidur lalu ia keluar kamar dan pergi menuju ke ruang kerjanya.

Sebelum masuk ke ruang kerjanya, Arya melihat kesana kemari ya dia mencari sosok istrinya yang entah kemana? Biasanya ada di ruang tengah duduk, tapi tumben tidak ada.

"Kemana Zahra?" gumamnya.

Arya berjalan ke dapur tapi tidak ada, mencari ke sudut ruangan juga tidak ada. "Apa dia marah padaku? Lagian apa perdulinya aku padanya?" batin Arya dalam hati.

Karena enggan memikirkan Zahra lebih lanjut, akhirnya Arya masuk ke ruang kerjanya. Tapi masih memikirkan Zahra yang entah pergi kemana?

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Bab 3. Aku Hanya Istri Pajangan

Setelah beberapa lama di dalam ruangan kerjanya dan pekerjaannya juga sudah selesai, Arya keluar dari ruang kerjanya.

"Kruyukk..."

Cacing-cacing di dalam perutnya rasanya sangat lapar. Arya pergi ke meja makan, ia membuka tudung saji dan kosong. Biasanya para Art nya sudah menyiapkan makanan, tapi tumben ini belum. Lalu Art nya pada kemana? Arya saja tidak tahu.

Dengan kasar Arya membantingkan tubuhnya ke sofa, geram rasanya saat lapar tapi tidak ada apa-apa di atas meja makan. Mau masak Arya juga tidak bisa masak, mau keluar terlalu malas jalan, mau good food juga malas mencet ponselnya, maunya tinggal enak tapi ya kalau apa-apa malas gimana mau enak?

"Cacing-cacing di perutku kembali berbunyi," rasanya semakin gusar saat cacing-cacing di dalam perutnya tidak mau berhenti berbunyi.

Arya melihat jarum jam dan sudah menunjukan pukul 9 malam, tapi Zahra tak kunjung muncul. Pikirannya kembali terujuh pada Zahra, ini anak kemana sih?

Zahra turun dari taksi, lalu ia berjalan menuju ke rumahnya. Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk begitu saja, lagian mengetuk pintu juga percuma suaminya tak akan meyanbutnya dengan bahagia.

Saat hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Zahra menghentikan langkah kedua kakinya karena melihat suaminya duduk di ruang tengah sendirian.

"Jam berapa sekarang?"

"Kenapa baru pulang?"

Sorot mata Arya tak lepas dari wanita berfaras cantik itu, wanita yang sudah sah menjadi istri satu-satunya tapi sayangnya kedua mata Arya masih saja jlalatan, entah mengapa? Lalu Arya maunya wanita yang seperti apa? Padahal Zahra sudah sangat cantik dan baik hati.

"Jam 9 malam."

"Memangnya kenapa? Lagian di rumah juga malas," dengan cuek Zahra menjawab pertanyaan Arya.

"Aku tanya kamu darimana?" sentak Arya, tapi Zahra berusaha tidak takut. Padahal ia merasakan gemetaran tapi berusaha baik-baik saja.

"Apakah penting aku dariman, Mas? Ingat ya Mas! Aku ini hanya istri pajangan, aku mau kemana? Aku mau darimana? Aku rasa itu tidak penting buat kamu, Mas!" jelas Zahra dengan tegas, aku memang seorang istri yang tugasnya mengharagai suami, menghormati suami, tapi suami yang seperti apa dulu yang harus aku perlakukan semanis itu? Kalau Mas Arya, aku rasa tidak pantas.

"Sudah berani kamu melawanku," tatapan bersungut-sunggut itu sedikitpun tidak membuat Zahra takut pada Arya.

Ingat kita sama-sama manusia yang di ciptakan oleh Allah, jadi buat apa juga takut kepada mahluk ciptaannya? Selagi kita di jalan yang benar ya lawan saja!

Zahra enggan meladeni suaminya, ia melanjutkan langkah kakinya untuk pergi ke dapur karena mau mengambil piring dan ia mau makan nasi goreng yang ia beli tadi di depan komplek.

"Aku lapar, tidak ada gunanya juga berdebat denganmu Mas," ujar Zahra dan berlalu pergi begitu saja.

"Para Art kemana?" tanya Arya ketus.

"Libur," jawab Zahra cuek.

"Lalu aku mau makan bagaimana? Aku lapar sekali dari tadi," ujar Arya pada Zahra, ia mengekor di belakang Zahra seperti kucing yang minta makan padanya.

Zahra sudah mengambil piring, lalu ia berjalan ke meja makan, ia duduk dan nasi goreng yang tadi ia taruh di atas piring lalu membukanya.

Baunya begitu lezat menggugah selera makan, sungguh nikmat mana lagi yang Allah dustakan?

Arya ikut duduk di meja makan, ia menelan ludahnya dengan kasar, sungguh enak sekali makanan yang ada di hadapan Zahra. Membuatnya semakin lapar, cacing-cacing di dalam perutnya terus membrobtak hebat.

Zahra mulai menyendok makanannya lalu memasukan ke dalam mulutnya, sungguh rasanya begitu nikmat.

"Emm enak sekali, tidak salah aku langangan di sana," kata Zahra sambil kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Arya semakin ngiler tapi gengsi mau minta, perutnya juga tak bisa diajak kompromi.

"Kruyukkk..."

Zahra mendengar suara perut, yakinlah itu perut sang suami kan tidak mungkin perutnya apalagi sudah makan nasi goreng seenak ini.

"Rasanya sangat lapar sekali, mana tidak ada makanan, terus Zahra hanya membeli makanan untuk dirinya saja, kejam sekali dia sama suami sendiri," gumam Arya dalam hatinya.

"Jika kamu lapar, beli saja makanan di depan komplek! Banyak orang jualan di sana," sindir Zahra dengan nada lembut.

Di depan komplek kalau malam memang banyak orang jualan, jadi saat perut merasa lapar bisa langsung meluncur untuk berburu makanan.

"Aku tidak level dengan makanan seperti itu, makanan di pinggir jalan mana sehat, aku yakin itu makanan pasti tidak bersih," ujar Arya penuh penekanan.

"Nyata aku masih sehat padahal aku sering membeli makanan pinggir jalan," sahut Zahra dengan tegas. Dasar manusia sombong, makan saja banyak pilih, daripada ngatain tinggal beli saja ke restoran!

Setelah makan beberapa suap nasi goreng, Zahra menyudai makannya lalu ia menutupi makanan sisanya itu dengan tudung saji kecil. "Buat kucing besok pagi," katanya dengan suara agak keras, ia sengaja biar manusia sombong seperti Arya mendengarnya.

Zahra beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi ke kamar untuk membersihkan badannya dan lanjut tidur.

Saat Zahra sudah berlalu masuk kamar, Arya masih terdiam di kursi meja makan sambil memandadangi sisa makanan Zahra yang masih ada, cacing-cacing di perutnya terus berbunyi meminta di kasih makan.

Apa Arya akan memakan makanan sisa Zahra yang tidak lain adalah istrinya atau tetap dengan gengsinya yang selangit itu?

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!