NovelToon NovelToon

Calon Istri Pengganti

1. Pembatalan pernikahan

”Aku tidak dapat melanjutkan pernikahan ini.”

”Apa maksudmu?”

”Maafkan aku tapi aku sudah memiliki wanita lain yang telah menungguku di luar sana.”

”Tidak mungkin? Kau sedang berbohong kan? Katakan itu semua bohong!”

Eric menggelengkan kepalanya, ”Aku memiliki hubungan dengannya sejak tiga bulan yang lalu, saat aku pergi ke Singapura dia teman kerjaku dan sekarang dia sedang mengandung anakku.”

”Omong kosong macam apa ini? Kenapa kau tega melakukan ini padaku, apa salahku Eric?” ucap Hana terisak.

”Kau tidak salah apa-apa aku yang salah karena telah berpaling darimu, maafkan aku,” ucap Eric.

Hana menggelengkan kepalanya merasa tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Hancur itulah yang dirasakan oleh Hana Puspita Sari, cinta tulusnya telah dikhianati oleh kekasihnya dengan penghianatan dan dengan mudahnya dia hanya meminta maaf saja.

”Lalu apa maksud semua ini? Kenapa kau tidak bilang dari awal, sekarang undangan telah tersebar dan hari ini, satu jam lagi adalah akad nikah kita kau benar-benar kelewatan Eric,” ucap Hana terisak.

”Apa kau tidak berpikir perasaan kedua orang tuaku? Kau keterlaluan! Pergi sekarang dan jangan pernah menampakkan dirimu di depanku.”

Hana memalingkan wajahnya ke samping tidak Sudi baginya jika harus memandang pria yang telah mengkhianatinya. 

Eric pergi meninggalkan rumah orang tua Hana, banyak pasang mata menatapnya karena pergi begitu saja dari rumah itu apalagi ada seorang wanita yang menunggunya di luar.

Bisik-bisik mulai terdengar apalagi penghulu susah datang dan akad nikah dibatalkan.

”Kamu yang sabar Nak, mama tahu ini berat untukmu,” ucap Rita menenangkan putrinya.

”Kenapa Eric tega melakukannya Ma, apa salahku?” ucap Hana.

”Sabarlah kau tidak salah tapi penghianat itu yang harus diberi pelajaran. Aku akan menghajarnya karena telah melukaimu Kak,” seru Alvin yang tidak suka melihat kakaknya menangis.

”Jangan main hakim sendiri Vin, biarkan saja dia seperti itu pastinya dia kan kena karmanya karena telah melukai hati seorang wanita,” ucap Rita.

”Tapi Ma, Alvin tuh gemes banget sama Bang Eric dan dari awal sebenarnya aku tuh gak suka sama dia, kalau saja Kak Hana gak cinta sama dia sudah aku habisin dia!” ucap Alvin menahan geram.

”Sudahlah jangan dibahas lagi biarkan hati kakakmu tenang,” ucap Rita.

Rita menarik lengan Alvin keluar  meninggalkan putrinya di kamarnya sendirian.

Hana berharap esok hari akan lebih baik dari sebelumnya tapi ternyata banyak cibiran di kantornya. Semua menyalahkan Eric pria yang tidak tahu diri karena telah mengkhianati kepercayaan seorang wanita.

”Bu manager Anda baik-baik saja kan?” tanya Indah yang adalah teman Hana.

”Alhamdulillah, apa kita jadi meeting hari ini?” tanya Hana.

”Meeting-nya ditunda karena Pak Presdir gak jadi datang hari ini.”

”Syukurlah sebenarnya aku juga belum siap jika harus bertatapan dengan orang banyak dalam keadaan hati yang hancur.”

”Apalagi nanti pasti Eric ada di meeting itu, kau harus kuat Hana,” hibur Indah.

”Iya, kami berdua end' dan aku harap dia tidak menyesalinya dan bahagia dengan pilihannya itu,” balas Hana.

”Kamu kuat ya, jika saja aku jadi kamu pasti udah aku piting dia kayak jemuran,” seru Indah ikut gemes dengan apa yang dilakukan oleh Eric pada sahabatnya itu.

”Percuma aja kita marah gak ada manfaatnya juga, aku hanya bisa sabar dan aku yakin jodoh terbaik sedang menanti diriku aku hanya bisa berdoa yang terbaik untuk diriku sendiri.”

”MasyaAllah sini peluk, kau memang yang terbaik Hana, tetaplah seperti ini ya,” ucap Indah.

”Kita makan siang yuk!” ajak Indah.

”Aku tidak nafsu makan!”

”Ayolah jangan menyiksa diri kau harus mengisi perutmu dan bertahan buktikan kau bisa mendapatkan yang lebih baik dari Eric ’Lets move on' Hana!” teriak Indah.

”Aduh jangan gila kamu ini, jangan teriak-teriak gitu memalukan!”

”Maaf, ayo bangun bangkit ciptakan masa depan yang lebih baik dengan pria yang lebih tampan dan mapan,” ucap Indah.

”Memang ada? Aku pikir itu hanya ada dalam dongeng atau drakor saja,” balas Hana.

”Ada dong dan aku yakin kau akan menemukan cerita indah nantinya buah dari kesabaranmu itu,” hibur Indah dia sendiri merasa kesal dengan Eric dan tidak bisa meluapkan kekesalannya pada pria itu.

Hana mematung di tempatnya ketika melihat Eric sedang berjalan bersama dengan seorang wanita bernama Ayu, mereka terlihat begitu bahagia. Indah yang melihat perubahan pada Hana pun ikut mengalihkan pandangannya ke arah yang sama.

”Jangan terpengaruh,” bisik Indah.

***

Hana tidak bisa fokus dengan pekerjaannya hari ini pikirannya tertuju pada Eric mantan calon suaminya karena baru saja dia melihatnya bersama dengan Ayu mesra sekali bahkan hal itu tidak pernah dilakukan oleh Eric saat mereka masih bersama.

Jadi benar gosip yang beredar selama ini tentangnya?

Pikiran Hana tidak menentu membuat pekerjaannya jadi berantakan. ”Ya ampun bagaimana ini, bukankah besok Presdir mau datang kenapa laporanku begini, bisa-bisa aku kena semprot!” gumam Hana.

Dengan segera Hana memperbaiki semuanya padahal jam pulang kerja sudah berakhir dan dia masih bertahan di kantor karena tak ingin membawa pekerjaan ke rumah dan lagi ini cara efektif agar tidak mengingat kejadian tempo hari di rumahnya.

”Alhamdulillah, selesai juga semoga tidak ada komplain dari atasan,” ucap Hana melirik ke arah jam tangannya dan terkejut melihat sekarang sudah jam tujuh malam.

”Aduh bagaimana ini, semoga masih ada sekuriti yang ada di depan,” ucap Hana dan beruntungnya masih ada sekuriti yang sedang mengobrol dengan seseorang di posnya.

”Mbak Hana belum balik ya, kirain sudah pulang makanya lampu saya matikan semua maaf,” ucap Pak Deddy.

”Gak apa Pak, terima kasih karena masih stay di sini. Saya balik ya Pak, keburu gak dapat taxi nanti. Assalamu'alaikum.”

”Waalaikumussalam.”

Hana segera menuju bus stop dan menunggu di sana, hampir sepuluh menit berlalu bus ataupun taxi yang ditunggunya tidak kunjung datang.

Sesekali dia menatap jam tangannya.

Tin ... tin ...

Suara klakson mobil mengagetkan Hana apalagi saat kaca mobilnya terbuka.

”Bukankah itu pria yang ada di depan bersama Pak Deddy sekuriti itu, kenapa dia ada disini?”

Pria itu melambaikan tangannya dan Hana mengacuhkannya dia tidak ingin mendekat karena merasa tidak kenal dan lagi dia bukanlah wanita gampangan. Merasa kesal karena tidak ditanggapi oleh Hana pria itupun turun dan menghampiri Hana.

”Apa kau akan tetap di sini hingga besok!”

”Maaf saya gak kenal Anda mohon jangan ganggu saya.”

”Ck! Saya tidak akan mengganggumu, saya hanya akan menawarkan bantuan untukmu, ini sudah jam tujuh lebih tidak akan ada bus yang lewat dan lagi tempat ini sepi rawan kejahatan apa kamu mau jadi korbannya?”

”Bisa saja kau juga seorang penjahat?”

”Astaga, jika tidak mau tinggal bilang saja jangan mengatakan apapun pada orang yang benar-benar tulus ingin membantumu.”

Pria itupun pergi meninggalkan Hana. ”Tunggu!” teriak Hana.

”Tolong antarkan aku ke rumah dan aku akan membayarnya anggap saja aku memakai jasamu bagaimana?”

”Masuklah!”

Hana langsung membuka pintu belakang.

”Eh, di depan bukan di belakang memangnya aku sopir kamu!”

Deg.

”Ish ini orang galak amat, semoga dia bukan orang jahat!” gumam Hana.

2. Emil membuat kesal

”Siapa dia Pak Deddy? Kau mengenalnya?” tanya Malik.

”Dia manager di sini Pak Malik, apakah Pak Malik belum tahu?” balas Pak Deddy.

”Saya belum cek datanya sih Pak, mungkin besok pas meeting baru saya akan mengeceknya. Saya juga ingin lihat kinerja pegawai saya secara langsung.”

”Saya malah kasihan sama dia Pak, baru kemarin cuti mau nikahan ternyata calon suaminya malah membatalkan pernikahannya secara sepihak.”

”Dia masih gadis?”

”Iya tentu saja, memangnya Pak Malik kira dia sudah berkeluarga?”

”Bukan maksud saya dia pasti telah memiliki kekasih, tidak mungkin gadis cantik masih jomlo sekarang aja anak SMP sudah pada punya pacar,” celetuk Malik.

”Anda benar Pak, tapi Hana memang beda dia justru dikhianati sebelum acara ijab dilakukan, calon suaminya datang dan bilang jika dia memiliki wanita lain. Kenapa tidak sebelumnya saja dia memutuskan hubungan itu lebih baik daripada sudah disiapkan kemudian batal kan bikin malu keluarga.”

Malik terdiam memang benar apa yang dikatakan oleh Deddy lebih baik  memberitahukan di awal mungkin tidak akan mempermalukan pihak keluarga.

”Pasti kerjaan kamu bergosip ya di sini,” tegur Malik.

”Tidak Pak sungguh saya hanya sekedar dengar lalu kasihan gitu saja sih jadi gak sampai mengulik lebih lanjut,” ucap Deddy.

”Kalau ada yang bergosip lagi dan gosipnya gak bener nanti saya pecat!” ucap Malik menakut-nakuti Pak Deddy.

”Waduh jangan dong Pak, saya masih butuh makan lagipula saya punya keluarga.”

Malik terkekeh melihat ekspresi Pak Deddy yang terlihat polos.

”Ya sudah lanjutkan kerjanya saya pulang dulu. Ini buat beli makan malam ya,” ucap Malik memberikan dua lembar seratus ribuan pada Pak Deddy karena hanya itu yang tersisa di dompetnya.

Malik segera mengambil mobilnya dan menuju ke bus stop dilihatnya Hana masih berada di sana menunggu bus yang mungkin tidak akan pernah datang karena jam nya telah habis.

***

”Ini rumahmu?” tanya Malik.

”Iya, terima kasih. Ini uang buat bayar ongkosnya.” Hana menyerahkan uang seratus ribuan pada Malik.

”Tidak perlu, anggap saja kau berhutang padaku lain kali kau harus membalasnya.”

”Tapi ... ”

”Aku tidak menerima bantahan.”

”Baiklah terima kasih.”

Malik pergi meninggalkan Hana di depan rumahnya dan segera meluncur pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah putranya sedang mengacaukan isi rumah segala bentuk macam mainan berada di lantai, Malik memijat pelipisnya mendadak pusing merasakan Emil yang belum bisa diatur dengan baik.

”Eh Pak Malik, maaf rumah kacau karena Den Emil sejak tadi tidak mengijinkan saya membereskan mainannya,” ucap Bik Surti.

”Sekarang kemana anak itu Bik?” tanya Malik.

”Dia ada di kamarnya, tadi saya mencoba membujuknya buat makan malam lebih dulu tapi dia menolak,” ucap Bik Surti.

”Biarkan saja Bik, nanti jika dia lapar pasti dia akan meminta makanan, tolong bereskan saja semua ini setelahnya Bik Surti istirahat saja.”

”Baik Pak.”

Malik segera ke kamar putranya Emil yang ternyata putranya sedang bermain game di kasurnya.

”Sayang, kenapa kau tidak menurut kali ini. Apa kau ingin papa mengirim kamu lagi ke rumah Oma?”

”Emil tidak mau Pa, jangan kirimkan Emil ke sana. Emil hanya bosan di rumah yang besar ini tanpa teman itu saja.”

”Jadi ini alasanmu melarang papa pergi ke kantor?” tanya Malik.

”Maaf Pa, tapi sungguh Emil pengin kayak teman-teman Emil yang selalu ditemani kedua orang tuanya meskipun mereka berpisah.”

”Emil Sayang, dengarkan papa Nak. Mama sudah pergi jauh dan tidak akan pernah kembali tapi percayalah mama selalu ada bersama dengan kita, kau mengerti?” Emil menggelengkan kepalanya.

”Besok jika kau telah dewasa kau pasti akan faham Nak, sekarang tidurlah!”

Emil mengerucutkan bibirnya kesal mendengar penuturan Malik. ”Kalau begitu biarkan aku ikut denganmu besok ke kantor.”

”Tidak, besok papa ada meeting sebaiknya kau di rumah saja.”

”Jika kau tidak mengajakku ke kantor aku akan keluar dari rumah ini diam-diam dan jangan pernah mencari aku lagi.”

Malik menghela nafasnya perlahan memang susah jika berkompromi dengan anak kecil. ”Hum, baiklah kau boleh ikut tapi dengan syarat,” ucap Malik.

”Apa itu?”

”Kau tidak boleh banyak bergerak, mengacaukan semuanya cukup diam di ruangan papa sampai papa selesai mengerti!”

”Siap Bos,” sahut Emil memberi hormat pada Malik.

”Sekarang istirahatlah karena papa tidak mau terlambat ke kantor besok atau kau mau makan lebih dulu, Bik Surti bilang kau belum makan?”

”Aku tidak lapar dan ingin segera tidur, besok saja sekalian sarapan.”

”Astaga nanti jika kau sakit bagaimana?”

”Buat apa kau banyak uang, aku akan menghabiskannya untuk pergi ke rumah sakit.”

”Ya ampun jaga bicaramu, jangan sampai diaminkan malaikat jika kau sakit sungguhan bagaimana? Papa tidak ingin kehilanganmu mengerti.”

”Ya sudah segera tidur,” ucap Malik mengambil ponsel milik Emil dan menyelimuti anak itu.

”Kasihan sekali kau, andai kau tahu bagaimana hidup ibumu dulu kau pasti akan terluka.”

Malik bangkit dan segera pergi meninggalkan putranya. Dirinya cukup lelah tapi menjaga putra satu-satunya semakin melelahkan manakala dia bertanya dimana ibunya sekarang. Haruskah dia mengatakan yang sesungguhnya jika ibunya telah pergi dan takkan pernah kembali lagi.

Keesokan harinya Emil sudah bersiap di meja makan membuat Bik Surti tercengang karena tidak biasanya bos kecilnya itu bangun pagi.

”Den mau kemana kok tumben udah rapi dan ini kok bawa-bawa tas segala?” tanya Bik Surti.

”Aku mau kerja Bik, mau ke kantor bareng papa,” jawabnya.

Bik Surti melongo mendengar penuturannya.

”Pagi Bik, apa sarapannya sudah siap?” sapa Malik.

”Eh Pak Malik, sudah Pak ini bagaimana apa benar Den Emil mau ikut ke kantor kalau di sana merepotkan bagaimana?” tanya Bik Surti.

”Saya akan menghandle semuanya nanti,” balas Malik.

Malik pun segera sarapan dan membawa putranya itu pergi ke kantor. ”Ingat pesan papa kau dilarang macam-macam mengerti!”

”Baik Pa.”

”Good job!”

Mobil Malik pun meluncur menuju kantor.

Seluruh pasang mata memandang tak berkedip pada dua sosok pria tampan yang baru saja turun dari mobil. Mereka adalah Malik dan Emil yang langsung bergegas ke ruangannya Malik.

”Pa, kenapa semua orang menatap ke arah kita?” tanya Emil.

”Karena kau tampan Sayang,” balas Malik.

”Benarkah?”

”Tentu saja, tetaplah menjadi anak yang baik.”

”Pak Malik, sebaiknya kita langsung ke ruang meeting karena Bapak sudah ditunggu oleh yang lain.”

”Baiklah kalau begitu, Emil tolong kau jangan buat masalah diam di sini tunggu papa selesai kerja. Pak Basuki tolong awasi dia.”

”Baik Pak.”

Dengan langkah besar dan penuh percaya diri Malik meninggalkan Emil segera menunju ke ruang meeting. Begitu masuk dirinya langsung menjadi pusat perhatian dari para karyawannya.

”Selamat pagi, apakah kalian sudah siap?”

”Kau ...?”

Malik tersenyum melihat Hana yang terkejut dengan kehadirannya.

”Iya ada apa?”

” ...?”

3. Kejutan

”Kenapa kau terburu-buru begitu Hana?”

”Hana ada rapat di kantor Ma,” ucap Hana.

”Ingat harus sarapan jangan sampai telat nanti penyakit maag kamu kambuh!”

”Siap Ma, Hana pergi dulu. Assalamualaikum.”

”Waalaikumussalam.” Rita menggeleng cepat melihat sikap Hana yang sejak dulu tidak berubah meskipun sebenarnya hatinya tengah terluka.

Hana bergegas mencari taxi dan langsung meluncur ke kantor hari ini adalah pertemuan pertamanya dengan Presdir baru, Hana sudah bekerja di perusahaan tersebut sejak dua tahun yang lalu dan hari ini adalah hari pertama dia akan bertatap muka langsung dengannya karena selama ini yang menjadi pimpinan adalah pak Basuki.

Hana tergesa-gesa masuk ke ruangannya dan segera mengambil file yang telah dia susun sejak kemarin sore.

”Hana kau tahu Presdir kita adalah seorang cogan yang berstatus duren,” ungkap Indah.

”Benarkah?”

”Benar, jika kau tidak percaya kau akan membuktikannya hari ini sayangnya dia memiliki seorang putra tapi putranya tak kalah tampan dengan bapaknya,” ucap Indah.

”Hum, kalau soal cogan aja kau paling banyak tahu.”

”Ya harus up to date sih biar gak dibilang cupu,” sahut Indah kembali terkekeh.

Semua pasang mata tertuju pada seseorang yang masuk ke ruang meeting.

”Selamat pagi, apakah kalian sudah siap?”

”Kau ...?”

Malik tersenyum melihat Hana yang terkejut dengan kehadirannya.

”Iya ada apa?”

” ...?”

”Anda pimpinan di sini?” tanya Hana.

”Benar.”

”Baiklah mohon perhatiannya sejenak ini adalah Pak Malik Presdir kita yang selama ini tidak pernah ke kantor tapi selalu mengawasi kerja kita,” ucap Faris asisten Pak Basuki yang merupakan orang kepercayaan Pak Malik.

”Silakan Pak.” Faris mempersilakan Malik untuk memberikan sambutan pada pegawainya.

Meeting berjalan cukup lama karena banyaknya laporan soal pembengkakan dana produksi yang dilakukan oleh bagian produksi.

”Kenapa bisa kau tidak mengetahuinya Hana, apakah kau tidak mengawasi kinerja bawahanmu itu?” tegur Malik.

”Ma-maaf Pak, saya yang akan mengatasinya nanti,” ucap Hana.

”Kau yakin?” ucap Malik memastikan perkataan Hana.

”InsyaAllah, saya akan mengecek siapa saja yang terlibat dalam masalah ini.”

”Baik, saya percayakan hal ini padamu.”

”Maaf Pak Malik, Emil sedang mengamuk di ruangan bapak karena tidak diijinkan keluar ruangan oleh Pak Basuki,” ucap Faris memberitahukan atasannya itu.

”Astaga anak itu, padahal dari rumah dia berjanji akan menurut padaku,” ucap Malik.

”Hana tolong kau handle semuanya dan segera laporkan padaku jika terjadi sesuatu mengerti!”

”Baik Pak saya faham.”

Malik segera pergi meninggalkan ruangan tersebut segera menuju ruangannya sebelum Emil membuat ruangannya seperti kapal pecah.

Pintu ruangannya terbuka lebar Emil langsung berlari ke arah Malik. ”Papa jahat kenapa tidak mengijinkan aku bermain keluar, Emil bosan berada di dalam ruangan terus!” keluh Emil.

”Maafkan papa Sayang, bukankah papa sudah bilang sebelumnya jika ikut ke kantor maka tidak boleh membuat keributan apakah kau mau papa kirimkan lagi ke rumah Oma?” ucap Malik.

”Tidak mau, di rumah Oma tidak ada teman Tante Sabrina sibuk dengan pekerjaannya tidak ada waktu buat bermain denganku,” sambungnya.

”Mama,” teriak Emil berlari keluar dan memeluk Hana membuat wanita itu tercengang dengan yang baru saja didengarnya.

Sama halnya dengan Malik dan Pak Basuki. Malik memijat pelipisnya sendiri menahan pusing yang tiba-tiba menyerangnya.

”Mama? Kamu salah Sayang, aku bukan mama kamu,” ucap Hana.

”Tidak kau pasti mamaku karena aku sama sekali tidak mengenal wajah mamaku, tapi aku rasa wajahnya cantik seperti dirimu dan kau adalah mamaku yang sedang aku cari selama ini.”

”Tolong jangan didengarkan perkataannya Hana, dia memang seperti itu karena rasa rindunya pada mama kandungnya,” jelas Malik.

”Mama sebaiknya kita masuk dan bermain di dalam ruangan papa mau ya? Ayolah aku sudah lama tidak bermain denganmu, apakah kau tidak merindukanku?” rengek Emil.

Hana menatap ke arah Malik. ”Masuklah! Maaf merepotkan dirimu,” ucap Malik.

Emil pun berhasil menarik Hana ke ruangan Malik dan duduk di sofa.

”Boleh tahu siapa namanya sepertinya kita belum berkenalan?” tanya Hana.

”Namaku Emil, mama siapa namanya?”

Hana tersenyum mendengarnya, ”Nama Tante Hana, kau boleh memanggil tante dengan sebutan Tante Hana bagaimana?”

Emil tampak cemberut tidak terima dengan permintaan Hana. ”Kenapa Sayang? Kok cemberut?”

”Aku hanya mau memanggilmu dengan sebutan mama bukan tante!”

Hana terdiam mendengar penuturan Emil. ”Baiklah kalau begitu lakukanlah yang kau suka tapi ... ”

”Tapi apa Ma?” tanya Emil.

”Harus nurut sama mama, apakah kau bersedia?” ucap Hana.

”Baiklah asalkan aku bisa bersama dengan mama tidak masalah buatku.”

”Good boy, kalau begitu ijinkan mama melanjutkan tugas mama lebih dulu nanti jam istirahat mama akan ke sini dan mengajakmu makan siang apakah kau bersedia makan siang bareng mama?”

Emil tampak berpikir keras. ”Kau tidak bohong kan?”

”Tentu saja tidak, katakan pada mama kau ingin makan apa?” tanya Hana.

Emil melirik ke arah Malik yang sedang sibuk memeriksa berkas di meja.

”Bagaimana kalau kita makan chicken nugget dengan saus tomat atau makanan Jepang, bagaimana?”

”MasyaAllah, kok makanannya seperti itu. Emil gak suka sayuran?”

Emil menggelengkan kepalanya, ”Suka sih tapi karena gak ada yang masakin jadi Emil lebih suka makanan instan.”

”Emil,” tegur Malik dirinya hanya berpura-pura sibuk padahal dia mendengarkan semua pembicaraan mereka berdua.

”Ish, papa emang gitu.”

”Bagaimana kalau kapan-kapan mama masakin sayuran buat Emil?”

”Mau banget Ma, beneran kan?”

”Tentu saja, kalau begitu mama ke ruangan mama dulu ya karena ada sesuatu yang harus mama urus lebih dulu nanti mama balik ke sini buat makan siang bersama bagaimana?”

”Deal!”

”Maaf Pak Malik, saya ke luar dulu.”

”Baiklah maafkan dia yang mengganggu waktumu,” ucap Malik.

”Tidak masalah, saya permisi dulu.”

Hana pun keluar dari ruangan Malik.

Malik menatap putranya tak percaya dengan apa yang baru saja dia lakukan dengan Hana biasanya putranya akan menutup diri dari wanita bahkan ketika di rumah mamanya dia hanya bersama dengan adiknya Sabrina.

Hana seperti memiliki magnet tersendiri yang menarik dirinya maupun putranya Emil.

”Kenapa papa menatapku seperti itu,” tanya Emil.

”Tidak bisakah kau membatalkan semuanya, kau tahu dia adalah pegawai papa di kantor ini bagaimana bisa kau menyebutnya dengan panggilan mama?”

”Papa aku hanya ingin memiliki seorang mama apakah aku salah?”

Deg.

Malik terdiam mendengar perkataan Emil, ”Tidak ada yang salah Sayang, hanya saja dia adalah orang lain bahkan papa saja tidak mengenalnya dengan baik,” jelas Malik.

”Lalu apakah kau akan membiarkan waktuku terbuang dengan sia-sia?”

”Emil tolong jangan bahas itu lagi papa tidak suka!”

Emil langsung memberengut kesal mendengar perkataan Malik. ”Papa jahat, papa tidak sayang dengan Emil,” ucapnya dalam isak tangisnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!