NovelToon NovelToon

Bukan Yang Kedua

Dia.. Memperhatikan ku?

Ku langkahkan kakiku yang sehari-hari menggunakan sandal jepit kedalam sebuah rumah mewah yang sangat besar.

Di ujung sana Terlihat mbak ku, Indah namanya datang menghampiri ku.

“Assalamu'alaikum mbak.” Salamku

“Wa'alaikum Salam Ifa. Ayo masuk.. masuk.” Mbak Indah mengajak ku masuk kedalam rumahnya sembari menggandeng tangan ku.

Aku hanya menurut dan mengikuti langkah mbak Indah. Ku edarkan pandanganku kedalam se isi rumah.

Lagi, aku berdecak kagum melihat kemewahan dan keindahan rumah besar ini. Walaupun ini bukan pertama kalinya aku datang kesini namun tetap saja, mataku tidak bisa terbiasa melihat nya.

Maklum lah, aku yang selama ini terbiasa melihat tembok yang catnya sudah rusak dan pagar karatan tentu tak akan bisa langsung terbiasa melihat semua hal mewah di rumah mbak ku.

Sungguh beruntung mbak Indah, satu tahun lalu dia dinikahi seorang direktur di salah satu rumah sakit terbesar di Kota ini. Bukan hanya itu, kakak ipar ku yang satu itu juga dari keluarga terpandang, mana ganteng lagi, belum lagi dia juga seorang dokter.

Beuhh... Paket komplit. Cuman yah manusia Memang tidak ada yang sempurna. Dan menurut ku kakak ipar ku yang gantengnya paripurna juga bukanlah paket komplit yang sebenarnya. Mungkin dalam materi iya, tapi dalam kasih sayang? Hmm entah lah.

Aku dan mbak Indah duduk di kursi ruang keluarga, tak lama seorang pelayan datang membawa minuman dan beberapa cemilan

“Makasih buk.” Ucap ku pada wanita paruh baya yang biasa di panggil buk Santi.

“Semoga anda suka.”

Nah coba lihat, aku sudah seperti orang penting saja bukan?

“Pasti buk.”

Bu Santi hanya mengulas senyum dan pergi dari sana. Aneh ‘kan? Kenapa hanya aku yang ditawarkan, terus mbak Indah? Hmm mungkin karena mbak Indah nyonya dirumah ini.

Ku lihat mbak Indah yang nampak melihat sinis bu Santi. Eh?!

“Mbak?”

“Ada apa dek?”

“enggak.” apa tadi aku salah lihat? Belum pernah aku melihat wajah dan tatapan mbak ku yang sesinis itu melihat orang lain.

Mbak ku adalah orang yang paling lembut, yah dia adalah orang yang paling lembut dan aku sangat menyayangi nya. Bunuh nyamuk saja mbak Indah sampai nangis, tidak mungkin orang selembut mbak Indah berwajah seperti itu.

Mungkin karena bu Santi lupa menawarkan kepada mbak Indah atau mungkin bu Santi ada kesalahan?

Pelayan dirumah ini sudah aku kenal satu persatu. Bukan karena aku juga ingin jadi pelayan, tapi karena sudah sering kesini jadi tau-tau nya sudah kenal saja.

“Gimana kuliah nya?” Seperti biasa, mbak Indah pasti selalu menanyakan hal ini

Ku ambil biskuit menggiurkan di depan ku “Lancar.. lancar ajah, gak ada yang istimewa amat.”Jawabku juga seperti biasa “Kalau mbak gimana? Hubungan nya sama mas Dylan seperti biasa?” Tanyaku, dan yah selalu itu yang aku tanyakan.

Bukan karena apa, tapi kakak ipar ku itu sangat dingin. Bahkan kepada istrinya sendiri, yah setidaknya itulah yang aku lihat. Tapi itu yang hanya terlihat, entah bagaimana kalau mereka sedang berdua.

Mbak Indah terdiam. Ada apa yah? Tidak mungkin ada hal yang tidak.. tidak ‘kan.

Ku lihat mbak Indah tersenyum manis seperti biasa “Yah seperti biasa juga.” Jawabnya, yah jawaban yang seperti biasa.

Kalau mbak Indah sudah bilang seperti itu, apa yang bisa aku lakukan. Jawaban mbak Indah artinya semua baik-baik saja ‘kan? Hm aku harap seperti itu.

Aku juga tidak punya hak untuk ikut campur dalam rumah tangga mbak Indah dan suaminya. Mereka sudah dewasa pasti bisa menyelesaikan masalah mereka masing-masing.

“Mbak baik-baik ajah? Muka mbak pucat, mbak gak kenapa-napa ‘kan?” aku baru sadar, bibir mbak Indah sangat pucat walaupun sudah di lapisi lipstik

Mbak Indah nampak Tersenyum “Gak papa, mungkin karena semalam begadang jadi kurang tidur.”

“oh.. kurang tidur? Emangnya mba..__” ku bekap Mulut ku. Bodoh! Bisa-bisanya aku tidak mengerti, begadang karena itu ‘kan? Uhhh malu nya...

Ku lihat wajah mbak Indah yang biasa-biasa saja. Jiwa jahil ku Langsung keluar “Oh.. begadang? Hmm..” Ku perlihatkan wajah jahilku dengan alis ku naik turunkan setelah bertahun-tahun berlatih.

“Kenapa dengan wajahmu?”

“Yeee... Mbak begadang ‘kan? Hmm be.. ga.. da..ngggggg..”

“Hahahah kepala mu dek. Isinya apa ajah sih, dasar! Sudah ah. Besok libur kan? Nginap disini yah?”

“Hahah mau libur atau enggak kalau udah ditawarin mah gaskan..” Jawabku berkelakar

Kami bercerita banyak hal. Memang aku bukan adik kandung Mbak indah, lebih tepatnya aku anak yatim piatu, orang tuaku pergi saat aku berusia 5 tahun. Dan keluarga mbak Indah yang mengadopsiku. Walau begitu mbak Indah sangat menyayangiku dan aku juga sangat menyayangi nya.

Dari tadi aku tidak melihat mas Dylan. Kemana yah artis kesasar itu? Astagfirullah, nih mulut! Bukannya aku kecentilan cari suami mbak ku sendiri, tapi kan aku juga ingin cuci mata lihat yang bening-bening.

“Ada apa Ifa? Dari tadi kaya cari sesuatu.”

“Itu mbak, mas Dylan kemana? Padahal udah sore. Gak mungkin masih kerja ‘kan?”

“Oh mas Dylan ada di ruang kerjanya. Dari tadi pagi.”

“Hah? Pagi?” yang benar saja! Pagi? Ck dasar tidak sopan! Masa adik iparnya datang dia sama sekali tidak menyambut.

Jujur saja aku kurang suka dengan mas Dylan. Terlalu dingin dan sombong! Walau ganteng sih.

“Nah itu mas Dylan.”

Ku lihat mas Dylan keluar dari ruang kerjanya yang memang dekat dengan ruang keluarga yang sekarang kami tempati.

Lihatlah wajah dinginnya itu! Huh! Ganteng-ganteng tapi dingin kaya gitu mah sama saja.

“Mas mau makan? Maaf aku belum masak, tunggu bentar yah aku masak dulu.” Mbak Indah terlihat gugup. Ia juga Langsung berdiri saat melihat mas Dylan datang.

“Tidak perlu!”

Huh! Ketus bangat! Sumpah aku ingin menyumpal mulut nya.

Eh?! Tadi? Mas Dylan sempat lihat aku yah?..

Tidak... Tidak.. mungkin perasaan doang, atau mungkin karena penasaran siapa gerangan yang datang ke istananya?

“Maaf mas.. aku terlalu asik ngobrol jadi.__”

“Aku tidak lapar!”

Ku lihat mbak Indah yang langsung menunduk. Haaahhhh rupanya menikah dengan orang kaya tidak selalu bawa kebahagiaan. Lihatlah, suami mbak Indah sekarang. Entah bagaimana bisa mbak Indah masih bisa bertahan sampai sekarang.

“Yaudah, kalau mas lapar nanti bilang ajah. Aku buatin kok.”

“hmm.”

Ku perhatikan punggung kekar kakak iparku berlalu begitu saja

“Maaf yah Ifa, kamu pasti udah tau gimana sifat mas Dylan. Jangan diambil hati yah.”

“Lah.. harusnya aku yang bilang gitu mbak. Mbak sabar ajah yah, mbak yang paling kenal sama mas Dylan. Kalau misalkan mbak gak kuat lagi mbak bisa kok lambaikan tangan ke kamera.. hahahah.”

“Hahahha bisa ajah kamu. Udah ayo masak.”

“Lah emang mbak bisa masak?” Yang aku tau mbak memang tidak terlalu bisa memasak. Karena itu bukannya sangat beruntung nasib mbak Indah di nikahi seorang tuan muda kaya? Tidak perlu memasak sendiri karena akan ada banyak pembantu.

“Mbak udah belajar masak. Yah baru-baru ini sih, belum bisa di bilang mahir juga.”

“yeee karena itu aku juga disuruh masak kan? ‘kan, masakan ku yang paling terbaik.”

“Nah itu tau. Ayok.”

Aku hanya pasrah saat mbak Indah menarik lenganku kedapur. Huh! Sama saja dong disini dengan di kosan sama-sama harus masak sendiri. Inginnya di ratukan eh! Malah jadi babu.

Udah! Ngeluh juga tidak guna. Aku juga udah biasa kalau soal masak.

.

.

“Hah? Ini baru jam berapa?” Kulihat jam di dinding. Oh rupanya masih jam 2 pagi.

Lagi-lagi bangun tengah malam. Mana mau buang air lagi. Terpaksa aku turun dari ranjang yang empuk nya paripurna.

“Ahh lega nya.. ck jadi haus kan.” Sekali lagi, aku terpaksa keluar dari kamar.

Hahhhh untuk pertama kalinya aku lebih bersyukur punya kosan yang sempit. Tempat tidurku dekat dengan dapur, jadi lebih gampang mengambil minum. Sedangkan ini? Jauhnya minta ampun

“Gelap lagi. Nakutin juga yah.” aku berlari kecil menuju dapur. Sampai di dapur langsung ku nyalan saklar lampu.

Fyuuuhhh

Gelap yang tadi menguasai langsung berubah jadi terang benderang. Eaaa udah kaya judul bukunya ibu Kartini, habis gelap terbitlah terang. Hahahah cocok kan

Ku ambil gelas dan mulai mengisi nya dengan air minum.

Glek..

“Apa yang kau lakukan.”

“uhuukk.. uhukk.. uhuk.. ahh! Mas Dylan.” Sumpah ini orang gak ada tanda-tanda kehadirannya.

“Apa yang kau lakukan?”

“eh! Emm i.. ini lagi minum.” duhh kenapa jadi gugup kaya gini sih.

Ku lirik mas Dylan yang hanya memperhatikan ku. Apa yang salah dengan ku? Apa bangun jam 2 dini hari dan minum salah di rumahnya?

Loh.. kenapa jadi liatin penampilan ku “Emm.. mas, ada apa? Apa mas Dylan mau ambil sesuatu? Mau ku ambilkan?” ku tutup bagian dadaku dengan pura-pura bersedekap dada

“Ah! Tidak! Masuklah jangan berkeliaran malam-malam.”

Ku lihat mas Dylan jadi gugup! Aneh! Ini pertama kalinya aku melihat nya seperti ini. Apa jangan-jangan dia benar-benar melihat... Ah! Itu tidak mungkin ‘kan!

“Iya mas. Maaf mengganggu, aku kembali dulu.” Cepat-cepat aku pergi dari sana. Entahlah aku merasa ada yang salah dengan kakak ipar ku yang satu itu.

Aku selalu merasa dia... Hmm memperhatikan aku?

.

.

TBC

Dia.. Cukup baik?

Buru-buru aku masuk kedalam mobil kakak ipar ku. Aku duduk paling belakang sedangkan didepan mas Dylan dan mbak Indah duduk. Mas Dylan melajukan mobil membelah jalan di penuhi banyaknya kendaraan.

Mas Dylan dan mbak Indah bekerja di rumah sakit yang sama. Yah bisa dibilang mbak Indah yang bekerja di rumah sakit mas Dylan.

Mas Dylan sebagai dokter anak dan direktur utama rumah sakit sedangkan mbak Indah sebagai salah satu perawat disana. Bisa dibilang mereka mempunyai hubungan yang tidak beda jauh dengan kebanyakan novel, itu sih menurut ku.

“Nanti pulangnya jam berapa dek?” Tanya mbak Indah menoleh kebelakang melihat ku

Ku lihat jam tangan ku “Kayanya jam 10 lewat mbak.”

“Oh.. mau di jemput?”

“Eh? Beneran nih? Tapi, mbak Indah gak sibuk?” Tentu saja aku senang jika ada yang jemput. Setidaknya bisa mengurangi biaya transportasi. Maklumlah anak kost harus hemat!

Tapi bekerja sebagai perawat di rumah sakit besar pasti sibuk ‘kan? Setidaknya itulah yang ku tau

Ku lihat mbak Indah melirik kearah mas Dylan lalu kembali melihat ku “Kita lihat saja nanti, kalau mbak gak sibuk nanti mbak jemput.”

“Tumben mbak? Ada apa?”

“Enggak, cuman mau makan siang bareng. Gak salah ‘kan?”

Aku menggeleng pelan “Kalau mbak yang traktir aku mah siap-siap ajah.” Jawabku penuh harap.

“Hahaha tenang ajah, mbak yang ajak pasti mbak yang traktir.”

Senyuman sumringah terukir di bibirku. Asikk makan gratis. Siapa yang tidak suka gratisan? Tentu semuanya suka dengan hal gratis, yang pasti semuanya halal

Tak sengaja mataku bertubrukan dengan mata mas Dylan dibalik spion depan. Segera ku paling ‘kan wajah ku mengarah keluar jendela samping

’Astaga! Kenapa harus pas bangat sih!’ Gerutu ku dalam hati. Melihat matanya saja sudah buah jantung ku ingin lompat dari tempatnya!

Sadar Ifa! Sadar! Dia suami mbak mu! Jangan menginginkan yang tidak-tidak! Huh! Ku hembuskan nafas kasar.

“Ifa, uang bulanan mu masih ada ‘kan?” Mbak indah kembali bertanya

“Ma.. masih kok mbak.” Aku masih terkejut dengan tatapan mas Dylan tadi. Ku coba kembali melihat ke arah spion depan.

Deg..

Lagi, tatapan kami bertemu. Ku lihat mas Dylan cepat-cepat mengalihkan pandangannya.

Apa ini hanya perasaan ku saja, atau??? Hah! Lagi-lagi jantung ku berdetak cepat. Jangan-jangan aku benar-benar... Huh! Tidak mungkin lah

Siapa juga yang menyukainya! Wajahnya yang dingin tentu tidak masuk dalam kriteria suami yang ku cari

Aku juga tidak terlalu suka pada nya. Punya Istri yang cantik tapi masih lirik sana lirik sini. Minta dicolok matanya! Andaikan aku berani!

“Kalau kurang bilang yah.”

“Apa-apaan sih mbak, aku bisa cari uang sendiri kok.” Gerutuku. Mana mau aku dibilang manja hanya minta-minta uang.

“Bukan gitu, mbak cuman nawarin ajah.” Aku hanya mengangguk menanggapi

Tak berapa lama akhirnya sampai juga di kampusku, aku turun dari mobil lalu mendekati jendela samping mbak Indah, ku tundukkan kepala ku

“Mbak Aku masuk dulu yah.”

Mbak Indah mengangguk “Iya yang semangat kuliahnya.”

“Hehe harusnya aku yang bilang gitu mbak. Semangat kerjanya. Aku masuk dulu yah Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikum salam.”

Sengaja ku lirik mas Dylan yang nampak melirikku juga lalu memalingkan wajah saat bertatapan dengan ku. Aku mendengus dan menjauhi mobil.

Aku masih berdiri sampai mobil mewah yang dikendarai mbak dan mas Dylan pergi

Dor..

Ku lihat teman seperjuangan anak kost datang dari belakang ku. Bukannya kaget ku tatap dengan tatapan datar

“Isshh gak asik ah lu.” Ucap nya menggerutu

“Yee lagian lu, kalau datang tuh salam bukan dar.. dor.. dar.. dor.. Windaaa...” Ku tatap dengan tatapan sebal.

Yap namanya Winda, iya Winda tapi bukan Winda jadi-jadian. Namanya benar-benar Winda loh yah.

“Tadi lu di antar sama kakak ipar lu yah?”

“Iya.”

“Sama mbak mu ‘kan?”

“Ya iyalah, anti bangat gue satu mobil berdua dengan mas Dylan yang dingin nya minta ampun.”

“Yeeee sok-sokan gak sudi, paling-paling nanti kalau di ajak pasti langsung gaskan.”

Ku putar bola mata malas mendengar ucapan Winda “Udah yuk, kita masuk.”

.

.

Yah tentu kita tidak tau bagaimana masa depan akan terjadi. Satu menit bahkan satu detik saja masa depan tidak ada yang tau.

Dan begitulah juga dengan ku. Aku bukan tuhan yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Seandainya.. seandainya aku bisa melihat masa depan tentu ucapan yang aku katakan pada Winda waktu itu ingin aku tarik lagi.

Lihatlah sekarang wajah mengejeknya. Isshhh ingin sekali ku Opera wajahnya itu. Wajah sahabat seperjuangan ku itu seolah-olah mengatakan ‘Si paling anti tapi kalau di ajak Langsung ikut’ Sumpah pengen ku Tabok

Dengannya Setengah hati aku membuka pintu mobil depan samping kursi pengemudi. Setelah terbuka ku masukkan diriku didalam, sudah ada mas Dylan didalam, iyya cuman mas Dylan. Mbak Indah nya tidak ada

Setelah pintu tertutup, mas Dylan langsung tancap gas. Keadaan didalam mobil hening, sepi. Tak ada pembicaraan sepatah kata pun.

Ku lirik mas Dylan yang fokus dengan jalan raya. Tunggu, entah mengapa setiap melihat bagian samping wajah kakak ipar ku, aku selalu merasa tidak asing. Seperti.. pernah melihat sebelumnya?

Hmm mungkin cuman perasaan ku saja.

Aku yang mulai tidak menyukai suasananya pun membuka suara “Mas, mbak Indahnya kemana?”

Ku lihat mas Dylan Melirik ku sekilas lalu kembali fokus ke jalan “Dia sibuk.” singkat nya

Aku ber-oh ria, sudah ku duga jadi perawat di rumah sakit besar pasti sibuk. Untuk jam Makan siang pasti mereka lebih memilih makan di rumah sakit dari pada keluar yang akan membuang waktu.

Haisss gagal deh makan gratisnya!

Eh! Tapi ‘kan, mas Dylan itu dokter plus direktur rumah sakit? Apa tidak apa-apa dia meninggalkan pekerjaan nya begitu saja?

Sekali lagi ku lirik mas Dylan. Jujur saja mas Dylan memang sangat tampan, akan lebih bagus lagi jika dia sering-sering tersenyum. Pasti akan menambah kadar ketampanan nya

“Ada apa?”

“Hah?” Aku terkesiap. Tidak ku sangka mas Dylan memergoki ku curi-curi pandang padanya. Aku berdehem beberapa kali “Gak mas, cuman aku penasaran ajah.”

Mas Dylan nampak melihat ku dengan menaikkan sebelah alisnya, aku yakin dibalik Wajah nya ada pertanyaan ‘Penasaran akan apa?’

Aku yang mengerti pun segera menjawab “Mas gak sibuk? Ah! Maksud aku, kalau perawat seperti mbak Indah ajah sibuk apalagi dokter serta direktur rumah sakit seperti mas.” ku jelaskan pelan-pelan agar dia tidak tersinggung

“Aku bosnya. Terserah aku mau datang atau tidak.” Jawabnya sekenanya

Ku lihat wajah kakak ipar ku dengan wajah malas. Bukan itu Masalahnya! Anda itu direktur utama rumah sakit dan juga seorang dokter!! Setidaknya berilah contoh yang baik untuk bawahanmu! Hahh ingin sekali rasanya aku berteriak seperti itu, tapi sayang semuanya hanya tinggal di tenggorakan ku saja.

Sudahlah aku tidak ingin berbicara lagi! Lama-lama mulut ku bersabun berbicara dengan nya!

Tak lama mobil berhenti. Aku dengan cepat keluar dari dalam mobil, eh! tapi tunggu.. ini.. dimana..?

Ku lihat kami singgah di sebuah restoran bergaya Jepang, tapi... Untuk apa?

“Apa yang kau lihat, ayo masuk.”

“Tunggu dulu mas,” Ujarku membuat langkah kakak ipar ku berhenti. Ia berbalik melihat ku dengan tatapan bertanya-tanya “Kita kok kesini? Mbak Indah nya..?”

“Dia yang menyuruh ku membawamu makan. Jangan banyak tanya! Ayo masuk.” Ajaknya dengan wajah datar

Aku menghela nafas berat. Entah mengapa ada rasa tidak nyaman saat bersama kakak ipar ku, aku merasa dia selalu... Hmm memperhatikan ku?

Ku ikuti langkah kakak ipar ku memasuki sebuah restoran bergaya Jepang. Tak ada tempat kursi yang ada hanya tatami. Kalau orang Indonesia mah bilangnya tikar ajah deh.

Kami duduk saling berhadapan dengan meja yang membatasi. Aku masih canggung jika berdua saja dengan mas Dylan. Karena itu aku memilih untuk diam saja sembari memperhatikan semua hal yang ada di restoran ini.

Sumpah! Ini pertama kalinya aku datang ke restoran mahal bintang lima seperti ini. Beeeuuuhhh tidak sia-sia kecanggungan ku selama ini, kalau ujung-ujungnya dibawa makan ke Restoran bintang lima mah gaskan...

Seorang waiters datang membawa buku menu, aku hanya memilih yang menurut ku namanya bisa dicerna otakku.

Tak lama pesanan kami datang. Tak menunggu waktu lama langsung ku lahap makanan yang ada di depanku. Untunglah aku bisa pakai sumpit setidaknya aku tidak akan membuat diriku malu ditempat elit seperti ini. Tidak sia-sia aku nonton mukbang korea tiap hari, ilmu pakai sumpit akhirnya terpakai tidak hanya untuk mie instan.

Selesai makan, ku taruh sumpit Tersebut diatas meja.

“Wahhh kenyang bangat..” Celetukku tak sadar

“Baguslah.”

“Eh! Hahah terima kasih mas untuk makanan nya.” Ucap ku tersenyum canggung. Malunya.. mana tadi aku sempat ngelus perut buncit ku lagi!

“Asalkan makanannya habis dan kamu kenyang tidak ada yang perlu di beri terima kasih.”

Aku terdiam mendengar penuturan mas Dylan. Entah mengapa walaupun nada suara dan wajahnya datar, Namun seperti ada rasa senang di dalamnya. Dan menurutku mas Dylan cukup... Baik?

.

.

TBC

Mintai Tolong

Setelah makan siang di restoran Jepang, kami memilih untuk langsung pulang. Di perjalanan tiba-tiba mas Dylan menghentikan mobilnya.

Ku lihat keluar jendela ‘Hah? Dimana ini?’ Tanyaku dalam hati. Tunggu.. tunggu.. entah mengapa perasaan ku mulai tidak enak.

Bagaimana kalau mas Dylan melakukan hal yang tidak-tidak, secara disini sangat sepi. Bagaimana ini? Ku gigit ujung kuku jempolku, hal yang selalu aku lakukan jika cemas.

Ku lirik mas Dylan “Loh, mas Dylan kemana?” Ku edarkan pandanganku disetiap sudut mobil, tapi tidak ada!

“Mas..” panggil ku

“Apa yang kau lakukan?”

Suara dari luar jendela menyentakku. Ku lihat rupanya mas Dylan sudah keluar dari dalam mobil dan sekarang berdiri di samping pintu mobil yang kududuki. Ku elus dadaku. Sejak kapan mas Dylan disana?!

“Mas kenapa turun?”

“Mau tunggu disini atau mau ikut masuk kedalam?” Mas Dylan nampak menunjuk sebuah bangunan.

Aku manggut-manggut, rupanya aku yang terlalu berpikir jauh “Maaf mas, aku tunggu disini ajah. Lagi dapet.” Lirihku di akhir kalimat

Mas Dylan hanya mengangguk dan masuk kedalam masjid. Yap waktu memang sudah menunjukkan jam 12.15, Waktu sholat Dzuhur.

Bonus mempunyai suami seperti mas Dylan adalah, mas Dylan itu taat agama. Yah aku juga kurang tau bagaimana, cuman yang aku lihat selama ini mas Dylan selalu sholat tepat waktu.

Mungkin karena pengaruh dari keluarganya, aku pernah bertemu kedua orang tua mas Dylan saat menemani mbak Indah dan mas Dylan menikah. Ibu mas Dylan memakai hijab panjang dan baju syariah. Kedua anak gadisnya juga seperti itu. Jadi yah mungkin mas Dylan rajin sholat karena sudah terbiasa dari kecil.

Lama aku menunggu hingga akhirnya mas Dylan kembali dengan rambut basah. Beuuuhhh gantengnya tambah berkali-kali lipat.

Mas Dylan masuk kedalam mobil. Aku masih terpana dengan wajah nya yang terlihat bercahaya, Memang nya setiap berdhu seperti itu yah? Wajah akan langsung bercahaya?

“Ada apa?”

“Ah! Ti.. tidak.” Aku gelagapan. Ku palingkan wajahku ke samping jendela. Nih Mata juga, lihat yang bening sedikit Langsung melotot!

Ku rasakan mobil bergerak “Kemana selanjutnya?” Tanyanya

Aduh kenapa pake tanya lagi. Kalau seperti ini kami jadi seperti berkencan! Sadar Ifa, dia suami mbak mu

“Fa?”

Aku tersentak mendengar mas Dylan memanggil namaku “Ha? Ah! Maaf mas, Ke toko Buku Ilham ajah.”

Mas Dylan hanya menoleh sesaat dan kembali melihat jalan.

Tak lama kami pun sampai di sebuah toko buku. Tempat ku bekerja paruh waktu.

“Terima kasih mas, untuk tumpangan dan traktiran nya.”

“Hmm jam berapa kau pulang?”

Aku sedikit bingung dengan pertanyaan nya. Ada apa yah? Walau bingung aku tetap memberitatahu “Mungkin jam 3 sore.” Jawabku sekenanya

.

.

memang sulit tuk dapatkanmu... tak mudah juga tuk lepaskan mu..

“oh percayalah sayang.. cintaku hanya untukmu.. oh.. berjalanlah bersama ku.. kita nikmati indahnya.. cinta.. sayangku... cinta ku..” Ku goyangkan sapu ijuk yang sedang ku pakai ke kanan dan kiri sembari bernyanyi.

Tok.. tok.. tok..

Aku terdiam, detik kemudian “Ku beruntung jadi, pemilik hati mu... Oh sayang ku.. cinta ku..” Tentu ku lanjutkan menyanyi dan acara sapu menyapu di hari weekend.

Tok.. tok.. tok..

“Ku berjanji tak kan permainkan mu.. tetap bersama ku sayang.. sampai tua nani...” Ku hiraukan ketukan pintu dari kamar kostku.

Tok.. tok.. tok..

Sekali lagi bunyi ketukan pintu terdengar. Aku mendengus, padahal hari ini aku libur. Kenapa harus ada yang ganggu.

Dengan langkah terpaksa aku menyeret kaki ku menuju pintu. Sapu masih sedia di tanganku. “Awas saja kalau bukan orang penting. Ku getok pakai sapu baru tau rasa.”

Ceklek..

“Apa sih!!!!” Tanpa ku lihat siapa yang datang langsung ku sembur dengan suara ku yang bernada beberapa oktaf.

“Assalamu'alaikum dek.”

“Eh! Mbak.. heheh wa'alaikum salam.” Jawabku sambil nyengir “Masuk mbak.”

Mbak indah nampak menggelengkan kepala “Untung tadi mbak yang datang, coba bayangin kalau orang lain.”

“Heheh maaf mbak.” Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal, sapu ijuk yang ku pagang ku sembunyikan di belakang ku.

Mbak Indah masuk kedalam kost kecilku, segera ku taruh sapu yang tadi ku pegang.

“Duduk mbak,” Mbak Indah duduk di lantai beralaskan karpet. Aku segera mematikan musik di ponselku.

“Mau minum?”

“Emangnya ada apa ajah?” Tanyanya sudah seperti memesan di rumah makan

“Air putih? Kopi hitam?” Maaf mbak, tapi disini tidak ada jus atau minuman mewah seperti yang ada di rumah mu

Mbak Indah tertawa geli “Tidak usah. Ada yang ingin mbak bicarakan sama kamu.” Ku lihat wajah mbak Indah berubah serius.

Karena ku rasa memang ada yang serius, aku pun duduk di samping mbak Indah “Ada apa mbak?”

“Hari ini hari bersih-bersih?” Mbak Indah melihat beberapa kantung sampah di sudut ruangan

Aku mengangguk “Iya mbak, maklumlah hari weekend gini mending pakai buat bebersih, soalnya hari-hari biasa gak ada waktu.” Jelasku. Aku juga masih menunggu apa yang ingin di katakan mbak Indah yang sebenarnya.

“Kamu punya pacar gak, Ifa?”

Aku yang ditanya tiba-tiba seperti itu menyerngit ‘kan dahi. Kenapa nih? “gak ada mbak. Mbak tau sendiri ‘kan aku sibuk kuliah dan bekerja. Gak ada waktu buat pacaran.” Jawabku

“Ada cowok yang kamu suka gak?”

“Memangnya kenapa mbak?”

“Enggak, mbak cuman penasaran. Tapi masa kamu benar-benar gak ada pacar, Ifa? Jangan ngawur.”

“Yah mbak gak percaya lagi, sumpah dah mbak. Aku sama sekali gak ada pacar atau pun cowok yang aku suka. Kenapa sih mbak? Mbak bukan datang kesini buat nanyain itu ‘kan?"

Mbak Indah menggeleng pelan “Emm.” Ku lihat mbak ku nampak gugup. Sekali-kali ia meremass satu sama lain telapak tangannya

“Jangan gugup mbak, bilang ajah. Ada apa sih?” aku mencoba memberikan pengertian

Mbak Indah melirik ku sekilas “Kamu bisa bantu mbak gak dek?” Tanyanya dengan penuh keraguan. Terlihat dari mata mbak Indah yang bergerak tidak beraturan

“Bantu apa mbak?” Tanyaku, sebisa mungkin biasa saja. Walaupun sebenarnya aku heran, bantuan apa yang ingin di mintai tolong padaku? Secara menurut ku nasib mbak Indah sudah sangat bagus.

“Emm kamu gak bakalan nolak ‘kan?”

Ku hembuskan nafas halus “In Syaa Allah mbak, kalau aku bisa bantu pasti ku bantu kok.” Jawabku seadanya.

Mbak Indah nampak menghela nafas panjang “Kamu tau ‘kan dek, mbak dengan mas Dylan udah satu tahun nikah tapi belum di beri momongan?” Tiba-tiba pembicaraan mbak Indah jadi mellow dan tak tau arah.

Apa hubungannya dengan bantuan yang tadi disebutkan mbak Indah?

Aku mengangguk “Semuanya ada jalannya masing-masing mbak. Mungkin mbak dan mas Dylan belum diberi kepercayaan dari yang maha kuasa untuk dititipkan anak.”

“Mbak tau dek, tapi gimana kalau selamanya mbak dan mas Dylan gak diberi kepercayaan? Apa yang harus mbak bilang pada keluarga besar mas Dylan?” Ia nampak sangat frustasi

“Kamu tau ‘kan keluarga mas Dylan itu keluarga seperti apa. Mereka keluarga terpandang dengan orang-orang elit. Mereka juga udah nuntut pengen punya keturunan dari mbak dan mas Dylan.”

Aku terdiam. Benarkah apa yang dikatakan mbak ku? Tapi yang aku lihat dari keluarga kakak ipar ku, mereka semua baik-baik dan seperti tidak mungkin akan menuntut hal seperti yang dikatakan mbak Indah kepadaku

“Tapi, bukannya masih ada kakak kembar dan adik kembar mas Dylan yah mbak? Kenapa jadi mbak yang harus di tuntut.” Ucapku

“Kamu gak tau Ifa? Cuman mas Dylan doang yang sudah berkeluarga dari keempat anak dari keluarga Sam.” Seru mbak Indah tak percaya menatapku.

Sam, adalah sebuah keluarga yang sudah tidak akan asing lagi bagi orang-orang di negeri ini ataupun di negara lain. Bahkan sampai ke pelosok negeri.

Aku mengangguk “Maaf mbak, aku lupa.”

Mbak Indah nampak menggeleng tak percaya “Kamu tau sendiri bagaimana terpandang dan terhormatnya keluarga mas Dylan. Coba bayangin istri dari anak kedua keluarga Sam gak bisa ngasih keturunan, Menurut mu gimana cara masyarakat melihat keluarga mas Dylan.”

Aku terdiam, benar saja pasti para deterjen Konoha akan koar sana koar sini tak jelas. Padahal mereka tidak tau bagaimana kebenarannya.

“Tapi mbak belum tentu gak bisa ngasih keturunan ‘kan? Bisa jadi tahun depan bisa. Atau kalau bisa mbak coba bayi tabung ‘kan juga bisa.” Usulku

Mbak indah menunduk dalam. Tak lama setetes air mata keluar dari dalam mata mbak ku. Tentu aku gelagapan, kenapa jadi tiba-tiba menangis? Apa jangan-jangan... Ku bekap Mulut ku tak percaya

“Mbak.. ini bukan..__”

“Iya Ifa, seperti yang kamu pikirkan. Hiks..” Mengusap air mata “Sebenarnya dua Minggu yang lalu mbak udah periksa dan hasilnya... Hiks.. mbak.. mbak.. yang ber.. bermasalah hiks.. hiks..”

Aku terdiam. Tidak ku sangka pemikiran ku tepat sasaran. Ku genggam salah satu tangan mbak ku yang ada di pangkuannya.

“Yang sabar mbak. Lagian mas Dylan juga kayanya gak maksa amat.” Aku mencoba membujuk. Walaupun aku tau tidak akan semudah itu untuk berdamai dengan keadaan.

“Hiks.. kamu salah dek, aku tau mas Dylan memang gak mengatakan nya langsung. Tapi dia selalu mengelus perut mbak berharap agar ada bayi kami yang tumbuh disini hiks..” Tangis mbak Indah semakin keras

Kalau di pikir-pikir sepertinya apa yang dikatakan mbak Indah benar adanya. Jika dilihat dari sifat mas Dylan yang irit bicara dan dingin aku yakin pria itu tidak akan mengatakan keinginan nya secara langsung.

Aku tidak tau harus apa. Aku tidak berpengalaman dalam hal berumah tangga. Ya iyalah, orang aku masih gadis!

Lama mbak Indah terisak, yang bisa ku lakukan hanya Memeluk nya saja sampai tangis mbak Indah kian reda.

Tiba-tiba mbak Indah menggenggam balik tanganku, dia melihat ku dengan tatapan berharap, sungguh tatapan yang membebani “Jadi, ada yang ingin mbak mintai tolong ke kamu dek.” Ucapnya

Aku balik menggenggam tangan mbak Indah “Bilang ajah mbak, In Syaa Allah aku bakalan bantu semampu ku.” Jawabku selembut mungkin

Ku lihat mbak Indah menarik nafas panjang lalu membuangnya “Tolong...., menikahlah dengan mas Dylan.”

.

.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!