Tubuh Rania membeku saat tangannya memegang alat tes kehamilan yang menunjukkan garis dua yang berarti dia positif hamil. Rania gadis yang lugu, berprestasi dan juga rajin dia mengenal seorang laki-laki di tempat les matematika nya. Mereka sebenarnya satu sekolah tetapi mereka tidak mengenal satu sama lain. Baru di tempat les itulah mereka saling mengenal satu sama lain dan menjadi dekat.
Dion nama laki-laki itu, pada awalnya mereka hanya berteman dan mereka cocok satu sama lain karena pemikiran mereka yang sama dan mereka yang tidak mudah bergaul dengan orang yang mereka kenal.
Pada awal mereka melakukan hubungan terlarang itu sebenarnya adalah hal yang tidak mereka sengaja. Pada saat itu Rania menyerahkan sebuah flashdisk yang diberikan oleh salah seorang teman Dion kepadanya.
"Ini ada flashdisk dari teman kamu."
"Ah ini pasti film horor yang aku minta sama dia Ayo kita ke apartemenku kita nonton bersama."
"Waahh horor baru ya?? Ayo."
Dion memasang layar besar yang ada di ruang tamu apartemennya. Orang tua Dion berasal dari orang yang berada dan mereka memiliki beberapa perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri membuat kedua orang tuanya nggak perhatian sama Dion. Tinggal di rumah yang mewah membuat Dion selalu merasa kesepian. Orang tua Dion sering melakukan perjalanan bisnis dan membuat Dian merasa kesepian. Dan Dion pun akhirnya memutuskan untuk tinggal di apartemennya sesuai dengan kehidupannya yang suka menyendiri.
Perkenalannya dengan Rania adalah pada saat mereka berada di satu tempat les matematika. Pada saat itu mereka sedang berteduh dari teriknya sinar matahari. Tempat les mereka terkunci dari luar yang menandakan kalau gurunya tidak ada di tempat. Rania dan Dian berteduh di depan rumah guru les mereka yang bernama Pak Timo.
"Panas banget."
"Kamu enak rambut kamu pendek. Rambut aku panjang."
Mereka berdua saling mengeluh satu sama lain. Membuat suasana menjadi semakin panas.
Saat mereka sedang berdebat dari kejauhan Mereka melihat Pak Timo guru matematika mereka sedang mengayuh sepedanya di bawah terik matahari.
"Kalah sama Pak Timo. Pak Timo yang sudah tua aja nggak ngeluh kenapa kita ngeluh."
"Kamu tuh."
"Maaf membuat kalian menunggu dj cuaca panas hari ini jadi bapak keluar untuk beli es supaya suasana jadi lebih dingin ini bapak bawakan beberapa bungkus es untuk kalian."
Rania segera meraih es yang disodorkan oleh Pak Timo.
"Dion nggak mau Pak dia nggak doyan es es yang seperti ini."
"Oh ya??"
"Sok tahu kamu."
Dion merebut salah satu bungkus yang ada di tangan Rania kemudian dia meminum sampai habis es itu.
"Plastiknya bocor pak."
"Hahaha. Ayo kita masuk. Pelajaran kita banyak hari ini menjelang ujian tengah semester."
"Ya pak."
"Yang lainnya gak datang ya??"
"Rania kurang tahu juga sih pak."
"Ya sudah seadanya saja kita belajar bertiga saja kalau gitu."
Sejak saat itu baik berada di tempat les ataupun berada di sekolah Rania dan juga Dion menjadi semakin dekat satu sama lain. Mereka menjadi sering bertukar pikiran entah tentang pelajaran ataupun tentang hal-hal yang lain. Rania pun sering menjadi tempat bullyan bagi beberapa orang. Orang-orang itu merasa iri dengan Rania karena Rania bisa dekat dengan Dion yang merupakan salah satu idola mereka. Dia memiliki wajah tampan sedikit kebulean dan juga kulit yang berwarna putih bersih serta tinggi badan di atas rata-rata membuat Dion menjadi idola di sekolahnya.
Seringkali tas Rania, sepatu Rania, ataupun bekal Rania menghilang karena oleh orang-orang yang iri dengan Rania. Beberapa kali pula Dion ingin memaki-maki orang yang sudah menyembunyikan barang-barang Rania tetapi Rania selalu menahan dengan untuk tidak melakukannya.
"Kamu jadi orang jangan terlalu diam saja kalau ditindas kamu harus berani melawan kamu harus mempertahankan harga diri kamu kalau bukan kamu yang menghargai diri kamu siapa yang akan menghargai itu diri kamu??"
"Iya iya lain kali aku akan melakukan hal itu."
Setiap kali Dion mengomeli Rania Rania akan selalu menjawab seperti itu membuat Dion selalu jengkel dengan sikap Rania yang selalu menurut.
Sore itu saat Rania dan juga Dion sedang menonton isi dari flash disk itu mereka tidak tahu kalau itu merupakan film dewasa.
Rania dibuat salah tingkah begitu juga dengan Dion beberapa kali dia harus membetulkan cara dia duduk supaya Rania tidak memperhatikan juniornya yang mulai berdiri.
Rania pun juga memiliki salah tingkah dan dia merasa kegerahan dan kehausan.
"Aku...aku ambil minum dulu."
"Ambilkan aku juga."
Pada saat Rania hendak berdiri sebuah kaleng obat pembersih serangga membuat Rania tergelincir dan terjatuh di atas pangkuan Dion.
Tubuh Dion yang sudah mulai menegang dan juga tubuh Rania yang mulai melemas akhirnya terjadilah hal yang pertama kali mereka lakukan.
Setelah mereka melakukan hal itu Rania menangis karena dia merasa kalau dia sudah nggak suci lagi. Dian yang mendengar suara tangisan Rania pun dia segera bangun dari tidurnya.
"Maaf...maafkan aku."
"Hiks...gimana ini. Bagaimana nanti kalau aku hamil??"
"Aku akan bertanggung jawab. Aku janji aku akan bertanggung jawab."
"Hiks..kita masih muda."
"Iya. Aku tahu. Aku akan bertanggung jawab."
"Aku mau pulang."
"Aku antar ya??"
"Iya."
Dion mengantarkan Rania pulang ke kosnya saat hari menuju tengah malam. Beberapa teman kos Rania sudah tertidur. Rania memang sudah sejak memasuki sekolah menengah atas Dia memutuskan untuk kos di dekat sekolahannya. Sebenarnya Ibu Rania menganjurkan supaya Rania mengambil sekolah yang dekat dengan rumahnya tetapi karena di sekolah ini Rania mendapatkan beasiswa penuh maka Rania lebih memilih sekolah ini. Selain karena sekolah ini memiliki mata pelajaran yang diinginkan oleh Rania di sekolah ini juga terkenal dengan kegiatan ekstrakurikulernya yaitu memasak yang akan mencetak juru masak yang handal untuk hotel-hotel.
Rania memasuki kosnya dengan langkah tertatih-tatih. Rania merasa sakit di daerah pribadinya. Setibanya di dalam kamarnya Rania pun merebahkan dirinya dan terlelap.
Semenjak kejadian itu Rania selalu menjauh saat bertemu dengan Dion bahkan saat berada di tempat les pun Rania juga menghindari Dion.
Sudah selama beberapa hari ini Rania selalu merasa pusing dan mual-mual pada pagi hari.
"Kamu gak lagi hamil kan??"
Desi teman satu kost Rania berkomentar saat melihat Rania lari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.
"Hah??"
Rania tersentak dengan ucapan Desi berbagai bayangan pada malam itu mulai berkelebat di dalam benda Rania.
"Hahaha. Mana mungkin gadis kutu buku seperti kamu bisa hamil."
Dengan langkah gontai Rania menuju ke apotek dan membeli alat tes kehamilan. Sesampainya di dalam kos Rania segera pulang dan mengecek menggunakan alat tes kehamilan itu.
"Please...please.. jangan sampai."
Selama berhari-hari Rania tidak bisa memejamkan matanya bahkan dia sudah tidak masuk selama tiga hari. Dion yang mengetahui hal itu dia mengunjungi Rania karena sangat aneh kalau orangnya sampai tidak masuk sekolah. Selama Rania bersekolah di tempat yang sama dengan Dion Rania tidak pernah izin masuk sekolah sama sekali. Bahkan pada saat dia sedang tidak enak badan sekalipun dia akan tetap memaksakan diri untuk masuk ke sekolah.
"Rania..ada teman kamu."
"Siapa???"
"Gak tau. Cowok. Ganteng. Itu dia nunggu di depan."
Rania berganti baju dengan pakaian yang lebih layak dan membasuh wajahnya supaya tidak terlihat sembab lalu kemudian keluar menemui tamunya.
"Dion??"
Dion membalikan badannya dan sedikit terkejut melihat Rania yang terlihat pucat dan sembab di wajahnya.
"Kamu.... kamu gak papa??"
"Gak papa. Ada apa kamu ke sini??"
"Kamu gak lagi sakit kan?? Wajah kamu pucaat."
"Enggak."
"Kenapa kamu gak masuk sekolah??"
"Gak papa."
"Kok gak datang les juga??"
"Gak papa juga."
"Apa ada yang kamu sembunyikan??"
"Gak ada. Apa kamu masih lama?? Aku sedang sibuk."
"Ah gitu. Ya udah aku pamit dulu."
Sepeninggal Dion, Rania masuk ke dalam kamarnya dan menangis lagi.
"Gak mungkin aku minta pertanggungjawaban dari dia kami melakukannya secara tidak sengaja dan sekarang tumbuh benih di dalam rahimku bagaimana bisa kamu menjalani kehidupan rumah tangga tanpa didasari dengan rasa cinta aku pun juga nggak mencintai dia. Apa lebih baik aku pulang ke rumah dan cerita ke ayah sama ke ibu saja ya?? Tapi apa ayah dan ibu mau memaafkan aku?? Ya Tuhan tolong bantu aku."
Setelah menimbang selama beberapa hari, akhirnya Rania pulang ke rumahnya. Ayah dan ibu nya senang karena puteri semata wayangnya pulang.
"Wajah anak ibu kok pucat?? Apa Rania sakit??"
Rania menatap wajah cantik ibunya yang masih tetap cantik di usianya yang sudah tidak mudah lagi.
"Ayah,ibu... ada yang mau Rania bicara kan."
"Ada apa??"
Ayah Rania pun memasang wajah tegang saat Rania menatap sendu ke arahnya.
"Rania hamil."
"Apaaa??"
Ayah dan ibu Rania dibuat terkejut dengan ucapan Rania.
"Maafkan Rania karena menyalah gunakan kepercayaan ayah dan ibu."
"Rania pasti punya alasan kan saat melakukan nya?? Ceritakan kepada ayah dan ibu nak."
Ayah Rania berkata dengan lembut kepada Rania membuat Rania mulai meneteskan air matanya.
"Maafkan Rania. Saat itu Rania tidak sengaja melakukannya."
Dengan berurai air mata Rania pun mulai menceritakan kepada kedua orang tuanya. Ibu Rania sudah mengusap air matanya selama berkali-kali saat Rania menceritakan kepada mereka.
"Rania nggak berani mengatakan kehamilan Rania kepada laki-laki yang menghamili Rania karena kami melakukannya dengan tidak sengaja dan bagaimana kalau dia memaksa Rani untuk menikahinya sedangkan di antara kami nggak ada perasaan apapun apa bisa satu rumah tangga dibangun berdasarkan dari rasa tanggung jawab saja dan bukan dari perasaan cinta??"
Ibu Rania menangis dan memeluk puteri tunggal nya.
"Ayah...maafkan Rania. Rania sudah mempermalukan keluarga kita. Rania akan pergi dari rumah ini supaya ayah dan ibu tidak mendapat malu."
"Ini hal yang salah. Ayah dan ibu gak pernah malu punya anak seperti Rania. Apa yang Rania lakukan itu salah. Tetapi sebagai orang tua, ayah dan ibu harus mengarahkan ke arah yang lebih baik."
"Jadi apa yang harus Rania lakukan??"
Rania mengurai pelukan ibunya pelan-pelan.
"Kita akan pindah di rumah kakek yang ada di desa rumah ini akan ayah jual untuk memulai usaha di desa tempat ayah dibesarkan dulu."
"Kalau orang desa mulai mencecar kita bagaimana yah?? Kehidupan di desa gak sama seperti di kota. Bagaimana kalau mereka tanya bagaimana Rania hamil?? Sedangkan Rania gak punya suami??"
"Apa nggak lebih baik kita menempati rumah Mbak Hesti saja yah rumah Mbak Hesti kan sudah lama kosong dan juga sedikit jauh dari tetangga-tetangganya jadi di sana kita bisa menyendiri dan mengerjakan sawah Mbak Hesti. Dulu kan Mbak Hesti sudah menyerahkan sawah ke dalam tangan ayah."
"Ayah akan mencoba untuk menghubungi Mbak Hesti dan menceritakan semuanya nggak apa-apa ya kalau ayah cerita ke Mbak Hesti tentang apa yang kamu alami??"
"Gak papa yah. Lebih baik jujur sekarang daripada nanti jadi dibilang menipu."
"Baiklah akan ayah urus segera. Dan sekarang ini lebih baik sekarang kamu istirahat ditemani oleh ibu kamu kan lagi hamil jadi kamu nggak boleh banyak bergerak dan juga nggak boleh cepat lelah."
"Iya yah."
Rania masuk ke dalam kamar ditemani oleh ibunya dan kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur yang sudah menemaninya sejak dia masih kecil ibunya pun juga merebahkan diri di samping Rania dan mengusap-ngusap punggung Rania yang tidur dalam pelukannya.
"Maafkan Rania Bu Rania nggak bisa menjadi kebanggaan untuk ayah dan ibu."
"Rania sekarang memang bersalah tetapi ayah dan ibu bangga karena Rania mau bercerita jujur kepada ayah dan ibu. Ayah dan ibu pasti akan mencarikan jalan keluar untuk Rania Rania jangan khawatir ya nak, ayah dan ibu akan selalu bersama kamu dan juga dengan bayi yang ada di dalam kandunganmu. Ayah dan ibu sayang sama Rania."
"Terima kasih Bu."
Tidak berapa lama kemudian Rania pun terlelap. Ayah Rania pun sudah menghubungi kakaknya yang sekarang tinggal di luar kota.
Ayah Rania kemudian masuk ke dalam kamar dan didapatinya Rania yang sudah terlelap sedangkan istrinya masih belum memejamkan matanya. Melihat suaminya mengintip ke dalam kamar Ibu Rania pun beranjak pelan-pelan dan keluar dari kamar Rania.
"Bagaimana yah??"
"Mbak Hesti terus prihatin dengan apa yang terjadi dengan keluarga kita dan Pak haji mengizinkan kita untuk tinggal di rumahnya itu serta mengelola sawahnya. Mbak Hesti jugaa berpesan kepada kita kalau kita membutuhkan bantuannya supaya kita jangan sungkan-sungkan meminta bantuan kepada Mbak Hesti."
"Syukurlah. Tuhan masih mengirim kan orang baik untuk kita."
"Besok kita mulai berkemas ya Bu."
"Iya yah."
"Ibu tidur saja di kamar Rania temani Rania malam ini. Besok kita segera berkemas dan pindah ke rumah Mbak Hesti. Bawa saja barang-barang berharga yang benar-benar kita butuhkan di sana barang-barang milik Mbak Hesti masih ada meja kursi lemari masih ada mungkin hanya piring dan peralatan makan lainnya yang akan kita butuhkan nantinya. Kita pindah pelan-pelan saja jangan memberatkan kalian juga karena dia sedang hamil."
"Iya Yah. Ayah juga istirahat saja."
"Iya."
Ayah Rania pun kemudian masuk ke dalam kamarnya setelah agak kesulitan memejamkan mata pada akhirnya ayah Rania pun dapat memejamkan matanya.
Rania dan kedua orang tuanya bersiap pagi itu. Dia membawa beberapa barang yang dirasa penting. Di saat sedang mempersiapkan barang-barang nya Rania merasa mual. Rania segera berlari ke kamar mandi. Ayah dan ibunya segera menyusul Rania.
"Rania...kamu gak papa nak?? Rania.."
Ibu Rania mengetuk pintu kamar mandi. Lama kemudian akhirnya Rania keluar dari kamar mandi.
"Kamu gak papa nak?"
"Gak papa Bu. Ini udah biasa Rania alami setiap pagi."
"Sabar ya nak. Semua ibu hamil memang mengalami ini."
"Iya Bu. Nia sudah biasa kok."
"Kamu istirahat saja dulu. Biar ayah sama ibu saja yang beres-beres. Nanti kalau sudah jauh lebih baik baru kamu bantu lagi."
"Iya Bu. Maafkan Rania."
Rania merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya. Rania berusaha memejamkan mata walaupun terkadang dia merasa mual.
Hari menjelang sore,keluarga Rania sudah mulai menyelesaikan pekerjaan nya. Tidak banyak yang mereka bawa. Hanya yang penting-penting saja.
"Nanti sekiranya ada yang diperlukan biar ayah yang kembali ke sini buat ambil barang nya."
"Iya Yah. Maaf Rania merepotkan."
"Enggak repot nak. Rania anak kesayangan ayah dan ibu. Anak yang sudah lama ayah dan ibu harapkan."
"Maafkan Rania yang malah mengecewakan ayah dan ibu."
"Yang penting Rania mau memperbaiki diri. Sekarang lebih baik kita istirahat. Besok pagi kita berangkat pagi-pagi dari sini supaya tidak terlalu siang di jalan."
"Iya yah."
Rania malam itu tidur dengan ibu nya. Ayah nya tidur di sofa. Karena tempat tidur nya sudah di bereskan untuk dibawa ke rumah baru mereka.
Pagi-pagi ibu Rania sudah terbangun dan menyiapkan makan pagi untuk keluarganya. Dilihatnya Rania dan suami nya yang masih terlelap. Setelah semua siap, ibu Rania pun membangun kan suami dan anaknya.
Pagi itu kembali diwarnai dengan morning sick Rania. Ibu Rania menggosokkan minyak kayu putih untuk mengurangi rasa mual Rania.
"Sudah lebih baik??"
"Sudah bu. Terima kasih."
Pelan-pelan Rania menyantap makan paginya. Hari menuju siang mobil yang membantu mereka untuk pindah juga sudah siap.
"Sudah siap?? Kita berangkat sekarang??"
"Iya yah."
Rania dan kedua orang tuanya pun kemudian pergi meninggalkan rumah yang sudah selamat bertahun-tahun mereka tempati.
Selama berada di dalam perjalanan mereka sempat berhenti beberapa kali karena Rania merasa mual.
"Maafkan Nia Bu, Yah nia merasa mual sekali."
"Gak papa. Dinikmati saja. Semua ibu hamil pasti akan mengalami ini."
"Iya bu."
Menjelang sore hari mereka sudah sampai di rumah yang akan mereka tempati. Ayah Rania dan juga Ibu nya membantu menurunkan barang-barang sedangkan Rania membantu menata barang-barang di tempatnya.
"Kalau kamu merasa capek istirahat ya nak jangan dipaksakan besok bisa dikerjakan lagi kok."
"Iya Bu. Rania masih kuat kok."
Mereka pun menurunkan barang-barang dan menggantikan aktivitasnya saat hari menjelang malam.
"Sudah ini dulu aja yang lainnya kita kerjakan besok sekarang kita istirahat dulu."
"Iya Yah."
Mereka tidur bertiga di ruang tengah dengan alas seadanya. Kasur di kelas di tengah dan ditempati oleh mereka bertiga.
"Kamu nggak papa tidur di bawah kamu tidur di atas aja biar nggak ketekan perut kamu."
"Nggak papa Bu. Nia ingin tidur bersama dengan ayah dan ibu seperti ini ya waktu kecil dulu."
"Kamu ini. Padahal sebentar lagi mau jadi ibu tapi kamu masih manja aja sama ayah dan ibu."
"Nggak papa mumpung masih belum ada baby jadi Nia bisa manja-manjaan dulu sama ibu dan ayah."
Rania pun tidur sambil memeluk ibu dan ayahnya.
*********
Sementara itu di tempat lain Dion uring-uringan karena mendengar kabar Kalau Rania keluar dari sekolah. Dion pun juga mencari Rania di kosnya dan teman-teman Rania pun mengatakan kalau Rania sudah keluar dari kost nya.
"Ke mana kamu Nia kenapa kamu meninggalkan aku kemana lagi aku harus mencari kamu?? Aku nggak tahu di mana kamu tinggal."
Ponsel Dion berbunyi dan dilihat yang ada nomor asing yang masuk di teleponnya. Dion pun kemudian mengangkat panggilan itu.
"Hallo."
"Hallo. Aku Desy. Teman kost Rania."
"Ada kabar tentang Rania??"
"Aku Sudah dapat alamat tempat tinggal Rania di desa."
"Kalau begitu ayo cepat kita cari dia sekarang."
"Aku akan bersiap-siap kalau begitu kamu jemput aku sekarang."
"Oke."
Dion pun kemudian bersiap dan menuju ke kos Rania yang dulu untuk menjemput Desy teman kos Rania. Kapan pulang banyak waktu mereka segera pergi menuju ke desa tempat tinggal Rania.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih empat jam mereka akhirnya sampai di desa Rania. Setelah bertanya-tanya kepada penduduk setempat yang mereka temui mereka akhirnya bisa menemukan tempat tinggal Rania.
Lagi-lagi kekecewaan yang harus mereka dapati karena rumah tempat tinggal Tania itu sudah seperti rumah kosong yang tidak ditempati.
"Kalian sedang mencari siapa?? Kalian sedang mencari Rania ya??"
Salah seorang tetangga Rania menegur Dion dan juga Desi yang saat itu sedang berada di depan rumah Rania.
"Iya Pak di mana Rania sekarang berada??"
"Mereka baru saja pindah tadi pagi."
"Mereka pindah ke mana ya pak??"
"Bapak kurang tahu juga sih. Kesannya buru-buru. Dari informasi yang Bapak tahu dari beberapa tetangga sepertinya Rania sedang hamil karena terdengar Rania muntah-muntah beberapa kali setiap paginya."
*Dheg*
Jantung Dion berdetak lebih cepat karena dia tahu bahwa anak yang dikandung oleh Rania pasti adalah anaknya.
"Gak mungkin Rania hamil dia itu gadis baik-baik. Selama kami tinggal bersama gak pernah itu aku melihat Rania aneh-aneh keluar dengan lelaki."
"Bapak juga nggak tahu itu juga informasi yang Bapak dengar dari beberapa tetangga kok."
Bapak tua itu pun kemudian pergi meninggalkan Dion dan juga Desy.
"Jangan bilang kalau..."
"Iya...itu pasti anak ku."
*PLAK*
Desy tiba-tiba menampar pipi Dion.
"Gila kamu!!! Kamu merusak gadis baik-baik yang memiliki masa depan yang cerah. Dia gadis yang baik dan memiliki impian yang besar sekarang dia harus mengubur impiannya karena mengandung anak mu. Gila kamu!!!"
"Kami nggak sengaja melakukannya semua terjadi begitu cepat. Kalau saja dia mau meminta pertanggungjawaban kepadaku aku akan bertanggung jawab."
"Rania bukan gadis seperti itu dia akan memikirkan untung ruginya jika dia minta pertanggungjawaban dari kamu."
"Maksud kamu??"
"Bisa saja pada waktu dia meminta tanggung jawab kepada kamu kamu akan meminta kepadanya untuk menggugurkan kandungannya."
"Aku nggak akan setega itu membunuh darah daging ku sendiri."
Desy mengendikkan bahunya.
"Siapa tahu. Kita gak tahu apa yang terjadi."
"Kita kembali saja kalau begitu aku akan meminta bantuan kepada orang tuaku untuk mencari keberadaan Rania sekarang."
"Terserah."
Mereka pun kemudian akhirnya pergi dari desa tempat tinggal Rania.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!