NovelToon NovelToon

Gadis Kaki Palsu

GKP 1

Drrrtttt ... drrrtttt ....

"Ya, Sayang?"

"Ehm, Sayang, maafkan aku. Hari ini aku tidak bisa menjemputmu. Aku harus lembur dan tidak bisa menolak perintah dari atasanku itu. Sekali lagi maafkan aku," ucap Rangga dari seberang telepon.

Lea terdiam sejenak dengan raut wajah sedih menatap layar ponsel yang ada di dalam genggamannya. Ia kecewa karena lagi-lagi tunangannya itu membatalkan janji yang sudah mereka sepakati sebelumnya.

Lelaki itu berjanji akan menjemputnya setelah selesai bekerja, tetapi sayang janji tinggal lah janji. Lelaki pujaannya itu kembali membatalkan janji mereka dengan alasan yang hampir serupa.

"Hallo? Lea, apa kamu mendengarku?" tanya Rangga karena tiba-tiba tak terdengar suara kekasihnya itu di ujung telepon.

Lea menghembuskan napas berat kemudian berucap. "Ya, aku mendengarmu. Baiklah, Sayang. Tidak apa-apa. Aku bisa minta Harris untuk menjemputku nanti sore."

Terdengar suara hembusan napas kasar Rangga. Lelaki itu pun tampak menyesal karena lagi-lagi harus membatalkan janjinya kepada Lea. Wanita yang sudah menjadi kekasihnya selama lebih dari dua tahun tersebut.

"Maafkan aku, Lea. Setidaknya aku melakukan ini untuk masa depan kita. Kita membutuhkan banyak uang untuk hari pernikahan kita dan aku berdoa, semoga semua jerih payahku menjadi berkah untuk kita," jelasnya.

Lea pun akhirnya tersenyum. "Aamiin. Jangan pernah lelah berjuang untuk masa depan kita ya, Sayang. Semangat!"

"Tentu saja, Lea sayang. Apa pun aku lakukan untukmu dan masa depan kita. Ehm, sudah dulu ya, Sayang. Aku harus kembali bekerja. Aku tidak ingin mata atasanku melotot karena melihatku menghubungimu di jam-jam seperti ini," tutur Rangga.

Lea terkekeh pelan. "Baiklah-baiklah, selamat bekerja!"

Setelah panggilan dari Rangga terputus, Lea pun kembali meletakkan ponselnya tersebut ke atas meja.

"Siapa? Mas Rangga?" tanya Amanda, sahabat sekaligus rekan kerja Lea.

Lea mengangguk pelan. "Ya. Sebenarnya hari ini dia berjanji akan menjemputku sehabis pulang bekerja sekalian ingin mengajakku makan malam bersama. Namun, sayangnya semua gagal karena dia harus kerja lembur lagi sama seperti biasanya," jawab Lea.

Amanda tersenyum kecil. "Mas Rangga benar-benar lelaki yang rajin, ya. Pantas saja kamu begitu tergila-gila kepadanya," goda Amanda.

"Ya, kamu benar, Manda. Aku sangat tergila-gila pada sosoknya. Dia sangat rajin dan bertanggung jawab. Selain itu, dia juga romantis. Dia selalu memberikan kejutan di hari-hari spesialku," tutur Lea.

Amanda mengangguk pelan dan tepat di saat itu sebuah pesan chat masuk ke dalam ponsel miliknya. Amanda bergegas memeriksanya lalu membaca isi pesan chat tersebut sambil tersenyum kecil.

Lea memperhatikan hal itu, tiba-tiba ia kembali diserang oleh rasa penasaran yang amat sangat. Lea penasaran karena sahabatnya itu tidak pernah terbuka soal hubungannya. Sudah berbagai cara Lea mencoba membujuk Amanda untuk berbagi cerita, tetapi wanita itu terus menolaknya dengan alasan yang tidak jelas.

"Dari siapa? Kekasihmu?" tanya Lea sembari memicingkan matanya menatap Amanda yang tengah duduk di hadapannya itu.

Amanda mengangguk pelan sembari menyimpan ponsel miliknya ke dalam tas. "Ya."

"Ciieee ...." goda Lea sembari tertawa pelan. "Ish, aku penasaran sama cowokmu itu! Sini, mana ponselmu, biar aku lihat!"

Lea mencoba menarik tas milik Amanda dan berniat mengambil benda pipih itu. Namun, aksinya gagal karena Amanda segera menahannya dan tidak membiarkan Lea berhasil merebut benda pipihnya tersebut.

"Jangan, Lea. Lagi pula aku sudah sering mengatakan bahwa kamu sama sekali tidak mengenalnya," elak Amanda sambil terus mempertahankan tasnya agar tidak jatuh ke tangan Lea.

Lea menekuk wajahnya. Untuk kesekian kalinya ia harus menahan rasa penasarannya. "Memangnya salah jika aku tidak mengenalnya? Setidaknya 'kan aku tahu, oh ini toh kekasihnya sahabatku. Siapa tahu 'kan suatu saat nanti aku ketemu sama dia di jalan?" celetuk Lea.

Amanda terkekeh. "Tidak mungkin, Lea. Secara dia tidak pernah jalan-jalan ke kota ini."

Lea menghembuskan napas berat lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda karena obrolan mereka tersebut.

"Ya, sudahlah kalau begitu. Aku janji tidak akan pernah kepo lagi soal kekasihmu itu!"

Amanda terkekeh pelan sembari mencolek sedikit pipi Lea yang berwarna putih kemerahan. "Cieee ... ada yang merajuk ni, ye!"

"Au ah, gelap!" sahut Lea sambil fokus pada gaun pengantin mewah yang berdiri di hadapannya.

Setelah puas menggoda Lea, Amanda pun ikut melanjutkan pekerjaannya. Memasang berbagai payetan di gaun pengantin tersebut.

"Semoga saja nona kaya itu puas dengan hasil pekerjaan kita. Setidaknya dengan begitu nama kita pun akan ikut terangkat. Benar 'kan, Amanda?" ucap Lea

"Ya, kamu benar, Lea. Aku harap nona Martha puas dan bisa mengangkat nama butik kita. Secara 'kan pernikahannya diadakan secara besar-besaran. Hmmm, beruntung sekali dia. Sudah kaya, cantik, dapat jodoh selevel pula. Tampan dan juga kaya raya."

Lea tersenyum mendengar celetukan sahabatnya itu. "Sudah biasa 'kan, orang kaya pasti jodohnya juga kaya. Kalau orang-orang seperti kita, ya jodohnya sama dari kalangan menengah ke bawah juga," sahut Lea.

"Iya, kamu benar. Oh ya, ngomong-ngomong kamu sudah lihat pasangannya nona Martha, gak?" tanya Amanda dengan penuh antusias.

Lea menggelengkan kepalanya perlahan. "Belum, memangnya kenapa? Lagi pula aku sama sekali tidak kepo soal dia. Aku malah lebih kepo soal kekasih rahasiamu itu," sahut Lea yang masih fokus pada gaun pengantin buatannya tersebut.

Amanda tertawa pelan. "Ish, kenapa malah kepo sama kekasihku yang hanya orang biasa. Mending juga kepo sama calon suami nona Martha yang tampan dan kaya raya itu, Lea. Ngomong-ngomong soal tampan, serius demi apa, itu cowok tampan banget, loh!" celetuk Amanda dengan begitu antusias.

"Wajar lah, secara nona Martha saja secantik itu," sahut Lea.

"Ehmm, iya juga, sih."

Waktu terus berlalu, hingga tak terasa sore pun menjelang. Nampak Amanda berkemas-kemas terlebih dahulu. Sementara Lea masih asik dengan pekerjaannya.

"Lea, maafkan aku. Aku harus pulang duluan," ucap Amanda sembari memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas.

"Ish, temenin aku barang sepuluh menit lagi lah," bujuk Lea sambil memasang wajah memelas.

"Ehm, tapi aku sudah ditunggu oleh seseorang. Bagaimana, dong?"

Lea menghembuskan napas berat. "Ya, sudah. Sana, pulanglah."

"Oh, kamu memang baik sekali, Lea. Aku sayang padamu!" Amanda begitu bahagia. Ia segera memeluk tubuh Lea sejenak, sebelum pergi meninggalkan butik sederhana milik Lea tersebut.

"Iya-iya, pergilah."

Amanda melangkah dengan cepat dan tampak tergesa-gesa meninggalkan tempat itu. Sementara Lea memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu dari kejauhan.

"Sebenarnya siapa yang sedang menunggu Amanda? Tidak mungkin kekasihnya itu, kan? Secara Manda bilang bahwa kekasihnya tidak pernah berkunjung ke kota ini," gumam Lea.

"Hmmm, Amanda benar-benar mencurigakan sekarang," lanjutnya.

***

GKP 2

Tidak beberapa lama setelah Amanda pergi meninggalkan tempat itu, Harris pun tiba di sana. Pemuda berusia 20 tahun itu segera menghentikan motor sport-nya tepat di depan pintu butik milik Lea.

"Kak Lea, pulang sekarang?" tanya Harris dengan setengah berteriak kepada Lea.

Lea yang saat itu tengah asik berberes-beres, segera menoleh ke arah adik laki-lakinya itu kemudian tersenyum.

"Ya, tunggu sebentar!" jawabnya dengan setengah berteriak pula.

Harris pun dengan sabar menunggu sambil duduk di atas motor sport kesayangannya itu. Motor sport yang baru saja diberikan oleh Lea sebagai hadiah ulang tahunnya. Lima menit kemudian, Lea pun tiba di sana. Setelah mengunci pintu butiknya, Lea pun bergegas menghampiri Harris.

"Kamu sudah makan?" tanya Lea sembari menaiki motor milik Harris tersebut.

"Belum, Kak. Memangnya kenapa? Kakak mau mentraktir aku makan, ya?" celetuknya sembari melirik Lea yang kini sudah duduk di belakangnya.

"Ehm, sebenarnya Kakak cuma ingin mengajakmu makan bakso di tempat biasa. Bagaimana, kamu mau nggak?"

"Boleh, tapi yang spesial, ya!" sahut Harris sambil terkekeh pelan.

"Iya, boleh."

Setelah mengenakan helm, Harris pun segera melajukan motor sportnya ke tempat yang mereka tuju. Warung bakso favorit Lea.

***

"Aaaaagh ...." Terdengar suara sendawa yang keluar dari mulut Harris setelah kekenyangan menikmati seporsi bakso spesial kesukaannya.

Lea menepuk pelan lengan Harris sambil menekuk wajahnya. "Ish, kamu ini, Ris! Gak sopan," ucap Lea.

"Maaf, Kak. Kelepasan," jawabnya sambil terkekeh pelan.

"Serius, tidak ingin nambah lagi?" tawar Lea.

Harris menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Sudah, Kak, cukup. Perutku rasanya sudah penuh dengan bakso-bakso itu," jawab Harris sembari mengelus perutnya yang tampak menggembung.

Lea terkekeh pelan lalu bangkit dari posisi duduknya. "Sebaiknya kita pulang sekarang, Dek."

Harris mengangguk pelan lalu mengikuti langkah Lea yang berjalan di depannya. Setelah membayar semua pesanan, mereka pun segera melanjutkan perjalanan menuju kediaman mereka.

Di perjalanan.

"Oh ya, Dek, bagaimana kuliahmu hari ini?" tanya Lea.

Harris terkekeh pelan. "Hari ini si dosen killer kembali mengerjai aku, Kak. Entah apa dosaku padanya, hingga dia senang sekali mengerjai aku," sahut Harris.

Lea mengelus lembut pundak Harris lalu tersenyum. "Sabar, di balik sikapnya yang menyebalkan, Kakak yakin sebenarnya dosenmu itu baik dan ingin yang terbaik untuk semua mahasiswanya."

"Ya, menurutku juga begitu, Kak." Harris terdiam hingga beberapa detik lalu ia pun kembali bersua.

"Nanti, kalau aku sudah menjadi orang sukses, orang pertama yang ingin aku bahagiakan adalah Kakak. Aku ingin membalas kebaikan Kakak selama ini. Ya, walaupun aku tahu ini bahwa aku tidak akan mungkin bisa membalas semuanya," ucap Harris dengan mata berkaca-kaca.

Lea tersenyum kecut. "Ish, kamu ini ngomong apa sih, Dek. Melihat kamu menjadi orang sukses saja, sudah menjadi kebanggaan buat Kakak dan Kakak tidak butuh balasan apa pun darimu," jawab Lea sembari memeluk tubuh Harris dari belakang.

Sementara itu, di sisi lain jalan.

"Lima menit! Jika dalam waktu lima menit kamu masih tidak ada di sini, maka aku akan melompat dari tempat ini!"

Ancaman dari wanita itu berhasil membuat sosok lelaki tampan yang tengah mengemudikan mobil mewahnya tersebut menjadi gelagapan. Lelaki bersetelan jas hitam itu tampak panik dan cemas, mencemaskan nasib wanita yang tengah bicara dengannya melalui sambungan telepon.

"Baiklah, aku akan segera tiba di sana dalam waktu lima menit. Tapi kumohon, jangan lakukan hal yang tidak-tidak. Hari pernikahan kita sudah di terencana dengan baik. Apa kamu ingin semua itu jadi sia-sia saja?" jawabnya.

"Lima menit!" ucap wanita itu lagi, sebelum ia memutuskan panggilannya dengan lelaki tampan bersetelan jas mahal tersebut.

"Martha! Martha!" panggilnya. Namun, sayangnya panggilan itu sudah terputus.

"Lima menit!" Lelaki itu tersenyum sinis. "Apa dia pikir aku punya pintu ke mana saja, hingga aku bisa tiba di sana hanya dalam waktu lima menit saja?" gumamnya.

Karena mengkhawatirkan keadaan tunangannya itu, ia pun segera memacu laju mobilnya tersebut hingga di atas seratus kilometer per jam. Dengan kondisi jalan yang tampak lengang, ia yakin bahwa aksinya saat itu tidak akan membahayakan siapa pun, termasuk dirinya sendiri.

Namun, harapan tinggal lah sebuah harapan. Sebuah kejadian naas tidak bisa ia hindarkan. Di saat ia tengah melaju kencang, tiba-tiba dari arah berlawanan, lelaki itu melihat sebuah cahaya lampu motor sport yang tengah melaju di hadapannya.

Ia begitu terkejut, begitu pula pengemudi motor sport tersebut. Keduanya mencoba menghindari kecelakaan itu, tetapi sayang semua sudah terlambat. Tabrakan maut pun tidak bisa dihindari. Mobil mewah milik lelaki itu menghantam motor sport tersebut dengan sangat keras hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring dan dengan tempo yang begitu singkat.

BRAAKKKK!!!

"AAAKHHH!"

Setelah menabrak motor tersebut, mobil yang ia kemudikan sempat oleng. Beruntung ia berhasil menguasainya kembali hingga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sebuah keberuntungan karena ia selamat tanpa kurang apa pun. Hanya mobil yang rusak parah akibat hantaman keras dengan motor tersebut.

Namun, keberuntungan itu tidak berlaku untuk sang pengemudi motor sport tersebut. Orang yang mengemudikan motor itu terpental hingga beberapa meter jauhnya dari tempat kejadian dan terhempas ke aspal dengan sangat keras. Bahkan saking kerasnya, helm yang menutupi kepala lelaki itu pecah dan terlepas dari kepalanya.

Pengendara motor sport itu tidak sendirian. Ia berdua dengan seorang wanita. Wanita yang ia bonceng saat itu nasibnya tidak kalah mengenaskan dari sang pengemudi motor. Sebelah kakinya sempat terlindas oleh ban mobil, sebelum akhirnya ia jatuh dan tak sadarkan diri di tempat itu.

Kejadian naas itu disaksikan oleh seorang pengguna jalan yang kebetulan lewat di tempat itu. Orang itu berhenti dan mencoba menolong kedua orang yang menjadi korban. Ia mencoba mendekati mobil mewah itu dan ingin meminta pertanggung jawaban dari sang empunya mobil.

Namun, kepanikan dan ketakutan yang amat sangat, membuat lelaki pemilik mobil mewah tersebut tidak bisa berpikir jernih. Yang ada di pikirannya saat itu adalah melarikan diri dan menemui sang kekasih secepatnya, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada wanita itu.

"Ya, Tuhan! Apa yang harus aku lakukan?" ucapnya dengan panik. "Aku harus pergi dari sini dan menemui Martha. Nyawa Martha jauh lebih penting dari ini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepadanya," lanjut lelaki itu sembari kembali menekan pedal gas dengan kakinya. Tanpa basa-basi, ia pun kembali memacu kecepatan mobil tersebut sebelum ada yang mengenalinya.

"Woy, kurang ajar! Jangan lari kau!" teriak orang yang ingin menyelamatkan kedua korban kecelakaan tersebut. Ia geram melihat sang pengemudi mobil yang kabur dan tidak ingin bertanggung jawab dengan perbuatannya.

Sang pemilik mobil terus melajukan mobilnya tanpa peduli dengan teriakan orang yang meminta pertanggung jawaban. Hingga ia pun berhasil melarikan diri tanpa seorang pun tahu identitas dirinya.

***

GKP 3

*LEA*

"Harris, ada mobil di depan!" pekik Lea dengan mata membulat menatap sebuah mobil yang melaju di hadapannya dengan kecepatan tinggi.

"Ya, Tuhan!" pekik Harris yang juga terkaget-kaget melihat sebuah mobil tiba-tiba muncul di hadapannya dengan kecepatan tinggi.

Jangankan mencoba menghindar dari hantaman mobil tersebut, menginjak rem pun Harris tidak sempat. Mobil itu tiba-tiba muncul dan menghantam motornya.

BRAAKKKK!

"AAAKHHH!"

Terdengar suara teriakan Harris dan Lea secara bersamaan. Hantaman dari mobil tersebut berhasil membuat Harris terpental jauh hingga beberapa meter dari tempat kejadian.

Tubuhnya terhempas hingga ke bahu jalan dengan sangat keras. Bahkan helm yang ia gunakan untuk menutupi kepalanya pun terlepas dan mengakibatkan cedera kepala yang sangat serius.

Bukan hanya Harris yang mengalami kejadian naas itu, kondisi Lea pun tidak kalah memprihatinkan. Mobil mewah itu sempat menggilas sebelah kakinya dan sebelum ia tidak sadarkan diri, Lea sempat memperhatikan nomor plat mobil yang telah menabraknya.

"9 ... 4 ... 1 ...." Lea pun jatuh dan tak sadarkan diri.

Sementara itu.

"Ya, Tuhan! Apa yang sudah terjadi?" Lelaki itu terus memacu laju mobilnya. Ia bahkan tidak sadar bahwa saat itu kecepatan mobil tersebut sudah melebihi batas kecepatan yang disarankan.

"Semoga mereka tidak apa-apa! Semoga mereka baik-baik saja!" gumamnya dengan wajah panik.

Setelah beberapa saat kemudian, lelaki itu tiba di sebuah apartemen mewah, di mana sang kekasih hati sudah menanti kedatangannya. Ia memperhatikan sekeliling gedung mewah itu dan betapa terkejutnya ia ketika melihat banyaknya orang-orang yang berkumpul di sana. Orang-orang itu serempak melihat ke atas dan wajah mereka terlihat begitu cemas.

"Ada apa ini?" gumam lelaki itu sembari keluar dari mobilnya. Perlahan ia berjalan menghampiri kerumunan orang-orang itu lalu menengadah ke atas, mengikuti apa yang mereka lakukan.

"Ya, Tuhan, bukankah itu Martha!"

Betapa terkejutnya ia setelah mengetahui siapa yang tengah berdiri di balkon sebuah kamar, kamar yang berada di lantai tertinggi di apartemen tersebut. Tanpa pikir panjang ia pun segera berlari memasuki gedung mewah itu dan menuju kamar milik sang kekasih.

Sesampainya di sana, ternyata sudah ada beberapa orang petugas yang berusaha menenangkan wanita itu. Wanita yang tengah berdiri di balkon dan siap melompat ke bawah.

Melihat lelaki itu mendekat, salah seorang dari petugas itu pun langsung menahannya. "Maaf, Anda siapa?"

"Biarkan saya masuk. Saya adalah tunangan wanita itu!" sahutnya dengan tegas.

Setelah mendengar jawaban dari lelaki itu, petugas tersebut pun segera memberikan jalan dan mempersilakannya untuk menghampiri si wanita.

"Silakan, Tuan. Siapa tahu Anda bisa menenangkannya," ucap petugas itu.

"Ehm, sebaiknya kalian pergi saja. Biarkan saya bicara dengannya. Saya bisa pastikan bahwa dia akan baik-baik saja," sahut lelaki itu dengan mantap.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya para petugas itu pun segera pergi dan meninggalkan mereka berdua. Mereka yakin dan percaya bahwa lelaki itu bisa menenangkan serta menyelamatkan wanita tersebut.

Sepeninggal para petugas itu.

Perlahan lelaki itu berjalan menuju balkon lalu menghampiri sang kekasih. Ia menggelengkan kepala ketika memperhatikan aksi konyol sang kekasih yang saat itu sedang berdiri di ujung balkon.

"Sekarang aku sudah berada di sini, Martha. Apa kamu masih ingin berdiri di sana dan membuat semua orang yang melihatmu panik?" tanya lelaki itu dengan wajah malas. Ia sudah muak menghadapi sikap tunangannya itu.

Wanita yang bernama Martha tersebut sempat melirik lelaki itu. Namun, hanya sebentar saja. Setelah itu ia pun kembali menatap lurus ke depan, di mana orang-orang tengah menyaksikan aksinya dengan penuh kekhawatiran.

"Kamu terlambat. Aku minta dalam waktu 5 menit kamu sudah berada di sini. Namun, ini sudah hampir 20 menit lamanya dan kamu baru tiba di sini," sahutnya sambil tersenyum sinis.

Lelaki itu menghembuskan napas berat. "Ayolah, Martha. Jangan bertingkah seperti anak kecil. Jika kelakuanmu terus seperti ini, aku yakin, aku pun akan lelah dan menyerah menghadapi sikap kekanak-kanakanmu ini."

Martha berbalik lalu menatap lelaki tampan itu dengan berurai air mata. "Kenapa kamu berkata seperti itu, Gail? Apakah aku sudah tidak mencintai aku lagi? Aku hanya butuh perhatian darimu, Gail. Itu saja! Tolong mengertilah ...."

Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kasar. "Sudahlah, Martha. Kita sudah sering membahas soal ini dan aku pun sudah lelah menjelaskannya kepadamu. Sekarang begini saja, jika kamu tidak bisa mengubah sikap kekanak-kanakanmu itu, setidaknya kamu bisa berhenti mencoba mencelakai dirimu sendiri. Jika kamu tidak bisa melakukannya, maka aku tidak akan segan-segan membatalkan acara pernikahan kita," tegasnya dengan begitu serius.

"Apa?!" pekik Martha dengan mata membulat sempurna. Ia lalu menyeka air mata yang masih mengalir di kedua belah pipinya.

"Tega sekali kamu, Gail? Aku bersikap seperti ini karena aku begitu mencintaimu. Kamu hanya milikku, Gail! Hanya milikku," lanjutnya dengan berteriak.

Karena terlalu emosi, Martha lupa bahwa dirinya masih berada di tempat yang berbahaya. Ia masih berdiri di ujung balkon dengan hanya berpegangan di pagar pembatasnya. Sebelah tangannya tiba-tiba terlepas dari pegangan dan hampir saja membuat tubuhnya meluncur ke bawah. Beruntung lelaki itu sigap dan dengan cepat menangkap tubuhnya.

"Aakhh!"

"Cepat naik, Martha!" ucap lelaki itu sembari menarik paksa tubuh Martha.

"Lepaskan saja aku, Gail! Buat apa kamu menolongku, toh kamu sama sekali tidak mencintai aku!" balas Martha sambil berontak.

"Jangan bodoh, Martha! Cepat naik!" titahnya dengan sekuat tenaga menarik tubuh Martha dengan disaksikan oleh banyak orang di bawah sana dengan begitu cemas. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berteriak agar Martha segera diselamatkan.

Setelah berjuang dengan susah payah, akhirnya lelaki itu berhasil membawa tubuh Martha kembali ke tempat aman. Tepuk tangan serta sorak sorai orang-orang pun mulai terdengar. Mereka begitu puas setelah menyaksikan bahwa Martha sudah diselamatkan.

"Lepaskan aku, Gail! Biarkan aku terjun! Biarkan aku mati!" ucap Martha sambil terisak dan terus memukuli dada bidang tunangannya itu.

"Baiklah kalau begitu! Sekarang melompatlah!" Ia yang sudah kesal melihat aksi Martha, segera menjauh dari tubuh wanita itu dan mempersilakan untuk melanjutkan aksinya.

Martha yang sebenarnya hanya berniat menggertak tunangannya itu, tidak akan pernah berani melakukan hal berbahaya tersebut. Ia pun masih belum siap untuk mati hanya demi sesosok laki-laki yang ia cintai.

"Ma-maafkan aku, Gail ...." Martha menundukkan kepala menghadap lantai sembari meremass ujung dress yang ia kenakan.

Lelaki itu menghembuskan napas berat. "Sekarang berhentilah mengancamku dengan hal-hal bodoh seperti ini, Martha. Apakah kamu tidak malu dilihat oleh orang-orang? Bukannya kasihan, aku malah merasa ilfill melihatmu seperti ini," tegasnya lagi sambil menatap lekat Martha.

"Ba-baiklah, Gail. Aku berjanji tidak akan melakukan hal ini lagi," sahutnya dengan lirih.

Ia kembali mengangkat kepalanya lalu perlahan berjalan menghampiri kekasih hatinya tersebut.

"Maafkan aku, Sayang!" ucap Martha yang kemudian memeluk tubuh kekar sang kekasih dengan begitu erat.

Pelukan Martha segera dibalas oleh lelaki itu. Ia mengelus lembut rambut Martha yang tergerai indah lalu melabuhkan sebuah kecupan hangat di puncak kepalanya.

Beberapa menit kemudian.

Martha yang baru saja selesai melakukan ritual mandinya, segera menghampiri sang kekasih sambil tersenyum semringah. Ia duduk di sampingnya lalu memeluk tubuh lelaki itu dengan begitu erat.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Sayang? Sejak tadi kuperhatikan, kamu lebih banyak diam dan tampak murung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa kamu masih marah sama aku?" tanya Martha sambil memperhatikan wajah cemas lelaki itu.

"Tidak, bukan begitu. Aku sama sekali tidak marah padamu, Martha. Aku hanya sedang memikirkan soal pekerjaanku yang belum terselesaikan," jawabnya dengan bohong.

Padahal saat itu ia tengah merasakan kecemasan yang luar biasa. Ia masih memikirkan soal dua orang yang tadi tak sengaja tertabrak oleh mobilnya. Lelaki itu berharap kedua orang tersebut baik-baik saja.

"Oh, syukurlah. Aku pikir kamu masih marah sama aku," ucap Martha yang kemudian menyandarkan kepalanya di dada bidang lelaki itu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!