...Jika ada salah kata atau typo mohon jangan menghujat tapi kasih kritik dan saran yang baik yah 🙏 karena saya hanya segelintir author yang baru belajar nulis....
...Jangan lupa like, coment dan subscribe-nya, jangan jadi pembaca ghaib:v...
*****
Deghh
Berdiri terpaku dalam isi otak mendadak ngeblank. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat dengan kedua mata kepalanya sendiri. Ini nyata. Tenggorokannya tercekat, lidahnya keluh mengeluarkan sepatah kata untuk menghentikan adegan tidak mengenakan yang ia tangkap basah.
Sesak. Itulah yang di rasakan seorang gadis berambut hitam legam tergerai sepunggung tersebut. Berulang kali tangannya memukul dada untuk mengurangi bobot yang menghimpit rongga dadanya.
Di sela pintu, Ruby dapat melihat jelas bagaimana pacarnya berciuman mesra dengan gadis lain, mungkin tidak akan sesakit ini jika itu adalah orang yang asing bagi Ruby. Tapi apakah ini mimpi? kalau iya, tolong bangunkan ia sekarang!! bagaimana itu adalah Sandra, sahabatnya sendiri?
Pelan-pelan Ruby membuka lebih lebar pintu gudang itu. Lihatlah? bahkan bunyi deritan pintu terbuka itu tidak terpengaruh sama sekali bagi mereka, seakan setan sudah benar-benar mengendalikan keduanya. Semakin lama ciuman itu terlihat menuntut dan menuntut, saat itu juga dunia Ruby terasa semakin rancu dan berharap ini hanya lah mimpi.
"L-lan?"
Entah dari beribu-ribu kata yang di kepalanya hanya suara getir yang mampu ia lontarkan. Sukses memecahkan suasana panas bagi dua sepasang remaja itu, Alan dan Sandra spontan menghentikan aksi, lalu Alan yang dalam posisi menghadap pada Ruby, kedua matanya langsung membelalak melihat keberadaan pacarnya di ambang pintu.
Sandra memutar badan merasa ekspresi Alan yang panik. Reaksi yang serupa dengan Alan, belum juga selesai dengan keterkejutannya, tubuh Sandra di dorong kuat oleh Alan hingga terjerembab ke lantai.
"Alan!!" bentak Sandra tidak terima mendapat perlakuan yang kasar. Alan mengabaikan, ia menghampiri Ruby yang masih bergeming tidak percaya dengan scene yang sempat disaksikannya beberapa menit lalu.
Keduanya Bagaikan kepergok berselingkuh. Apakah itu benar hanya bagaikan ataukah sebaliknya, itu memang kebenaran yang mereka tutupi dengan rapat?
"R-ruy?" panggilnya terbata-bata.
Seharusnya ini adalah resikonya jika berani mengkhianati Ruby, Alan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Menjelaskan? apa yang harus di jelaskan. Tapi, setidaknya ia memberikan dalih yang bisa meyakinkan Ruby.
"I-ini bukan seperti yang kamu kira, aku bisa jelasin!!" Wajah Alan pias, menunjukan reaksi kelabakan.
Pada akhirnya bau bangkai akan tercium juga, bukan? tidak selamanya suatu rahasia bisa aman. Ada suatu masa akan terbongkar dengan sendirinya.
Alan merajut langkah, maju lebih mendekati Ruby yang malah mundur menjauh. Percayalah, mati-matian Ruby menahan cairan kristal bening dari pelupuk matanya. Ingin sekali ia mengumpat, menghardik Alan, mencakar-cakar wajahnya hingga hancur.
Ah, tapi sudah lah, ia tak punya tenaga sebanyak itu saat ini.
"D-dia yang cium aku duluan!! dia maksa aku!! aku sebagai laki-laki tentu akan tergoda!! Tapi beneran kami berdua gak ada apa-apa!!" kilahnya. Telunjuknya menunjuk Sandra yang bangkit berdiri di saat kata 'Dia' terucap dari bibirnya.
"Apa yang lo katakan Lan?!! terus hubungan kita dua bulan ini, lo anggap apa?!!" sergahnya tidak mempedulikan bagaimana perasaan Ruby.
Dua bulan? kemana saja ia selama ini, baru mengetahui itu sekarang?
Kalian tahu bagaimana rasanya sebuah gumpalan amat tajam tak kasat mata menikam di dada? tidak peduli benda apapun itu, baik pisau, belati, tombak, atau bahkan senjata tajam lainnya, itu tidak mengalahkan rasa sakit yang ia alami.
"Diem gak lo!!" Alan menekan Sandra agar tidak terlalu berbicara banyak. Lalu kembali memusatkan perhatian pada Ruby.
"Ruy, k-kamu percaya kan sama aku?"
Percaya atau tidak, jauh di lubuk hati Alan ada sebuah rasa takut yang teramat. Ia-- Takut kehilangan. Hal ini jauh dari apa yang di inginkannya. Ia telah dibutakan oleh kesenangan sesaat.
PLAKK
Dan apa yang ia dapat? sebuah tamparan keras dari Ruby hingga membuat kepalanya terpaling kesamping dengan tatapan kosong.
Pantas? yah!!
Alan pantas mendapatkan itu. Bahkan, tamparan itu baru sebagian kecil dari tebusan luka yang ia torehkan.
"Brengsek!" Desis Ruby sinis.
Tidak seharusnya ia menangisi cowok bajingan ini, tapi mengapa? air matanya justru luruh tanpa komando. Cekatan ia menyeka air matanya, Ruby merutuki dirinya sendiri yang lemah terhadap Alan.
"Ruy.. jangan nangis."
Alan menatap manik mata Ruby yang memancarkan kekecewaan mendalam, yang lebih penting adalah netranya terlihat sembab. Ia paling tidak bisa melihat Ruby menangis terlebih penyebabnya adalah dirinya sendiri.
Alan ingin menghapus air mata Ruby, tapi mendengar keputusan Ruby, niatnya jadi terbatal. "Hubungan kita berakhir sampai di sini!!" pungkas Ruby sukses membuat tubuh Alan menegang.
Gerakan cepat Ruby melepas kalung liontin dengan mainan bercorak love pemberian Alan lalu tak ayal membantingnya kelantai. Alan yang cosplay jadi patung sempat menjadi pemandangan Ruby sebelum lari pergi dari sana.
Alan hendak akan mengejar Ruby, namun Sandra mencekal pergelangan tangannya. "Kalo lo ngejar dia, hubungan kita juga bakal berakhir!!" Gertaknya tidak main-main. Tangannya sontak di hempaskan kuat oleh Alan hingga terlepas dengan sendirinya.
Raut wajah Alan tersirat sebuah emosi yang membendung. "Lo kira lo sepenting itu di hidup gue?!! lo itu cuma hiburan gue saat Ruby gak punya waktu untuk gue!!" Cercanya tanpa perasaan. Ia menyambar kalung yang di buang oleh Ruby di lantai lalu pergi meninggalkan Sandra yang membatu seorang diri dengan tangan mengepal marah.
*****
Selama mata pelajaran terakhir, hati Ruby terus di gerogoti sesak yang hebat. Mengingat bagaimana sahabat dan pacar--ralat mantan main di belakangnya, ia hanya ingin menangis saja. Katakan saja Ruby lemah. Benar itulah yang ia rasakan.
Tidak seperti biasanya, kali ini Ruby dan Sandra pisah bangku. Ruby yang pindah menghindari kecanggungan satu sama lain. Padahal sejak kelas sepuluh mereka duduk sebangku. Hubungan mereka juga sangat erat, dekat, bahkan sering tidur bareng dan main bersama. Sandra adalah teman pertama Ruby saat memasuki jenjang masa putih abu-abu.
Dua tahun lebih mereka menjalin persahabatan dan itu hancur hanya karena cowok?
Jangan hanya salahkan Ruby. Dalam hal itu, Sandra lebih salah. Tidak semestinya kan dirinya mengkhianati sahabatnya sendiri?
Bukan sahabat namanya jika merebut yang dapat ia tahu jelas, bahwa itu adalah kekasih pihak lainnya. Mau bagaimana pun besar rasa itu, tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengkhianati. Setidaknya, rasa itu bisa di pendam demi jalinan yang erat sejak awal, tidak peduli akan rasa sakit yang akan di terima. Apa lagi Alan tidak benar-benar mencintainya.
Selama pelajaran berlangsung, Ruby hanya berkonsentrasi penuh mengikuti mata pelajar meski itu tidak cukup efektif mengalihkan pikirannya yang berkecamuk. Tak hanya sekali dua kali ia menghela napas. Hingga Flora--yang menjadi teman sebangkunya sekarang sekaligus teman satu pekerjaan dengannya, ikut simpati melihatnya yang murung.
Flora mengambil sesuatu dari dalam tasnya kemudian menggeser kemasan bermerek 'Better' mengarah pada Ruby yang teralih atensinya. Alis Ruby terangkat dengan bingung.
"Buat gue?" Menggunakan pulpen Ruby menunjuk dirinya sendiri di sambut anggukkan oleh Flora.
"Kata iklan di tv, galau? di betterin aja." katanya berbisik pelan membuat Ruby terkekeh kecil, "Lo tahu dari mana gue lagi galau?"
"Lo tahu bagaimana bentuk pakaian yang gak di setrika?"
"Kusut?" Ruby menerka-nerka.
"Nah iya, seperti itu muka lo, kusut banget." Flora mencibir pada Ruby yang memberengut kesal. "Gak separah itu juga kali." sangkalnya.
"Gak percaya? nih gue contohin yah muka lo itu kayak gini."
Flora meniru mimik Ruby yang di lebih-lebihkan, tidak terkecuali keningnya yang ia tekuk hingga membentuk gestur angry bird dan bibirnya yang ia lengkungkan kebawah seperti ingin menangis, Ruby reflek ketawa keras sampai lupa tempat dan situasi.
Brakk-brakk!!
Bu Ani--Guru IPA Sains memukul meja beberapa kali sebagai bentuk intrupsi, "Itu yang di belakang! fokus!!" berhasil membuat bibir Ruby dan Flora terkatup.
*****
Waktu mengalir begitu cepat, hingga tidak terasa lonceng bel pulang telah berkumandang terdengar nyaring di telinga semua para pelajar. Bahu menurun juga napas menghembus lega, seolah seluruh beban di pundak telah terangkat.
"Flo?" Panggil Ruby. Ia sibuk membenahi atribut belajarnya, mulai dari buku hingga pulpennya ke dalam tas. Flora menoleh ketika mendengar panggilan dari Ruby, "Kenapa?"
"Mungkin hari ini gue gak bakal masuk kerja."
"Kenapa? lo sakit?"
Ruby memberikan gelengan. "Enggak. Gue hanya ingin nenangin diri. Izinin gue ke Kak Vino, ya?"
Flora hanya manggut-manggut. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan Ruby, tapi mengingat bagaimana murungnya Ruby sejak tadi. Tanpa perlu bertanya, Flora bisa mengambil kesimpulan jika Ruby sedang ada masalah meski Flora tidak tahu tentang apa.
Ruby dan Flora berjalan ke pintu keluar, di ambang pintu lengan Ruby terguncang sengaja di senggol oleh Sandra kemudian mendapati di sisi pintu bahwa Alan sudah menunggu di sana, hal tersebut dapat membuat suasana hati, Ruby makin anjlok.
Gadis itu merotasikan matanya jengah. Ia mengayunkan cepat mendahului Flora. Alan tentu tidak akan tinggal diam, ia menyusul. Flora sendiri membiarkan saja mungkin Alan lah penyebab mood Ruby buruk dan mereka perlu waktu luang berdua.
"Ruy!! kita harus bicara, ada yang perlu aku jelasin!!" Alan menjangkau tangan Ruby, lekas gadis itu tepis kasar. Bahkan ia kelihatan enggan walau hanya sekedar bersitatap dengannya. "Gak ada yang perlu di jelasin!"
"Please, jangan putusin aku Ruy!! aku gak bisa hidup tanpa kamu." Alan terus membuntuti Ruby hingga menuju parkiran. "Bulshit!" Sarkas Ruby terlampau muak.
Alan meraup wajahnya kasar kemudian membuang napas berat. Menjalin hubungan dengan Ruby selama dua tahun lebih, Alan dapat mengenali Ruby dari segala sisi. Termasuk sikap keras kepalanya, ia tidak mudah goyah dengan pendiriannya. Untuk saat ini tidak ada solusi lain selain mengalah dan pasrah. Butuh waktu jika ingin kembali meluluhkan Ruby.
"Kalo kamu ingin hubungan kita berakhir, oke! tapi izinin aku anter kamu pulang ya?"
Ruby menulikan kedua telinganya berpura-pura tidak mendengar apapun omong kosong Alan, termasuk ajakannya. Lantas ia malah memanggil seseorang, "Lang!"
Tangannya melambai seraya terus berjalan, hingga akhirnya Ruby tiba di tempat parkir Cakrawala.
"Kenapa?"
Elang--salah satu sohib Alan. Ia menampilkan ekspresi bertanya ke arah Ruby. Tumben sekali Ruby mau menyapanya. Selama mereka satu sekolah, Ruby tidak pernah menyapanya walau Elang adalah teman dekat dari Alan selaku kekasihnya. Satu lagi, Elang adalah tetangga Flora yang berarti hubungan mereka cukup baik.
"Elang, bisa anter gue pulang?"
Mendengar permintaan Ruby, Elang menggulir mata, melirik Alan yang memberi sebuah gelengan kepalanya sebagai sinyal tidak memperbolehkan..Elang mengusap tengkuknya yang sama sekali tak gatal berubah menatap Ruby tidak enak. "Gimana, yah?"
Ruby menyatukan kedua tangannya, penuh permohonan. Masa bodo dengan harga dirinya, kali ini tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Tujuannya hanya pulang dan menangis sepuasnya di kamar. "Please anterin gue pulang Lang! gak gratis kok, bakal gue kasih lo kompensasi."
Berpikir untuk sejenak membuat pertimbangan, Elang menopang dagunya di tangan mencermati Ruby dan Alan secara bergantian. "Oke deh."
Elang setuju ketika ternyata Ruby menumpang tidak cuma-cuma. Dari pada itu, Elang peka, sepertinya mereka sedang tidak baik-baik saja.
Raut Alan langsung berubah menjadi tak bersahabat. Elang menyadari itu namun ia hanya bersikap acuh tidak acuh lantas menepuk bahu Alan sekali, "Rezeki gak bisa di tolak, bro!"
Elang naik ke atas motornya tidak ketinggalan memberikan helmnya pada Ruby yang sudah naik di belakangnya kemudian menerimanya dengan senang hati memakainya.
"Dasar teman pengkhianat!"
Alan merutuki Elang yang sudah melajukan motornya menjauhi kawasan perkiraan. Objek yang di jadikan Alan untuk menyalurkan emosi adalah mobilnya yang terparkir di sampingnya, tendangan cukup kuat ia layangkan di sana.
"Arghhh!" Alan mengerang frustasi. Mengacak rambutnya kasar. Sepertinya, kali ini ia membutuhkan perjuangan yang lebih besar dari sebelumnya untuk memikat hati Ruby agar bisa kembali ke sisinya.
*****
Ruby Aileen Levarendo.
Kerap di sapa Ruy oleh teman-teman sekolahnya. Dia adalah gadis periang dan ramah lingkungan. Anak yang berkelana di Indonesia sejak kabur dari negara asalnya, Australia. Dan dua tahun lebih telah berlalu sejak masa itu. Sudah lumayan lama bukan?
Ia kabur dari negara asalnya, bertepatan setelah kelulusan sekolah menengah pertama. Dan melanjutkan hidup serta pendidikannya di sini. Tidak heran warga sekolahnya kerap berbicara bahwa ia memiliki wajah yang mirip orang barat, tapi Ruby selalu berdalih untuk menyembunyikan identitas asli dan jati dirinya.
Begitu pula rambutnya yang asli adalah berwarna blonde sebelum ia cat color hitam. Bola matanya tidak biru atau pun warna-warna lain yang mencolok. Hanya berwarna hazel yang tidak terlalu menyita perhatian.
Suatu alasan dasar yang mengharuskan dirinya kabur ke negara indonesia adalah perjodohan paksa yang di lakukan oleh kedua orang tuanya. Ruby tidak habis pikir dengan jalan logika orang tuanya yang menjodohkannya di masa usianya yang masih amat mudah. Impian Ruby adalah menikah di usia yang matang dan ia harus menggapai mimpinya dulu.
Dokter. Itu adalah impiannya. Kalau tidak, setidaknya orang yang di jodohkan dengannya seumuran dengannya atau tidak, masih yang memiliki paras di atas rata-rata. Demi tuhan, Ruby ingin menjatuhkan diri ke dasar lautan kala mengetahui pria yang di jodohkan dengannya adalah seorang CEO.
Selain tidak tahu dari mana berasal dan bagaiman rupa orang yang akan di jodohkan dengannya, Satu fakta yang Ruby ketahui. Rata-rata Pria yang menjabat sebagai CEO di dunia adalah pria yang umurnya sudah memasuki paruh baya, jarang menemukan CEO muda di seluruh semesta ini.
Bagi Ruby pernikahan bukanlah hal yang main-main, menikah sekali seumur hidup adalah prinsipnya. Dan ia tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Pria tua yang wajahnya sudah berkeriput. Membayangkan saja sudah membuatnya bergidik tidak sudi. Hingga ia memutuskan untuk kabur, pergi jauh untuk menghindari itu.
Suatu keuntungan Ruby pernah belajar sepuluh bahasa walau belum mahir dan fasih, tapi cukup memudahkan masuk ke negara asing manapun. Termasuk Indonesia.
Ponsel Ruby ia buang setelah pesawat landing di negara Indonesia dan menggantinya dengan yang baru. Nomor baru, seluruh akun sosial, mulai dari Instagram, Twitter Telegram, WhatsApp, rata-rata di gantikan yang baru. Manfaatnya adalah agar supaya tidak akan ada yang melacak keberadaannya dan menemukannya di negara mana ia berada.
Levarendo Family adalah keluarga konglomerat yang menduduki tiga besar di negara Australia. Dengan kata lain, Ruby bukan lah keturunan dari kalangan rakyat jelata. Hanya di Indonesia, ia tidak di hargai dan di sanjung karena memang tak ada yang mengetahui seluk beluknya.
Di asal usulnya tidak sedikit orang yang menghormatinya, bukan hanya pelajar sepantaran dengannya. Bahkan dari kalangan mahasiswa, orang-orang dewasa yang berada di bawah kekuasaan Levarendo, segan terhadapnya.
Siapa yang tak kenal Ruby Aileen Levarendo? anak bungsu dari pasangan klan Levarendo. Selain harta yang melimpah ruah yang di miliki Ibu dan Ayahnya, Ruby juga memiliki Kakak laki-laki yang menjadi anak sulung.
Di masa SMA-nya kelas sepuluh. Alan menyatakan cinta padanya setelah melakukan pendekatan selama dua bulan dan Ruby menerimanya senang hati.
Siapa coba yang tidak bahagia? cowok yang ia damba kan dan ia puja-puja mengungkapkan sebuah perasaan padanya melalui rangkaian kata manis dan setangkai bunga mawar yang membuat hati siapapun di posisinya pasti akan terlena.
Tiada masa-masa terbahagia dalam periode kehidupan Ruby di Indonesia selain bersama Alan. Di sisi lain juga Ruby bahagia bisa bersahabat dengan Sandra namun tidak sebahagia saat bersama Alan, ia dapat menerima kasih sayang yang tulus seperti Kakaknya lakukan sejak masih tinggal di Australia.
Tapi apa? Ruby malah menelan kenyataan pahit setelah sekian lama. Ia telah salah menilai, bagaimana bisa Alan dan Sandra tega melakukan itu padanya? dua orang yang sama berharga baginya. Sejauh apapun Ruby memikirkan, ia tidak menemukan apa alasannya. Apakah penyebabnya adalah ia yang terlalu sibuk belajar dan bekerja hingga tidak banyak memliki waktu luang untuk Alan?
Iya. Ruby akui ia memang sibuk, terlebih sudah memasuki kelas ujian di mana adalah kelas penentuan, mesti belajar yang konsisten agar bisa mendapat nilai yang layak masuk universitas yang unggul dan bergengsi.
Tapi mengapa harus sampai selingkuh?
Setidaknya masih di diskusikan baik-baik. Mengapa harus memilih opsi yang jelas melukainya? Ruby benar-benar tidak mengerti jalan pikir mereka, terlalu rumit.
Hanya satu kata yang bersarang di batin Ruby, Kecewa. Ia kecewa, sungguh.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!