Malam itu pingkan gadis manis berhijab pulang menuju rumahnya di sebuah apartemen sederhana yang ia beli dengan uang jerih payahnya.
Di depan pintu apartemen Pingkan terpana mendengan sesuatu yang tak pantas dia dengar dari suaminya yang berada di rumah sendirian.
"Ehm sayang pelan - pelan sakit sekali,aku nggak kuat, ahk ah ah aw." Suara rintihan kenikmatan dari seorang wanita.
"Jadi kamu mau atau tidak." Jawab suara yang familiar untuk Pingkan.
" Ahkk mau...mau..ayo..terjang." Sahut wanita dengan nada menikmati dan ingin lagi dan lagi.
Pingkan memberanikan diri membuka pintu, matanya tertuju dengan pemandangan yang menyayat hati,dimana dia melihat suami beserta adik tirinya sedang menikmati pertempuran bergairah di ruang tamu, hati Pingkan serasa tersayat kaki yang berdiri tegak serasa tak punya tulang tak mampu berdiri menopang sakitnya Luka yang dia terima. Melihat pemandangan dimana suami dan adiknya telanjang bulat berpangkuan menikmati surga dunia tepat di depan matanya, mereka menyadari Pingkan tapi hanya melanjutkan kenikmatan surganya.
"Yudha, Rachel mengapa kalian lakukan ini kepadaku,sungguh tega kalian." Teriak Pingkan dengan reflek memukul keduanya dengan tas yang dia tenteng, air matanya tak sanggup tertahankan lagi.
"Kenapa aku tak boleh melakukan ini kepadamu?" Jawab Yudha dengan santai sembari melindungi selingkuhannya dari gempuran tas Pingkan.
"kamu adalah seorang perempuan pembawa sial, aku telah salah memilih dan mencintaimu." Yudha masih menjawab dengan santainya, sembari memakai baju beserta celanya.
Pingkan yang tak tahan dengan sikap suaminya pun duduk terjatuh dengan memegang dada yang begitu sakit menerima penderitaan yang dia terima.
"Heh kakak pembawa sial, lihat wajahku,dan ingat ini pergi kemasi barang - barangmu kemudian keluar dari rumah ini, aku akan pindah menggantikanmu kesini besok." dengan angkuhnya Rachel mendekati Pingkan tanpa sehelai pakaianpun memamerkan tanda cintanya dengan Yudha di sekitar leher beserta p*y***nya. Sembari mengangkat dagu Pingkan dengan jemarinya memperlihatkan cicin permata yang di berikan Yudha persis seperti impian Pingkan .
"Rachel bagaimana bisa Yudha suamiku, suami kakamu, bagaimana bisa kamu melakukan ini di belakangku." Teriak Pingkan histeris memanggil Rachel yang meninggalkan Pingkan, menuju baju - baju yang berserakan kesana kemari di lantai, sofa hingga pakain dalam Rachel yang berada di atas foto pernikahan Pingkan dan Yudha.
"Hah, dengar Pingkan apapun yang dirimu mikili harus aku miliki." jawab Rachel membuang nafas seakan capek berbicara dengan Pingkan, sembari memakai pakain dalam di depan pingkan.
"Dengar! apalagi orang yang di cintai Yudha adalah aku bukan dirimu." Dengan wajah Banga Sari menghempaskan rambutnya dengan senyum menyeringai seakan menekankan dialah pemenangnya.
"Tidak! dia...dia...dia bilang mencintaiku selamanya tak akan meninggalkan aku." Pingkan dengan reflek berdiri berlari ke arah Rachel memegang kerah baju Rachel dengan suara yang meninggi.
"PLAKKKKK.'' Suara tamparan keras yang di terima Pingkan dari Rachel.
"Sadarlah dia tidak pernah mencintaimu, dulu dia mengejarmu hanya kamu kaya, dan bisa membantu karirnya, tapi siapa sangka kamu adalah anak haram yang statusnya lebih rendah dari pada budak." Ucap Rachel sembari mengandeng tangan Yudha yang sedari tadi hanya duduk menghisap rokok melihat kakak beradik yang dia kencani berkelahi.
"Apakah yang dia katan benar, Yudha!" Teriak Pingkan dengan amarah membara.
"Semuanya benar, aku sangat malu dan buta bisa menikah denganmu." dengan wajah masam dan senyum menyeringai seakan menghina.
"Tap ... tapi aku hamil." Jawab Pingkan memelas sembari memegang perutnya.
" Hahha, hamil! siapa yang peduli anak, dimasa depan aku akan memiliki anak sendiri dengan Rachel." Jawab Yudha sembari memeluk Rachel yang duduk disebelahnya.
" Ya Tuhan kalian sunggu tega, karma pasti ada." Pingkan berteriak sembari menangis sejadi - jadinya.
" Hahaha, dan untuk anakmu, gugurkan saja! persetan." Yudha berteriak sembari menendang perut Pingkan, dia terpental siku meja,perutnya sungguh kram luar biasa darah keluar begitu banyaknya.
"tidak!...tidak! anaku tidak anaku, ya tuhan." Pingkan berteriak histeris dengan menahan rasa sakit yang teramat luar biasa.
"Yudha kamu bahkan membunuh anakmu yang masih belum lahir, kamu akan mendapat karmanya." Dengan nada yang tak berdaya Dina masih berusaha mengungkapkan sakitnya kepada suaminya.
" Cuihhh, hah! akibatnya? Pingkan seharusnya kamu sadar apakah kamu masih pantas berbicara seperti ini padaku, kamu itu sudah seperti bangkai hidup." Yudha meludahi wajah Pingkan yang sudah tak berdaya berbaring di lantai.
"Kak, tidak usah banyak bicara, ajalmu sudah dekat, aku jamin kamu akan mati dengan cara indah, tanda tangani saja surat cerai ini." ucap Rachel sembari bangun dari sofa menuju Pingkan yang terkapar di lantai dengan menyodorkan kertas perjanjian cerai.
"Tidak! aku tidak akan menandatanginya aku akan membiarkan kalian menderita, walaupun aku mati sekalipun." Jawab Pingkan dengan tegas.
"Dasar wanita crewet, masih berfikir bisa balas dendam denganku, introspeksi dirilah dengan keadaanmu sekarang." Ucap Yudha sembari dengan kasarnya memegang tangan Pingkan memaksa tanda tangan.
" Yudha, Rachel tuhan tidak tidur kalian akan mendapat hukumanya." Jawab Pingkan tersedu - sedu setelah di paksa menandatangani surat perceraian.
"Dasar wanita l*nte! masih berani menyumpahi kita, kau tak pantas memakai hijab ini." Yudha yang emosi menendang kepala Pingkan hingga Pingkan tak sadarkan diri.
" Sayangku apa kamu senang?" ucap Yudha lembut didekat telingga selingkuhannya.
" Ah nakal, apa yang harus kita lakukan denganya?" Ucap Rachel geli dengan kelakuan kekasihnya.
"Tenang saja sayang, aku sudah punya rencana, akan aku buat dia menderita kita jual saja ke rumah perdagangan orang. bagaimana kalau kita lanjutkan saja tadi menikmati dirimu?" Ucap Yudha dengan nakalnya sembari merapa kakasihnya penuh gairah membara.
Hari berlalu Pingkan sudah berada di rumah perdagangan orang dimana orang menderita memohon belas kasih di pulangkan dan di bebaskan.
"Keluarkan aku! aku tidak gila!" Teriak Pingkan yang berada di ruangan yang kumuh.
"Plang...plang ...plang." Suara orang dari luar memukul- mukul besok sel.
"Jeh diam, memangnya kenapa jika kamu tidak gila? suamimu membayarku untuk menahanmu disini sampai membusuk." Jawab penjaga dengan kumis tebal dan rambut penuh uban serta wajah yang mesum.
"Jangan berteriak lagi, kamu akan aku lempar ke ruangan sempit dan gelap." Sahut preman dengan tahi lalat besar di sebelah hidungnya.
Di dalam ruangan sel yang lembab penuh dengan kecoak dengan hadiah kasur beserta selimut yang penuh jamur. Pingkan duduk merenung,meratapi nasibnya. Dia melihat serpihan kaca yang dia pegang rasanya dia ingin saja bunuh diri tapi dia merasa dia harus hidup dan membalas dendam bagaimanapun caranya, dia mengingat kejadian yang dia alami tidak berperikemanusiaan.
"Aku harus hidup, aku harus keluar hidup - hidup aku harus keluar untuk balas dendam kepada manusia - manusia biadap berhati iblis itu." Ucap Pingkan di dalam hati dengan menyemangati diri sendiri.
Bersambung....
Pagi menjelang siang Pingkan membuka matanya dengan kaget, di depan terlihat wajah lelaki paruh baya yang tidak asing untuknya.
"Apa kamu pikir kamu bisa hidup tenang disini!" Ucap lelaki itu tanpa basa - basi.
"Ayah." Ucap lirih Pingkan menyebut nama yang seharusnya melindunginya.
"Apa kamu sengaja memperburuk keadaan disini, setelah membuat adikmu menderita!" masih dengan nada tinggi Ayah Pingkan berbicara dengan kasarnya.
"Apa ...apa yang ku perbuat sehingga Rachel menderita, apakah ayah buta siapa yang menderita di sini?" Pinkan dengan reflek berdiri tepat di depan ayahnya, dengan memegang dadanya yang terasa sakit.
"Cukup aku tidak mau mendengar pembelaanmu, dasar anak durhaka." Ucap pak Zaenal ayah Pingkan sembari memalingkan wajahnya Engan melihat Pingkan.
"Ayah masihkah aku ini anakmu, masihkah aku kau anggap aku anak, kenapa kau perlakukan aku berbeda." Tangis Pingkan pecah mendengar ucapan ayahnya yang begitu tega.
"Cukup, aku tidak mau mendengar ucapan tidak penting darimu, Rachel akan menikah dengan Yudha! jangan membuat masalah." Pak Zaenal tetap acuh dengan Pingkan serasa orang asing.
"Apa Rachel sungguh akan menikah dengan Yudha?" Wajah Pingkan langsung berubah dia kaget dengan apa yang dia dengar sendiri langsung dari mulut ayahnya.
"Bagaimana bisa kau begitu jahat, dengan menunjukan Muka tidak senang begitu." Sahut ayah Pingkan dengan nada tinggi menegur Pingkan yang menunjukan wajah tidak senang berlinang air mata.
"Apa aku yang jahat! aku yang jahat yah?bagaimana bisa ayah berbicara seperti itu?" Pingkan tidak habis pikir dengan ucapan sang ayah yang menusuk relung hatinya yang begitu dalam.
"Masih belum berfikir apa salahmu, kamu pikir ayah tidak tau, kamu menganiaya adikmu sehingga dia terluka dan masuk rumah sakit?" ayah masih menyalahkan Pingkan tentang apa yang tidak dia tau sebenarnya.
"Aku! ayah apa kamu buta! disinilah aku korbanya lihatlah apakah aku begitu kecil. Sehingga ayah tak melihatku, jelas - jelas dia datang ke rumahku melakukan perzinahan dengan suamiku sendiri, dirumahku!" Pingkan tak habis pikir dia tidak tau harus sedih marah atau apapun itu tidak bisa terungkapkan.
"Sudahlah ayah sudah tau apa yang terjadi sebenarnya, adikmu sudah menjelaskan semuanya, dia pergi kerumahmu ingin bertemu denganmu tp di rumah kamu tidak mengerjakan kewajibanmu sebagai istri." Ayah pingsan masih membela adiknya yang telah tega menyakiti kakaknya.
"Apa membantu kewajibanku! hahaha ya dia membantu kewajibanku melayani suamiku!" Pingkan tertawa pedih mendengar ucapan Ayahnya yang begitu menyayat hatinya.
" Diam, aku lebih percaya adikmu yang polos dari pada dirimu yang seperti pel*acur." Ayah dengan tegas membantah ucapan Pingkan.
"Hahaha, apa! aku seperti pelacur dan Rachel polos, ayah dia tidur dengan suamiku, dia merebut suamiku apakah dia masih bisa kau sebut polos!" Pingkan berteriak sembari mengenggap erat dadanya yang sudah tidak sanggup lagi menahan sakitnya penghinaan yang ayahnya lakukan.
" Plak ..." Suara tamparan yang di terima Pingkan dari ayahnya.
"Diam! dan terima saja, Yudha menikahi Rachel itu menyelamatkan nama baikmu, tetangga mendengar kamu menganiaya adikmu, mereka mengetahui bahwa kamu ganguan jiwa!" Ucap ayah setelah tega menampar anak kandungnya sendiri demi membela anak tirinya
"Hahaha jika ibu masih ada ini tidak akan seperti ini." Pingkan menunjukan kepalanya seakan sudah pasrah akan keadaan.
"Heh,Plakk..., jangan membahas ibumu di depan ayahmu, dia hanya wanita kotor dan namanya saja tidak pantas di sebut." Ayah mengangkat kepala Pingkan yang tertunduk sembari memberikan tamparan yang menyakitkan yang terulang lagi.
"Merekalah yang jahat, mereka pantas mati!" dengan reflek Pingkan menjawab ayahnya, karena ibu yang dia sayang telah di hina seorang ayah yang biadab.
"Plak..." tamparanpun kembali terulang, terasa sudah biasa.
"Hahaha, aku yang jahat." Pingkan terduduk di kasur dengan tertawa pahit meratapi hidupnya air mata tanpa sadar terus mengalir.
"Kau sudah di ceraikan, kenapa kau tidak membiarkan adikmu bahagia!" teriakan wanita paruh Bayah dengan baju glamor dari luar ruangan sambil menunjuk Pingkan yang terduduk di kasur.
"Sudah...sudah dia sudah dalam kondisi seperti itu, dirimu tidak usah membuang tenaga berdebat denganya." Ayah Pingkan dari belakang menahan istri atau kita sebut ibu tiri Pingkan.
"Tapi dia menghina putri kita, aku sudah cukup baik tidak membunuhnya dengan kejam sampai mati." masih dengan nada tinggi ibu tiri Pingkan meluapkan kekesalannya.
"Membunuhnya dengan kejam, lantas apa yang akan kita manfaatkan darinya, kita tindak bisa menawarkan dia pada pernikahan bisnis dengan keluarga Pramono?" Ayah masih menenangkan istrinya, sembari menginggatkan rencana yang sudah mereka buat.
"Pingkan, ayah memberikan satu penawaran kepadamu, apakah kamu ingin keluar dari rumah perdagan ini?" Ayah berjalan menuju Pingkan dengan menawarkan dengan sebuah pertanyaan.
"Apa itu?" Pingkan menjawab dengan nada lemas tak berdaya.
"Kamu tidak mau menghabiskan sisa hidupmu di rumah perdagangan yang keji ini kan?" Ayah dengan angkuh berbicara sembari melipat tangannya kebelakang dengan muka tanpa ekspres.
"Aku tidak mau menghabiskan hidupku disini, aku harus keluar, aku arus balas dendam." ucap pingkan di dalam hati wajah kagetnya dengan mata terbuka lebar serta hatinya yang kaget tidak bisa ditutupi.
"Ayah Pingkan mohon, aku tidak mau tinggal di disini lagi, keluarkan aku dari sini!" ucap Pingkan dengan memegang kedua tangan ayahnya.
Ayah senang dengan ekspresi Pingkan karena sesuai dengan ekspektasi yang dia bayangkan.
"Baiklah, aku disini akan mengeluarkanmu." ayah menjawab dengan sigap serta raut wajah yang sumringah, serasa rencananya berjalan dengan lancar.
"Ayah terimakasih, ayah" Pingkan menggenggam erat tangan ayahnya dengan semangat.
"Ya aku akan mengeluarkanmu, aku sudah mengatur pernihan bisnis dengan adikmu tapi adikmu menolaknya, aku ingin kamu menikah dengan keluarga Pramono." Dengan muka tanpa bersalah ayah Pingkan menjelaskan panjang lebar.
"Keluarga Pramono itu berkuasa, putranya sangat tampan dia akan menjadi penerus tunggal." Ayah semakin bersemangat bercerita tanpa memikirkan Pingkan.
"Akan mendatangkan kebahagiaanmu jika kamu masuk ke keluarganya." Ucap ayah semakin bersemangat dengan membuka lebar tangannya wajahnya yang serakah terlihat jelas.
"Ternyata kalian ingin mengambil keuntungan dariku." Pingkan tanpa sadar melepaskan tangannya dari genggaman ayahnya.
"Kalau ini kesempatan yang bagus kenapa kau tidak menikahkan dengan adik saja?." Ucap Pingkan mengangkat bahunya dengan nada mengejek.
"Cplak..." Suara tamparan yang di ayunkan ibu tiri Pingkan.
"Jaga ucapanmu, seharusnya kamu bersyukur, ini yang terbaik untukmu! lagian kamu juga tidak akan hidup lama lagi!" Ucap ibu tiri Pingkan setelah menampar Pingkan.
"Hahaha, baiklah jika aku tidak setuju aku tidak akan keluar dari rumah perdagangan ini kan?" Pingkan pasrah menerima keadaan dengan tawa pahitnya.
"Ini pilihan terbaikku, aku harus pergi dari tempat jajanan ini, dari pada aku menjadi mayat disini. Aku harus keluar kemudian balas dendam!" Ucap Pingkan dalam hati.
bersambung ....
Tibalah di mana hari pernikahan disiapkan.
Gadis malang itu melamun di dalam mobil yang sedang berjalan. Dengan balutan gaun pernikahan indah, berwarna putih, senada dengan jilbab yang ia kenakan melambangkan kesucian sebuah cinta.
Di depan masjid Pingkan menuruni mobil sedan bergaya klasik dengan anggun, membawa sarung tangan putih nan indah yang membalut tangannya.
"Hari ini aku menikah yang kedua kalinya, tidak ada saudara, teman baik, tidak ada perpisahan dengan orang tua. Bahkan tidak ada cinta." Ucap Pingkan di dalam hati meratapi nasib yang dia alami.
Setelah pernikahan ijab kabul. Dimana Pingkan tidak di perkenankan melihat sang suami, karena sebuah peraturan dimana sebagian syariat Islam di terapkan atau hanya sebuah rencana terselubung dari sebuah rencana, Pingkan berada di sebuah kamar pengantin tanpa pernak - pernik layaknya kamar pengantin.
"Ah aku lapar." Ucap Pingkan yang duduk di kasur masih dengan balutan baju pengantin kumplit dengan hijabnya.
"Aku akan pergi mencari makanan dulu." Pingkan bergegas keluar kamar mencari makanan.
"Ah aku dengar nyonya muda sangat cantik dia juga berhijab." Suara lirih pelayan yang membicarakan Pingkan.
"Iya dia sangat cantik, tapi sayang dia akan segera mati. Karna sebuah kutukan yang sudah tertanam di keluarga Pramono ini" Jawab pelayan yang satunya.
"A...a...apa, aku akan segera mati." Pingkan kaget bukan kepalang mendengar pembicaraan dia pelayan muda yang di temuinya.
"Hati- hati nyonya muda bisa dengar!" Pelayan berambut pendek menutup mulut pelayan berambut panjang menggunakan tangannya.
"Bagaimana mungkin nyonya di kamarnya, dia tidak mungkin dengar, kutukan itu hanya berlaku untuk istri pertama saja!" Pelayan berambut panjang membuang tangan pelayan berambut pendek yang menutupi mulutnya.
"Iya ya ini bukan rahasia besar lagi, semua sudah tahu. Kita tinggal di daerah Jawa masih kental dengan namanya kutukan santet dan ilmu sihir" pelayan berambut pendek membenarkan ucapan pelayan berambut panjang.
"Nyonya muda seorang janda, bukanya ayah nyonya muda mengorbankan Nyonya muda, sebagai pengorbanan tanda tangan bisnisnya?" Ucap pelayan berambut pendek memelas melihat nasib Pingkan.
"Iya jika bukan karena fakta nyonya muda pertama akan mendapat kutukan meninggal muda dengan cara mengenaskan, tuan muda kita pasti sudah menikah dengan nona Siva." Ocehan para pelayan masih berlanjut dengan asiknya.
"Hais tuan sungguh romantis di barengi dengan keji, dia mencari tumbal untuk menikahi nona Siva." para pelayan mengobrol dengan adik tanpa tau Pingkan mendengarkannya di balik tembok lorong.
"Jadi aku hanyalah TUMBAL!" Pingkan Schok berat mendengar ocehan dua pelayan muda itu, Pingkan memegang erat kedua kepalanya.
Pingkan kembali ke kamar dengan wajah dan tatapan kosong, rasa laparnya pun hilang sirna tanpa jejak.
"Hah jadi aku hanya di manfaatkan sebagai tumbal?" Pingkan menangis di pojokan dengan menekuk kaki serta kepalanya meratapi hidupnya.
"Ayahku sendiri bahkan menginginkanku mati." Ucapa Pingkan di dalam hati serasa ingin menyerah tetapi dia terbayang penghianatan suami ayah, adik tirinya beserta ibu tirinya dia bangkit dari duduknya.
"Tidak aku harus tetap hidup untuk membalas dendam." Ucap Pingkan menyemangati dirinya sendiri.
Di lantai bawah.
"Tuan muda nyonya muda ada di atas." Ucap salah satu pelayan menyambut tuanya.
"Ah dia datang." Pingkan dengan segera menghapus air matanya dengan kedua tangannya, kemudian kembali duduk di kasur seperti pertama kali dia masuk kamar.
"Jika kamu lapar, turunlah untuk makan." suara berat laki - laki tampan membuka pintu kamar dia Gizo Pramono, suami Pingkan.
"Kamu bisa menggunakan keperluan sehari-hari di rumah ini." suara yang acuh tanpa melihat Pingkan.
"Tapi beberapa barang jangan kau sentuh." Suara yang tadinya acuh dan datar berubah menjadi tinggi.
"Barang apa yang tidak boleh kusentuh." Jawab Pingkan dengan tertawa pahit.
"Apakah karena jika aku mati barang yang aku sentuh akan membawa sial." Senyum yang pahitpun berubah menjadi tangis yang menyakitkan.
"Bukan itu maksudku." Ucap Gizo dengan muda dan nada bersalah.
"Tidak apa - apa, jangan menghiburku, yang terpenting aku akan segera mati kan." Ucap Pingkan dengan tegar.
"Apa yang sebenarnya kamu ketahui." Gizo memasang wajah marah dan tatapan tajam kepada Pingkan.
"Aku ingin bercerai." Ucap Pingkan mengabaikan pertanyaan Gizo.
"Apa kamu bilang, katakan lagi." Ucap Gizo kesal menghampiri Pingkan dengan menunjukan kepalanya sangat dekat dengan Pingkan, membuat Pingkan tidak nyaman walaupun mereka sudah menikah.
"Engg..." Pingkan menjauh kebelang menghindari Gizo.
"Aku ingin bercerai!!!!!." Dengan sekuat tenaga Pingkan berteriak memberanikan diri.
"Apa kamu punya tempat pergi setelah bercerai?" tanya Gizo dengan mengerutkan kedua alisnya.
"Ah benar aku tidak punya tempat tinggal, maupun teman, selama ini aku hanya menuruti dan patuh kepada suami." Ucap Pingkan di dalam hati.
"Nah itulah sebabnya kamu harus menjalankan peranmu." Ucap Gizo sembari meninggalkan Pingkan dengan muka masamnya.
"Hahaha, Setidaknya kamu benar, jika aku di sini aku akan mati dengan keadaan baik." Pingkan menjawab dengan tertawa pahit menghibur diri.
" Kenapa aku sedikit kasihan dengan perempuan itu." Ucap Gizo dalam hati melihat Pingkan dalam kepalsuan.
"Baiklah tuan muda anda akan masuk kekamar atau mau pergi, aku ingin berganti baju sebelum mati, mohon tutup pintunya." Ucap Pingkan dengan nada di buat - buat menutupi kesedihannya.
"Ah aku akan mengambil barangku dulu." Gizo kembali kekamar dengan menutup pintu.
"Asihh, jilbab ini sungguh sulit,aku akan melepaskan gaunku dulu." Ucap Pingkan tanpa memperhatikan Gizo karena Pingkan tidak sadar masih ada Gizo didalam.
"Aku bantu." Gizo tanpa basa basi langsung membantu Pingkan.
"sreeekkkk..." Resreting gaun Pingkan terbuka tanpa persetujuan Pingkan.
"ahh.." Gizo dengan mulut mengangga melihat punggung Pingkan penuh dengan lebam dan bekas luka.
"Apakah kamu sudah cukup melihatnya tuan." Ucap Pingkan dengan ramah menyindir Gizo yang memandanginya tanpa berkedip.
"Ah baiklah, kamu istirahat aku akan keluar." Gizo dengan wajah memerah keluar dari kamar.
"Ah sudah punya suami malam pertama masih menderita seperti ini, tidak ada bantuan melepaskan hijabku." Keluh Pingkan dengan nasibnya.
"Ahkk... nikmatnya." Setelah beberapa saat kemudian Pingkan mengenakan dres tidur masih lengkap dengan hijab sederhanya, menjatuhkan diri di kasur yang empuk.
"Tok ...tok...tok." Suara orang mengetuk pintu.
" Siapa itu?." Ucap Pingkan dengan reflek duduk kembali di atas kasur.
"Nyonya muda tuan Muda memerintahkan membawakan makanan untuk anda." Ucap pelayan di luar pintu dengan satu set makanan lengkap.
"Masuklah." Pingkan membukakan pintu kamarnya mempersilahkan pelayan masuk
"Nyonya?" Pelayan meletakan makanan di atas meja. Setelahnya akan mempersilahkan Pingkan makan tapi pelayan itu malah terkejut, melihat Pingkan meneteskan air matanya.
"Nyonya ,ada apa?" Tanya pelayan yang kebingungan.
"Tidak ada apa - apa kamu boleh pergi." Ucap Pingkan sembari menyeka air matanya dengan kedua tangannya.
"Baik nyonya, permisi." Pelayan dengan muka bingungnya pamit undur diri.
"Ini adalah pertama kalinya ada orang yang peduli padaku tanpa aku minta." Ucap Pingkan di dalam hati menangis terharu.
Gadis malang itu teringat kehidupan masalalunya, dengan mantan suami.
Jam menunjukan Pukul 09.00 dirumah. Pingkan dengan mantan suaminya.
"Lihat apa yang kamu siapkan untuk suamimu!" Teriakan Yudha di tengah malam.
"Siapa yang akan makan, sayur bening jam segini." Ucap Yudha marah dengan Pingkan karena makan malamnya tidak sesuai ekspektasi Yudha.
"Maafkan aku, aku lihat kamu lelah, aku ingin memberimu sup." Ucap Pingkan sambil menangis.
Dimasa lalu Yudha tidak pernah peduli dengan Pingkan walaupun hanya sebuah makanan kecil pun, tapi Pingkan sangat berbakti dengan Yudha suaminya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!