...🧭🧭...
Kisah ini bermula dari seorang gadis bernama Valerie Anindira yang memiliki sejarah kelam dalam hidupnya. 6 tahun lalu ia harus menelan pilu akibat pengkhianatan sang kekasih.
Di saat yang sama ia harus kembali menerima kenyataan pahit kala sang mama pergi meninggalkannya. Semua benar-benar hancur , karena hadirnya orang ketiga. Kisah asmara dan kebahagiaan keluarganya di renggut bersamaan, sangat tragis.
Valerie benar-benar hancur sehancur-hancurnya. Luka di hatinya begitu dalam hingga air mata saja sudah tak mampu mengekspresikan seberapa kalutnya ia kala itu.
Ada satu titik di mana Valerie ingin menyerah dan mengakhiri semua. Namun, gagal karena Tuhan berkehendak lain. Ia tidak terlalu ingat motivasi apa yang membuatnya bertahan hingga sekarang.
11 PM, Jakarta.
“Toloooonggg!!”
Teriakan itu cukup memekikkan telinga membuat Valerie menoleh seketika. Jalan sepi di sana cukup menjadi saksi dari banyaknya kasus kriminal yang sering terjadi. Valerie yang baru selesai latihan kebetulan melintasi area itu.
“Ck, males.... tapi kasihan.”
Masih berdiam di tempat, tatapannya mengarah pada sebuah lorong sepi dan gelap dimana arah suara itu berasal. Ingin mengabaikan, tapi jiwa kemanusiaannya seakan menolak. Akhirnya, Valerie pun memilih untuk menjadi pahlawan kemalaman lagi dan lagi.
Bugh…bugh…
Entah sejak kapan, Valerie sudah secepat itu mengeksekusi para pria bejat itu. “Bang**t, boleh juga tenaga lo.!” Ucap salah satu dari pria preman itu seraya menahan nyeri di kakinya.
“Aduh neng, mending main sama kita aja yuk.”
Benci sekali, kalimat itu membuat Valerie serasa akan muntah. “Lari!!” pekik Valerie kemudian menarik tangan gadis yang tampak amburadul itu. Lebih baik cari aman, meski sebenarnya mudah bagi Valerie untuk meringkus para preman itu.
Melewati lorong demi lorong dua wanita itu berlarian di antara bangunan-bangunan dengan cahaya temaram. Namun, langkahnya sedikit kesulitan karena jalanan yang licin habis hujan.
srasshhhhh....
Sialnya, hari ini Valerie tidak membawa choco si motor kesayangannya, hingga tak ada pilihan kala kakinya kini harus menggantikan tugas kuda besinya itu. Meski tidak secepat Coco, tapi jangan di tanya jika Valerie adalah pelari yang tangguh. Agak terhambat, sayang sekali karena gadis yang di tolongnya ini bukanlah seorang pelari handal.
hah...hah...
"Mereka masih ngejar? gila!!" gumam Valerie sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan. Tanpa sadar, kini mereka sampai di persimpangan jalan. Napas keduanya terengah-engah di sertai keringat yang kian mengucur.
ciitttt...
Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti menghadang dan seseorang manarik paksa dua gadis itu kedalam mobil. “Siapa?!" Valerie terhenyak seraya menahan tangannya.
“Masuk!!”
Valerie malah mematung membuat pria itu geram. Akhirnya dengan sedikit paksaan, kedua gadis itu pun berhasil di lempar masuk ke dalam mobil.
"adohh, santai dong!!" pekik Valerie.
“Bisa geser nggak? Sempit tau.” Celetuk Jordan yang menyusul terakhir.
“Lo ngapain duduk di belakang sih Jo? depan kan ada!!.” Bagaimana Victon tidak marah. Masalahnya 4 orang memenuhi jok belakang, padahal masih ada satu kursi di depan.
“Terlanjur, tadi nggak sempet.” Jordan menjawab dengan santai tanpa peduli sekesal apa Victon saat ini.
Akhirnya mereka pun bertahan dengan posisi saling berdesakkan. Namun, Valerie paling risih disini. Ia duduk berdempetan dengan Victon membuat tubuhnya menjadi tegang seketika.
“Emm, kalian kok bisa di kejar-kejar preman gitu?” Jordan melirik ke arah Valerie yang hanya fokus menatap ke depan. “Bukan aku, tapi dia. Aku cuma membantunya.” Jawab Valerie.
.
.
.
.
Tanpa pembicaraan apapun, tidak terasa mobil sudah berhenti di depan kos Valerie. “Val, kita perlu bicara empat mata.” Ucap Victon dengan suara beratnya seraya menatap Valerie yang enggan menatapnya barang sedetik saja.
“Makasih tumpangannya. Sayangnya nggak ada yang perlu di bicarain.”
"Tumpangan? dia pikir gue abang ojol apa gimana?" Jawaban itu membuat Victon meremang seketika. Ingin menguji kesabaran Victon? maka bisa di pastikan itu berhasil. Dia hanya ingin bicara, bukan minta di temani makan atau tidur. Tapi memang susah sekali membuka hati gadis ini.
“Val? Mau sampai kapan kamu begini? Jangan menghindar dariku terus-terusan.”
“Lepas dulu bisa nggak?” Tatapan Valerie semakin tajam namun sedikit berkaca-kaca kala Victon mencekal tangannya.
“Nggak, jawab dulu.”
Terdengar helaan napas, namun tidak berniat untuk memberi sebuah jawaban. Victon tidak akan menyerah begitu saja. Ini tidak adil karena ia tidak tahu alasan mengapa gadis itu selalu menjauh. Setiap kali di ajak bicara baik-baik pasti Valerie selalu enggan membahasnya.
“Kalau nggak ada kejadian tadi, kamu pasti nggak mau ketemu sama aku kan?”
“Apa itu penting sekarang?” Nadanya terdengar ketus, namun percayalah jika Victon bisa merasakan tangan Valerie yang bergetar. "Dia benar-benar!!" Sebenarnya, apa yang membuat gadis itu begitu membencinya? Victon masih belum bisa memecahkan teka-teki itu.
.
.
Mohon dukungannya untuk karya baru othor ya. Btw, karena kemarin terlalu buru-buru jadi aku harus revisi lagi. Dan ini udah fix...
Nantikan kelanjutannya ya . Terimakasih 🤗🤗
Tatapannya itu terlihat sayu. Meski berpenampilan tomboy dan mulut yang setajam silet, tapi bahasa tubuh tidak bisa menipu. Bukan tidak bingung jika Victon merasakan keanehan pada tubuh gadis yang di genggamnya.
Beberapa bulan lalu ia mengenal gadis ini melalui kesalahpahaman. Meski tanpa status, tapi mereka sempat dekat sebagai teman. Itu sebelum Valerie tiba-tiba menghilang dan sejak saat itu selalu menghindar kala bertemu dengannya.
“Maaf. Bisa beri tahu di mana letak kesalahanku?”
Victon pun melemah dan sengaja ia menurunkan nada bicaranya. Jika Valerie mamang takut dengannya, maka Victon harus lebih lembut, pikirnya lagi.
Sejak tadi Victon tidak mengalihkan pandangannya. Namun yang di tatap seakan menabuh genderang perang. Lebih baik jika satu kata saja keluar dari bibir mungil itu, namun tidak. Julukan manusia biasa itu masih melekat pada diri Victon, karena nyatanya kesabaran itu akan menipis jika melampaui batasannya.
Victon pun mengangkat tubuh Valerie ke pangkuannya. Secepat kilat ia meraup bibir itu tanpa peduli jika Valerie akan menolak ataupun marah. dug...dug... Pukulan di dadanya sedikit membuat Victon kesulitan karena tenaga Valerie cukup kuat untuk ukuran gadis pada umumnya.
“Kurang ajar!!” batin Valerie kemudian menggigit bibir pria itu. Sayangnya Victon tidak berniat melepaskannya hingga kilasan memori memenuhi kepala Valerie. Pria itu masih belum menyadari jika harusnya segera berhenti.
“Jangan!!jangan!!aaaaaaaaa!!”
Kepala Valerie di penuhi teriakan-teriakan itu lagi seperti kaset rusak. Air mata yang tak mampu ia bendung lagi pun akhirnya luruh dengan sendirinya. Demi Tuhan, Valerie tidak suka menunjukkan sisi lemahnya pada siapapun termasuk Victon. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa jika tubuh dan pikirannya sudah tidak sejalan.
“Val? Kamu kenapa?”
Victon menyudahi tautan bibirnya kemudian menggoyang pelan tubuh gadis itu. Wajah yang sudah pucat pasi di ikuti mulut yang bergumam tak jelas itu sontak saja membuat Victon menjadi panik. Terlihat jelas jika Valerie sedang tidak baik-baik saja.
“Jangan!!.” Gumam Valerie yang kini menundukkan kepalanya.
Brugh…
“Hei, jangan bercanda ,Val?.” Victon mendekap kuat tubuh yang sudah lemah dan tak ada pergerakan lagi.
.
.
Keesokan harinya, Di kantor…..
Tuk…tuk…tuk…
Victon duduk seraya mengetukkan pulpennya di atas meja besar di ruang kerjanya. Pikirannya menjadi resah karena kejadian semalam. Mana mungkin sekedar ciuman saja membuat Valerie bertingkah seaneh itu bahkan hingga pingsan.
Bukankah seharusnya senang atau bangga? Di luar sana banyak wanita yang mendambakan bibir seksoy nya itu. Obsesi atau suka? Hingga kini Victon masih ragu akan perasaanya. Posisinya kini terjepit di antara dua kata itu.
“Al, apa aku kurang menarik? atau kurang seksi?”
“emmm..” itu pertanyaan yang sangat sulit untuk di tanggapi. Tidak di jawab hidupnya di pertaruhkan, tapi jika salah jawab kemungkinan masa depannya pupus begitu saja. Aldi ragu, dan kini membisu seraya menatap Victon penuh arti.
“Apa?.” tanya Victon lagi
"Anda tampan, berwibawa dan banyak uang pak." Mulut oh mulut, Sontak Aldi segera melipat bibirnya kala raut wajah Victon berubah dengan cepat.
gleg...
"Hah...pergi dari ruanganku!!" Wajah Victon sudah datar sekali, bahkan nada bicaranya melebihi AC ruangan itu hingga kulit Aldi merinding tiba-tiba.
...🍃🍃🍃🍃...
Sementara itu, di suatu tempat….
Plak…
“Papa tidak meminta hal lain Valerie, bisakah berhenti mengacau?!”
Tamparan itu cukup kuat mendarat di pipi Valerie yang saat ini tengah menangis. Panas dan perih seperti hatinya saat ini. Angan-angan saja jika berharap dirinya sudah bebas, nyatanya tidak. Kini dia di buat bungkam kala menerima luapan amarah sang papa. Tidak peduli meskipun di depan banyak orang sekali pun, papanya tidak berniat untuk berhenti di sana.
Jika saja Valerie tidak mengacaukan perjodohan itu, mungkin hasilnya tidak akan demikian. Bagaimana jika ia tidak suka? Valerie tidak mau hidup satu atap dengan orang yang tidak di cintainya.
“Jawab papa!!” Sentak Candra pada putrinya itu.
“Aku punya pilihan sendiri. Selama ini selalu ku turuti kemauan papa. Tidak untuk kali ini pa.” Entah dari mana keberaniannya, kini gadis itu berani menatap mata papanya.
“Ini semua demi kebaikanmu. Kevin adalah pilihan terbaik dan sebaiknya jangan menolak!.”
Mendengar perkataannya membuat Valerie tersenyum tipis. “Heh, kebaikanku? Kalau saja mama masih ada, aku nggak akan begini. Papa egois dan aku benci itu!.”
Plak….
“Bicara lagi? kurang ajar kamu ya?”
“Sayang sudah. Jangan kasar sama anak sendiri.” Valerie semakin memanas saat Aurora menengahi. Ya, dia adalah ibu tiri sekaligus wanita yang paling tidak di sukainya. Keluarganya benar-benar kacau balau dengan hadirnya wanita itu di tengah keharmonisan keluarganya kala itu.
Merasa tidak adil tentu saja. Valerie pun meninggalkan restoran itu dengan perasaan yang kian berkecamuk. Tujuannya tidak menentu dan dia hanya bisa pasrah jika kakinya membawa ke jurang sekalipun. Air matanya masih mengalir kian deras, namun ia tidak peduli meski orang-orang menatapnya dengan aneh.
Kurang ajar!!
Papa benci sama anak pembangkang..
“Cih, kok aku jadi cengeng gini sih? kebaikan katanya? yang benar aja....” Sambil menyeringai Valerie menghapus air matanya. Ia pun melepas high heels yang cukup menyiksa tumitnya, di tambah gaun panjang itu yang sangat mengganggu.
.
.
.
.
-To Be Continued-
“Apa yang terjadi kalau papa tau aku berhenti kuliah? Hahhh.” Valerie berhenti dan menatap langit cerah siang itu seraya menghela napas panjang. Perjalanan hidupnya penuh lika-liku, berkali-kali ia berpikir jika keberuntungan satu-satunya hanyalah bisa bernapas di dunia ini.
Jauh dari keluarga membuat Valerie menjadi lebih mandiri sebenarnya. Dulu sewaktu masih ada Rara, bisa di bilang jika hidupnya penuh campur tangan dari sahabatnya itu. Banyak yang Rara ketahui mengenai peliknya kehidupan Valerie, itulah mengapa dia selalu di urusi bak anak sendiri.
Namun salah jika Rara mengetahui semuanya. Rapuhnya Valerie dengan segala trauma masa lalu itu itu tidak pernah Valerie tunjukkan. Akibatnya, derita itu ia makan dan telan sendiri. Valerie tidak berniat untuk membaginya pada siapapun, baginya itu hanya membuat Valerie semakin terlihat lemah.
Bukan menolak takdir, Valerie tidak mau jalan yang ia lalui terlalu lurus. Maksudnya lurus dan mulus di bawah kendali papanya. Lebih baik menikmati kopi tanpa gula di sini daripada menikmati madu setiap hari tapi tertusuk belati.
Menjadi salah satu trainer calon Bodyguard tidak buruk. Hitung-hitung ilmu bela dirinya yang selama ini Valerie pelajari dengan sungguh-sungguh akan sangat berguna.
“Perusahaan VCO Technology Group saat ini membutuhkan jasa pengawal. Nama-nama yang di sebutkan akan di kirim kesana dalam jangka waktu yang telah di tentukan.”
“Antony, Emanuel, Riska dan …..” Sengaja kalimatnya tergantung dan sang pelatih tampak berpikir seraya menatap satu-persatu para trainer.
“Valerie!”
Deg….
Celaka!, Jika begini maka tamat sudah riwayatnya. Valerie tidak tahu bagaimana cara bersembunyi lagi, keadaan seolah-olah tak berpihak padanya. “Apa saya tidak bisa di ganti pak?” Valerie menatap pelatih itu dengan memelas, sayangnya itu tidak mempan. Malah di balas dengan kedipan mata yang membuatnya bergidik ngeri.
"Ini sudah permintaan dari sana. Jadi, kalian lakukan tugas dengan baik.”
“Baik!!”
.
.
.
“Gimana bisa liat mukanya besok?”
Valerie menggigit bibir bawahnya bersamaan dengan pikirannya yang kian resah. Setelah ciuman hari itu jangankan untuk bertatap muka, bertemu pun rasanya Valerie tak mampu.
“Tenang Valerie, tenang…....ini hanya sebatas pekerjaan.” Percayalah, meski mulutnya berkata seyakin itu, nyatanya hatinya masih tidak tenang.
Ceklek….
Sampai di kamar kosnya ia tidak melihat gadis yang di tolongnya malam itu. Rupanya dia telah pergi dengan meninggalkan secuil kertas dengan beberapa kata di dalamnya.
Terimakasih, aku berhutang budi padamu. Aku harus kembali dan semoga kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti. -Mentari
Tidak hanya itu, bahkan kamarnya tampak lebih rapi dari biasanya. “Padahal dia nggak perlu begini.” Valerie tersenyum seraya memandang seluruh sudut ruangan itu. Jika saja Rara belum menikah, kamar itu pasti tidaklah sepi sekali.
Keesokan harinya….
Gedung menjulang tinggi itu cukup menjadi saksi bagi Valerie. Ia merapikan kembali kerah nya sembari tersenyum. Pagi hari menyambut Valerie yang kini melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
"Kumpulnya dimana?" Gumam Valerie seraya melirik jam di pergelangan tangannya di ikuti langkahnya yang tergesa-gesa. Waktu briefing telah tiba dan Valerie harus segera bergabung dengan rekan yang lain. Bisa celaka jika sampai ia melewatkan Briefing paginya.
.
.
.
“Pak Victon Ghaffari. Beliau adalah pemilik sekaligus pemimpin perusahaan ini, saya harap kalian melakukan tugas dengan baik.”
Penjelasan itu begitu jelas namun Valerie kembali di buat gugup. Tap…tap… derap langkah itu semakin terdengar kuat. Tak berselang lama, Boss perusahaan itu pun muncul bersamaan dengan asistennya dari balik pintu.
Mereka yang sudah berjaga di depan pintu langsung saja berdiri dengan tegap kemudian menganggukkan kepala bersamaan. “Kalian para bodyguard yang ku minta?” Tanya Victon dengan dinginnya.
“iya pak!.” Jawab Toni dengan lantang.
Victon pun tersenyum kala mendapati Valerie berdiri tak jauh darinya. Langkahnya pun mendekat dan berhenti tepat di depan gadis itu. “Hai. My Sweety Bodyguard.” Bisik Victon di telinga Valerie seraya tersenyum licik kemudian kembali berjalan.
Valerie berusaha tetap tenang. Jika saja Victon bukan bossnya saat ini, mungkin Valerie tidak akan diam begitu saja. “Aku mau dia satu mobil denganku, yang lain pakai mobil terpisah.” Victon berucap seraya menunjuk wajah datar Valerie. Tidak ada yang banyak protes dan mereka pun berjalan menuju kendaraan masing-masing.
.
.
.
-To Be Continued-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!