Bunga salju berjatuhan menandakan musim gugur telah selesai, dan datangnya musim dingin, tentu saja sangat dingin untuk seseorang yang sangat tidak menyukai musim dingin.
Alurra, melihat tempat penyimpanan kayu bakarnya yang kosong dengan helaan nafas yang panjang, kosong, tidak ada tumpukan kayu di sana, ia lupa membeli stok kayu bakar untuk penghangat rumahnya.
Ya, ia tahu sekarang sudah banyak alat penghangat ruangan yang canggih yang tersebar dan dijual di manapun, Alurra pernah membelinya, namun alat buatan manusia itu sangat cepat rusak dan mahal harganya. Ia harus berhemat.
Di zaman sekarang susah sekali untuk mencari uang, tagihan listrik saja belum dibayar. Rasanya pasti Alurra ingin menangis melihat tumpukan kertas tagihan listrik itu.
Lupakan soal itu, sepertinya Alurra harus membeli stok kayu bakar, memang sedikit sulit untuk mendapatkannya karna sangat sedikit manusia yang menggunakan kayu bakar untuk menghangatkan rumah, namun bukan berarti tidak ada. Paman tua di dekat rumahnya menjual kayu bakar, sangat beruntung.
Alurra mulai mengenakan jaket parka tebal dan kusamnya untuk menghalau udara dingin menyentuh kulitnya, tidak lupa sepatu boots berwarna coklat yang warnanya sudah pudar juga dikenakannya.
Ia berjalan menuju kios kayu bakar paman tua yang berada beberapa gang dari rumahnya, kios itu kios tua yang jika ditendang sedikit mungkin akan rubuh.
Melangkah ke arah pintu masuk dan membukanya, terlihat pria tua yang sedang memotong kayu menjali ukuran sedang.
"Paman" suara Alurra mengalir membuat pria itu menoleh, lalu berjalan menuju tumpukan kayu yang sudah dipotong.
"Seperti tahun lalu, kenapa tidak beli penghangat ruangan saja?" Pria tua itu mengangkat tumpukan kayu itu dan berjalan mendekati Alurra lalu menyerahkan tumpukan kayu kepada Alurra, ugh, apakah tubuh tua itu tidak akan patah?
"Terimakasih, harga seperti biasa kan," ia meletakkan beberapa lembar uang di meja, "lebih murah, buatan manusia mahal dan cepat rusak"
"Baiklah, setidaknya aku mendapatkan uang darimu"
Pria itu tertawa, kau tau kan bagaimana Pria tua tertawa, Bayangkan dia tertawa menampakkan giginya yang sudah keropos sambil memegangi perutnya, dan akhirnya terbatuk-batuk, karna terlalu banyak tertawa.
"Benar, aku akan terus memberimu uang selama musim dingin"
Alurra kembali kerumahnya, menyalakan kayu bakar, menaruh kursi di dekat tungku tempat dia tidur nantinya. Saat musim dingin, ia hanya akan tidur di sofa lusuh yang sudah robek di bagian belakangnya.
Tungku kayu bakar terlalu jauh dari tempat tidurnya, dan musim dingin terlalu dingin.
Saat malam hari tiba, ia makan malam dengan omlet yang dimasaknya sendiri, meski sangat asin. Saat suapan terakhir akan masuk ke mulutnya, ketukan di pintu terdengar.
"Siapa?"
Alurra berteriak, tidak ada jawaban. Dia berdiri dan berjalan kearah pintu lalu membukanya. Tidak ada siapapun.
"Hei, apakah menyenangkan mengetuk pintu seorang wanita dimalam hari?"
Alurra kembali berteriak. Tetap tidak ada jawaban. Suara jangkrik menjadikan kejadian itu lebih terasa canggung.
Ia menutup pintu dan berbalik, menuju meja kayu kecil yang kelihatannya sudah lapuk dan dimakan rayap, tempat dia tadi makan.
Omlet yang tersisa satu suap tadi menghilang, air minum di dalam cangkir berwarna hijau lumut juga menghilang.
Alurra takut. Jendela di dekat tempat tidur terlihat tidak tertutup. Ia mulai berpikir tentang adegan film horor yang ditontonnya tahun lalu dengan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit.
Kejadian aneh itu membuatnya takut, kegelapan diluar jendela menambah suasana menyeramkan ini.
Bergegas untuk menutup jendela. Namun, gerakan di lemari kayu kecil di dekat tempat tidur menghentikan tindakannya.
"Siapa di sana?"
Tidak ada jawaban, Namun, gerakan di dalamnya semakin terdengar.
Alurra memberanikan diri untuk mendekati lemari tua yang mungkin akan rusak jika guncangannya bertambah. Saat tangannya hendak meraih lemari tiba-tiba lemari itu terbuka.
Ia refleks mundur, berteriak dan menendang apapun yang barusan keluar dari lemari.
Seorang pria, bersayap emas. Sekaligus seekor tikus.
Tidak pernah Alurra bayangkan bahwa ada manusia didalam lemarinya.
Penasaran. Alurra ingin memegang sayap di punggung pemuda itu, mengeceknya apakah itu asli atau palsu. Namun, belum sampai tangan alurra, laki-laki itu bangkit dan meringkuk di dekat tempat tidur. Ingin mengambil kesempatan untuk kabur.
Alurra cepat-cepat berlari kearah jendela dan menutupnya.
"Siapa kamu?"
"Biarkan aku pergi"
Sangat tidak tahu malu, benar, seenaknya masuk kerumah seseorang dan kemudian ingin pergi.
"Siapa kamu?"
Alurra mendekatinya yang membuat laki-laki itu semakin meringkuk ke dinding di dekat tempat tidur.
"Aku hanya lapar,"
Ia mengambil kesempatan untuk masuk kebawah tempat tidur dan bersembunyi.
"Di luar salju sedang turun, aku terpisah dari temanku"
Suaranya bergetar, sepertinya akan menangis. Semakin banyak dia berbicara suaranya semakin bergetar, Alurra mengambil senter, dibawah tempat tidur sangat gelap.
Lampu senter membuat laki-laki itu silau, wajahnya sudah memerah, hidungnya seperti orang yang sedang flu, dan matanya berair. Dia akan menangis.
"Hentikan, kumohon, aku hanya singgah sebentar karna diluar salju turun dan aku lapar"
Alurra mematikan senternya, lalu duduk di kursi didekat tungku api.
"Kalau begitu keluar dari sana dan bicara,"
Sepertinya laki-laki itu masih mau mendengarkan orang, dia akhirnya keluar dan berjalan dengan hati-hati ke samping lemari.
Penampilannya terlihat lebih jelas sekarang. Matanya yang berair berwarna oranye kekuningan, dan rambutnya berwarna merah yang membuatnya sangat manis. semanis permen kapas.
Tidak pernah seumur hidupnya, Alurra melihat manusia yang berpenampilan seperti itu, sangat cantik. Mengenakan baju berlengan panjang dan puffy pants berwarna hitam membuat ia seperti tokoh yang keluar dari dongeng. seperti peri.
"Aku tidak berniat jahat"
wajahnya memiliki ekspresi serius seolah yang dikatakannya bukanlah kebohongan. Alurra bingung, darimana orang aneh ini berasal. Cara berpakaiannya seperti manusia abad pertengahan. Sangat kuno.
"Kalau begitu, dari mana asalmu? Kenapa masuk ke rumahku tanpa izin?"
Dia kelihatan gugup, matanya tidak fokus melihat berbagai arah, mencari kenyamanan. Dia hanya diam, membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi berhenti dan menelan kata-katanya kembali.
"Kalau begitu aku akan menelpon polisi"
"Jangan! Aku bukan orang jahat,"
Dia mendekat membuat Alurra waspada. Lalu berhenti saat sudah beberapa langkah lagi dari Alurra. Duduk di lantai kayu tanpa alas apapun dan menatap Alurra.
"Aku benar-benar bukan orang jahat. sudah aku katakan bahwa aku kelaparan, terpisah dari temanku dan singgah ke sini karna salju turun"
Ia melihat sekeliling, memastikan bahwa hanya ada mereka berdua di sana. Lalu kembali memandang Alurra.
"Mungkin kamu tidak akan percaya, aku bukan manusia"
Alurra terdiam, lalu tertawa. Bayangkan pada zaman sekarang siapa yang akan percaya? Banyak pengetahuan di dunia sudah berkembang dan belum pernah ditemukannya mahluk lain selain manusia, hewan, dan tumbuhan. Kalau begitu dia hewan? Atau tumbuhan?
"Lalu kamu itu apa? Peri?"
Laki-laki itu tersentak, kembali santai saat Alurra tertawa, lalu terlihat kesal. Dia benar-benar serius, tidak berbohong.
"Aku memang bukan manusia. Seperti peri tapi bukan seperti peri yang kalian manusia sebut dalam dongeng. Kami menyebut diri kami sebagai Elves"
"Peri yang kalian sebut dalam dongeng itu disebut sebagai Divs. Mereka mahluk jahat, sama sekali berbeda dengan peri di dongeng manusia"
Dia sangat bersemangat saat menjelaskan tentang Elves dan wajahnya berubah saat menyebut Divs. Dia terlihat marah.
Alurra tetap tidak percaya, tentu saja. Hal seperti itu tidak mungkin ada di dunia pikirnya. Jika ada pasti sudah ditemukan manusia beribu-ribu tahun yang lalu. Ia percaya bahwa itu hanya kebohongan pihak lain agar terhindar dari hukuman.
Laki-laki itu tampaknya tahu bahwa Alurra masih meragukannya, lalu dia berdiri berjalan semakin dekat dengan Alurra. Saat dia tepat berdiri di depannya dia menjentikkan jarinya.
Api muncul, membuat Alurra merasa hangat sekaligus terkejut. tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa hal seperti ini ada di dunia.
Jelas Alurra tidak menyangka kejadian itu akan terjadi, dia bahkan masih berpikir bahwa laki-laki ini pasti penipu. Namun, hal ini tidak masuk akal. Laki-laki ini aneh. Rambutnya, matanya, Bajunya, Sayap perak dibelakang punggungnya, dan api yang hidup dari ujung jarinya.
"Siapa kamu?"
Tampak raut wajah bingung dari laki-laki itu. Bukankah dia sudah menjelaskan, lalu apalagi?
"Namamu"
Sepertinya dia senang saat Alurra bertanya tentang namanya, tersenyum seperti anak kecil yang diberi permen.
"Iron, namaku Iron"
"Baik, Iron, kapan kamu akan pulang? hari sudah larut dan aku ingin tidur"
Ekspresinya tidak baik saat Alurra mengusirnya, dia berharap Alurra adalah orang yang senang berbasa-basi. Namun sepertinya itu hanya angannya saja, wanita penyendiri dengan tumpukan tagihan listrik mana mungkin melakukan itu.
"Aku, bolehkan aku menginap disini? Sampai hujan salju besok berhenti"
"Menginap? Tidak!"
Mana mungkin Alurra akan membiarkan orang asing yang tidak jelas asal-usul dan apa tujuannya menginap dirumahnya. Walaupun sudah dijelaskan oleh laki-laki yang bernama Iron itu, namun sulit untuk Alurra mempercayai hal tersebut. Lagi pula manusia mana yang akan membiarkan orang asing menginap dirumahnya?
"Tolong, biarkan aku disini satu malam saja, saat hujan salju berhenti aku akan pergi. Aku berjanji,"
"Aku tidak akan mengganggu kamu, aku hanya akan berada di dalam lemari sampai besok"
Orang aneh, kenapa harus di lemari pakaian? Jelas ada kursi atau kasur yang tidak Alurra pakai, atau lebih nyaman di lantai daripada lemari kayu lapuk dan berdebu itu.
Alurra berpikir, sepertinya dia tidak memiliki niat jahat. Ya, jika dia punya maka Alurra sudah selesai sedari tadi.
"Baiklah, kamu boleh tidur di kasurku. Aku tidak akan tidur di sana karna dingin"
Mendengar perkataan Alurra, Iron berjalan menuju kasur, tapi bukannya tidur dia malah meraba-raba kasur dan bantal yang ada di kasur.
"Sudah selesai, tidak dingin lagi"
Alurra yang masih menganggapnya pembohong tentu tidak percaya, namun dia tetap berdiri dan berjalan menuju kasur. Saat duduk diatas kasur, dia merasa hangat. Dingin yang tadi menusuk tulang sudah lenyap.
Dia percaya sekarang. Iron, laki-laki asing yang masuk kerumahnya ini bukan manusia, mengetahui hal itu, Alurra sedikit merinding.
"Kamu, tidak akan membunuhku kan?"
Iron tidak suka saat Alurra mengatakan itu, terlihat dari alisnya yang menyatu dan raut wajahnya yang seolah berkata 'apa maksudmu?'
"Kami para Elves cinta damai, kami tidak akan membunuh selagi tidak ada yang mengganggu kedamaian kami"
Walaupun niatnya sebenarnya untuk membuat Alurra tenang, namun kalimat itu membuatnya semakin panik. Dia baru saja mengganggu ketenangannya.
Iron sepertinya mengerti arti dari tatapan itu. Ia menghela nafas, dan menggeleng.
"Tenang, aku tidak akan membunuh siapapun di sini"
"Siapa namamu? Kamu tidak memberi tahuku siapa namamu, padahal aku sudah memberi tahu namaku. Sangat tidak sopan"
Agar percakapan tentang membunuh ini berhenti, Iron mengalihkan topik pembicaraan, yang sepertinya berhasil karna raut wajah Alurra tidak ketakutan lagi.
"Benar, Aku lupa. Namaku Alurra, artinya seorang peri yang cantik. Nenekku bilang namaku diberikan oleh ibuku"
"Ibumu benar, tidak salah memberimu nama Alurra"
Dia tersenyum sangat menawan, yang membuat Alurra terhibur. Dia setuju bahwa namanya sangat bagus, dan itu satu-satunya yang diberikan oleh ibunya.
"Sudah larut, tidur. Aku akan masuk ke lemari"
Alurra sepertinya tidak setuju dengan yang Iron katakan. Bukankah ada sofa? kenapa harus di lemari?
Namun setelah Alurra menanyakan hal itu Iron tertawa, aneh. Dia berjalan kearah lemari dan masuk kedalamnya.
"Disini lebih nyaman"
****************
Hujan salju sudah mulai mereda, dan hari mulai pagi. Sudah terdengar suara burung berkicau, Alurra terbangun karna silau matahari mengenai wajahnya.
Tiba-tiba dia langsung bangun, bergegas ke arah lemari dan melihat di dalamnya. Kosong. Dia ingat kejadian malam tadi, dan sangat yakin itu bukan mimpi.
Namun sepertinya laki-laki asing dengan penampilan menawan yang malam tadi menyelinap ke rumanya telah pergi. Tentu saja harus pergi, jika tidak Alurra akan menelpon polisi, atau mungkin mengajaknya bermain monopoli?
Setelah hari itu, tidak pernah di temukannya lagi laki-laki bernama Iron dengan rambut emas dan mata merah itu. apalagi laki-laki bersayap. harinya berjalan seperti biasa.
Bahkan hari ini ia membuat teh hangat dan duduk di teras rumahnya sambil melihat jalanan yang dipenuhi salju. hari-harinya sangat biasa.
tidur di siang hari, makan, dan berkeliling kota tanpa membeli apapun. Hidupnya seperti pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan. Yah, sebenarnya memang pengangguran.
Di perjalanan pulang dia bertemu Bibi tetangga di sebelah rumahnya yang mengenakan pakaian serba pink dengan rambut blonde dan bibir merah tebalnya.
Alurra yang baru saja ingin melarikan diri mengurungkan niatnya karna sudah terlihat. Wanita itu adalah manusia yang sangat menyebalkan.
"Hai, Alurra"
Dia tersenyum yang membuat keriput di dekat matanya terlihat, bibir merahnya naik ke atas yang bukannya terlihat menyenangkan malah terlihat menyeramkan. Belum lagi aroma mawar yang sangat menyengat yang bisa membuat hidung tersumbat.
"Oh, Halo, Madam Penelope. Apa kabarmu?"
Alurra mengapa canggung, dia tidak terbiasa berbasa-basi, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sangat tidak tulus dan senyumnya yang kaku.
"Sangat baik sayangku, sedang apa di sini? Apakah kamu tidak bekerja?"
Sudah kubilang, dia wanita yang sangat menyebalkan. Bahkan lebih menyebalkan daripada saat kuku jari kelingking kita tertabrak meja.
Alurra yang masih mempertahankan ekspresi ramahnya yang canggung berusaha untuk tidak melempar wanita itu dengan sepatu boots hitam tua yang dia kenakan. Jelas-jelas wanita ini tahu bahwa dia seorang pengangguran yang baru saja di pecat dari pekerjaannya.
"Aku sedang bersantai, jadi belum ingin mencari pekerjaan. Madam Apa yang kamu lakukan di sini?"
Sepertinya pertanyaan itulah yang ditunggu oleh wanita serba merah muda itu, Sebab dia tersenyum senang setelah Alurra mengajukan pertanyaan itu.
"Aku yang sudah tua ini sedang berjalan-jalan menghabiskan uang yang sudah aku kumpulkan selama aku hidup"
Ekspresi senangnya membuat Alurra kesal. Ingin sekali rasanya dia melemparkan sepatu jeleknya ini ke wajah jelek wanita tua itu.
"Iya, kamu benar madam. Orang tua memang harus menikmati hidupnya, sehingga saat waktunya di dunia habis dia tidak akan menyesal"
Mengucapkan hal seperti itu sambil tersenyum manis. Tidak tahu darimana Alurra mendapatkan keterampilan itu, namun sepertinya hal itu mampu membuat Madam Penelope marah.
Dia pergi pamit untuk pulang dengan alasan kucingnya belum makan. Alurra juga pulang setelah tidak lama Madam Penelope pulang. Hari-harinya sangat membosankan, bukankah seharusnya dia mencari pekerjaan?
Malas memikirkan hal tersebut, Alurra mulai menyalakan kembali kayu bakar yang sudah mati tadi dan bersiap untuk memasak karna hari mulai gelap.
Kebisingan terdengar memekakkan telinga Alurra. Dan penyebab dari semua itu adalah seorang gadis berambut cokelat panjang, dengan bola mata almond. Dia sedikit lebih pendek dari Alurra, sekitar 164 cm.
Gadis itu tidak berhenti mengoceh sedari tadi, sehingga membuat Alurra yang bertahan untuk tetap tidur akhirnya bangun. Ia mulai kesal dengan omelan yang mengganggu itu.
"Diamlah Elle"
Nama gadis itu Maurielle, sering dipanggil Elle. sangat cerewet. Hal ini membuat Alurra tidak mengizinkan dia memasuki rumahnya lebih dari dua kali seminggu.
"Bangunlah Alurra. Cari kegiatan, cari pekerjaan, cari uang agar tumpukkan kertas tagihan listrik tidak datang lagi"
Alurra merasa bahwa yang sedang bersamanya ini bukan seorang teman. Namun nenek-nenek yang cerewet. Bayangkan, saat datang kerumahnya dia langsung menarik selimutnya, mencuci piring yang belum Alurra cuci, membuat telur mata sapi yang sekarang telah tersaji di meja, dan terus menerus mengomelinya.
"Pergilah Elle, kamu mengganggu waktu istirahatku"
Elle melototi Alurra, menyilangkan kedua tangannya ke dada dan berjalan mendekatinya. Alurra benar-benar tidak menyangka bahwa Elle akan memukulinya dengan bantal.
"Kamu bukan sedang istirahat, tapi melakukan percobaan mati, mana ada orang istirahat 24 jam sehari"
"Ada. Aku"
Elle memutar bola matanya, dia merasa bahwa sahabatnya ini benar-benar tidak memiliki semangat untuk hidup. Lihat tubuhnya yang pucat itu, rambut hitam panjang bergelombang yang kusut tidak terurus. Dan menyebalkannya dia masih terlihat manis.
"Alurra, apa kamu tidak lelah mendengar ocehan Madam Penelope tentangmu? Dia bercerita ke sana kemari mengatakan hal-hal buruk tentangmu. Ayo Alurra, buktikan padanya"
Alurra duduk, memutar kepalanya ke arah Elle. Lalu kembali tidur telentang seolah-olah apa yang di katakan Elle tadi tidak pernah dia dengar.
"Aku sedang membuktikannya, Elle. Di dalam tidurku"
"Alurra! Apa yang harus aku lakukan padamu, aku rasa nenek dan ibumu akan bangkit dari kuburan hanya untuk mengomeli kamu jika mereka tau betapa pemalasnya cucu dan anaknya"
Alurra akhirnya menyerah mempertahankan tidurnya, Elle terlalu berisik. Dia tidak akan berhenti mengomel jika Alurra tidak juga bangun. Melihat Alurra yang telah bangun dari tidurnya, Elle menyuruhnya mencuci muka dan menggosok giginya.
Saat Alurra keluar dari kamar mandi, dia melihat bahwa Elle sudah duduk di meja makan dengan sepiring telur mata sapi dan segelas air di hadapannya, ada juga sepaket lainnya di sisi lain. Yang pasti itu untuk Alurra.
Dia berjalan ke meja makan dan memakan telur buatan Elle. Enak. Alurra tau bahwa Elle lebih bisa di andalkan dalam hal memasak dibandingkan dia. Saat selesai makan, dia bergegas mencuci piring agar terhindar dari serangan kata-kata Elle yang tidak ada habisnya.
Elle kembali mengomelinya, menyuruhnya bersosialisasi dan keluar dari rumah. Alurra mematuhi perkataannya dengan menghela nafas lelah. Alurra keluar rumah diikuti oleh Elle berjalan di sekitar perumahan.
Saat sampai di taman di dekat rumahnya, dia melihat seekor kelinci melompat di sekitar taman. Alurra yang penasaran mendekati kelinci itu.
Semakin Alurra mendekat, semakin jauh rasanya kelinci itu. Dia terkejut saat Elle menarik tangannya, dan bertanya kepadanya tentang keadaannya.
"Ada apa? Apa yang kamu lihat?"
"Di sana tadi ada kelinci"
Elle memukul bahunya dengan keras lalu kembali mengomelinya, Alurra tidak mengerti apa yang dia katakan dia hanya fokus pada tempat dimana kelinci tadi berada.
"Itu karna kamu terlalu banyak tidur. Kamu pasti berhalusinasi, kelinci mana yang akan keluar dari sarangnya di musim dingin yang sangat dingin ini"
Alurra sepertinya setuju dengan perkataan Elle, dia mungkin berhalusinasi. Tapi bukan karna terlalu banyak tidur. Elle sangat berlebihan, bagaimana mungkin terlalu banyak tidur menyebabkan efek halusinasi.
Melihat Alurra yang melamun, Elle menepuk pundaknya, lalu memandangnya khawatir. Walaupun cerewet, Elle adalah sahabat yang bisa di andalkan.
Setelah kejadian itu mereka kembali kerumah Alurra, percuma juga Elle mengajaknya bersosialisasi jika setiap orang yang melewati mereka diberikan wajah cemberut Alurra.
Alurra duduk di sofa dekat tungku. memejamkan matanya lelah. Dia merasa bahwa hidup ini sangat membosankan, tagihan listrik yang belum dia bayar, rumah yang berantakan, kayu bakar yang sebentar lagi akan habis, dan musim dingin yang sangat dingin ini. Mereka semua membosankan dan membuat pusing.
Alurra bahkan pernah berpikir bahwa akan menyenangkan jika dia adalah seorang Elves seperti Iron dan memiliki sayap untuk terbang, memiliki kekuatan agar tidak kedinginan di musim dingin, dan memiliki rambut merah yang menarik atau mata Oren kekuningan seperti mata kucing.
Alurra sadar bahwa pikirannya sekarang persis seperti khayalan anak kecil. Elle benar, dia seharusnya mencari pekerjaan, bersosialisasi dengan baik dan membayar tagihan listrik yang menumpuk itu.
Melihat keluar jendela, hari mulai gelap. Elle sudah pulang sejak mereka kembali tadi. Ia berjalan ke dapur, melihat apakah ada yang bisa di masak, Ternyata masih ada beberapa bahan yang bisa dimasak. Setelah masak, dia makan malam dengan tenang.
Hari semakin malam dan semakin dingin. Alurra yang merasa kedinginan berjalan menuju sofa dan duduk. Setelah kenyang dia mengantuk, tidak lama setelah itu Alurra tertidur.
Di tengah malam, di sebuah rumah kecil terdengar ketukan dari jendela di dekat tempat tidur. Membangunkan seorang gadis dari tidurnya. Ya, dia Alurra.
Ketukan di jendela yang tidak juga berhenti membuatnya terbangun. Dengan keadaan masih mengantuk, Alurra berjalan ke arah jendela lalu melihat ke luar.
Ada seorang laki-laki dengan rambut berwarna merah di luar. Cuaca di luar sangat dingin, walaupun di luar tidak terjadi badai salju, namun angin malam pasti membuatnya sangat kedinginan. Alurra cepat-cepat membuka jendela membiarkan laki-laki itu masuk.
"Apa yang kamu lakukan di tengah malam, Iron? Mengetuk jendela seorang gadis?"
"Aku hanya ceroboh. Aku tertinggal lagi"
Alurra menguap lalu menatapnya dengan wajah mengantuk, membuat Iron merasa bersalah.
"Maaf, aku mengganggumu. Aku benar-benar tidak mengenal orang lain, di sini"
"Bagaimana bisa kamu sangat ceroboh. Dia kali tertinggal oleh temanmu, apa yang kamu lakukan?"
Dia tersenyum, menampilkan gigi putihnya. Dia menatap malu pada Alurra, dan matanya tidak fokus melihat ke berbagai arah.
"Ada manusia yang bermain musik di jalanan, aku hanya melihat sebentar"
"Berarti kamu bodoh"
"Itu menarik, hanya ada beberapa peri musik di desa Elves. Dan mereka hanya bermain musik untuk anggota kerajaan, sangat jarang bagi kami, Elves biasa mendengar musik"
Mendengar itu Alurra menatapnya kasihan, dia berjalan menuju meja di dekat kasur, lalu mengambil Handphone di laci.
"Sangat menyedihkan, kami para manusia bahkan bisa mendengar musik dari benda kecil ini"
Iron bersemangat, matanya berbinar, Seperti menemukan harta Karun tersembunyi. namun akhirnya santai lagi, bagaimana mungkin benda kecil itu bisa. Dia tidak percaya.
Alurra memutar musik, membuat Iron melotot, sangat menakjubkan! Dia menatap benda kecil itu dengan tatapan serakah, dia menginginkannya. Dia melihat Alurra dengan tatapan memohon, namun Alurra mengabaikannya.
"Aku hanya punya satu, ini mahal. Aku harus menabung uang seumur hidupku agar bisa membelinya"
"Bagaimana kamu membelinya? Apakah bisa menggunakan ELF?"
Alurra menatapnya bingung, melihat tatapan bersemangatnya, Alurra menggelengkan kepalanya.
"ELF, apa itu?"
Iron menatapnya dengan wajah aneh, dia menjelaskan bahwa ELF adalah mata uang Elves, Membuat Alurra mengerti.
"Tidak, kamu harus menggunakan mata uang Inggris. Pound"
Wajahnya yang tadi bersemangat langsung murung, sangat menyedihkan. Alurra melihat bahwa wajahnya langsung berubah tidak bisa menahan diri untuk tertawa, dia tertawa terbahak-bahak untuk pertama kalinya tahun ini.
"Jika kamu punya sesuatu yang berharga seperti emas atau berlian mungkin kamu baru bisa membelinya"
Iron langsung kembali bersemangat, dia mengeluarkan beberapa batu warna warni yang dia simpan di dalam tasnya.
"Apakah ini benda berharga?"
Alurra menggelengkan kepalanya. Itu hanya batu untuk hiasan akuarium, sama sekali tidak berharga, mana bisa digunakan untuk membeli Handphone.
"Sayang sekali, padahal sangat indah. Tidak apa-apa aku akan menukar Pound di bank Elves nanti"
Alurra bertanya-tanya, apakah ada bank di dunia peri? Sangat menarik. Apakah dia juga bisa menukar Pound ke ELF di sana?
Alurra menghentikan percakapan tentang uang, dia mengantuk. Iron ingin menginap satu malam lagi, dia tidak masalah, Iron hanya akan berada di lemari sepanjang malam. Tidak akan mengganggunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!