NovelToon NovelToon

Jodohku Regantara

Bab 01

Bell tanda selesainya kegiatan belajar mengajar telah berbunyi. Kaira pun pamit kepada semua muridnya dan segera keluar dari ruangan. Kaira melangkah menuju ruang guru untuk berkemas dan segera pulang.

"Mau pulang bareng Bu Kaira?" tanya Pak Dito, Guru bahasa Inggris yang telah lama mengincar Kaira. Guru cantik termuda di MAN 1 Wijaya, gadis berumur 26 tahun yang kini menjadi guru Fisika.

Kaira sedikit menganggukkan kepala dan tersenyum tipis dengan menjaga pandangan. "Maaf Pak Dito, saya bawa motor sendiri. Permisi saya duluan Pak."

"Oh iya Bu, lain kali jika sedang malas membawa kendaraan panggil saya saja Bu. Saya bawa mobil kok. Jadi aman."

"Makasih Pak Dito, saya duluan." Kaira segera melangkah cepat menuju parkiran, kesal rasanya di saat dirinya di dekati pria tetapi Sita temannya justru memberi peluang.

"Ikh kamu tuh main tinggal aja, sengaja banget. Jangan bikin aku jadi bahan ghibah guru lain donk apa lagi murid-murid pada jodohin aku sama Pak Dito!" sewot Kaira dengan nada rendah agar tak ada yang mendengar.

"Ck, kamu tuh harus buka peluang buat dia. Kasihan dia mendem cinta sama kamu sudah bertahun-tahun lamanya. Lagian nggak capek apa menjomblo. Lihat aku! badan aku berisi kan setelah menikah? Karena bahagianya itu dunia akhirat, bikin subur makmur, sejahtera, sentosa."

"Emang kamu udah pernah nyampe akhirat?" celetuk Kaira segera menaiki motornya. "Nikah itu sekali seumur hidup, aku nggak mau ketipu sama bujuk rayu. Lagian jomblo juga bahagia kok."

"Terserah kamu lah, aku cuma mau ngingetin aja kalo punya suami tuh enak. Enak di ranjang dan enak di goyang," lirih Sita kemudian melajukan motornya dengan cepat keburu mendapat amukan dari Kaira.

"Sita!" geram Kaira, dia segera menutup helm dan melaju pulang kerumah.

Jika membahas pernikahan selalu membuat Kaira kesal karena, ia berpikir semua seperti mengejarnya untuk segera menikah sedangkan ia calon saja tidak punya. Banyak yang mendekat tetapi saat di ajak ta'aruf Kaira selalu menolak dengan halus. Ntah mengapa Kaira merasa belum ada yang cocok. Alhasil sampai saudara kembarnya sudah memiliki dua anak, Kaira satu saja belum punya.

Kaira santai, namun Bundanya terus saja mempertanyakan hingga dia bosan. "Menikah kok kayak di kejar deadline. Aish..." Gadis itu segera masuk ke dalam kos-kosan.

Kaira memilih untuk tinggal di Jogja semenjak sang Bunda memintanya untuk segara menikah. Bagi Bunda akan sangat lega jika anak perempuannya cepat di halalkan karena adiknya sudah ta'aruf hampir 2 tahun dan akan di sah kan tahun depan. Itu semua juga karena menunggu Kaira yang tak kunjung menikah. Jadi Haidar harus ta'aruf begitu lama.

"Assalamualaikum Bunda..."

"Wa'allaikumsalam sayang, liburan semester pulang kan nak? Bunda kangen loh."

"Pulang dong bunda masa nggak, Bunda sehat?"

"Alhamdulillah sayang, semua sehat. Gimana, sudah kelihatan hilalnya?"

"Lebaran masih lama Bunda, lagian kenapa tanyanya sama Kaira. Kan ada ahlinya."

"Bukan itu Kaira, kamu itu loh. Sudah ada tanda-tanda belum?"

"Buat aja belum, lagian sudah punya cucu dua masih aja kurang sich Bunda."

"Astaghfirullah...Bukan itu Kaira, sudah ada tanda-tanda jodoh mendekat belum? kamu ini jangan kayak Daddy kamu dech, doyan banget ngedagel. Lucu nggak bikin pusing iya."

Wajah Kaira kembali bete, sebenarnya ia sudah menduga arah pembicaraan Bundanya kemana, namun jengah karena setiap kali telpon pasti berujung mempertanyakan jodoh, jodoh, dan jodoh.

Setelah menutup telpon dari Bundanya kini Kaira merapikan kamarnya sebelum makan dan beristirahat. Hari-harinya hanya tak ada yang berbeda. Sejak ia menginjakkan kaki di Jogja dan memilih untuk mengajar di sana, Kaira sudah terbiasa mandiri dan apa-apa sendiri.

Kegiatan yang hanya itu-itu saja dan tak ada yang berbeda. Pulang mengajar bebenah, makan, rebahan, jarang main keluar dan bergaul dengan teman-temannya karena mereka sudah sibuk dengan keluarganya masing-masing.

Pagi ini seperti biasa Kaira akan berangkat ke sekolah dengan motor kesayangan, berangkat dengan semangat karena hari ini terakhir mengajar.

Setelah tes semester satu sekolah libur dua minggu, lumayan untuknya pulang ke Jakarta dan melepas rindu dengan keluarga. Bunda pun sudah menunggu tetapi Kaira belum memberitahu hari apa akan pulang karena ingin memberi kejutan.

"Bu Kaira libur nanti apa sudah ada rencana? di masjid agung ada acara penutupan pengajian. Ada banyak anak yatim dan Tahfiz cilik. Jika berkenan bisa ikut serta Bu dan ada saya juga nanti."

"Iya makasih atas infonya Pak Dito, tapi saya sepertinya ingin menengok keluarga di jakarta. Kangen masakan Bunda juga."

Pak Dito lagi-lagi gagal, dia yang belum ada keberanian untuk melamar sedang berusaha untuk mendekat tetapi sepertinya sulit berhubung Kaira yang selalu menjaga jarak. Kini ia hanya bisa tersenyum masam memandang sekilas wajah Kaira dan kembali membereskan buku-bukunya.

Sampai di kosan Kaira segera mengemas pakaian ingin pulang ke Jakarta. Senang rasanya meskipun nanti akan di teror oleh bunda tetapi tak mengapa karena rasa rindu sudah menggunung dan ingin cepat bermain dengan dua ponakannya yang lucu-lucu.

Dengan menaiki pesawat Kaira sampai tepat bada isya, dia memutuskan untuk memesan taksi online dari bandara menuju kediaman keluarga Wijaya. Turun dari taksi dan segera masuk ke dalam rumah dengan hati senang.

"Assalamualaikum Ayah,Bunda," seru Kaira dengan menggeret koper miliknya kemudian segera melepas gagang koper dan berlari memeluk Bunda yang diam mematung di ruang keluarga.

"Wa'allaikumsalam....."

"Eh kok yang jawab salam banyak," Kaira segera merenggangkan pelukannya dan menatap satu persatu orang yang ada di sana hingga pandangannya kembali Kaira alihkan karena tak sengaja bertemu pandang dengan pria masa kecilnya.

Setelah mencium tangan kedua orangtuanya, kini Kaira mencium tangan Mamah Ceri dan memeluk beliau.

"Bagaimana kabarnya sayang? sudah lama tidak pulang, Mamah kangen loh!"

"Iya Mah, kan nunggu libur dulu. Daddy masih so sweet sampai sekarang Mah?" bisiknya namun mendapat jeweran dari Daddy Tio hingga ia mundur ke belakang.

"Jangan suka kepo-kepo, dasar anak nakal!"

Kaira meringis kesakitan dan mundur perlahan kemudian memeluk Ayahnya.

Kini semua kembali duduk, Kaira masih bingung dengan suasana yang mendadak serius. Apa lagi dia tak nyaman melihat pria yang duduk di samping Mamah Ceri. Hingga Daddy Tio menjelaskan tujuannya berkunjung.

"Seperti yang sudah di bahas tadi, kami kesini bukan hanya untuk bersilaturahmi tetapi dengan tujuan melancarkan niat baik Regan pada Kaira."

deg

Kaira yang sejak tadi menunduk segara mengangkat kepalanya, menatap Daddy Tio sekilas kemudian melihat ke arah sang Ayah. Namun tak mendapat jawaban apapun dari beliau hingga Kaira terkejut setelah mendengar niat Daddy serta keluarganya datang ke rumah.

"Regan berencana ingin mengkhitbah dan menghalalkan Kaira secepatnya."

Bab 02

Pagi ini Regan pulang dari perjalanan bisnis dengan kota terakhir adalah Jogja. Namun saat ini dia nampak begitu gelisah. Setelah tak sengaja melihat seorang gadis yang sejak dulu mengisi ruang di hatinya tampak mengobrol dengan seorang pria yang memakai seragam serupa saat ia membelikan oleh-oleh pesanan Rayya yang berada di depan Madrasah.

Sudah lama Regan memendam rasa, mencintai dalam diam dan menyisipkan namanya di setiap doa. Sudah lama mereka tak bertemu, hanya datang saat acara tertentu dan setelahnya selalu menjauh. Itupun saat masa kecil, setelah remaja keduanya terpisah karena Regan yang tidak satu sekolah. Namun tidak membuat Regan lupa.

Keesokan harinya

"Ada apa Nak? Kenapa tidak istirahat dulu? Apakah ini penting sampai kamu meminta kami untuk berkumpul?" Ceri memperhatikan wajah gelisah putranya, entah mengapa dia mendadak khawatir. Sedangkan Tio sejak tadi masih diam memperhatikan dengan terus merangkul pundak istrinya.

"Aku ingin mengajak Mamah dan Papah ke rumah keluarga Om Dimas." Regan berhati-hati berucap, apa lagi melihat wajah sang Papah yang berubah.

"Pah, please aku serius loh! Jangan meledek gitu mukanya. Biasa aja!"

"Oke-oke lanjutkan!" ucap Tio dengan mengulum senyum. Nampaknya sang Papah sudah tau arah pembicaraan dan niat dari putranya karena Tio sudah memperhatikan sejak dulu. Bagaimana sikap Regan yang berbeda pada salah satu putri keluarga Wijaya.

"Ehemmm....aku ingin mengkhitbah Kaira Mah Pah."

Regan menghela nafas lega setelah mampu mengucapkan isi hatinya pada kedua orangtuanya. Tapi sungguh kesal dirinya saat wajah sang Papah seperti meledek dan mencoba meyakinkan kembali.

"Kamu yakin putri kodok mu itu mau? si pink pig itu menerima? gadis kecil yang selalu kamu bilang bar-bar itu bersedia?"

Wajah Regan mendadak memerah. Regan kembali mengingat akan tingkahnya dulu, tetapi itu dia lakukan karena dia sayang dan Kaira itu berbeda. Tanpa dia tau, tingkah konyolnya membuat salah paham.

"Mas, jangan di patahkan begitu! Alhamdulillah akhirnya Regan ada niat baik, malah aku tuh khawatir karena dia terlalu sibuk sampai nggak kenal waktu hingga menikah dengan pekerjaannya yang menggunung. Kalo gini kan aku akan nambah anak perempuan lagi Mas." Ceri begitu lega dan semangat, bahkan dia tak ingin menunda dan ingin segera menelpon Sella untuk acara malam nanti.

"Iya sayang, aku hanya mengingatkan saja karena kamu tidak tau betapa isengnya putramu itu. Beruntung nggak jadi kadal buntung."

"Pah! tingkahku tertular darimu jika Papah lupa!" Regan menarik nafas berat kemudian segera masuk kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tio hanya menggelengkan kepala dan sadar jika yang di katakan oleh Regan ada benarnya.

...🍃🍃🍃...

"Kakak," rengek Kaira saat Naira datang setelah mendapat panggilan dari sang Bunda yang memintanya untuk membujuk Kaira dan menenangkannya.

"Ikhlas lah! jodoh sudah di depan mata. Bukannya kamu bilang sudah pasrah dan menerima siapapun yang datang menemui Ayah? Terus kenapa lagi? Kalo kata orang tua tuh bumali kalo sampe di tolak! Ck udah sich, bukannya Regan itu tampan, mapan dan Sholeh?"

Kaira menarik nafas dalam hingga dadanya nampak mengembang, "Kenapa harus dia?"

"Memang kenapa?" tanya Naira heran, melihat Kaira yang nampak pusing sendiri padahal acara lamaran akan terselenggara seminggu lagi dan itu sudah di angguki oleh adiknya. Kenapa mendadak plin-plan.

"Astaghfirullah kak, bagaimana mungkin aku menerima pria yang menyamakan wajahku dengan babi?" Kaira segera membuka isi lemarinya, dia mengeluarkan boneka babi, keropi dan tweety.

"Lihat ini kak! semua Regan bilang mirip aku karena, aku selucu boneka ini. Sedangkan ia memberi hadiah pada Kakak boneka yang berbeda, yang lucu dan imut-imut. Terus kenapa hari ini mendadak ingin melamar? Apa dia habis bertemu dengan raja kodok dan di nobatkan menjadi pangeran kodok lalu ingin menikahi ku?"

"Ya Allah...Ini konsepnya gimana sich? Kenapa begini garis jodohku? Yang lain lurus aku berliku liku seperti benang kusut." Kaira hampir ingin menangis, tetapi Kaira sadar jika dia salah kerena telah bersuudzon dengan yang Maha Kuasa.

Hubungan keduanya memang renggang setelah kejadian boneka terakhir yang Regan berikan. Kaira tidak mau terlalu dekat bahkan seperti tidak kenal dan malas menyapa, hingga remaja mereka terpisah karena jurusan yang berbeda hingga hari ini baru di pertemukan setelah kesibukan yang menyita.

Kini Regan langsung ingin melamar dan menghalalkan hubungan, tanpa berlama-lama ta'aruf bahkan setelah tiga hari melamar keduanya segera menuju pelaminan. Secepat itu dan itu semua adalah kemauan seorang Regantara.

"Sekarang lebih baik kamu ambil wudhu dan sholat, minta ketenangan dan keyakinan hati kamu. Aku mau pulang dulu, kasian bocil lagi sama Papahnya. Takut mas Wawan kerepotan."

Kaira menganggukkan kepala dan mengantar Naira sampai depan kamar, "salam buat duo bocil ya mbak, besok ajak kesini aku mau main sama mereka."

"Ssiiiiip!"

"Assalamualaikum..."

"Wa'allaikumsalam.." Kaira menghela nafas berat, dia segera menutup pintu dan masuk ke kamar mandi. Benar kata Naira, di saat hati gundah harusnya dia membentangkan sajadah bukan malah berkeluh kesah. Dia memang sudah menjawab dan menyetujui karena tak enak hati dan berharap setelah ini Allah memberi kemantapan hati.

Selesai memanjatkan doa dan harap kini Kaira naik ke ranjang dan menatap ketiga boneka pemberian Regan. Sudah tak sekesal tadi tetapi masih tidak menyangka Regan datang dan berniat ingin melamar.

"Hay pig, keropi dan tweety, apa aku seimut kalian? tuanmu sebentar lagi akan bertemu dengan kalian semua, apa kalian senang?" Kaira memeluk ketiganya dan tanpa menunggu lama dia tertidur pulas. Setiap pulang ke Jakarta Kaira tidak pernah absen membawa ketiga bonekanya tidur bersama. Kaira suka dengan ketiga boneka itu, hanya ketika mengingat ucapan Regan dia masih geregetan.

Setelah sholat subuh Kaira kembali merebahkan tubuhnya karena, masih sangat mengantuk, namun notifikasi pesan masuk membuatnya kembali terbangun.

..."Assalamualaikum...Mamah nanti datang dan membawakan sesuatu untuk kamu, pakai untuk acara kita nanti ya! -Calon imammu-...

Melihat si pengirim menamai dirinya dengan nama calon imam, bayangan akan Regan semalam kembali terngiang. Ntah mengapa hatinya mendadak aneh dan segera meletakkan kembali ponselnya di atas nakas lalu memilih tidur kembali.

"Sayang, kamu mau mengadakan lamaran dimana? tadi Daddy kamu menanyakan. Katanya Regan memasrahkan semua sama kamu." Kini Kaira sedang menikmati sarapan yang terlambat, bahkan Ayahnya saja sudah berangkat, dan pertanyaan Bunda membuatnya menghentikan kunyahan sejenak, namun setelahnya segera menghabiskan makanannya dengan cepat.

"Bun, Kaira gimana Bunda saja dan ajak Mamah Ceri untuk berembuk sekalian. Hari ini Kaira pamit mau ke rumah kak Naira, kangen sama Nana dan Nunu." Kaira segera naik ke atas dan mengambil tas di kamar kemudian pamit dengan Bunda.

Bab 03

Sampai di rumah Naira, Kaira segera berlari masuk. Tidak lupa Kaira mengucap salam dan segera mencari keberadaan kedua ponakannya. Rumah tampak sepi tetapi suara kedua ponakannya terdengar samar di lantai atas. Kaira menaiki tangga, dia segera masuk ke kamar ponakannya, tetapi Kaira tidak menemukan dua bocil kesayangan. Kaira melanjutkan pencariannya dengan masuk ke dalam kamar Naira tetapi tanpa di duga sambutan panas dia dapatkan.

"Astaghfirullah...."

BRAK

Kaira menutup kembali pintu kamar kakaknya, jantungnya jedag jedug tak karuan. Apa yang dia lihat tadi sungguh membuat otaknya mendadak spaneng. Pantas bilang tak bisa ke rumah Bunda, ternyata keduanya sedang adu mulut.

"Kaira!" pekik Naira saat melihat adiknya yang terduduk lemas di lantai. Mendengar suara kakaknya, Kaira segera mendongakkan kepala. Kaira menatap Naira dan Wawan secara bergantian.

"Kalian, kalo mau adu mulut si Nana sama Nunu jangan dikekepin di kamar! Untung duo bocil masih pada cilik! Dan sekarang otak aku yang terkontaminasi karena kalian!" Kaira menghela nafas berat dan segera beranjak dari lantai.

"Maaf, tapi anggap itu contoh. Sebentar lagi kan kamu juga bakal begitu," jawab Naira asal, automatis mendapat tatapan tajam dari Kaira.

"Begitu apa?" sahut Kaira.

"Jangan sok polos Bu Guru!" sahut Wawan yang sejak tadi diam dan kini tak tahan ikut meledek adik iparnya. Padahal keduanya malu karena tertangkap basah sedang bercumbu tetapi setelah melihat ekspresi Kaira seperti kena mental jadi hilang rasa itu. Di usia Kaira yang sudah dewasa harusnya tidak syok seperti itu tetapi ntah mengapa Kaira seperti habis melihat hantu.

"Tidak begitu Bapak Wawan yang terhormat, Anda lupa sebagai guru itu di gugu dan di tiru. Bukan malah nyosor aja di depan bocil, dan aku, aku memang tidak tau. Kalian jangan membuatku ingin tau!" ucapnya asal, lalu segera turun menuju dapur untuk mencari minum.

Wawan itu satu profesi dengan Naira dan Kaira yang juga guru dan ketiganya dulu dalam satu sekolah yang sama, jadi Kaira sudah akrab pada kakak iparnya namun tetap dalam batasan karena, kata Pak ustadz ipar itu kematian, bukan muhrim jadi tidak boleh berlebihan.

"Kamu sich Mas, repot kan jadinya ketauan sama Kaira. Sana berangkat! udah siang keburu jam kamu mengajar di mulai."

"Iya sayang, habis kalo udah datang maunya nggak bisa di tahan. Syana dan Nusya ajak kebawah dulu aja, kasian dari tadi main sendirian dia karpet. Aku mau siap-siap dulu."

"Iya Mas," jawab Naira.

Naira membawa kedua anak kembarnya turun ke bawah menyusul Aunty Kaira yang sedang menikmati jus mangga buatan Bibi. Melihat kedua ponakannya yang lucu turun, Kaira segera meletakkan gelas dan beralih mendekati keduanya.

"Nana Nunu Aunty kangen loh, kalian abis main sendiri ya tadi. Kasian sayangnya Aunty." Dengan gemas Kaira mencium keduanya dan merebut dari gendongan Mamahnya.

"Hati-hati! mereka bukan boneka jangan main tarik aja!" ucap Naira mengingatkan. Kaira memang sesayang itu dengan anak-anak, apa lagi kedua ponakannya yang baru umur dua tahun, sangat menggemaskan dan sedang pintar-pintarnya.

"Apa sich Mamah, Nana dan Nunu kan kangen aunty. Ya sayang?" ucap Kaira menirukan suara anak kecil membuat Naira hanya bisa menggelengkan kepala.

Naira segera mengantar suaminya menuju halaman saat Wawan ingin berangkat, sempat pamit pada Kaira kemudian segera berangkat mengajar.

"Kamu kok malah main? kan sebentar lagi mau dilamar dan menikah. Apa nggak di pingit sama Bunda?" tanya Naira yang sedang kembali bergabung dengan adik dan kedua anaknya.

"Memang harus banget? Bunda juga mengijinkan kok, atau Kakak merasa terganggu ya karena kedatanganku?" Kaira mengulum senyum menatap Naira, menaik turunkan alisnya yang membuat wajah Naira merona. Waktunya gantian meledek sang kakak, tadi dia di buat sesak nafas dan sekarang gantian kakaknya di buat mati gaya.

"Apa sich kamu, aku mau ke dapur dulu, jaga anak-anak jangan sampe lolos!" Naira segera kabur sedangkan Kaira tertawa melihat kakaknya yang pergi begitu saja.

Hampir sore Kaira baru pulang dari rumah Naira, setelah memastikan kedua ponakannya tertidur Kaira pun segera pamit pulang. Kaira teringat akan pesan Bunda jika tidak boleh pulang terlalu sore.

"Aku pulang ya kak, Bunda sudah kirim pesan. Bentar lagi Mamah Ceri datang." Kaira menghela nafas berat dan segara melangkah menuju garasi di antar oleh Naira.

"Sudah mantap?" tanya Naira yang sedikit khawatir setelah melihat Kaira seperti masih berat menjalani.

"Insyaallah kak, doakan saja yang terbaik. Tapi berasa mimpi aku tuh. Dia seserius itukah?" Kaira masih ragu pada Regan, hatinya juga masih ada rasa sedikit kesal. Melihat sikap Regan kepadanya sangatlah mustahil berujung menjadi istri.

"Jika tidak serius mana mungkin melamar kamu, jalani saja biar cinta mencari arah jalannya sendiri." Kaira pun segara pamit dan setelah 30 menit perjalanan, kini dia sudah sampai dan segera memarkirkan motornya dengan benar.

"Assalamualaikum Bunda..."

"Wa'allaikumsalam sayang, sudah momongnya?" tanya Bunda yang sedang menyiapkan makanan dan kue yang sudah selesai di masak. Kaira pun mendekat dan duduk memperhatikan Bunda.

"Nana dan Nunu makin lucu, pengen bawa pulang nanti kak Naira ngamuk." Kaira mengisi gelas dengan air putih lalu meminumnya.

"Nanti juga kamu punya sendiri," jawab Bunda dengan melirik anaknya sekilas.

Uhuuuk uhuuuk uhuuuk

"Astaghfirullah Bunda... uhuuuk...Bunda ini bicara apa?" Kaira mendadak gugup dan segera meninggalkan Bundanya yang tersenyum bahagia. Ya, Sella sangat bahagia karena doanya terkabul dan Kaira sebentar lagi akan menikah.

Kaira kembali turun setelah mandi dan menunaikan kewajiban, di bawah sudah ada mamah Ceri yang baru sampai dan duduk bersama Bunda di ruang tamu. Kaira pun menyalami dan ikut nimbrung setelah membuatkan minum.

" Sayang, kata Bunda untuk acara nanti kamu menyerahkan semuanya pada kami, betul Nak?" tanya Ceri memastikan, sedangkan putranya berpesan jika apapun yang Kaira inginkan sebisa mungkin di kabulkan. Tetapi jika kaira tidak ada pilihan alhasil sebagai orang tua harus turun tangan.

"Iya Mah, gimana Bunda dan Mamah saja."

Mamah Ceri mengangguk paham dan segera memberikan kotak pink pada Kaira.

"Ini ada titipan dari Regan Sayang, semoga kamu suka." Kaira pun segera menerima, dia mengintip sedikit isinya kemudian menutup kembali dengan rapat.

"Kenapa sayang? kok merah gitu mukanya?"

Kaira mendongak lalu meringis menatap Bundanya, dia tidak menjawab dan kembali menundukkan kepala dengan perasan yang entah. Setelahnya Kaira hanya menyimak kedua ibu sedang membicarakan tentang acaranya nanti. Tanpa beliau tau hati Kaira mendadak resah dan hanya diam memainkan jemari, hingga suara pria yang membuatnya gelisah akhir-akhir ini menggema mengucap salam. Kaira menatapnya sekilas kemudian kembali menunduk dengan membalas salam.

"Regan sudah datang nak, apa sudah mau jemput mamah?" tanya Bunda ramah.

"Kalo boleh jemput calon istri sekalian juga nggak apa-apa Bunda." Mendengar itu Kaira semakin menundukkan kepala dengan perasaan entah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!