...🌲🌲🌲...
Datang sebagai menantu pria di keluarga istri, Pasti itu tidak akan mudah. Apalagi, ketika kita hanya seorang menantu yang hanya di pandang sebelah mata.
Ketika harta, tahta dan kekayaan yang menjadi penentu layak atau tidak layaknya seorang pria, maka, derajat seorang pria akan jatuh ditangan semua orang yang memuja sebuah kekayaan.
Ya, dialah Menantu yang ketika ada acara keluarga, kehadirannya tidak terlalu dipedulikan. Dia Menantu yang usaha dan kerja kerasnya tidak pernah di hargai oleh keluarganya. Dia menantu yang dikucilkan sebab dia miskin dan tidak memiliki kekayaan.
Begitulah yang terjadi kepada pria malang ini.
Saga Amripradiga. Seorang pemuda sederhana dan miskin yang selalu mendapatkan ketidakadilan di dalam hidupnya.
Ya, dialah menantu yang datang menikahi seorang wanita dari keluarga yang kaya raya, yang setiap harinya selalu diperlakukan seperti sampah yang tidak berguna.
**
**
"Ini salahmu Angelia. Jika saja kamu tidak menerima perjodohan kakek mu itu, pria tidak berguna seperti Saga tidak akan ada di dalam hidup kita" Tuding Morata, ibu mertua Saga yang sedang berbicara bersama Angelia, Anaknya.
"Aku harus bagaimana Mam. Mama tahu sendiri, aku tidak bisa menentang keputusan kakek. Bahkan kakek tidak memberikan pilihan apapun kepadaku." Jawab Angelia.
"Dia pengangguran Angelia. Kamu harus pikirkan itu. Bagaimana dengan masa depan mu? Dia hanya menjadi beban di keluarga kita sayang. Kamu tidak bisa selamanya terjebak oleh pernikahan ini. Pokoknya mama tidak mau tahu. Kamu harus bercerai dengan Saga! Titik." Ucap Morata lagi.
"Jika saja aku bisa, aku juga tidak akan mau menikahi pria tidak berguna itu ma." Jawab Angelia dengan nada kesal.
"Apa yang kakek mu pikirkan? Bagaimana bisa dia menikahkan anakku bersama pria miskin itu? Jangankan untuk memberi nafkah, untuk melepaskan makan dia sendiri pun, dia tidak bisa. Kakek macam apa dia? Hah, rasanya aku ingin sekali meneriakinya. Selama dua tahun ini, menantu tidak tau diri itu hanya berdiam diri dirumah." Ujar Morata yang juga merasa kesal.
"Ceraikan saja dia Angelia. Mama sudah tidak tahan memiliki menantu seperti dia." Lanjut Morata.
"Jika aku bisa, sudah lama aku melakukannya Ma. Kakek akan marah besar kepada kita jika tau aku melakukan itu. Aku juga menyesal menerima pernikahan ini. Aku tidak akan sanggup melihat wajahnya setiap hari!" Jawab Angelia.
Sementara itu. Saga mendengarkan dari balik pintu dengan perasaan hancur. Apalagi, ketika istrinya juga ikut menghinanya dan menyesal menerima pernikahan yang di atur oleh kakeknya itu. Matanya nampak berkaca-kaca. Dia tidak apa jika dihina oleh mertua dan kakak iparnya, namun Saga tidak akan tahan jika dihina oleh istri sendiri.
"Sudahlah ma. Aku harus pergi, ada pekerjaan di kantor" pamit Angelia. Lalu mengambil berkas-berkas di atas meja kerjanya.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Angelia dengan sorot mata tajam. Ketika melihat Saga di ambang pintu.
Saga nampak terkesiap, wajahnya cemas, "Angelia. A-ku... Aku ingin memberikan air teh ini!" Jawab Saga dengan memberikan nampan berisikan segelas air di atasnya.
Angelia menatap dingin ke arah Saga, "Buang saja! Aku tidak ingin air dari mu!" Jawab Angelia sinis, lalu pergi meninggalkan suaminya yang masih mematung di depan pintu.
Sementara itu, Morata keluar dari ruangan dan ketika melihat wajah Saga, wajahnya berubah masam dan sangat kesal.
"Heh menantu tidak tau diri. Apa pekerjaan mu hanya menyiapkan air minum saja? Cepat siapkan makan malam. Oh ya, jangan menunggu anakku. Dia sedang ada pekerjaan di luar kota. Jadi dia tidak pulang malam ini." Ujar Morata.
"Heh! Kamu tuli ya? Cepat sana pergi!" Bentak Morata kesal, ketika Saga hanya terlihat mematung ditempatnya.
"Ba-Ba-Baik ma!" Saga sampai terlonjak kaget, dan segera pergi meninggalkan ibu mertuanya.
Di jalan menuju dapur, Saga berjalan dengan tatapan kosong. Dia terlihat cemas dan memikirkan sesuatu.
"Menyesal? Dia menyesal menikahi aku. Seharusnya aku tahu diri. Kenapa aku begitu naif? Aku pikir cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Tapi, semakin hari, Angelia semakin membenciku!" Gumam Saga dengan hati yang hancur.
Sudah dua tahun mereka menikah, namun tidak sekalipun Angelia menganggap Saga sebagai suaminya. Sialnya, Saga malah terjebak oleh cintanya kepada Angelia. Sejak pertamakali bertemu, Saga langsung jatuh cinta, dan karena cintanya itulah Saga masih bertahan sampai detik ini. Berharap, cintanya akan mendapatkan balasan dari Angelia, istrinya.
Bugh!
Saga terkejut. Wajahnya seketika panik ketika dia tidak sengaja menabrak seseorang. Teh panas yang dia bawa pun tidak sengaja menumpahi baju Siham, kakak iparnya.
"SAGA!" Teriak Siham yang terdengar menggema di seluruh ruangan.
"Berani sekali kau menumpahkan teh itu ke bajuku?" Bentaknya sekali lagi.
"Maafkan aku kak. Aku tidak sengaja. Aku benar-benar minta maaf!" Mohon Saga panik seraya mengelap baju Siham menggunakan tisu.
"Menjauh dariku pria sialan!" Siham mendorong tubuh Saga dengan kasar. Saga sampai terduduk kelantai dengan wajah bersalah yang masih terlihat diwajahnya.
"Oh astaga. Kenapa pria ini selalu saja membuat ulah dirumah ini. Apa kamu tidak punya mata? Bajuku ini sangat mahal. Bahkan, jika aku menjual harga dirimu itu, tidak akan bisa membayar baju mahal ku ini." Siham sampai mendecah kesal.
"Maafkan aku kak. Aku tidak sengaja. Maafkan aku!" Mohon Saga kembali, berharap kakak iparnya tersebut mau mengindahkan permintaannya.
"Ada apa ini?" Morata tiba-tiba datang dan langsung bertanya. Keningnya seketika mengkerut ketika melihat Saga yang terduduk ke lantai.
"Lihat apa yang dilakukan pria ini ma! Bajuku basah dan rusak karena dia." Jawab Siham dengan nada kesal.
"Aku tidak sengaja ma. Aku benar-benar tidak sengaja!" Sambung Saga membela diri.
"Diam kamu Saga!" Bentak Morata marah.
"Sejak kamu datang kerumah ini, kesialan selalu saja datang. Cepat pergi dari sini!" Ucap Morata yang masih dengan nada tinggi.
Saga hanya bisa diam tak bersuara. Dengan membawa kesedihannya, Dia beranjak dari tempatnya dan hendak pergi.
"Jangan lupa bersihkan serpihan kaca gelas ini sebelum kamu pergi dari sini!" Terdengar Morata kembali memerintah.
Saga berbalik, "Baik Ma!" Jawabnya. Lalu kembali berjongkok mengambil serpihan kaca di lantai.
Sementara itu. Morata membawa anaknya untuk pergi dari sana meninggalkan Saga.
Malam itu. Usai menyiapkan makan malam. Dimeja makan, semua orang terlihat sedang menyantap makanan dan menikmati makan malam bersama.
Sementara, Saga dibiarkan berdiri di tepi meja makan. Menyaksikan semua orang yang sedang duduk manis sambil menyantap hidangan yang tersaji.
Kriukkkkkkk!
"ah lapar sekali!" lirih Saga di dalam hatinya.
Entah, Sudah berapa kali perut Saga berdentum hebat, namun suara itu seakan tidak mau berhenti begitu saja. Sebab, cacing-cacing diperutnya sudah meronta meminta jatah makannya.
Saga hanya bisa memperhatikan semua orang sambil mengusap perutnya yang lapar. Lalu meneguk salivanya melihat makanan di atas meja yang terlihat mengiurkan.
"Ma! Biarkan dia makan! Kasihan Saga. Dia tidak makan sejak siang!" Ujar Wandi, ayah mertua Saga dan suami Morata.
"Biarkan saja Pa. Menantu mu ini sudah bodoh tapi juga tidak tahu diri. Sudah menumpang disini, tapi masih saja membuat kesalahan." Ketus Morata.
"Ini hukuman untuk mu Saga, karena telah berani memecahkan gelas ku. Aku tahu kamu tidak akan bisa menggantinya, jadi akan aku ambil jatah makan mu malam ini." Ujar Morata dengan tampang tak berdosa.
Harap-harap ingin makan malam bersama, Saga harus menahan laparnya malam ini karena kesalahannya yang sudah memecahkan gelas tadi siang. Ya, begitulah dirinya. Setiap kali dia melakukan kesalahan. Mertuanya selalu saja menghukumnya dengan tidak memberikan makanan untuknya.
"Nyonya. Tuan Alsen datang!" Ucap seorang pengawal yang datang melapor.
Morata terkejut oleh kedatangan ayah mertuanya tersebut.
"Saga. Cepat duduk! Bersikaplah biasa. Jika saja kamu berani mengadu kepada ayah mertuaku, kamu tahu sendiri akibatnya!" Ancam Morata. Sementara itu, Pak Wandi hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap istrinya.
Tidak lama. Kakek pun masuk. Semua orang terlihat tersenyum ke arah kakek Alsen.
"Pa! Tumben kerumah malam-malam begini?" Tanya Morata dengan tampang manisnya.
"Dimana Saga?" Tanpa menjawab pertanyaan menantunya tersebut, kakek Alsen malah balik bertanya.
"Saga sedang makan malam pa. Ayo duduk dulu! Pelayan! Buatkan teh manisnya ya!"
Kakek Alsen duduk di kursi, tidak lama Saga pun keluar menemui kakek.
Pelayan pun ikut keluar dari dapur dan memberikan teh kepada kakek dan Morata diruang keluarga.
"Kakek!" Saga menunduk seraya mencium punggung tangan kakek dengan hormat.
"Bagaimana kabarmu nak? Apa kamu bahagia disini? Bagaimana keadaan Angelia? Apa dia belum hamil-hamil juga?" Tanya kakek beruntun.
Uhuk uhuk.
Morata terkejut. Dia sampai terbatuk-batuk mendengar perkataan ayah mertuanya barusan.
"Kenapa kau terkejut?" Tanya kakek kepada Morata dengan nada kesal.
"Ayah. Aku tidak terkejut. Aku hanya tidak sengaja meminum airnya terlalu banyak." Jawab Morata berbohong. Didalam hatinya dia mengumpat kakek dengan sangat kesal.
"Dasar kakek tua. Sudah peyot masih saja mengurusi hidup orang lain. Bagaimana pun, aku tidak sudi memiliki cucu dari menantu sampah itu!" Batin Morata kesal.
"Saga. Apa semua orang menyulitkan mu disini?" Tanya kakek kepada Saga.
"Bagaimana mungkin. Saga adalah menantu kesayangan kami. Iya kan Saga?" Tanya Morata cepat dengan suara yang manis.
"Iya kek. Kami menerima Saga di rumah ini. Saga juga senang berada disini!" Sanggah Siham yang baru datang. Dia duduk didekat kakeknya sambil memeluk tubuh kakeknya. Sementara Pak Wandi, dia lebih memilih untuk pergi ke kamarnya, sebab dia tidak bisa berbohong kepada ayahnya.
"Benar begitu Saga?" Tanya Kakek, menunggu jawaban dengan penuh tuntutan.
Saga tersenyum kikuk, "Iya kek. Mama, Papa dan semuanya menerima Saga dengan baik. Kakek jangan khawatir!" Jawab Saga berbohong.
"Baiklah. Kakek percaya jika kamu yang berbicara" jawab kakek percaya.
Sikap Morata dan Siham begitu berbeda ketika kakek Alsen datang. Mereka berubah sangat baik dan tidak seorang pun akan mengira bagaimana perlakuan mereka yang sebenarnya kepada Saga dirumah tersebut.
Usai mengobrol, Kakek Alsen pun pulang. Morata terlihat menghela nafas panjang.
Tatapan tajamnya seketika beralih kepada Saga, "Minggir!" Morata mendorong tubuh Saga hingga Saga mundur beberapa langkah kebelakang. Saga hanya bisa memperhatikan kepergian Mertua dan kakak iparnya dengan tatapan sayu.
"Kapan kalian akan menerima ku disini?" Batin Saga sedih.
.
.
.
Bersambung.
Hai. kembali lagi bersama karya terbaru aku. Jangan lupa Subscribe sebelum membaca ya!
Dukungan kalian adalah semangat untuk Aku. Jadi jangan lupa untuk memberikan Like dan komen disetiap bab ya. Terimakasih semuanya LoveyouAll ❤️
...🌳🌳🌳...
Keesokan paginya.
Semua orang nampak sibuk mengurus dirinya sendiri. Melakukan aktivitas menyenangkan dan membuat hari-hari lebih bewarna.
Siham pergi berolahraga pagi, papa mertua duduk santai di depan teras sambil membaca koran. Sementara, ibu mertua pergi ke Kompleks depan untuk membeli sayur di tukang sayur keliling.
Sementara Saga? Dia harus bergelut seorang diri menyiapkan sarapan pagi di dapur, serta membersihkan kebun dan juga mengepel lantai. Semua pekerjaan rumah, Saga kerjakan seorang diri tanpa bantuan siapapun. Dia diperlakukan layaknya seorang mesin pembantu tanpa gajih yang siap diperlukan kapan saja. Namun siapa yang peduli? Semua kerja kerasnya hanya dipandang sebelah mata. Tanpa pekerjaan, jabatan dan uang, Saga layaknya seorang sampah yang tidak berguna.
Usai pergi kedepan kompleks, Morata kembali dan menggerutu sepanjang perjalanan. Dia marah-marah, dan mengumpat semua orang dengan perkataan kasar.
"Gara-gara menantu tidak berguna itu, aku menjadi bahan pembicaraan ibu-ibu Kompleks. Kenapa hidupku begitu sial mendapatkan menantu sampah seperti dia? Sudah tidak berpendidikan, bodoh, dan bahkan tidak memiliki pekerjaan." Umpatnya marah.
"Ma! Ada apa?" Tanya Wandi terheran ketika melihat istrinya kembali dengan wajah yang cemberut.
Morata menatap suaminya dengan tatapan tajam, "Ini semua karena ayahmu. Jika saja dia tidak seenaknya menjodohkan putri kita, aku tidak akan mendapatkan hinaan dari semua orang. Lihatlah, orang-orang di kompleks kita dipenuhi dengan pengusaha kaya. Tapi kita? Kita sudah sial memiliki menantu seperti Saga." Jawab Morata dengan nada yang masih kesal.
Sementara itu. Saga nampak datang dengan membawa kue kering untuk ayah mertua, dan meletakkannya di atas meja didepan teras.
"Lihatlah dia! dia hanya bisa bekerja di dapur. Menyiapkan makanan, membersihkan kebun dan juga mengepel lantai. Tolong. Berikan dia pengertian bahwa kita tidak butuh menantu sampah seperti dia. Yang hidupnya hanya menumpang di rumah mertua. Katakan kepadanya bahwa kita tidak menginginkan dia dirumah ini. Kalau bukan karena harta, lalu untuk apa dia mau menikahi Angelia?" Lanjut Morata yang berbicara dengan setengah berteriak sambil menunjuk wajah Saga geram.
Saga hanya bisa terdiam sedih. Dia memanglah laki-laki miskin yang tidak memiliki apapun. Hanya karena janjinya kepada kakek untuk melindungi Angelia, Saga mau menyetujui pernikahan ini. Namun, semua orang malah menudingnya yang hanya menginginkan harta kekayaan dari Angelia.
"Saga! Pergilah!" Perintah Pak Wandi dengan suara dingin.
Kening Morata mengkerut. Tatapan tajam mengarah kepada suaminya, "Saga. Berhenti. Jika kamu melangkah pergi, jangan salahkan aku jika aku memukul mu!" Ancam Morata.
"Ma! Apa yang kamu pikirkan? Saga tulus mencintai anak kita. Apa kamu tidak melihat bagaimana dia selama ini mengurus keluarga kita? Dia anak yang baik, jangan terlalu kejam kepadanya." Jawab Pak Wandi yang kini mulai angkat bicara. Dia yang selama ini hanya diam melihat ketidakadilan Saga, kini dia bersuara untuk membela Saga.
"Apa? Cinta? Kamu pikir dengan cinta saja anak kita akan bahagia? Kamu pikir anak kita makan batu saja yang bisa dia ambil dipinggir sungai, lalu diberikan kepada putri kita? Tidak suamiku. Anak kita butuh suami yang mapan. Punya pekerjaan dan juga keluarga yang jelas. Apa kamu ingin cucumu nanti akan bernasib sama seperti dia? Tidak sekolah dengan alasan tidak memiliki uang?" Ucap Morata dengan nada tinggi.
Siham terlihat baru datang dari kegiatannya lari pagi di sekeliling kompleks. Wajahnya nampak mengkerut menatap kedua orang tuanya yang bertengkar. Merasa heran, Dia pun mendekat dengan setengah berlari.
Tidak lama, sebuah mobil bewarna Merah juga datang dan memasuki gerbang. Ya, dia Angelia yang baru kembali dari luar kota untuk menyelesaikan pekerjaan.
Angelia turun dari mobil dan mendapati kedua orang tuanya sudah bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain. Sementara Saga, dia berdiri dengan kepala menunduk.
"Ada apa ini?" Tanya Angelia.
"Iya ada apa Ma? Kenapa kalian bertengkar?" Sambung Siham yang juga ikut bertanya.
Morata menoleh kepada kedua anaknya, "Dia! Ini semua karena dia. Dia membuat mama malu. Karena memiliki menantu seperti dia, semua orang menghina mama. Dia juga yang menyebabkan mama dan papa bertengkar. Dialah penyebabnya. Dia menantu terburuk yang pernah ada di dunia ini." Teriak Morata marah sambil menunjuk wajah Saga dengan geram.
"Saga! Kenapa kamu tidak mati saja. Dengan begitu hidup kami akan lebih tenang jika kamu pergi dari kehidupan kami!" Ujar Siham yang datang menyalahkan Saga.
"Kenapa kalian terlihat sangat terkejut? Bukankah Saga selalu membuat masalah?" Ujar Angelia yang kini berlalu dengan acuh tanpa memperdulikan Saga dan sekitarnya.
"Benar. Sejak kedatangan Saga. Rumah ini selalu saja dipenuhi dengan pertengkaran. Saga lah penyebab semua ini" Sahut Siham membenarkan.
"Sudahlah. Kalian selalu saja menyalahkan Saga. Pergilah Saga! Jangan pedulikan mereka lagi!"
Saga hanya bisa menurut perkataan mertuanya dan pergi dari sana. Lalu Pak Wandi pun juga ikut pergi meninggalkan Morata dan Siham yang masih mematung disana.
Dengan tatapan kesal, Morata mengumpat didalam hatinya.
"Dasar menantu tidak tau di untung. Awas saja, aku akan buat perhitungan sama kamu." Geramnya di dalam hati.
Di dapur.
"Saga. Mana selainya? Kamu lupa bawa selainya ya?" Teriak Morata sambil mengeluarkan barang belanjaan Saga dari dalam kantong plastik.
Saga menghampiri mertuanya dengan setengah berlari, nampak handuk kecil diletakkan di atas bahunya dengan wajah yang masih di penuhi keringat.
"Ada kok Ma. Disini!" Jawab Saga. Lalu hendak mengambil plastik satunya.
Namun gerakan tangan Saga segera di pukul oleh Morata, "Kamu ini ya. Tangan masih kotor, sembarangan mau pegang makanan. Sana cuci dulu. Menjijikan sekali!" Umpat Morata kesal. Saga tak melawannya, hanya hembusan nafasnya yang terdengar keluar dari kerongkongannya.
Setelah mencuci tangan, Saga kembali menghampiri sang mertua, lalu membantunya untuk menyimpan barang belanjaan.
"Saga. Selesai mengepel lantai, kamu bersihkan toilet dikamar saya. Toiletnya sudah kotor!" Ujar Morata memerintah tanpa melirik Saga disampingnya.
"Iya Ma." Jawab Saga singkat.
"Jangan lupa juga cuci piring di dapur. Banyak piring kotor disana." Perintah Morata lagi sambil menunjuk piring-piring kotor sisa dirinya sarapan pagi ini bersama suaminya.
"Baik Ma." Hanya itu ucapan yang bisa Saga jawab. Jikalau pun bisa membantah, maka akan ada perang dunia kedua di dalam rumah. Jadi, tidak ada alasan bagi Saga untuk tidak menuruti perintah mertuanya. Selagi mertuanya merasa nyaman dengan memerintah dan tidak membuatnya marah, hidup Saga jauh lebih tenang dari pada mendengarkan ocehan mertuanya.
Usai menyimpan barang belanjaan, Saga kembali keruang tengah, disana dia akan melanjutkan kegiatannya untuk mengepel lantai.
Disaat dirinya tengah melakukan pekerjaan rumahnya, Angelia terlihat menuruni tangga dengan baju yang rapi. Kening Saga mengkerut heran, sebab istrinya baru saja pulang pagi ini, dan sekarang malah ingin pergi lagi.
"Angelia. Kamu mau kemana?" Tanya Saga yang kini sudah menghampiri Angelia.
Angelia nampak diam dan masih memasang antingnya, dia menatap Saga dengan raut wajah dingin.
"Ada apa? Apa kamu mau ikut jika aku katakan pergi untuk bekerja?" Tanya Angelia balik yang terdengar ketus.
Namun Saga hanya tersenyum, "Aku pikir kamu akan dirumah saja hari ini setelah kemarin kamu pergi keluar kota untuk bekerja?" Jawab Saga lembut.
Angelia menoleh, lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembusnya kasar.
"Kamu pikir aku itu seperti kamu yang hanya menetap dirumah saja? Minggir!" Angelia sangat kesal menatap wajah Saga. Dia pun berlalu pergi begitu saja, tanpa melihat bagaimana Saga menatapnya dengan penuh cinta.
"Aku tau kamu wanita pekerja keras. Maaf jika pertanyaan ku melukaimu." Gumam Saga didalam hatinya sembari menatap kepergian Angelia yang semakin menjauh.
Di dalam kamar.
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Mengepel lantai dan membersihkan toilet, Saga menyiapkan bekal makan siang untuk istrinya.
Saga nampak sudah bersiap-siap di kamarnya, menyiapkan berkas lamaran untuk mencari pekerjaan.
"Aku sudah lama menyimpan berkas-berkas ini. Sekarang, akan aku pergunakan untuk melamar pekerjaan. Ini semua demi Angelia." Ujar Saga di depan lemari. Siapa yang menduga, Saga yang mereka anggap bodoh dan tidak berpendidikan ternyata adalah lulusan terbaik di salah satu universitas ternama. Itu semua berkat doa orang tuanya dan beasiswa yang berhasil dia raih.
Usai mengambil menyiapkan segalanya. Saga pergi, dan tidak lupa membawa makan siang untuk istrinya.
Sesampainya disana. Di Kantor Biratama Alsen Grup.
Bugh!
Saga terkejut. Toples plastik berisi makanan itu seketika terjatuh begitu saja. Kedua netranya menatap dengan nanar istrinya yang tengah duduk berpangku di paha seorang laki-laki di dalam sebuah ruangan. Keduanya nampak sangat mesra, membuat Saga hampir syok melihat dengan kedua matanya Angelia sedang bermesraan bersama laki-laki lain di kantor.
"Angelia?" Teriak Saga marah.
"Apa ini Angelia? Kau bermesraan dengan laki-laki lain? Kamu masih istriku Angelia. Kenapa kamu bersikap seperti ini?" Tanya Saga marah.
Angelia terkejut. Dia malah balik menatap tajam setelah melihat Saga diambang pintu.
"Berani sekali kau membentak ku?" Angelia memekik marah.
"Angelia, aku suamimu. Tega-teganya kamu seperi ini!" Saga balik memekik kepada Angelia.
"Kenapa? Kamu ingin marah? Kalau begitu ceraikan saja aku!"
"Angelia!" Teriak Saga lagi. Kali ini dia benar-benar marah.
"Aku, tidak akan pernah, melakukannya Angelia!" Tegasnya dengan suara yang jelas.
Dengan membawa hati yang pedih, Saga melangkah pergi meninggalkan Angelia di kantor begitu saja.
Sementara itu, masih di dalam kantor. Angelia masih mematung ditempatnya dan menatap Saga dengan wajah penuh amarah. Semua orang menatap Angelia dengan raut wajah keheranan, tapi Angelia sudah tidak peduli lagi.
"Sayang! Apa urusan mu bersama Saga sudah selesai. Ayo kita jalan-jalan!" Ajak seorang pemuda bernama Kris.
Angelia menarik tangannya yang di pegang oleh Kris, "Jangan coba-coba menyentuhku. Ingat, aku belum menerima mu sebagai kekasihku. Jika tidak ada keperluan lain, silahkan pergi!" Usir Angelia, kemudian berlalu begitu saja.
Kris hanya tersenyum, dia adalah pemuda tampan dan seorang pengusaha kaya, yang dijodohkan Morata bersama anaknya Angelia tempo hari. Kehidupan Kris terlampau bebas, melihat tubuh Angelia yang sangat seksi, membuat jiwa lelakinya meronta menginginkan Angelia walaupun harus merebutnya dari Saga.
"Aku akan segera memiliki mu Angelia. Bahkan, sedetik saja tidak akan aku biarkan suara manja mu di atas ranjang akan terhenti oleh keperkasaan ku. Kita lihat saja nanti" gumam Kris, menatap Angelia dengan penuh nafsu.
Di tempat lain. Angelia duduk di kursi dan meminum air mineral di tangannya, dia terlihat menarik nafas panjang, mengingat bagaimana kejadian tadi. Sebelum Saga datang, ibunya Morata memberitahu bahwa Saga akan datang, Morata juga menyatankan cara ini agar membuat Saga sakit hati. Namun nyatanya, rencana ini pun tidak berpengaruh samasekali, membuat Angelia merasa menyesak dan kesal sendiri telah bersikap manis di depan Kris.
Selama ini, dia hanya bersikap acuh dan tidak peduli. Tanpa Saga ketahui, sikapnya itu menunjukkan bahwa dia ingin Saga pergi. Namun Saga masih bersikeras untuk tinggal, hingga dia mengambil jalan pintas dengan berpura-pura memiliki seorang kekasih untuk menyakiti hati Saga. Dan akhirnya rencana ini pun juga sia-sia.
"Aku tidak tau. Apakah itu cinta atau hanya obsesi saja. Tapi aku ingin kamu pergi Saga. Jalani kehidupan mu dengan orang yang mencintaimu saja. Jangan aku! Aku tidak mencintaimu!" Lirih Angelia yang merasa frustasi sendiri.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk memberikan like dan komen ya ☺️
Jika kalian ingin berteman, silahkan follow Instagram aku ig:@rafizqi0202
...☘️☘️☘️...
Setelah melihat Angelia di kantor bersama laki-laki lain, Saga merasa hatinya begitu sakit. Rasanya, ini sangat menyakitkan hingga dia tidak bisa menahan air matanya.
Selama ini, dia tidak apa di perlakukan tidak adil oleh keluarga istrinya, tapi melihat Istrinya disentuh laki-laki lain, rasanya seperti pisau tajam yang menusuk jantungnya dan siap membunuh tubuhnya.
Disudut taman. Saga duduk di kursi. Tatapannya begitu sayu, Dia melihat anak-anak kecil bermain bersama orang tuanya. Mereka tertawa dan sangat bahagia, bahkan tidak terlihat sedikitpun beban di dalam pikiran mereka.
Mereka bahkan tidak mengerti kenapa mereka selalu tertawa tanpa henti, baginya, hal sesederhana apapun akan membuat mereka bahagia. Setelah dewasa, banyak orang tidak mengenali diri sendiri. Berpura-pura tertawa walaupun hati sedang sedih. Berpura-pura kuat, walaupun sebenarnya sedang rapuh. Banyak hal yang sengaja di sembunyikan dari semua orang, agar semuanya berjalan dengan normal. Ya. Begitulah yang Saga rasakan saat ini. Tidak ada tempat untuknya mengadu.
Dia anak laki-laki yang dibesarkan dari keluarga yang sederhana. Apa yang akan dia harapkan dari kedua orang tuanya? Bahkan, harta yang tak seberapa itu, tidak akan membuat ibu mertua serta keluarga Istrinya akan merasa cukup.
Sebagai menantu pria, harta dan martabatnya selalu di pertanyakan di khalayak ramai. Seolah cinta yang dia rasakan menjadi sebuah kesalahan. Ketika seorang menantu pria datang dengan membawa cinta dan raganya, mertua bersikap seolah putrinya akan menderita jika hanya mengharapkan cinta darinya. Menerima menantu miskin, seolah itu sebuah petaka yang harus di hindari, maka banyak orang yang memutuskan cinta hanya karena kekurangan harta.
"Apa yang aku pikirkan? Seharusnya aku tidak seperti ini." Saga mengusap kedua pipinya dan berusaha untuk menguatkan dirinya.
"Sebaiknya aku menemui ibu dan ayah. Sudah seminggu aku tidak berkunjung kerumahnya. Hatiku akan merasa tenang setelah melihat wajah mereka."
Setelah mengatakan itu, Saga pun beranjak dari duduknya dan melangkah pergi dari tempatnya.
Memikirkan masalah yang terjadi di rumah dan di kantor istrinya, membuat Saga merasa sesak. Dan dia membutuhkan sandaran untuk menenangkan diri dan pikirannya. Ya. Dialah ibu dan ayahnya.
Sebelum pergi, Dia membelikan dua porsi bakso kesukaan Ayah dan ibunya. Tidak lupa juga dia membeli martabak telur untuk ibunya. Martabak telur adalah makanan kesukaan ibunya, setiap datang berkunjung, Saga selalu menyempatkan diri untuk membeli makanan untuk kedua orang tuanya sebagai bingkisan disaat dia berkunjung kerumahnya.
Saga terlihat berjalan dengan penuh semangat seraya menenteng kantong kresek hitam yang berisikan bakso dan juga Martabak kesukaannya kedua orang tuanya.
"Ibu pasti sangat menyukai bakso ini. Kali ini aku membawakan bakso yang paling besar untuknya!" Ujar Saga senang, sambil berjalan menuju rumah ayahnya.
"Ibu! Ayah! Aku datang!" Teriak Saga setelah sampai di ambang pintu dengan senyuman yang belum lepas dari wajahnya.
Sesaat Saga mematung ditempatnya. Kedua matanya melebar tanda terkejut. Tangannya seketika melemas dan tanpa dia sadari, plastik makanan yang ia bawa terlepas begitu saja bersamaan dengan suara teriakannya yang menggema disana.
"Ayah..... "
"Ibu......"
Suara tangisnya pun terdengar mengiringi, bersamaan dengan langkahnya yang kini sudah berlari menuju Ibu dan Ayahnya yang sudah tergeletak di Lantai dengan bersimbah darah.
Jangan tanya bagaimana kondisi rumahnya? Rumah kedua orang tuanya sangat berantakan dan barang-barang sudah berhamburan dimana-mana seperti baru terjadi sebuah perkelahian.
"Ayah! Ibu ada apa ini? Siapa yang telah melukai kalian? Ayah. Ibu. Tolong jangan tinggalkan aku sendirian disini. Jangan pergi ayah. Jangan pergi ibu. Dengarkan aku. Kalian tidak boleh meninggalkan aku seperti ini. Jangan!" Teriak Saga frustasi dan diiringi suara tangisnya yang sudah tak tertahan.
Dia sangat bersemangat mengunjungi kedua orang tuanya, namun apa yang dia lihat sekarang? Seolah dunianya terasa terhenti dan juga hancur begitu saja melihat kondisi kedua orang tuanya.
"Ayah. Ibu. Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku mohon! Aku mohon ibu. Jangan tinggalkan aku. Hik" Saga terus menangis memegangi kedua tangan kedua orang tuanya sambil bersimpuh disana. Bahkan raga dan jiwanya sudah tak berdaya melihat kedua orang tuanya seperti ini.
Saga sudah tak berdaya lagi. Hidupnya sudah begitu menderita, bahkan orang yang menjadi penyemangat hidupnya pun sudah di ambil dengan paksa darinya. Dia menangis sensegukan meratapi nasib hidupnya. Tangisnya pun terdengar begitu memilukan dan penuh duka.
"Ibu. Ayah. Hik!" Suara tangis Saga yang terdengar lirih dan juga menyedihkan.
Beberapa saat kemudian, Dia termenung, kedua matanya nampak kosong dan wajahnya sangat pucat. Kejadian ini begitu mengguncang jiwanya. Tak bisa dia berpikir dengan waras, rasanya dia ingin mati saja.
"Akhhhhhhhhhhh!" Teriak Saga frustasi dan hendak meraih pisau dan siap menancapkan pisau itu ke tubuhnya.
Namun. Tiba-tiba pandangannya berubah. Kedua matanya tertuju kepada satu arah dengan tangan yang masih bertahan pada tempatnya yang hendak dia tusuk ke dalam raganya.
(Y.A)
Sebuah kertas yang entah punya siapa, tapi itu seperti sebuah petunjuk untuknya. Sebab, kertas itu ada di tangan ayahnya dan ditulis dengan tulisan milik ayahnya. Saga sangat mengenal tulisan ayahnya, karena itu dia langsung mengenali tulisan itu.
"Y.A?" Gumamnya penuh tanya.
"Ayah. Siapa Y.A ayah? Tolong katakan kepadaku ayah!" Lirih Saga histeris yang kini sudah kembali menghampiri tubuh ayahnya yang sudah tak bernyawa. Rasanya sangat sakit melihat kedua orang tua seperti ini. Saga tidak bisa menerima semua ini. Tatapannya, sudut matanya, rahangnya, kini sudah berubah menyeramkan.
"Mungkinkah ini petunjuk dari ayah?" Gumamnya menduga.
Melihat semua ini. Dia yakin, bahwa ini bukanlah kasus pencurian atau apapun, tapi ini kasus pembunuhan berantai. Keadaan kedua orang tuanya sudah tak tergambarkan lagi, karena ini terlihat sangat mengerikan dari bayangan semua orang.
"Siapa pun kamu, aku akan datang menjemput maut mu!" Ujar Saga dengan suara tertahan dan tubuhnya bergetar menahan amarah.
\\
\\
Di pemakaman. Semua orang nampak sedang menengadah tangan disaat seorang ustadz membacakan doa.
"Amin" Ucap semua orang serempak, menyudahi doa yang diucapkan oleh ustad tersebut.
Setelah sesaat berlalu, semua orang nampak sudah meninggalkan pemakaman, terkecuali Saga. Dia sendirian di makam ayah dan ibunya, sambil menahan tangis yang tak tertahankan. Kedua matanya memerah dan tatapan begitu sayu serta suaranya serak karena menangis sepanjang hari.
"Maafkan aku ibu. Maafkan aku ayah. Semoga kalian berdua bahagia di alam sana. Maafkan anakmu ini yang telah banyak menyusahkan kalian semasa hidup." Lirih Saga sedih. Dia memegang kedua lututnya yang bergetar dan hendak berdiri. Sekuat tenaga dia menguatkan diri, walaupun tangisnya terasa tak mampu berhenti.
"Saga!"
Saga berbalik badan ketika namanya di panggil seseorang, wajahnya seketika mengkerut bebas dan heran.
"Kamu siapa?" Tanya Saga bingung yang memang tidak mengenali pemuda yang terlihat jauh lebih tua lima tahun darinya itu.
"Saga Amripradiga. Itu nama tuan bukan?" Tanya pemuda itu lagi.
"Iya. Itu nama saya. Anda siapa? Bagaimana bisa ada mengetahui nama saya? Apa kita pernah bertemu?" Tanya Saga yang masih menatapnya bingung.
"Tidak tuan. Saya sekertaris Arya. Saya adalah orang kepercayaan ayahmu, yang nantinya akan menjaga tuan dan mendampingi tuan." Jawab Sekertaris Arya tegas sembari menjabat tangan Saga untuk berkenalan.
Saga nampak diam, "Menjaga saya?" Tanya Saga mengulangi. wajahnya memindai penampilan Sekertaris Arya yang terlihat sangat keren. Kemeja putih yang di padu dengan jas hitam mahal yang terlihat halus dan tanpa noda. Penampilan sekeren ini, tentu saja Saga sedikit bingung, antara percaya dan juga tidak percaya. Sebab, kedua orang tuanya tidak pernah mengatakan bahwa mereka memiliki seseorang yang akan menjaga dirinya dikemudian hari.
Seketika, wajahnya nampak mengkerut memikirkan semua itu.
"Tuan. Maaf jika kedatangan saya membuat tuan terkejut. Sebagai perintah tuan Bima, saya ingin memberikan ini!" Jelas sekertaris Arya kembali.
"Ini adalah Black Card milik tuan Bima. Beliau berpesan untuk memberikannya kepada anda tuan. Sebelum meninggal, tuan Bima sempat menghubungi saya. Saya juga tidak menduga bahwa itu adalah obrolan terakhir kami. Ini Black Card milik tuan."
"Tuan bebas menggunakannya. Di dalam Black Card ini, ada banyak uang yang tidak akan habis. Ini Kartu Hitam Unlimited yang bisa tuan gunakan sesuka hati tuan. Satu lagi, jangan sampai hilang, kartu ini adalah milik seorang pewaris kerajaan Bisnis di keluarga Wellson. Jadi jangan sampai hilang atau jatuh ke tangan orang lain. Sebagai pewaris, tuan berhak mengunakannya. Tuan lah pewaris dari semua kekayaan ini" Lanjut Arya.
Saga nampak terkejut, "Apa? Pewaris? Jadi maksudnya saya adalah orang kaya?" Tanya Saga syok sekaligus terkejut.
Orang terkaya di dunia? Pewaris tunggal? Rasanya ini seperti mimpi. Bagaimana mungkin, dia yang miskin dan terhina bisa memiliki semua itu dalam waktu sekejap?. Dia masih diam, mencoba mencerna apa yang diucapkan oleh Arya, namun kepalanya sudah buntu dan tidak bisa berpikir dengan waras. Namun, mengetahui Arya juga mengetahui nama kedua orang tuanya, membuat Saga semakin penasaran tentang jati diri kedua orang tuanya. Mengenai pembunuhan itu, dia juga merasa curiga. Apa benar, ayahnya adalah seorang pewaris kerajaan Bisnis terkaya di dunia? Lalu kenapa selama ini ayahnya hidup di gubuk tua dan penuh kekurangan?
"Benar tuan. Tuan adalah pewaris kerajaan Bisnis ini." Jawab Arya.
"Untuk itu, saya ingin mengajak tuan untuk kembali dan memegang kendali perusahaan!" Lanjutnya lagi.
"Tunggu dulu. Jadi sebenarnya, ayah saya adalah pemilik kerajaan Bisnis terbesar di dunia. Dan kartu ini adalah tanda pengenal bahwa saya adalah pewarisnya? Begitu?" Tanya Saga memastikan.
"Benar tuan. Jika tuan tidak keberatan, saya akan memperkenalkan perusahaan kepada tuan. Ini kartu nama saya, tuan bisa menelpon kapan saja. Saya akan datang segera menemui tuan!" Jawab Arya.
Saga masih tak percaya ini. Dia menampar pipinya dua kali dan mencubit tangannya.
"Awwwwwwww" ringisnya kesakitan.
"Ini bukan mimpi?" Gumamnya terkejut.
"Bukan tuan. Ini adalah kenyataan. Apakah tuan akan bergabung untuk mengelola perusahaan milik tuan Bima?" Tanya Arya.
Saga masih diam tak menjawab, dia menatap Arya dan beralih ke kartu Black Card tersebut. Sesaat dia kembali menoleh ke makam kedua orang tuanya.
Saga merasa bingung. Kematian yang tak diharapkan, dan kekayaan yang begitu mendadak dia dapatkan, sangat membuat dia bingung.
Saga tiba-tiba Mendadak Kaya oleh warisan keluarga yang tidak ia ketahui sebelumnya.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa untuk memberikan like dan komen ya ☺️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!