Di kediaman keluarga Bima Prasetyo. Ibu dan anak tengah berdebat. Sebab, sang ibu menolak keinginan putranya untuk menikahi seorang gadis yang bernama Erina Lusiana. Wanita yang tak pernah di sukai oleh ibunya Damar, yaitu bu Nurma.
"Mama tidak setuju! Jika kamu menikahi gadis miskin seperti dia. Damar, selera kamu kenapa seperti dia sih? Tidakkah kamu pilih gadis yang sudah mama pilihkan untukmu." Bentak Bu Nurma kepada putra keduanya.
"Ma, aku sangat mencintai Erina. Kami sudah menjalin hubungan yang cukup lama, aku ingin menikahinya. Please!" jawab Damar, seraya memohon kepada orang tuanya. "Hanya Mama, orang tua yang aku miliki. Setelah kepergian papa. Sedangkan gadis, yang aku sayangi hanya Erina, tidak ada lagi gadis yang membuatku tertarik."
Erina Lusiana, gadis berusia 23 tahun, putri pertama dari bapak Bagaskara dengan Bu Riana. Yaitu seorang gadis yang sangat Damar cintai, semenjak mereka duduk di bangku SMA.
Bu Nurma, menatap wajah putranya yang memohon seperti itu, membuatnya terpaksa berpikir kembali. Zainal sebagai anak tertua, merasa tak tega melihat wajah adiknya seperti itu.
"Ma, sudahlah jangan mengekang hubungan mereka! Kasian Damar, dia sudah dewasa, bisa memilih jalan untuk kebahagiaannya sendiri. Cukup aku saja, yang menuruti kemauan Mama dan papa saat itu. Jangan lakukan itu kepada adikku, Zainal mohon Ma!" Putra sulung Bu Nurma pun ikut memohon untuk hubungannya Damar dengan Erina.
"Baik Mama, akan mengizinkan kamu menikah dengan gadis miskin itu. Tetapi jangan meminta lebih, untuk mamah dekat dengan gadis itu!" kata Mama Nurma dengan penuh penekanan.
"Iya Ma," jawab Damar dengan wajah berbinar.
Keluarga Bima Prasetyo, dan Bu Nurma, yang di karuniai tiga orang anak. Yang dimana, anak tertua bernama Zainal Prasetyo dua puluh tujuh tahun, putra kedua bernama Damar Prasetyo, berusia dua puluh empat tahun dan Denada putri Prasetyo, sembilan belas tahun.
Saat tiga tahun lalu, ayah dari Damar, yaitu pak Bima meninggal dunia. Kepulangan beliau di panggil sang Khaliq, setelah keinginannya tercapai yaitu menjodohkan putra sulungnya dengan seorang gadis pilihannya. Karena tak bisa berbuat apa-apa, Zainal pun menerima perjodohan itu, lima bulan kemudian, pak Bima pun di panggil oleh Tuhan
Sekarang setelah Zainal menikahi gadis yang tidak dia cintai. Sekarang Nasibnya menimpa kepada adiknya, yaitu Damar, yang di paksa menikah dengan gadis pilihan Bu Nurma. Namun karena Damar anak yang berontak akhirnya Damar kekeh, dengan pilihannya yaitu Erina.
Setelah mengantongi restu dari sang Mama, Damar ingin sekali mengatakan pada Erina, kalau ibunya merestui hubungan mereka
Keesokan harinya
Tepat jam 20.00 wib, Damar menjemput Erina di sebuah toko dimana tempat gadis itu bekerja. Senyuman terpancar dari bibir gadis yang bertubuh mungil.
"Damar," panggil Erina saat keluar dari toko tempatnya bekerja.
Damar yang menunggu di depan mobil, dan bersandar sambil melambaikan tangan, memberikan senyuman.
Dengan senyuman manis dari gadis yang selama ini dia cintai, membuat dirinya bertekad ingin memiliki seutuhnya.
"Sayang, kamu sudah makan belum?" tanya Damar, dan Erina menggelengkan kepalanya. "Kita makan dulu yuk! Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu." Kata Damar, sambil menyentuh tangannya.
"Bicara apa sih, Damar? Memang tidak bisa bilang di sini aja?" tanya balik Erina.
"Ya enggak bisa dong sayangku, masa ceritanya di sini." Erina tersenyum mendengar Damar bicara. "Yuk! Kita berangkat sekarang." Damar membukakan pintu mobil untuk gadis yang dia amat sayangi.
Setelah Erina masuk, Damar pun juga masuk dan mengendarai mobil nya menuju tempat yang hanya dia yang tau.
Damar membawa Erina kesebuah restauran cukup terkena, dengan pemandangan malam dan gedung-gedung pencakar langit nan indah, dengan bercahaya lampu, yang menghiasi jalan ibu kota.
"Damar, kenapa kamu mengajak aku kesini?" tanya Erina keheranan, Damar hanya tersenyum mendengarnya.
Damar berjalan mendekati Erina dan berlutut di hadapannya, dengan mengeluarkan kotak berwarna merah.
Erina di buat speechless dengan apa yang dilakukan Damar saat ini.
"Damar, kamu mau ngapain seperti ini. Bangun dan duduk, malu di lihat banyak orang!" ucap Erina dengan menyuruh kekasih agar bangkit dari posisinya.
Damar menggelengkan kepalanya, dan berkata. "Erina Lusiana. Kamu tau hubungan kita sudah hampir lima tahun, aku tidak ingin menunggu terlalu lama lagi, untuk menjadikan kamu istriku." Pria itu pun tersenyum menatap kekasihnya yang teramat dia sayangi. "Sayang, Will you marry me!"
Mendengar pria di hadapannya ini mengutarakan isi hatinya, Erina tak bisa berkata apa-apa, selain merasa terharu. Erina menutup mulutnya, dengan matanya yang mengembun.
"Damar ..." Erina saat ini bingung ingin mengatakan apa. "Kamu tau aku juga ingin sekali, seperti apa yang kamu katakan. Tetapi, bagaimana mama kamu? Aku tidak ingin membuat wanita yang melahirkan kamu kecewa, dengan apa yang sudah kamu lakukan ini!" Erina menundukkan kepalanya, terlihat menitikkan air matanya.
Mengingat bertapa tak sukanya bu Nurma kepadanya. Bahkan dialah orang yang pertama mengekang hubungan Damar dengan dirinya.
Damar tersenyum, lalu menyentuh dagu agar dapat melihat wajah Erina, dan menghapus air bening yang mengalir dari sudut mata, wanita yang begitu dia cintai.
"Kamu jangan khawatir, justru aku melakukan ini, karena aku mendapatkan restu dari mama. Bukan hanya itu, ka Zainal lah yang membujuk mama untuk menerima kamu." Ucap Damar dengan wajah bahagia, dan itu membuat Erina tersenyum.
"Benarkah, mama kamu merestui hubungan kita?" tanya Erina, dan Damar mengangguk.
"Sekarang jawaban kamu apa? Kamu mau tidak menerima permintaan aku. Aku pegal dengan posisi seperti ini!" jawab Damar dengan pura pura marah, Erina justru tersenyum mendengarnya. "Aku ulangi lagi ya? Sayang, will you marry me?"
Erlina segera menganggukkan kepalanya,dan tersenyum. "Iya aku mau menikah dengan kamu, Damar." Jawab Erina, dengan rasa bahagia, Damar segera memakaikan cincin di jari manis sebelah kiri Erina.
Damar segera memeluk Erina di saat itu juga, terlihat wajah kebahagiaan pada mereka berdua.
Satu bulan kemudian
Pernikahan sepasang manusia, yang saling mencintai. Damar Prasetyo, pria bertubuh tinggi, dengan wajah tampan. Menikah dengan seorang gadis cantik bertubuh mungil Erina Lusiana, yang tak lain teman masa sekolah.
Di depan penghulu Damar Prasetyo mengucapkan ijab kobul, dengan lancar dan penuh hikmat.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Erina Lusiana, binti Bapak Bagaskara. Dengan mas kawin, perhiasan seberat 20 gram, dan uang tunai, sebesar sepuluh juta rupiah, di bayar tunai."
"Bagaimana para saksi Sah?" tanya pak penghulu.
"Sah." Jawab para saksi yang menyaksikan pernikahan dua sejoli yang saling mencintai.
Dengan mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa, Erina menitikkan air mata kebahagiaan. Setelah membaca doa, Erina, mencium punggung tangan Damar, yang kini sudah Sah menjadi suaminya. Begitupun juga Damar mengecup kening istrinya, yang kini sudah menjadi istrinya. Wajah kebahagiaan terpancar dari kedua pasangan pengantin.
Semua keluarga dan kerabat, menyaksikan pernikahan, dua insan yang saling mencintai, dan kini SAH menjadi sepasang suami-istri. Kedua pengantin, duduk di kursi pelaminan dengan senyum kebahagiaan.
Di balik kebahagiaan dari kedua pengantin, ternyata ada wajah tak suka saat melihat menyaksikan pernikahan Erina dan Damar.
'Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menerimanya menjadi menantuku.' Gumam seorang wanita paruh baya, menatap sepasang pengantin baru.
Bu Nurma, selain memiliki dua putra, ia juga memiliki seorang putri bernama Denada, yang berusia delapan belas tahun.
"Ma, lihat saja! Gadis itu, pasti dia akan merasa bangga karena sudah dinikahi oleh kak Damar," ucap Denada sambil menatap Erina dengan tatapan sinis.
"Biarkan saja Dena, kita lihat sampai mana gadis itu bertahan menjadi bagian keluarga kita! Mama juga tidak Sudi, mempunyai menantu yang kampungan seperti dia itu," cibir Bu Nurma.
Acara pernikahan pun terus, berlangsung sampai malam. Seorang pria berusia 46 tahun, dan terlihat masih gagah. Menggandeng seorang wanita muda, 35 tahun, mereka menghampiri pengantin.
"Erina, ayah, dan ibu harus pamit. Karena ibumu terlihat lelah." Ucap pak Bagaskara, yang tak lain ayah dari Erina.
"Iya Erin, kami harus pamit. Ibu ucapkan kalian bahagia ya, dan segera di berikan momongan," ucap seorang wanita bernama Hesti, yang tak lain ibu sambung Erina.
"Terimakasih Bu," jawabnya Erina.
Setelah itu keluarga Erina pun berpamitan untuk pulang. Karena hari semakin malam, acara pesta pun berakhir.
Setelah acara selesai, kedua pengantin kini sedang berada di dalam kamar, Erina sudah mengganti dari gaun pengantin, menjadi piyama. Damar sudah menyiapkan seluruh pakaian untuk Erina.
Namun Erina merasa risih dengan pakaian yang saat ini dia gunakan. Berbahan tipis, hanya menggunakan satu tali sisi kiri dan kanan. Meskipun ada kain lagi untuk menutup bagian luar, itu juga hanya menggunakan tali.
Pintu kamar mandi terbuka, terlihat wajah Damar yang terlihat segar dengan senyuman kebahagiaan. Erina nampak gugup saat ini, apalagi yang kini menghampirinya. Meskipun mereka kini sudah menjadi pasangan yang Sah, namun rasa malu masih dirasakannya.
Erina tersenyum kikuk, sedangkan Damar tersenyum sempurna. Keduanya duduk saling berhadapan di bibir tempat tidur, yang di hiasi bunga bunga.
"Kamu cantik!" ucap Damar seraya mengecup kening Erina. "Kamu gugup ya? tangan kamu terasa dingin loh!"
"Sang_ _ sangat gugup, haaah ..." jawab Erina, membuang nafasnya yang dirasanya sesak
Damar tersenyum melihatnya. "Jangan gugup sayang, santai saja. Rileks ya, kita 'kan sudah lama saling kenal! Masa masih gugup aja, aku juga belum apa-apakan kamu ko," ucap Damar mengerlingkan matanya.
"Damar," panggil Erina. Karena saat ini dirinya benar benar gugup, apalagi sekedar memanggil kata sayang, sepertinya sangat sulit.
"Ko hanya Damar? Biasanya kamu selalu ada panggilan sayang?" ledek Damar. "Biar makin terasa geregetnya, panggil Mas aja ya! Aku suka jika kamu panggil dengan sebutan itu." Pinta Damar, dan Erina mengangguk.
"I_ iya Mas Damar," Erina tersenyum malu-malu mengatakan itu.
"Hahaha ... Erina sayang, kamu kenapa jadi menggemaskan seperti ini sih? Hei ... kita berpacaran hampir enam tahun, masa masih malu si? Eeh ... bukan enam tahun melainkan hampir delapan tahun, karena kita sempat putus 2 tahun. Udah kaya cicilan rumah aja." Ucap Damar dengan terkekeh.
"Iya kita sempat kandas, dua tahun. Terus kita balikan lagi, ya?" ucap Erina, dan Damar mengangguk, membenarkan perkataan istrinya.
"Huufh ..." Damar membuang nafasnya. "Sekarang aku bahagia, kita sudah menjadi pasangan suami istri. Aku berhasil mempertahankan kamu dan menjadikan kamu istriku." Kata Damar sambil membawa Erina kedalam pelukannya.
"Mas, aku harap, kita sama-sama memperjuangkan hubungan kita ini ya? Jangan ada kata perpisahan, ataupun pengkhianatan! Karena aku tidak mau ada kata itu di tengah- tengah hubungan kita nantinya!" pinta Erina.
"Iya sayang, aku berjanji akan tetap setia menjadikan kamu satu-satunya wanita yang menjadi istriku." Damar mencium tangan Erina.
"Apa kamu bisa membuktikan itu semuanya,Mas?" tanya Erina.
"Pasti! Aku akan membuktikan itu semuanya ke kamu." Damar menatap Erina dalam-dalam.
Udara yang begitu terasa dingin, karena di temani rintikan hujan dan angin malam. Membuat suasana mendukung di malam pengantin mereka.
Damar yang memimpin terlebih dahulu, membuat hati Erina berayun mengikuti suasana malam ini.
Erina memejamkan mata, disaat Damar mengecup bibirnya. Selanjutnya hanya mereka lah yang tau, harus melakukan apa, yang biasanya di lakukan dari dua sejoli yang saling , ekhem ekhem....!
Malam ini sepasang pengantin itu, sedang melakukan kegiatan malam hari, bergumul di bawah selimut. Udara dingin saat ini, menjadi panas di kamar itu.
Selesai melakukan sebagimana pasangan pengantin baru, kini Erina dan Damar saling berpelukan tanpa menggunakan sehelai benang pun. Hanya selimutlah yang hanya menutupi kulit mereka dari tiupan angin, yang semilir.
Sampai keesokan paginya
Wajah kebahagiaan, terpancar dari wajah mereka berdua. Apalagi Damar yang terlihat segar, dari raut wajahnya, dengan rambutnya yang basah, senyuman yang merekah bagaikan bunga yang baru merekah.
Pagi ini Erina dan Damar, sedang menikmati sarapan pagi bersama dengan para keluarga. Ada bu Nurma, Denada, ka Zainal dan ada juga istri dari Zainal yaitu Tiara.
Di sana para keluarga tidak menyambut keberadaan Erina dengan hangat, hanya Zainal dan istrinya saja yang menyapa Erina sebagai keluarga baru.
"Selamat pagi Erina," sapa Zainal.
"Pagi Ka Zainal, pagi semuanya," jawab Erina dan menyapa para keluarga. Namun nyatanya tak ada yang merespon sapaannya.
"Pagi juga Erina," jawab dari Tiara istri dari Zainal.
Erina tersenyum kecut, hanya Zainal dan iparnya yang membalas sapaannya. Sedangkan ibu mertuanya dan Denada tak meresponnya. Damar hanya menggenggam tangan istrinya agar sabar dengan sikap ibunya.
"Maaf ya Erina, mungkin di sini Mama dan Denada sedang berpuasa bicara. Sekarang kamu lanjutkan sarapannya!" kata Zainal, Erina hanya menganggukkan kepalanya.
Sebenarnya Erina merasa tak enak hati, ketika untuk pertama kali dirinya gabung dengan keluarga, namun untuk tanggapan keluarga, mereka seperti tidak peduli.
Saat berada di dalam kamar, Erina nampak murung dipinggir tempat tidur. Damar menghampiri istrinya yang sedang menyendiri.
"Maafkan sikap mama! yang membuat kamu tidak nyaman dan menjadi sedih ya?" ucap Damar seraya menggenggam tangannya.
Erina segera menghapus air matanya, dan tersenyum. "Aku mengerti Mas, dengan sikap mama yang tak suka denganku. Aku berharap kelak beliau akan menerimaku sebagai menantunya,"
"Amiin!" jawab Damar, dan membawa Erina kedalam pelukannya.
Hari-hari terus di lalui oleh Erina dan Damar. Selama menjalani peran sebagai istri dan menantu dikediaman keluarga suaminya. Dirinya merasa sedikit tidak nyaman tinggal di sana, dan terutama alasannya ada pada ibu mertuanya.
Kini 5 bulan pernikahan mereka, dan Erina masih tinggal dengan mertua yang tak menyukainya.
Setelah keberangkatan Damar ke kantornya, begitupun juga Zainal. Erina di buat bersedih dengan sikap dari mertuanya yang begitu sangat tidak menyukainya.
Pagi ini Erina entah kenapa rasanya setelah sarapan bersama Damar. Dirinya kembali merasakan lapar, dan hendak mengambil sesuatu di dapur.
Karena letak kamarnya berada di bawah, jadi Erina tak perlu repot-repot menuruni anak tangga.
"Kenapa perutku masih lapar ya? Padahal tadi aku sudah sarapan bareng Mas Damar," ucap Erina saat berada di dapur.
Erina mengambil sesuatu dari dalam kulkas, ada buah dan juga cemilan. Dengan wajah berbinar, Erina melahap satu persatu buah dan makanan yang ada di hadapannya itu.
Tanpa Erina sadari ada sepasang mata memerhatikan saat dirinya sedang menikmati makanan dan buah dengan tatapan tak suka.
"Ekhem!" Erina terkejut saat ada yang berdehem di belakangnya.
"Mama," ucap Erina, dengan memberikan senyuman.
Bu Nurma mendekatinya, dan menatap dengan tatapan tak suka. Erina merasa risih di perhatikan dengan seperti itu, dirinya hanya menundukkan wajahnya saja.
"Enak! Ternyata kamu suka makan ya?" ucap Bu Nurma, Erina menanggapinya hanya dengan senyuman. "Bagaimana tinggal di sini, kamu bisa bebas makan sesuka hati kamu, dan kamu sudah seperti ratu di rumah ini," Bu Nurma mengatakan itu dengan ketus.
"Maaf Ma, jika selama ini sikapku salah pada Mama, bahkan membuatmu tak suka denganku. Aku tadi hanya merasa sedikit lapar, dan mencari makanan," ucap Erina dengan menundukkan kepalanya.
"Oh lapar ya? Apa kamu menyimpan makanan didalam kulkas, tidak 'kan? Aku tak sudi makanan di keluarga ini kamu makan, semakin lama saya semakin muak melihat kamu. Pergi kamu dari pandangan saya, mata saya langsung sakit melihat kamu! Hush, hush, hush! ucap Bu Nurma dengan mengusir Erina seperti ayam.
Erina meninggalkan dapur dengan rasa sakit yang saat ini dirasakan. Dia masuk ke kamar, dengan air mata yang tak hentinya menetes. Baru kali ini merasakan dirinya tak di hargai oleh seorang ibu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung
Assalamu'alaikum semuanya. Disini ku buat karya baruku tentang konflik rumah tangga, yang di mana ceritanya sedikit membuat kalian merasa gemas, dan geram.
Untuk itu aku minta kalian tahan emosi! hihihi... Teliti dalam membaca dan bijak untuk berkomentar.
...Ku harap kalian menyukai cerita ku ini. Jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian ya! Karena itu sangat bermanfaat, untukku agar semangat menuliskan ceritanya . Terimakasih 🙏🙏🙏...
Erina meninggalkan dapur dengan rasa sakit yang saat ini dirasakan. Dia masuk ke kamar, dengan air mata yang tak hentinya menetes. Baru kali ini merasakan dirinya tak di hargai oleh seorang ibu.
Saat berada di dalam kamar Erina menangis, karena hatinya terasa sakit. Saat ibu mertuanya, begitu sangat membenci dirinya.
"Kenapa Mama begitu tidak menyukai aku, sebenarnya aku mempunyai salah apa? Sampai dia membenci aku seperti ini, bahkan aku tak dianggap sebagai menantunya."
Setelah Erina cukup tenang, dia pergi ke sebuah supermarket, untuk membeli buah dan makanan, untuk disimpan di dalam kamarnya. Agar suatu saat, jika dirinya ingin mencari makanan, tidak perlu mengambil dari isi kulkas milik mertuanya tersebut.
Setelah sampai di Supermarket, Erina melihat begitu banyak makanan yang dia suka. Bahkan dirinya sampai tak sadar, sudah mengambil banyak Snack di dalam trolinya.
"Astaga! Banyak banget, aku sampai lupa kalau sudah berbelanja. Ya sudah tidak apalah untuk stok di rumah, aku tidak ingin mama marah ketika aku mengambil makanannya lagi," Erina melangkah ke arah kasir untuk membayar belanjaannya.
Setelah dari Supermarket, Erina kembali ke rumah. Saat turun dari taksi online, Erina membawa 3 kantong belanjaan, dan dibawa masuk ke dalam rumahnya. Kebetulan saat situ Bu Nurma dan Denada adik dari Damar, memperhatikan Erina ketika membawa belanjaan.
" Wiih ... ada yang habis borong nih? Kayanya punya banyak duit sampai belanja segitu banyaknya, lihat mah!" Kata Denada saat melihat Erina datang membawa tas belanjaan.
"Ya banyak duit lah! Secara dia 'kan dinikahi orang kaya, pasti dia hambur-hamburkan uang. Coba kalau bukan Damar yang ngasih duit, mana bisa dia membeli makanan segitu banyaknya? Dia hanya gadis miskin yang tidak punya apa-apa, terus dia merasa jadi ratu deh di rumah ini." Kata Bu Nurma membuat hati Erina terasa sakit mendengarnya.
"Maaf mah sebelumnya. Sebenarnya kenapa Mama begitu tidak menyukai aku, bahkan tega mengatakan itu kepadaku. Aku membeli ini semua, uangku sendiri, selama aku bekerja, aku menyimpannya. Bukan dari pemberian mas Damar, maaf jika perkataan aku membuat Mama tersinggung. Karena aku mengatakan yang sejujurnya." Jawab Erina dengan menahan rasa gerammya.
"Ternyata kamu sudah pintar membalikan perkataan Mama!" timpal Denada. "Dasar gadis kampung, dengarkan gue baik baik! Elo kalau bukan kakak gue yang nikahin, mana bisa elo belanja kaya begini. Hidup kaya ratu, harusnya elo berterimakasih, sama nyokap gue. Kalau bukan restu darinya, mana bisa elu jadi bagian dari keluarga ini." Mereka berdua menatap Erina dengan tatapan rendah.
Ingin sekali Erina menangis saat mendengar makian dari adik ipar,dan mertuanya. Hati terasa sakit, menjadi bagian dari keluarga mereka.
"Aku sadar diri, kalau aku hanya gadis kampung, yang miskin, lalu dinikahi oleh mas Damar. Aku juga bukan gadis seperti apa yang kalian inginkan, tapi aku menghargai perasaan seseorang yang aku cintai, yaitu mas Damar. Aku juga rela, jika seandainya suamiku, mengajakku pindah ke rumah yang lebih kecil, aku ikhlas. Daripada aku di hina dan di rendahkan oleh kalian." Erina dengan sedikit keberanian mengatakan itu kepada dua orang yang menghinanya.
"Heran saya bisa-bisanya, Damar menikahi gadis kurang ajar seperti kamu. Sudah miskin, gak punya sopan santu pula!" ucap Bu Nurma, menghina Erina.
"Aku sadar, aku hanya gadis miskin yang di nikahi mas Damar. Terserah kalian mau mengatakan aku apa, yang jelas aku adalah bagian dari keluarga ini. Aku menantu, sekaligus istri dari putra Mama," dengan sekuat tenaga, Erina masih berdiri tegak menghadap dua orang yang selalu menghinanya.
"Sampai kapanpun, saya tidak pernah menganggap kamu sebagai menantu saya!" dengan senyum sinisnya. "Jadi jangan harap kamu di akui di sini, karena kriteria menantu saya tidak seperti kamu.
Sebenarnya anak saya tuh sudah buta, karena salah jatuh cinta dengan gadis seperti kamu," kata bu Nurma dengan ketus
"Dengarkan dan ingat baik-baik perkataan saya! Saya akan terus berusaha untuk membuat kamu pergi dari sini! Entah Damar yang akan mendepak kamu, atau mungkin kamu sendiri yang angkat kaki dari rumah ini!" ucap bu Nurma penuh dengan ancaman.
Seketika air mata Erina berhasil lolos, dan itu membuat Denada dan Bu Nurma tersenyum sinis.
Karena tidak ingin berdebat terlalu lama, tanpa ingin menimpali, Erina pun langsung pergi ke kamarnya. Dengan perasaan hancur yang berkeping-keping mendengar perkataan ibu mertuanya yang sangat menyakitkan baginya.
Erina menangis di dalam kamar tersedu-sedu
"Ya Tuhan, kuatkan hati ini, agar aku bisa menjalani hari-hariku. Serta lembutkanlah hati ibu mertuaku. Ya Allah semoga Mas Damar selalu menjaga hatinya untuku."
Sore harinya ketika Damar pulang, Erina menyambutnya dengan senyuman. Tentunya Damar merasa bahagia, saat istrinya menyambutnya ketika pulang dari kantor.
"Sayang kamu kenapa? Mata kamu kok sembab, seperti habis menangis?" tanya Damar, saat menatap istrinya.
"Masa sih Mas? Aku gak habis menangis ko," jawab Erina, dengan tersenyum menutupi matanya yang sembab.
"Kamu gak bisa bohong sama aku! Coba katakan, apa yang terjadi?" tanya Damar dengan tatapan menyelidik. "Kalau kamu gak cerita, aku akan tanya langsung ke Mama!" Damar hendak keluar kamar, namun dihalangi oleh Erina.
"Mas, tunggu!" Erina menarik tangan suaminya agar tidak keluar.
Damar pun menghentikan langkahnya dengan berusaha sedikit tenang, dan berbalik badan menatap istrinya.
"Masih ada yang ingin di sembunyikan dari suamimu!" ucap Damar dengan tegas.
Erina hanya menundukkan kepalanya, dengan mengigit bibirnya sendiri.
"Tapi kamu harus janji sama aku, kamu gak boleh marah dengan keluarga kamu!" pinta Erina.
Sebenarnya Damar merasa kesal, pulang kerja melihat wajah istrinya yang terlihat menyedihkan. Pastinya dirinya harus berada di posisi Erina, karena dia mengerti sikap wanita yang ada dihadapannya seperti apa.
"Ya, mas janji! Tidak akan marah dengan mereka, asal kamu jujur tidak ada yang kamu sembunyikan dari aku. Karena sudah jadi kewajiban aku, melindungi kamu, jika kamu di sakiti." Ucap Damar dengan menyentuh kepala istrinya, yang tertutup hijab.
Erina pun tersenyum mendengarnya, kalau suaminya berjanji tidak akan marah dengan keluarganya.
Erina menceritakan semuanya yang terjadi, ada bulir air mata, saat menceritakan itu. Berkali-kali juga Damar menghapus air mata, dari wajah cantik istrinya.
Damar sangat tak tega mendengar cerita bertapa jahatnya, ibu dan adiknya menghina Erina.
"Maafkan, mama dan adikku ya? Aku membawamu masuk ke keluarga ini justru membuat kamu terluka oleh perkataan mereka. Maaf ya!" Damar berlutut memeluk pinggang Erina.
Isak tangis terdengar dari Damar, dan itu membuat Erina menjadi merasa bersalah.
"Mas ..." panggil Erina, karena tidak ingin suaminya yang merasa bersalah. "Jangan seperti ini, ayo sekarang kamu duduk sini!"
Damar pun kini duduk kembali menatap wajah istrinya
"Aku bahagia menjadi istrimu, pria baik, dan penyayang seperti kamu. Aku juga akan sabar menghadapi keluarga kamu, semoga mama suatu saat bisa menerimaku sebagai menantunya," ucap Erina dengan senyuman
"Tapi mama sudah membuatmu sedih seperti ini." Damar menggenggam tangannya.
"Yang terpenting bukan kamu, yang membuatku sedih dan terluka! Aku hanya minta, kasih sayangmu, perhatianmu, dan hatimu, jangan berubah. Aku ingin kamu seperti ini, aku tidak ingin jika ada kata pengkhianat yang hadir di tengah-tengah hubungan kita!" pinta Erina.
"Aku berjanji, tidak akan berubah perhatianku, kasih sayangku, dan hatiku. Semua hanya untukmu, aku juga ingin selamanya hubungan kita akan harmonis seperti ini!"
"Aku merasa menjadi wanita yang paling bahagia, jika kamu bisa menepati janji kamu, Mas." Ucap Erina, Damar akhirnya membawa istrinya kedalam pelukannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!