NovelToon NovelToon

Rahasia Kebaikan Ibu Mertua

Penuh Sandiwara

“Livy, ingat yah Nak, minggu besok adalah acara besar yang akan diadakan di panti ini. Kamu harus mempersiapkan semuanya karena di hari itu kamu akan sah menjadi istri dari anak Mami Tari.”

Itu adalah perkataan Bunda Asih tadi pagi, yang masih Livy ingat hingga detik ini. Ia tidak menyangka sama sekali kalau wanita yang biasa di sebuah mami Tari diam-diam memperhatikan dirinya, dan meminta Livy pada Bunda Asih untuk dijadikan menantu untuk anak sulung dari sang donatur tetap panti asuhan tempatnya tinggal selamat ini. Bunda Asih juga sempat mengenalkan pada Livy bahwa laki-laki itu bernama Agam.

Satu bulan lalu Livy memang secara resmi dilamar oleh keluarga kaya raya itu, tapi calon suaminya tidak ikut dengan alasan sibuk bekerja. Wanita itu pun memakluminya karena memang menurut Bunda Asih calon suaminya adalah pewaris utama dari perusahaan keluarga yang bergerak dibidang penyediaan jasa konstruksi. Sedangkan yang Bunda Asih katakan sang papah sudah sakit-sakitan sehingga bekerja tidak boleh terlalu cape. Hal itulah yang membuat calon suami Livy selalu sibuk, bahkan tidak bisa hadir diacara lamaran mereka.

Livy sendiri bahkan belum begitu tahu seperti apa sebenarnya Agam itu, memang wanita itu juga tadi sempat diberi foto calon suaminya itu, di mana kalau dilihat dari fisiknya pada pandangan pertama hati Livy sudah bergetar, wajah yang tampan dan juga tubuh yang perfeksionis dan atletis membuat kedua indra penglihatan Livy langsung ternodai.

Dari mata turun ke hati sepertinya itu perumpamaan yang pas untuk menggambarkan apa yang Livy rasakan ketika melihat foto calon suaminya, kini Livy merasakan kalau ia sudah menaruh hati pada calon suaminya itu. Ah, wanita itu memang selalu seperti itu, mudah sekali tergoda dengan yang bening-bening.

Wanita yang dalam waktu satu minggu lagi akan melepaskan masa lanjangnya kini tengah termangu di balik jendela panti asuhan yang sebagian kayu jendela itu sudah keropos. Pandangan Livy lurus ke depan menatap indahnya cakrawala yang terbentang luas berwarna biru muda dengan awan-awan putih menggantung menambah keindahan siang hari yang cerah ini.

Bahkan Livy masih tidak percaya bahwa nasibnya bisa dengan cepat akan berubah seperti ini. Betapa beruntungnya ia, mendapatkan calon mertua dan keluarga yang baik, serta calon suami yang tampan, idaman setiap wanita. Meskipun Livy sendiri belum begitu mengenal calon suaminya itu, tetapi bisa ia lihat kalau Agam adalah laki-laki yang baik, dan ramah. Bisa Livy ambil garis kesimpulan dari keluarganya, yang menjadi donatur tetap panti asuhan ini hingga puluhan tahun. Bukanya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, itulah yang jadi pertimbangan Livy juga, ia yakin kalau calon suaminya menuruni sifat baik keluarganya.

Panti asuhan yang sudah menjadi tempat berteduh dan tempat ternyaman selama ini, dalam waktu satu minggu lagi Livy akan meninggalkannya. Menurut perkataan pemilik panti untuk anak panti yang sudah menikah maka akan mengikuti keluarga calon suaminya, dan tentunya tanpa terkecuali Livy. Ia juga akan mengikuti suaminya kemanapun Agam akan mengajak Livy pergi.

Waktu terus bergulir hingga hari yang di tunggu pun tiba, di mana hari ini adalah hari bahagia Livy dan juga seharusnya hari bahagia untuk Agam. Di hari ini Livy merasa seperti menjalani kehidupan yang sempurna menyerupai kisah Negri dongeng, dan kali ini Livy lah lakon utamanya.

Bahkan entah berapa kali wanita bersolek cantik itu mencubit lengannya hanya untuk memastikan bahwa apa yang ia alami sa’at ini adalah sebuah kenyataan. Ini bukan cerita Cinderella yang tertinggal sebelah sepatu kaca dan berakhir dinikahi oleh seorang pangeran. Ia adalah Livy, gadis yang sejak bayi dibesarkan di panti asuhan dan tidak mengetahui siapa orang tuanya, tiba-tiba diangkat derajatnya dengan cara dinikahi oleh Agam, putra dari salah satu donatur tetap di panti tempatnya selama dua puluh empat tahun ia jadikan rumah ternyaman.

Siapa yang menyangka kalau nasibnya akan berubah sangat drastis hanya karena dinikahi oleh anak orang kaya raya. Kehidupannya seperti upik abu yang tiba-tiba akan segera bersanding dengan seorang pangeran kaya raya dan rupawan.

Hilir mudik, dan lalu lalang dari pada tetangga yang ikut serta membantu acara pernikahan Livy dan Agam membuat gadis itu semakin tegang. Yah, atas permintaan bunda Asih pernikahan Livy dan Agam memang dilakukan di panti. Meskipun awalnya calon mertuanya ingin mengadakan pernikahan di gedung mewah, tetapi pada akhirnya mereka mengikuti usulan bunda Asih. Lagi, hal ini membuat Livy salut karena mereka mau menerima usulan dari pemilik panti sekaligus orang tua pengganti untuk Livy.

“Livy apa kamu sudah siap, Nak?” tanya Bunda Asih, yang mungkin beliau tahu kalau Livy saat ini sedang gugup, dan tegang.

Wanita yang sudah siap dengan kebaya pernikahan dan make up yang menambah kecantikannya, menatap bunda Asih, wanita paruh baya yang sudah merawatnya selama umurnya saat ini sudah dua puluh empat tahun. Beliau sudah Livy anggap seperti orang tua kandungnya sendiri. Apalagi hingga usianya sebesar ini ia belum juga pernah bertemu dengan orang tua kandungnya. Ah, jangankan bertemu, untuk sekedar tahu siapa orang tua kandungnya saja, seolah ia tidak diizinkan tahu oleh Semesta.

Livy menarik bibi tipisnya yang berwarna Fres salmon memberikan segurat senyum yang teduh. “Iya Bun, Livy deg-degan dan juga takut karena setelah menikah pasti Livy akan menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan di panti,” adunya, mungkin dengan ia bercerita pada bunda Asih, beban ketegangan dan ketakutannya berkurang.

Benar setelah menghabiskan hampir setengah jam obrolan, seolah wanita cantik itu telah menemukan kekuatan baru. Memang nasihat bunda Asih sangat bermanfaat untuk Livy yang butuh banyak dukungan. Berkat nasihat pemilik panti asuhan ‘Mutiara Kasih’ Livy kembali merasakan yakin untuk melangkah ke pernikahan beda kasta ini.

Namun, ada harapan yang ia langit kan sebelum acara dimulai yaitu semoga dirinya bisa meraih nikmat bahagia dengan pernikahan ini, dan tidak lupa Livy juga meminta agar Agam adalah jodoh terakhirnya dan juga beliau adalah pemimpin keluarga yang terbaik.

“Sah?”

“Sah!!” ucap para saksi pernikahan, setelah satu bulan dari pertunangan Livy dan juga Agam, dan satu minggu persiapan pernikahan dan dalam waktu satu bulan ini juga hubungan Livy dan keluarga calon suaminya semakin baik dan semakin dekat, terutama dengan mami Tari yang sangat baik dengannya. Hingga wanita itu pun kembali merasakan kasih sayang dengan dipertemukan arti orang tua dari papi Dirga dan juga mami Tari. Memang Livy selama ini meskipun tidak tahu orang tua kandungnya, tetapi bunda Asih mampu menjadi orang tua pengganti yang terbaik.

“Livy selamat datang, kamu sudah sah menjadi istri Agam dan itu tandanya kamu juga sudah sah menjadi anggota keluarga kita. Mami senang banget sampai nangis,” ucap Tari sembari tangan kanan yang memegang tisu mengusap air mata yang hampir terjatuh, dan membersit hidungnya. Livy pun yang tidak kuasa menahan kesedihannya langsung menghambur ke dalam pelukan wanita yang saat ini sudah resmi menjadi ibu mertuanya.

“Sama-sama Mami, Livy yang lebih bahagia karena bisa kenal dengan kalian,” jawabnya tidak kalah Livy pun jadi terbawa sedih dan menangis, dengan tersedu pilu.

Mungkin hanya Agam yang terlihat datar-datar saja ketika merayakan pernikahan mereka. Livy sih tidak masalah karena memang menurut ibu mertuanya sikap Agam memang seperti itu, dingin, dan datar. Sulit mengekspresikan perasaannya mau senang, sedih dia ekspresinya datar sekali. Satu bulan Livy sudah menjalani komunikasi lebih dekat dengan mertuanya membuat ia lebih banyak tahu sifat laki-laki yang saat ini sedang duduk di samping Livy dengan wajah datar.

Bukan hanya sifatnya yang Livy tahu, tetapi ia juga banyak tahu akan kebiasaan dan makanan kesukaan suami barunya. Ibu mertuanya yang memberitahukan semuanya.

Katanya biar Livy nggak kaget, terbukti seperti sekarang ini dirinya tidak kaget dengan sifat Agam yang menyerupai kulkas empat pintu.

Perlakuan keluarga Agam juga sangat baik dan tidak pernah membedakan Livy, meskipun jelas wanita itu dan mereka adalah dua nasib yang berbeda, bagai langit dan bumi. Mami Tari, ibu mertuanya adalah mertua dambaan setiap wanita, termasuk juga tentunya Livy. Meskipun perlakuan suaminya yang dingin seperti kulkas empat pintu, ia bisa memakluminya toh menurut ibu mertuanya memang sifat Agam seperti itu. Yang penting Agam masih menerima dirinya dengan baik, meskipun jarang terlibat obrolan, dan juga Livy sejujurnya sering merasa kecewa karena mendapatkan perlakuan dingin dari suami, tapi setidaknya masih bisa tertolong dengan kebaikan mertuanya. Setidaknya Livy masih bisa haha hihi dengan mami mertuanya hanya karena membahas hal simpel tentang drakor yang mereka gemari.

Namun, kebaikan ibu mertuanya ternyata tidaklah tulus. Satu minggu setelah pernikahan Livy dan Agam, ia merasakan ibu mertuanya berubah. Livy pun masih mencoba memperbaiki sikapnya, mungkin berubah ibu mertuanya karena ia yang terlalu ngelunjak terlalu enak hidup dilayani. Nyatanya meskipun Livy memperbaiki sikapnya dan wanita itu melakukan apa pun yang mertuanya minta, tetapi tidak juga merubah kembali sifat baiknya. Livy tetap seolah menjadi orang yang dibenci di rumah suaminya dan pelaku pembenci itu adalah ibu mertuanya.

Tari tetap berbicara ketus, ketika Livy tanya, dan seolah tidak suka ketika ia duduk dan bersantai sedangkan yang Livy lakukan adalah bagian dari istirahat karena seharian telah bekerja membantu pekerjaan bibi. Bayangannya kalau dirinya adalah orang yang paling beruntung ternyata itu salah, di dunia ini nyatanya tidak ada yang benar-benar baik kalau kita bukan dari golongan orang yang Rich.

Namun, setidaknya siksaan itu tidak berlangsung lama, hanya saat suaminya dan papi mertuanya kerja, dan di saat suami dan papi mertua sudah pulang, nyatanya Livy masih bisa bersantai bersama mereka, kembali menjadi wanita yang paling beruntung, karena telah menikah dengan orang kaya.

Livy bisa melihat dari kedua ekor mata, ibu mertuanya tidak suka kalau sang suami memperhatikan Livy. Entah cemburuan atau apalah, yang jelas nenek sihir itu seolah tengah mengumpat Livy, itu bisa Livy ketahui dari gerakan bibirnya yang seolah tengah mengumpat dirinya.

Livy pun hanya terkekeh dapat batinnya. "Kita tunggu saja mertuaku tercinta aku juga sebentar lagi akan mendapatkan kepercayaan papih Dirga, dan apabila waktu itu tiba maka akan aku katakan siapa kamu sebenernya."

...****************...

Selamat datang calon pembaca setia ini adalah novel event 'Ibu Mertua Kejam' Isi novel ini murni halusinasi, tidak diambil dari kisah siap pun dan tidak ada maksud membuat para ibu mertua di luar sana tersakiti, jadi bacanya bawa santai saja yah.

Mohon dukungannya Mudah-mudahan novel ini biasanya diterima baik oleh kalian semu. Kritik dan saran silahkan di tinggal kan di kolom komentar.

Terima kasih yang sudah mampir semoga novel ini bisa menghibur.

Penuh Sandiwara

Dua minggu sudah Livy menjadi istri dari Agam, selama ini memang suami istri itu jarang terlibat obrolan satu sama lain. Agam akan berbicara apabila Livy yang memulai berkomunikasi lebih dulu. Minimnya pertemuan di antara mereka mungkin juga menjadi penyebab mereka jarang terlihat interaksi. Di mana suaminya selalu sibuk bekerja, dan pulang tidak jarang ketika malam sudah menyapa, dan kalaupun pulang lebih awal Agam akan memilih waktu luangnya untuk beristirahat karena alasan cape. Livy pun selalu mencoba mengerti bagaimana capeknya sang suami yang bekerja banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Pernikahan Mereka yang tanpa perkenalan lebih dulu juga Livy rasa menjadi kendalanya, belum sepenuhnya tahu satu sama lain. Livy selalu merasa takut apabila ia akan memulai untuk sebuah percakapan dengan suaminya. Sehingga pernikahan dirinya dan Agam terasa datar-datar saja. Agam memang tetap melakukan kewajibannya sebagai suami Livy baik kebutuhan batin maupun lahir. Namun, Livy merasakan tidak ada cinta di dalamnya sehingga seperti hambar hubungan yang mereka jalani, hanya sebatas kewajiban dan tanggung jawab. Bahkan untuk urusan bercinta, Agam melakukannya selalu buru-buru dan Livy merasakan penyatuan dirinya dan sang suami tidak pernah mencapai klimaksnya.

Livy juga pernah berpikir kalau ibu mertua yang jahat dan kejam itu adanya dalam sebuah film atau sinetron saja, tapi nyatanya dirinya kini justru merasakan sendiri. Seolah ia sekarang tengah menjadi peran utama dalam takdir lucu ini, Livy dipertemuan dengan mertua jahat itu.

Tidak pernah menyangka sama sekali kalau mertuanya yang diawal manis dan sangat baik tiba-tiba berubah menjadi jahat dan sok berkuasa. Belum wanita yang berpenampilan menarik itu selalu memperbudak Livy. Baik dari perilakunya maupun Kata-katanya.

Livy merasa di rumah ini seolah tidak dianggap menantu lagi, melainkan pembantu. Perlakuan Tari yang semena-mena dan ucapan yang kadang melukai batin Livy membuat wanita itu semakin tidak kerasan tinggal di rumah mewah milik suaminya.

Andai boleh meminta Livy ingin kembali ke panti dan hidup dengan damai dan bekerja dengan hati yang tulus, bertemu dengan adik-adik panti seperti dulu saat dirinya belum menikah dengan Agam. Namun, semua itu nyatanya tidak bisa juga, itu semua karena ibu mertuanya yang kejam selalu mengancam dengan mulut setajam pedangnya. “Kalau kamu melakukannya, maka aku akan menghentikan menjadi donatur untuk panti itu.“ Kalau sudah seperti ini Livy bisa berbuat apa? Selain mengikuti perannya sebagai menantu yang patut terhadap ibu mertuanya.

“Livy....” Suara lengkingan dari bibir Tari membuat Livy tersentak kaget. Gegas wanita berpenampilan sederhana itu menyelesaikan pekerjaan cuci piring, memang sejak tadi Livy juga sudah selesai, tapi ia yang malas bertemu Tari justru lebih memilih melamun dengan memainkan sabun pencuci piring di tangannya, sesekali meniupnya menjadi balon sabun yang seolah dengan bermain seperti itu sedikit tekanan dalam rumah ini terbang seiring balon-balon sabun yang ia tiup dari tanganya.

“Iya Mih,” jawabnya setengah tersengal karena berjalan dengan sedikit berlari.

“Aku mau pergi, ada urusan. Ingat nanti kamu harus bantu Bibi di rumah ini untuk bersih-bersih rumah dan juga masak. Kamu masak yang enak, karena Agam dan suamiku adalah orang yang pemilih makanan,” ucap Tari, dengan nada yang ketus.

Setiap hari yang Livy perhatikan, pekerjaan mertuanya itu hanya ke luar rumah di pagi hari dan akan pulang tidak jarang di sore hari, serta sebelum pergi selama satu minggu ini selalu memberikan Livy tugas setinggi gunung. Bahkan Livy juga merasa pekerjaannya lebih banyak dari pada asisten rumah tangga di rumah ini.

Lagi, Livy hanya membalas dengan anggukan patuhnya. Meskipun wanita itu ingin protes dengan mengatakan bahwa dirinya tidak bisa. Namun, Livy kembali teringat ucapan mertuanya itu kalau dia bisa menghentikan donatur kapan pun, belum juga Livy yang merasa bahwa ia akan menjatuhkan panti asuhan, lagi pula bunda Asih yang sudah mendidik Livy dengan sangat baik. Wanita kejam itu selalu ada saja ucapan yang membuat Livy tidak bisa berkutik. Mulut yang merah memilik kemampuan untuk menebas mental Livy.

Seperti biasa Tari akan menghampiri Livy dengan sorot mata setajam pedang, dan wanita bersolek paripurna itu membuat menantunya tidak bisa berkutik, dengan lidahnya yang tajamnya melebihi samurai. “Ingat kamu dulunya adalah orang yang makan saja susah, jadi kalau masih mau tinggal di rumah ini, kamu jangan malas,” imbuhnya lagi sebelum Tari benar-benar pergi.

Livy bergeming menatap wanita yang memiliki dua kepribadian, mengayunkan kakinya pergi menjauh dari tempat Livy berdiri. Tangan sebelah kanan Livy memegang dada sebelah kiri, jantungnya memompa darah lebih cepat, secara alamiah emosi pun naik. Wanita itu bukan jelmaan malaikat yang selalu sabar menghadapi cemooh dari mertuanya, andai bukan karena adik-adik panti dan bantuan Tari sangat berarti buat panti asuhan tempat mereka tinggal, sudah Livy bantai balik wanita itu dengan sifat Livy yang bar-bar itu. Selama ini Livy memang pendiam dan terlihat lembah lembut, tetapi kenyataannya Livy memiliki watak yang keras dan juga bisa menyingkirkan sebuah parasit pengganggu.

Namun, Livy tentunya harus berpura-pura nurut, baik, dan lemah lembut demi bantuan tetap di gelontorkan ke panti asuhan ‘Mutiara Kasih’.

“Malas? Sejak kapan aku malas, bahkan hampir setiap hari aku bekerja dari suamiku berangkat kerja dan aku akan berhenti ketika jam pulang kerja suamiku. Bukanya yang malas dia,” umpat Livy pada ibu mertuanya tentu setelah dia pergi. Tentu juga ia sudah memastikan kalau umpatan itu hanya Livy yang mendengarnya, tidak ada antek-antek nenek sihir itu yang mendengar.

Wanita itu ingin protes dengan perlakukan ibu mertuanya yang kejam dan terlihat selalu mencoba menjual kesedihan demi menutupi semua kebusukannya. Namun, lagi-lagi ancamannya yang ingin menghentikan donasi pada panti asuhan membuat Livy harus pasrah, tetapi otak Livy masih saja mencoba mencari cara agar ia bisa membuat ibu mertua percaya pada Livy dan setidaknya berpihak padanya dan dirinya bisa tahu rencana apa yang sebenarnya sedang Tari susun.

“Rasanya tidak mungkin dia sampai memerankan sandiwara dengan begitu apiknya hanya untuk menarik simpati papi Dirga dan Agam. Pasti ada yang rencana lebih sedang wanita ular itu rencanakan,” gumam Livy dalam hatinya.

Di rumah mewah ini Livy seperti seorang musafir yang tengah tersesat dalam perkampungan yang tidak menginginkan kehadirannya. Satu-satunya orang yang ia melihat ketulusannya adalah hanya papi Dirga. Beliau selalu bertanya bagaimana perasaan Livy betah tidak atau sudah makan atau belum? Pertanyaan simpel dan mungkin juga hanya basa basi.

Namun, livy merasa ia terhibur dengan sikap basa basi papi mertuanya, setidaknya ada satu orang yang memberinya semangat. Dan soal Agam? Bahkan Livy pernah mengeluh cape dan ingin menginap di panti, jawabnya selalu membuat Livy seketika terdiam. ‘Aku juga merasa cape kerja, tapi tidak mengeluh’.

Baiklah kali ini Livy juga tidak boleh mengeluh dan ia harus lebih merapatkan barisan, menujukan pada ibu mertuanya kalau Livy adalah menantu yang baik, pengertian dan tidak mudah ditindas.

Huhhh... Livy membuang nafas kasar sebelum ia menyelesaikan tugas-tugasnya yang maha banyak. Rumah yang maha luas dan maha mewah membuat pekerjaan Livy terasa sangat berat, tidak ada hentinya. Apalagi Livy juga bukan ditugaskan untuk beres-beres saja ia juga di tugaskan untuk memasak, belum lagi Livy juga harus tampil cantik, wangi dan bersih ketika suaminya pulang nanti, untuk melakukan tugas yang lain.

“Huh... takdir memang kadang penuh sandiwara.”

Livy tersenyum getir meratapi nasibnya. Nyatanya menikah dengan orang kaya hanya membuatnya terlilit dalam ikatan masalah baru.

...****************...

Menguping

Hari-hari terus berganti, setiap hari juga kesabaran Livy yang setipis tisu ini harus diuji dengan kelakuan Tari, alis ibu mertuanya yang memiliki dua kepribadian. Entah makhluk apa yang menempel di tumbuh Tari. Sehingga ada saja kelakuannya yang mendzolimi Livy terus menerus.

“Neng, Nyonya Tari minta Neng Livy buatkan minum untuk anaknya,” ucap Bi Minah, asisten rumah tangga di rumah mewah ini.

Livy nampak kaget mendengar ucapan sang asisten rumah tangga. “Anak, bukan Mas Agam sedang kerja?” jawab Livy dengan sedikit bingung pasalnya dia juga tidak lihat suaminya sudah pulang kerja.

“Itu anak tiri, yang sekarang datang anak kandungnya, namanya Mas Gavi,” jelasnya dengan lebih detail.

Deg!!! Livy tersentak kaget satu info ia baru tahu. Wanita itu menarik bibirnya sebelah hingga membentuk segurat senyum sinis, dan dalam hatinya mengutuknya. “Lantas saja kelakuannya kayak emak-emak di Negri dongeng, ternyata emak tiri toh.” Livy pun tidak heran kalau kelakuan Tari seperti itu, ibu tiri memang terkenal jahat, meskipun tidak semua yah, tapi rata-rata ada udang di balik bakwan. Ngeunah...

Livy pun terpaksa bin penasaran mengikuti perintah Bi Minah, membuatkan minum untuk mertua dan adik ipar Livy. Tepatnya adik ipar tiri.

Tidak lama dua minuman segar sudah berada ditangan Livy, ia tidak langsung masuk, tetapi berdiam sejenak, jiwa penasarannya yang tinggi berbisik agar Livy menguping barang sejenak, mungkin saja dirinya tahu sesuatu. Wanita itu mematung tidak percaya dengan apa yang barusan indra pendengarannya tangkap. Tubuhnya gemetar hebat ketika mengetahui tujuan mertuanya memilih dirinya sebagai menantunya.

“Kamu tenang saja Gavi kita tinggal menunggu saja tanggal permainan harus kita mulai pokoknya kalian tidak akan hidup susah lagi semua harta-harta milik Dirga yang jatuh ke tangan Agam akan jadi milik kita.” Suara ibu mertuanya berbisik pada putra kandungnya yang bernama Gavi.

Bahkan Livy sendiri baru tahu kalau Mas Agam hannyalah anak tiri dari mertuanya. Sungguh ia sudah tertipu dengan kebaikan ibu mertuanya selama ini.

“Tapi apa Agam akan percaya begitu saja sedangkan dia kan orang yang cukup kolot cara berpikirnya.” Anak dari Tari kembali menimpali ucapan ibunya. Livy yang awalnya akan mengantarkan air minum pun terpaksa ia urungkan dan memilih tetap bersembunyi di balik pintu dengan menajamkan lagi indra pendengarannya agar wanita itu tahu sebenarnya mereka itu siapa.

“Gavi, kamu tidak usah bingung dan ragu karena urusan itu mami sudah serahkan pada orang yang tepat. Livy, dia adalah orang yang mami sengaja pilih sebagai menantu untuk memuluskan rencana kita. Mami yakin livy yang polos dan tidak memiliki kemampuan apa-apa tidak akan mungkin bisa melawan mami, dan dia juga tidak bisa melawan apa-apa pada suaminya soal harta. Nanti ketika Dirga sudah tidak ada maka Agam pasti akan sangat kehilangan dan rapuh disitu kerja kita akan kita mulai, Gavi.”

Livy bergeming, tubuhnya bergetar hebat ketikan mertuanya sendiri malah secara tidak langsung mengharapkan kematian papi mertuanya. Di mana papi Dirga,.saat ini sedang menjalani pengobatan rutin kangker paru-paru dan Agam juga pernah mengatakan bahwa papah mertua bisa saja pergi dalam waktu dekat.

Livy pun memutuskan membawa kembali minuman yang awalnya akan Ia suguhkan untuk adik ipar dan mertuanya itu. Tubuh Livy masih saja gemetar.

Dada Livy bergemuruh, dan batinnya menjerit-jerit, “Ternyata ucapan Mami Tari dulu saat melamarku dan dihari pernikahan yang sangat manis serta kebersamaan mempersiapkan pernikahan adalah kebohongan belaka. Mamih Tari nyatanya bukanlah ibu mertua dambaan yang pernah aku puja-puja, dia tak lebih dari seorang perampok yang mencoba bermain cantik.”

Dengan gerakan buru-buru, Livy menelan air dengan tegukan kasar berharap dengan satu gelas air dingin otaknya juga dingin dan bisa berpikir dengan jernih.

Ini bukan soal ia cape bekerja seperti pembantu di rumah suaminya sendiri, ini bukan perkara ia sakit hati yang selalu dianggap menumpang dan lain sebagainya oleh mertuanya. Namun, ini soal harta milik papi mertuanya yang perlahan akan Tari pindahkan menjadi hak miliknya.

Livy akui ibu mertuanya memang bekerja dengan sangat apik, tersusun dengan begitu baik, sampai dirinya sendiri tertipu dengan kebaikannya dan bujuk manis wanita cantik itu. Apalagi suami dan papah mertuanya. Jelas mereka lebih tertipu.

Namun bagaimana cara Livy untuk memberitahu keburukan ibu mertuanya pada suaminya sendiri dan papi mertua, setidaknya mereka sadar kalau di rumah ini ada ular berbisa yang siap mematok kapan saja. Karena ketika manusia lebih dikuasai sifat serakah maka kebaikan pun tidak ada gunanya, tapi bukanya apapun yang ke luar dari mulut Tari sangat dipercaya oleh suami dan papah mertuanya. Livy sendiri belum mendapatkan kepercayaan penuh, baik dari suami maupun dari papi mertuanya.

Livy berjalan mondar mandir dan berharap kalau wangsit datang, tidak lama ia pun memiliki ide. “Bagaimana kalau aku perlahan mendekat dan berusaha berpura-pura akan membantu rencana ibu mertuaku hingga aku tahu rencana yang mereka susun, dan setidaknya aku akan memikirkan cara untuk menggagalkannya. Ok baiklah Mih, Anda jual aku beli, rasanya aku sangat menyukai cara Anda untuk mengajaku bermain-main. Aku sudah terlanjur basah maka biar lebih menarik, aku akan mandi bersama ibu mertuaku yang sangat pandai itu,” gumam Livy dalam batinnya.

“Livy... Livy....” Suara Tari menggelegar memanggil nama menantunya. Livy sih sudah tahu dia pasti akan marah padanya karena dirinya yang tidak membawakan minum untuk anak dan dia sendiri.

“Iya Mih, maaf Mih, aku tidak bisa membuatkan minum karena perutku sakit sekali.” Livy berpura-pura meremas perutnya dan merintih kesakitan di atas sofa, tidak lupa juga wanita itu lebih dulu mengusap wajahnya dengan air agar terlihat seperti keringat yang membanjiri tubuh. Kalau berakting harus meyakinkan sehingga mertuanya bisa percaya. Seperti itu kira-kira pikiran Livy.

“Jangan manja, baru bekerja begitu saja sudah manja!” Kembali lidahnya yang setajam samurai mengeluarkan jurusnya.

“Ya Tuhan, Mih ini memang sakit benaran. Aku pernah menjalani rawat inap karena memang lambung aku yang terluka, dan sekarang sepertinya sakit aku kambuh Uhhh....” Livy kembali memainkan perannya yang semakin menyakini.

“Kalau gitu istirahat kamu, biar kamu cepat sembuh dan aku tidak rugi memiliki menantu seperti kamu, tidak bekerja dan hanya numpang makan dan tidur,” ucapnya dengan bibir mencebik sempurna, membuat dada Livy semakin sakit mendengarnya.

Ok, setidaknya mertuanya masih punya belas kasih, sehingga bisa ia memanfaatkan celah yang kecil ini untuk tetap mempertahankan harta papi mertuanya. Papi mertu serta suaminya yang capek bekerja enak saja Tari yang mengambil madunya, Livy tidak akan rela.

Yah, Livy tidak akan pernah rela sama sekali kalau harta keluarga suaminya jatuh ke tangan Tari, apalagi Agam selama ini kerja dengan keras bahwa suaminya pulang malam dan istirahatnya kurang semua demi kemakmuran bersama, tapi mertuanya yang licik ingin dengan gampang mengambil alih harta-hartanya siapa yang ikhlas.

“Enak saja wanita licik itu mau ambil semuanya, dia kira kita tidak butuh makan!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!