"Jasmine ayo bangun sudah pagi... " teriak ibu ku dari luar kamar.
huufftt
ibuku selalu saja begitu, setiap pagi selalu menyuruh ku untuk bangun pagi pagi buta.
aku yang masih bergelung dengan selimut pun segera menyibaknya dan lalu beranjak menghampiri ibuku yang kembali ke dapur.
"ibu ini masih sangat pagi loh, aku masih ngantuk" dengan mata malas aku menghampiri ibu ku, memeluknya dari belakang.
"jangan dibiasakan bangun ketika matahari sudah naik, nanti rejekinya di patok ayam" pesan ibu.
Aku masih bergelayut manja di pundaknya, meski kerepotan karena aku memeluknya dari belakang, namun ibu sama sekali tak pernah protes akan hal itu.
"ya kalau di patok ayam, tinggal ayamnya di tangkep terus di panggang buk, kan enak tuh. yummy! "
ibu melepas pelukan ku kemudian menjitak keningku dengan centong nasi yang ia bawa.
"di bilangin jawab terus, ayo sholat shubuh dulu setelah itu bantuin ibu buat masak sarapan"
"baik yang mulia ratu" ucap ku sembari membungkukkan badan ku seperti seorang pelayan yang bertemu dengan ratunya.
Perintah ibu adalah suatu keharusan, tanpa banyak mendebat aku pun berlalu ke kamsr mandi.
setelah selesai sholat shubuh, gegas aku menghampiri ibu yang sedang meracik bumbu. rencananya pagi ini ibu akan membuatkan kami nasi goreng untuk sarapan juga bekal ku nanti di sekolah.
Ah benar, aku sampai lupa. hai, nama ku Jasmine Zainisa, usia ku baru 13 tahun, aku masih duduk di bangku SMP kelas 8 saat ini.
aku hanya gadis desa dari keluarga sederhana, ibu ku bernama Hana, dan ayah ku bernama Adam. aku memiliki seorang adik laki laki yang kini masih duduk di bangku sekolah dasar, Jefri namanya.
kembali lagi bersama ibu.
Aku membantu ibu menyiapkan lauk yaitu telur dadar untuk mendampingi nasi goreng yang masih polos tanpa toping.
"bu nanti minta nasi gorengnya di lebihin ya bekalnya, soalnya nanti sehabis pulang sekolah Jasmine ada kerja kelompok sama temen temen" ucap ku memberitahu ibu yang masih mengaduk nasi gorengnya.
"iya nanti ibu bungkusin yang banyak, tapi nanti jangan pulang terlalu sore ya, karena jahitan ibu masih banyak yang belum selesai, nanti takutnya ibu nggak bisa ngurus adik mu"
Pekerjaan ibu ku adalah seorang penjahit pakaian, meski pendapatan tak seberapa namun beliau tetap bersyukur sebab dari hasil ia menjahit, ia bisa membantu ayah untuk menutupi kekurangan dapur serta untuk biaya sekolah ku dan adikku.
"makasih ya bu"
kini sarapan pagi telah siap di atas meja, Aku yang sudah bau keringat dan juga asap dari memasak pun memutuskan untuk segera mandi sedangkan ibu membangunkan adikku.
Selesai mandi dan berganti seragam, aku ikut bergabung bersama yang lainnya untuk segera menyantap sarapan kami.
pukul 06.30 wib
Aku berangkat dengan di antar oleh ayah dengan mengendarai motor butut yang biasanya ia gunakan untuk ke sawah.
Aku memeluk pinggang ayah dari belakang, tak lupa juga mengajaknya untuk bercerita di jalan.
Ayah, cinta pertama ku, pria yang tak kenal lelah bekerja banting tulang dari pagi hingga petang hanya demi kami keluarganya, semoga ayah sehat selalu.
"yah, nanti kalau kakak sudah lulus, bisa nggak ya kira kira kakak lanjutin sekolah SMA? " Tanya ku tiba tiba pada ayah, aku takut jika aku menuntut sekolah namun ayah dan ibu ku tak mampu.
"ayah usahain ya kak, semua anak anak ayah harus sukses, jangan seperti ayah sama ibu yang hanya tamatan SD saja"
ayah mencoba menghiburku. ku tahu pendapatan ayah tak seberapa, apalagi kami tak memiliki lahan sawah sedikitpun untuk di jadikan tempat bertani, alhasil kami selalu membeli padi setiap panennya agar kami bisa makan, hal itu pula lah yang membuat ayah dan ibu berjuang keras untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk sekolah ku dan adik ku.
"aamiin... " ku aminkan ucapan ayah ku dengan lantang, semoga Allah mendengar doa doa kami.
hanya sekitar 10 menit perjalanan, akhirnya aku sampai di halaman sekolah ku. disana ketiga sahabatku sudah berkumpul dan saling menunggu sampai kami berempat terkumpul semua.
"makasih ya yah sudah di anterin, ayah pulangnya hati hati, nanti kakak pulang agak sorean, mungkin pulangnya nebeng temen temen, jadi ayah nggak usah jemput"
"iya kak, kakak sekolah yang rajin, ayah pulang dulu, assalamu'alaikum"
"wa'alaikumsallam" aku mencium tangan ayah sebelum ia kembali pulang.
setelah ayah berbelok keluar gerbang sekolah, aku menghampiri ketiga sahabat ku, ternyata disana bukan hanya ketiga orang itu, tetapi ada dua orang lainnya yang ikut bergabung, salah satunya adalah seseorang yang aku kagumi saat ini
"hai... " sapa ku pada semuanya, ku lirik pria yang ada di sebelah sahabat ku itu, wajahnya tampan, tinggi, hidungnya mancung dan juga pintar.
uh, siapa pun pasti akan terpikat olehnya.
"hai... " sapa ku pada semuanya, ku lirik pria yang ada di sebelah sahabat ku itu, wajahnya tampan, tinggi, hidungnya mancung dan juga pintar.
Pria itu hanya tersenyum tanpa menjawab sapaan ku.
Ketiga sahabat ku pun langsung mengajakku untuk segera masuk sebab sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi.
"nanti jadi belajar bareng kan? " tanya ku pada ketiga sahabat ku sesaat setelah kami sampai di kelas.
"jadi dong, biar cepet selesai juga kalau segera di kerjakan" jawab Naila di angguki oleh Rania dan juga Vidya.
tak lama setelah itu, Bel masuk pun berbunyi, kami semua segera duduk di kursi masing masing untuk menunggu guru yang sebentar lagi datang mengajar.
Aku duduk bersama dengan Naila, sedangkan Rania bersama dengan Vidya.
masih teringat dengan jelas ketika pertama kali aku masuk ke sekolah ini, ketiga orang itulah yang dulu menerima ku dengan tangan terbuka, menawarkan sebuah persahabatan yang menurut ku hanyalah omong kosong belaka saat itu.
sahabat? heh, aku menganggap itu hanyalah angin lalu, aku tak mudah percaya dengan seseorang, terlebih orang itu menawarkan sebuah pertemanan.
kejadian di masa lalu membuatku sangat sulit untuk menerima orang baru, Di kucilkan, di rundung, di buli dan di perlakukan sesuka hati, yang akhirnya merubahku menjadi gadis yang tertutup ketika berada di luar rumah.
Flashback on
SD Harapan
Bel jam istirahat berbunyi, teman teman ku sebagian berhamburan keluar untuk segera ke kantin, sedangkan aku yang memang hanya memiliki sedikit uang saku pun memutuskan untuk tidak ke kantin, lebih baik uangnya ku tabung agar nanti bisa membeli pensil warna yang sama seperti teman teman ku.
di dalam kelas, aku bersama teman teman perempuan ku yang lainnya.
Kala aku sedang menulis di papan tulis, tiba tiba dari arah belakang, beberapa teman perempuan ku dengan sengaja mengangkat rok seragam yang ku kenakan sehingga terlihatlah dal*man yang ku kenakan, tak sampai di situ, mereka bahkan menggambarkan di papan tulis tentang apa yang mereka lihat.
hancur? tentu saja hati ku sangat hancur, aku sedih, ingin meminta pertolongan namun percuma, teman teman ku yang lain hanya menonton, ada juga yang menertawakan ku seolah aku ini memang pantas di permalukan.
"arrghh, sudah, lepas, tolong jangan lakukan hal itu... " pintu ku lirih
aku menangis, meraung, meminta untuk di lepaskan. setelah melihat diriku menangis akhirnya mereka mulai melepaskan aku.
setelah terlepas aku berlari menuju belakang sekolah, aku menangis sejadi jadinya disana. ternyata teman teman yang merundung ku pun mengikuti ku ke belakang sekolah, entah apa yang mereka lakukan, yang jelas mereka tak menyentuh ku atau sekedar menenangkan aku.
sepulang sekolah, aku terduduk di depan Mushola dekat sekolah ku, sebelum pulang terlebih dulu merapikan seragam ku, aku juga mencuci wajahku berulang kali agar ibu tak mengetahui jika aku baru saja menangis.
untuk memberitahu semua ke guru pun aku tak punya nyali sebab ketakutan terbesar ku adalah setelahnya. aku takut mereka akan semakin merundung serta membuli ku karena tak terima aku melaporkan kepada guru.
Sejak saat itu, mereka kerap kali merundung ku, bahkan aku sempat berkeinginan untuk mengakhiri hidup ketika tak sanggup menghadari seorang diri. namun, sosok ibu lah yang akhirnya menjadi alasan ku untuk tetap bertahan hingga sekarang.
Flashback off
Namun ternyata dugaan ku salah, mereka merangkul ku, bahkan tak jarang juga turut membantu ku kala aku kesusahan.
akhirnya setelah beberapa saat aku meragukan kesetiaan mereka, akhirnya tepat di satu bulan aku masuk sekolah, aku bersedia menerima pertemanan yang mereka tawarkan.
mengingat kejadian itu, tak terasa air mata ku turun begitu saja, Naila yang mengetahui aku menangis tiba tiba pun terkejut.
"Jas kamu kenapa, sakit? " tanyanya.
untung saja guru yang mengajar di kelas kami sudah lebih dulu keluar setelah memberikan tugas untuk kami kerjakan, jika tidak, bisa saja beliau menanyakan banyak hal pada ku.
"eh, em eng-enggak kok Nai, aku nggak papa" jawab ku bohong.
mana mungkin aku menceritakan tentang apa yang aku pikirkan, bisa bisa sekolah heboh jika Naila mengetahui aku adalah korban perundungan.
"ya sudah, jangan mewek lagi, mending kerjain tuh tugasnya biar segera selesai habis itu kita ngerumpi" Naila memang selalu bisa mencairkan suasana.
aku tahu jika ia begitu teramat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, namun ia memilih untuk menyimpan rapat rapat pertanyaan nya sebab tak ingin aku kembali mengingat sesuatu yang bisa jadi itulah yang membuat ku menangis.
bahu ku di tepuk dari belakang, Rania dan Vidya yang memang duduk di bangku belakang ku pun dengan cepat membaca gelagat ku.
"hei, kenapa? " tanya Rania
"enggak, nggak apa apa, ini tadi habis baca cerita sedih, eh tau tau malah mewek, iya kan Nai" alibi ku.
"hu um. emang lebay nggak ketulungan nih anak" sahut Naila.
"oh, kirain putus cinta... " kekeh Vidya.
"mana ada, orang aku jomblo. lagian mana ada cowok yang mau sama aku, nggak ada kayaknya"
aku kadang merasa insecure ketika berjalan bersama ketiga sahabat ku, sebab di antara kami berempat, hanya akulah yang memiliki kulit lebih gelap dari mereka, bahkan muka ku pun kusam tak terawat.
Sesuai rencana di awal, kami berempat memutuskan untuk belajar bersama di rumah Vidya. Rania yang mengetahui jika aku tak pernah membawa motor pun memberikan aku tumpangan dengan sepeda motornya mrnuju rumah Vidya.
"makasih ya Ran, sudah nebengin aku" ucap ku begitu sampai di rumah Vidya. aku begitu bersyukur setelah beberapa tahun tak mendapatkan teman yang tulus, kini Tuhan memberikan aku tiga sahabat yang benar benar baik.
"iya sama sama, nanti pulangnya sekalian aku anterin biar kamu nggak perlu nunggu om Adam kalau belum dljemput" ucap Rania.
aku menggeleng, terlalu sungkan untuk menerima tawarannya kembali, mau memberi ku tumpangan menuju rumah Vidya saja aku sudah sangat berterima kasih apalagi kalau sampai di antar pulang, sungguh aku tak enak hati.
"nggak usah, nanti kalau ayah belum datang aku jalan kaki saja. lagipula jarak rumah Vidya ke rumah ku nggak terlalu jauh kan. itung itung sambil olahraga biar sehat" ucap ku menolak tawaran nya. aku hanya tak ingin merepotkan sahabat sahabat ku meskipun mereka tak merasa di repotkan.
"kamu selalu saja begitu, lagipula katamu dekat, biar sekalian saja kita barengan pulangnya, lagipula nggak sampai ngabisin bensin satu liter juga kan, udah nanti sama aku aja" Rania terus kekeh ingin mengantarkan aku pulang.
Akhirnya aku setuju, aku tak ingin membuat sshabat ku kecewa karena aku menolak niat baiknya.
"baiklah, makasih sebelumnya. maaf udah terlalu banyak ngerepotin"
"udah santai aja, yuk masuk" kami pun masuk ke dalam rumah vidya.
belajar bersama ini sering kami lakukan jika guru memberikan tugas yang sangat banyak, hal itu membuat kami memutuskan untuk belajar bersama, selain mempermudah kami memecahkan masalah, tentu yang laing utama agar kami tak mudah bosan apalagi kelelahan sebab tugas yang terlalu banyak.
hampir 1 jam lamanya kami belajar bersama, akhirnya tugas rumah kami selesai. aku yang teringat pesan ibu jika beliau banyak jahitan pun langsung pamit begitu juga dengan Rania dan Naila, padahal aku sudah mengatakan pada mereka agar tak buru buru pulang, biar aku saja yang pulsng terlebih dahulu.
namun, Rania yang sejak awal ingin mengantar ku pulang pun memilih ikut pamit agar dapat mengantarkan ku pulang ke rumah.
"kami pulang dulu ya Vid, makasih buat jamuannya. sampai jumpa besok di sekolah" pamit kami bertiga.
"ya, kalian hati hati di jalan, next time kalau ada tugas lagi, gantian ngerjainnya di rumah Jasmine ya" ucap Vidya.
Aku pun mengangguk, tentu dengan senang hati aku. mempersilahkan ketiga sahabat ku datang ke rumah sebab mereka juga sudah akrab dengan ibu dan ayah.
"boleh, beneran ya... "
"tentu dong"
"hu um" jawab Rania dan Naila bersamaan.
Akhirnya aku pulang di antar Naila, baru keluar dari halaman rumah Vidya, aku kembali di buat berbunga bunga ketika mata ini tak sengaja mlihat Haris yang keluar rumah dengan penampilan yang menyilaukan mata, jika di lihat dari penampilannya saat ini sepertinya pria itu akan pergi, hm kenapa aku semakin menyukai dirinya.
"kenapa makin lama kamu makin tampan saja sih" gumam ku dalam hati
Aku tersenyum samar, tentu agar kedua sahabat ku yang sedang jalan beriringan tak mengetahui diriku yang tiba tiba tersenyum, khawatir mereka akan mengira aku sudah tak waras.
5 menit kemudian aku telah sampai di rumah, mungkin jika aku jalan kaki akan membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit untuk sampai di rumah.
Rania, setelah mengantarkan ku sampai di rumah ia pun langsung pamit sebab hati sudah menjelang sore.
"assalamualaikum bu... " panggil ku pada ibu yang masih berada di ruang jahit. aku mencium punggung tangannya sebelum meletakkan tas ku di kamar.
"wa'alaikumsalam, sudah pulang? kok cepet kak? " tanya ibu
"iya kebetulan memang sudsh selesai jadi Jasmine langsung pamit pulang, ini tadi di antar Rania makanya cepat sampai rumah" jawab ku.
"loh, nak Rania kesini, kok ibu nggak tahu? "
"iya bu, tadi dia langsung pulang, dia cuma titip salam saja buat ibu"
"wa'alaikumsalam... ya sudah kamu bersih bersih dulu kak, adik kamu lagi main di belakang"
"iya bu... "
Aku segera berganti pakaian, membasuh muka serta tangan dan kaki barulah aku menghampiri adikku yang ternyata tengah bermain mobil mobilan yang kemarin di beri oleh tetangga ku.
"dek sudah makan? " tanya ku pada adik kecil ku.
"sudah tadi di suapi ibu kak" aku pun tersenyum, adik ku tak pernah menyusahkan kami justru ia mengerti keadaan kami dengan tak meminta sesuatu yang dirasa kurang bermanfaat, ia justru selalu menyisihkan uang saku nya untuk membeli perlengkapan sekolah yang di rasa sudah habis.
sembari menunggu adikku, aku membersihkan rumah yang kebetulan belum sempat di bersihkan ibuku karena kesibukannya menjahit.
"kamu main disini saja ya, kakak mau beres beres rumah dulu" pesan ku pada Jefri adik ku
"iya kak"
aku segera mengambil sapu untuk menyapu lantai, tak lupa juga membersihkan meja serta lemari yang kebetulan sudah berdebu.
disaat aku tengah membersihkan kolong ranjang ku, ada sesuatu yang ikut tersapu, aku mencoba menariknya namun sedikit kesulitan sebab sangat berat karena terbungkus kardus air mineral.
'apa ini? ' karena penasaran aku pun langsung menariknya untuk ku keluarkan dari kolong ranjang
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!