NovelToon NovelToon

ARWAH PENUNGGU SEKOLAH

Episode 1

Konon gedung itu bekas markas

besar pasukan Belanda pada masa penjajahan. Markas besar tempat penyimpanan

senjata dan tempat persediaan makanan. Di sana juga ada sebuah penjara dengan

terali-terali besi yang sangat kuat. Penjara itu kini dijadikan kantor kepala

sekolah. Ada ruang bawah tanah yang kini sudah ditutup rapat dengan pintu besi.

Ruang-ruang bawah tanah itu bekas para sandera dan para mata-mata Belanda. Ruang yang

ditakuti para manusia, gelap dan dingin. Ruang para sandera itu disebut juga

dengan ruang kematian!

Dinding-dinding sekolah itu berwarna

putih dengan paduan list berwarna abu-abu gelap. Pilar-pilar yang menyatukan antar

gedung dan koridor didesign sedemikian rupa. Bangunan itu sudah mengalami

beberapa perubahan dan revisi sesuai zamannya. Jendela-jendela besar di setiap

ruangan membuat sekolah itu terlihat sangat elegan. Lantainya terbuat dari

granit berwarna keabuan.

Sekolah itu memang tidak

terlihat angker, namun ada cerita lain yang membuat bulu kuduk merinding. Konon

sekolah itu ada penunggunya. Seorang kapten Belanda yang kejam dengan wajah

menyeramkan. Penampakan gadis Belanda tanpa kepala berlumuran darah juga sering

muncul di sana. Sosok itu sangat menakutkan. Sosok gadis Belanda abad

pertengahan dengan pakaian panjang ala kerajaan. Dari lehernya mengalir darah

segar yang memuakkan. Kuku-kukunya panjang kehitaman. Sosok itu muncul dikala

senja dan ia mencari-cari kepalanya yang dibuang entah kemana.

Konon gadis Belanda itu tewas

digorok orang tak dikenal pada masa penjajahan Belanda. Gadis itu putri seorang

kapten Belanda bernama Mark Gilbert.  Belum lagi sosok laki-laki berwajah mengerikan

yang sering muncul dengan suara-suara mendecit seperti rantai besi. Konon

laki-laki berwajah mengerikan itu seorang pengawal kapten Belanda yang

dipenggal kepalanya karena dianggap sebagai pemberontak. Kakinya dirantai

besi.

Kamar mandi di sekolah itu

memang baru beberapa tahun diperbaiki. Kamar mandi berukuran sedang dengan tiga

toilet di bagian laki-laki dan tiga di bagian perempuan. Lampu kamar mandi

sering mati walau sudah beberapa kali diganti. Dindingnya kini penuh

bercak-bercak merah kehitaman. Terlihat suram dan menakutkan. Tak jarang

seorang pelajar ketakutan ketika di kamar mandi. Mereka melihat sosok tanpa

kepala yang berdiri terbalik di langit-langit kamar mandi.

Siang itu seorang

pelajar berada di kamar mandi sekolah. Ia berdiri di urine sambil celingukan

kesana-kemari. Cerita tentang penampakan di sekolah pun sudah didengarnya.

Tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang berderit.

Krek...

Suara itu

terdengar nyaring dan menakutkan. Seorang pelajar bertubuh sedikit kurus

memelototkan matanya sambil mengawasi toilet yang kosong. Ia berdiri di urine

dengan jantung berdetak tidak menentu. Kamar mandi sekolah berukuran sedang

dengan tiga toilet itu terlihat temaram. Lampunya seperti hangus di bagian

pangkalnya. Tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Tiba-tiba saja bulu

kuduknya merinding tiada terkira. Ia tercekat ketika suara itu berbunyi lagi.

Kali ini suara decitan itu sangat mengerikan.

Kriek....

Pintu kamar mandi

itu terbuka sendiri. Pelajar itu manarik nafasnya dalam-dalam. Ia ingin berlari

namun kakinya terasa berat. Ia melirik pelan ke arah pintu di belakangnya.

Tiba-tiba saja tengkuknya merinding tiada terkira ketika sekelebatan bayangan

putih muncul dari toilet. Ia melihat sosok berbaju putih berdiri kaku sambil

menatapnya tajam. Pelajar berambut ikal itu memalingkan kembali wajahnya ke

depan dan melihat sosok itu dari cermin yang sudah buram. Di cermin terlihat

sosok laki-laki berwajah pucat, mata menghitam dan wajahnya hancur di bagian

kiri. Sebelah matanya terjuntai hampir copot dari kelopaknya. Terlihat

daging-daging busuk mengerikan masih berlumuran darah di matanya. Kontan saja

pelajar itu menjerit histeris.

“AAARGGGGHHH....”

Dengan tergesa

pelajar itu berlari tunggang langgang keluar dari toilet dan melewati beberapa

koridor. Ia sangat ketakutan hingga berlari keluar gerbang sekolah yang masih

terbuka. Nafasnya tersengal dan ia tidak melihat jalanan yang ramai kenderaan.

Tiba-tiba saja terdengar suara deritan roda hingga suara dentuman keras yang

membahana di siang itu.

CIIIIITTTT....

BRAAAKKKK...!!! KRECAAANGG....!!!

BRUUGGG...

Tubuh pelajar itu

terhempas dan terlindas roda sebuah truk pengangkut material. Darah mengucur

deras dari kepalanya yang pecah. Perutnya terburai berserakan di jalan aspal.

Potongan-potongan daging tubuhnya juga tercerai berai di aspal dan roda truk. Pelajar

itu tewas seketika!

Siang itu suasana

sekolah menjadi heboh karena suara dentuman keras dan kecelakaan seorang pelajar

dari SMU yang banyak dikagumi muridnya. Siswa-siswi berkerumun melihat apa yang

terjadi. Mereka bergidik ngeri melihat tubuh pelajar itu yang mengenaskan.

Darahnya masih begitu kental dan mengeluarkan bau amis yang memuakan!

Sekolah itu kini

terlihat mencekam. Satu lagi sosok arwah penunggu sekolah bertambah. Masih ada

cerita lain yang sangat menakutkan di sekolah itu. Ada sosok penunggu yang

sangat jahat. Sosok bertubuh besar berkepala binatang dan bertanduk runcing

ke atas. Tubuhnya berwarna merah dengan bulu-bulu hitam di tangannya.

Gigi-giginya runcing, matanya tajam dan merah. Ia haus akan darah manusia!

Hujan baru saja reda ketika enam orang pelajar berada di

sebuah atap sekolah. Mereka mengendap-endap sambil membawa senter dan papan

permainan. Permainan pemanggilan arwah yang sangat menakutkan. Setelah sampai

di sebuah gudang yang sangat gelap, mereka membentangkan papan itu di lantai. Suasana

menjadi sangat mencekam. Suara lolongan anjing yang entah dari mana asalnya

terdengar menyeramkan. Hawa dingin juga membuat beberapa di antara mereka

bergidik dan ketakutan.

“Aku takut… Sudah ah, nggak usah main.” Ujar seorang gadis

berkulit sawo matang sambil bergidik.

“Aku ingin membuktikan kalau di sini tidak ada arwah

gentayangan.” Ucap seorang cowok berkulit putih kepada teman-temannya.

Mereka pun memulai dengan menyebutkan beberapa arwah

di sana. Angin berhembus lembut. Malam itu terasa sangat senyap. Hanya dengusan

nafas mereka yang terdengar. Semuanya saling pandang ketika mereka mendengar

suara desisan aneh.

“HGGGRRRR… HAAARRGGG…”

Seorang gadis berambut sebahu bergidik

sambil memegang lengan temannya dengan erat.

“Kita harus melanjutkan permainan ini.” Kata yang lain.

Degup jantung beberapa di antara mereka berdetak kencang. Permainan

pun terus berlanjut sampai tangan mereka merasakan ada gerakan pada papan

permainan itu. Mereka terbelalak dan saling pandang. Papan itu kembali

bergerak-gerak membuat huruf-huruf yang tidak teratur.

JEDAAARRR…!

Tiba-tiba saja pintu ruangan tertutup tertiup angin. Seorang

cowok berkulit hitam tampak ketakutan. Wajahnya berubah pias sambil

memperhatikan sekelilingnya. Ia memang seorang penakut hingga selalu diperolok

oleh teman-temannya.

“Aku takut. Aku nggak mau main!” Ucapnya sambil melepaskan

tangannya.

“Dasar banci! Begitu aja kau takut?!”

BRAAAKKK…

Angin bertiup kencang dan menjatuhkan sesuatu di ruangan

itu. Cowok berkulit hitam itu ketakutan dan ia berlari keluar. Permainan itu

menjadi kacau ketika sosok menakutkan muncul di ruangan itu. Sosok bertubuh

besar berbulu dan memiliki tanduk di kepalanya. Sosok itu muncul di ruang gelap

dan tubuhnya mengeluarkan api. Permainan belum selesai dan mereka berhambur

berlari ketakutan.

Mereka berlari menyelamatkan diri. Suara-suara desisan itu

mengejar mereka. Tiba-tiba saja mereka mendengar suara teriakan dan benda jatuh

di halaman sekolah. Mereka tercekat dan melihat apa yang jatuh. Ternyata

seorang cowok berkulit hitam jatuh dari atap lantai tiga. Kepalanya pecah

mengeluarkan darah yang amis memuakkan! Suasana menjadi hening

dan mencekam. Suara lolongan anjing bersahutan silih berganti. Di sudut gedung ada sosok

bertubuh tinggi besar berbulu lebat, matanya merah menyala dan kepalanya bertanduk!Sosok itu

menatap tajam  ke tubuh para pelajar itu.

Darah yang mengalir pun lesab entah kemana.

Episode 2

Gadis itu berjalan memasuki halaman sekolah dengan

langkah perlahan. Ia memperhatikan gedung sekolah berlantai tiga itu dengan lekat.

Gedung itu benar-benar menakutkan baginya.

Gedung berlantai tiga itu menyimpan sebuah misteri yang menyeramkan. Seperti ada guratan-guratan

tragedi zaman dulunya. Gedung sekolah

berlantai tiga itu terlihat kokoh dengan tiang-tiang yang kuat serta jendela-jendela yang

besar.

Gadis berusia

tujuh belas tahun itu bernama Hanna Pratiwi. Rambutnya sebahu dan dibiarkan tergerai. Parasnya cantik

dengan kulit yang putih bersih. Ia memiliki tahi lalat di pipi kanannya. Matanya

indah dengan bulu mata yang lentik. Beberapa aksesoris menghiasi pergelangan

tangannya.

Hanna baru saja pindah di

sekolah itu tiga minggu yang lalu. Ia dari Bandung. Pertengkaran kedua orang tuanya membuat Hanna dipindahkan dan dititipkan ke rumah neneknya yang berada di kota Medan. Hanna sangat terpukul dengan

perpisahan orang tuanya. Terlebih sang papa yang diam-diam punya istri baru di

Bogor. Hanna tidak bisa menerima semua itu.

Hanna berjalan

sambil memperhatikan ruang-ruang yang masih kosong. Ruang-ruang itu terlihat mengenaskan. Seperti meninggalkan

beberapa kejadian tragis yang mengerikan.

Masih terlalu pagi

ketika ia tiba di sekolah. Hanya beberapa

murid saja yang baru datang. Hanna tidak tahu menahu

mengenai sekolah itu yang konon ada sosok penunggu yang sangat menakutkan. Ia juga tak ingin terusik

dengan cerita-cerita misteri yang ada di sekolahnya. Cerita tentang penampakkan

sosok pelajar dengan wajah terbelah, juga penampakkan seorang perempuan Belanda

tanpa kepala dan sosok pelajar yang bunuh diri. Belum lagi penampakkan sosok

Jin yang membuat bulu kuduk merinding. Jin

bertubuh tinggi besar dan bertanduk sangat mengerikan. Tubuhnya seperti bara

api. Cerita-cerita

itu hampir saja membuatnya ketakutan. Beberapa hari lalu ada seorang pelajar

yang kesurupan dan mengucapkan kata-kata yang menakutkan. “AKU HAUS DARAH! AKU

INGIN DARAH!”

Hanna tercekat

mengingat kejadian itu. Seperti pagi itu tak

sengaja ia

mendengar percakapan seputar sekolah barunya dari dua orang murid yang bercengkrama di pinggir koridor.

Dua orang murid perempuan, yang satu berkulit

putih dan yang satu berkulit kecokelatan.

“Sekolah kita

semakin angker, Din. Kemarin kakak kelas kita ditemukan

tewas mengenaskan jatuh dari lantai tiga. Kepalanya pecah, otaknya berceceran. Iiii... menyeramkan sekali.” Kata seorang pelajar

berambut pendek kepada temannya.

“Aku jadi takut,

Fel...” Ucap gadis berkulit putih sambil

bergidik.

“Aku juga takut. Apalagi anak-anak yang lain sering melihat

penampakkan di kamar mandi. Bikin bulu kudukku merinding.”

“Makanya jangan sendirian di kamar mandi kalau nggak mau

ditakuti kuntilanak!”

“Ughh... aku makin

takut aja. Aku mau pindah ah dari sekolah ini. Aku nggak mau jadi korban

ketakutan, apalagi didatangi arwah gentayangan. Serem.”

“Husstt.... Jangan

keras-keras ah... Bulu

kudukku jadi merinding nih. Jangan-jangan dia ada di sekitar kita, Din. Udah

ah, kita masuk aja yuk...” Ajak Felisa.

Hanna memperlambat langkahnya sambil mendengarkan obrolan mereka

selanjutnya. Ia mengerutkan dahi ketika kedua murid itu berlalu dari koridor.

Hanna kembali melangkahkan kakinya dengan langkah normal. Suara sepatu ketsnya terdengar beradu

di lantai. Hanna berjalan pelan ketika melewati kamar mandi yang terletak di

ujung ruangan. Ia berhenti sejenak dan memperhatikan kamar mandi itu. Kamar

mandi itu terlihat menyeramkan dengan kondisi yang sangat suram. Konon kamar

mandi itu sangat angker kata sebagian murid-murid.

Pihak sekolah tidak membenarkan hal itu. Mereka menganggap para murid hanya

mengada-ada saja.

Di kamar mandi sering terlihat penampakkan sosok perempuan berambut

panjang. Sosok

perempuan berlumuran darah, sosok tanpa kepala dan suara-suara desisan yang

membuat bulu kuduk merinding. Banyak murid yang ketakutan bila ke kamar mandi. Hanna melihat ada bercak-bercak darah disana. Ia bergidik ngeri ketika

melangkahkan kakinya dengan perlahan. Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka

sendiri dan menimbulkan suara berderit yang menakutkan.

Krieeeekkkkk....

Hanna terkejut dan tercekat. Ia menatap pintu itu dengan lekat. Jantung Hanna berdebuk kencang tidak teratur. Dari pintu

kamar mandi ia melihat helai-helai rambut yang tertiup angin. Rambut itu

berwarna keabuan sebatas pinggang. Perlahan bayangan putih keluar dari arah

pintu kamar mandi. Hanna membelalakan matanya ketakutan. Kemudian keluar

jari-jari tangan yang pucat serta terkelupas mengerikan. Kuku-kukunya berwarna

kehitaman, runcing dan tajam. Hanna mendegut ludahnya yang terasa nyangkut. Ia

ingin menjerit, namun bibirnya serasa terkatup.

“Hanna...!!!”

Tiba-tiba saja seseorang memanggilnya dari jauh.

Hanna tercekat dan

segera menoleh ke orang yang memanggilnya. Seorang pelajar cewek berambut ikal sebahu berlari kecil menghampirinya. Cewek itu bernama

Keyla. Kulitnya sawo matang dengan raut wajah yang manis. Bola matanya bulat

seperti mata india. Bulu matanya lentik dan alisnya tersusun rapi. Keyla memang

peranakan Pakistan dan Melayu. Gadis itu teman sebangku Hanna. Ia gadis yang penakut.

Hanna menarik

nafasnya dengan berat sambil melirik ke arah kamar mandi. Rambut-rambut itu

sudah menghilang dan pintu itu pun tertutup. Hanna menghela lega seraya menoleh

ke Keyla yang masih berlari-lari kecil menghampirinya. Ia mengenal Keyla

beberapa waktu lalu saat memasuki kelas barunya. Perkenalan mereka biasa saja

layaknya murid baru biasa.

“Kamu sedang apa,

Hann? Kok bengong disini?” Tanya Keyla heran. Raut wajah Hanna tampak berubah.

“Hmm... Nggak

apa-apa kok, Key.” Jawab Hanna singkat.

“Kamu jangan

banyak melamun, nanti kerasukan. Apa kamu belum tahu kalau sekolah kita ini

angker?” Ucap Keyla nyaris berbisik.

“Angker?” Gumam Hanna pelan sambil mengerutkan dahinya.

“Iya. Huusssttt...

Jangan keras-keras.” Kata Keyla sambil celingukan ke kanan dan kiri. Ia takut kalau sosok tak kasat mata itu menghampirinya.

“Hmm... Huh, kamu

jangan nakutin aku ah.” Ujar Hanna sambil melipat tangannya di dada.

“Beneran, Han.”

“Udah ah, kita

masuk yuk.” Ajak Hanna sambil menarik lengan Keyla.

Hanna menyelipkan

anak-anak rambutnya ke samping telinga. Kemudian ia melangkahkan kakinya

dibarengi dengan Keyla. Sesaat situasi hening. Pikiran Hanna masih terusik oleh

sosok di kamar mandi.

“Sebenarnya apa

sih yang terjadi di sekolah ini, Key?” Tanya Hanna ingin tahu di selah-selah

perjalanan mereka.

“Aku juga nggak

tahu banyak, Han. Yang jelas sekolah ini jadi terasa aneh dan menakutkan

buatku.” Kata Keyla.

“Memangnya kamu

pernah ngelihat langsung?” Hanna bertanya ingin tahu.

Keyla menggeleng.

“Enggak sih, tapi

aku takut.”

Hanna menaiki anak

tangga dan tiba-tiba saja ia mencium bauh bunga bercampur bauh yang aneh. Hanna

hampir saja muntah ketika wangi itu berubah amis seperti bau darah.

“Bau apa sih ini,

Key?” Tanya Hanna sambil menutup hidungnya.

“Memangnya bau

apa, Han?”

“Bau amis. Aku mau

muntah.”

“Hmm... udah ah,

Hann. Jangan macem-macem. Ayo cepat kita ke kelas. Tengkukku jadi

merinding nih...”

“Kamu nggak

mencium apa-apa?” Tanya Hanna penasaran.

Keyla menggeleng.

“Memangnya bauh

apa?” Keyla balik bertanya.

“Wangi bunga

bercampur bauh amis.” Jawab Hanna membuat Keyla bergidik.

Keyla menghentikan

langkah sejenak, kemudian pandangannya mengedar ke seluruh koridor sekolah. Koridor sekolah masih terlihat sepi.

“Sudah ah, ayo

cepetan.” Ajak Keyla yang semakin ketakutan.

Keyla melangkahkan

kakinya dengan tergesa diikuti Hanna yang merasa heran melihat Keyla. Di sudut koridor ada sosok seorang pelajar yang kepalanya

pecah berlumuran darah. Sosok itu berdiri dan bergeming.

Hanna dan Keyla terus saja menaiki anak tangga ke lantai

dua kemudian menuju ruangan mereka. Hanna segera saja duduk di kursinya dan

meletakkan tas sekolahnya di atas meja. Begitu juga dengan Keyla. Di ruangan

masih mereka berdua yang datang.

Ruangan kelas

mulai terasa mencekam. Suasana tiba-tiba saja hening. Mereka berdua hanya

berdiam diri dengan pikiran masing-masing. Keyla terlihat gelisah sambil melihat arlojinya beberapa kali. Satu per satu teman-teman mereka

pun mulai berdatangan. Keyla merasa lega dan bisa beraktifitas seperti biasa.

Bel tanda pelajaran

pertama pun sudah berkumandang. Tiba-tiba saja

Hanna merasa ingin BAB. Padahal tadi ia baik-baik saja. Hanna tak tahan lagi menahan perutnya yang

terus berontak. Ia permisi ke guru kelas

untuk ke kamar

kecil. Hanna takut sendirian, namun karena sudah tidak tahan, akhirnya ia nekat

ke kamar mandi sendiri. Keyla hanya melihat

kepergian Hanna keluar dari ruangan.

Hanna melangkahkan kakinya dengan tergesa. Di

depan kamar mandi ia berhenti sejenak sambil menatap lekat pintu di depannya.

Ia mendegut luda yang mulai getir. Perutnya terus saja memberontak. Tanpa pikir panjang, Hanna langsung saja membuka pintu kamar mandi. Di dalamnya ada tiga pintu toilet yang terbuka. Hanna

masuk di pintu tengah. Kemudian ia membuang kotorannya dengan pikiran kalud.

Hanna sedikit merasa lega karena mendengar ada

beberapa murid yang masuk ke kamar mandi juga. Ia sempat mendengar

obrolan-obrolan murid itu sambil tersenyum tipis. Setelah selesai, Hanna pun

keluar dari toilet berukuran kecil. Ia terkejut ketika melihat kamar mandi yang

sepi dan kosong. Hanna mengerutkan keningnya

sejenak. Matanya mengedar ke ruangan berukuran sedang itu.

“Tidak ada siapa-siapa.” Batinnya.

Hanna pun tercekat

dan merasa berada di tempat yang sangat asing. Kamar mandi terlihat begitu gersang. Lampunya redup. Sarang laba-laba menempel di

sudut-sudut dinding. Tiba-tiba saja ia mendengar bisikan-bisikan

aneh dari toilet tempat ia buang air tadi. Bisikan

yang membuat bulu kuduknya meremang.

Hanna melirik ke samping kiri di mana ada cermin

yang menempel di sana. Cermin itu terlihat buram. Seperti ada sosok seseorang

berada di belakangnya. Tiba-tiba saja pintu kamar mandi pertama

tertutup dan mengeluarkan suara berderit yang menakutkan.

Krieeeekkk….

Sekujur tubuh Hanna merinding seperti membesar. Keringat dingin keluar

dari keningnya. Sosok di belakangnya mengulurkan tangannya yang terkelupas di

pundaknya. Hanna terkejut dan berlari sekencang-kencangnya. Ia segera membuka

pintu dan keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat pasi. Langkahnya tergesa

memasuki ruangan kelasnya.  Ia segera duduk di bangkunya sambil

menunduk. Keringat dingin masih mengucur di keningnya.

“Kamu kenapa,

Han?” Tanya Keyla berbisik.

“Nggak apa-apa,

Key...”Jawab Hanna dengan bibir gemetar.

“Kenapa wajahmu

pucat?”

“Hmmm... Nanti aja

aku ceritain.”

Hanna kembali

memperhatikan guru matematika yang menjelaskan di depan kelas. Pikirannya tidak

tenang karena kejadian tadi. Keyla menangkap kegelisahan temannya itu. Ia tak sabar ingin tahu cerita dari Hanna.

Episode 3

Jam istirahat

sekolah Keyla memberondong pertanyaan ke Hanna. Ia penasaran apa yang terjadi

pada Hanna saat di kamar mandi. Hanna memasukkan buku-bukunya dan keluar dari

ruangan kelas mereka. Keyla mengikuti langkah Hanna.

“Han, sebenarnya

ada apa?” Tanyanya Keyla penasaran. Hanna diam

sejenak lalu menceritakan kejadian itu.

“Aku tadi ke kamar

mandi.”

“Trus?” Keyla memberondong.

Hanna diam lagi sambil mengingat kejadian tadi. Ia menarik nafasnya

dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Pandangannya mengedar ke koridor

dan halaman depan.

“Aku mendengar

bisikan-bisikan aneh, Key. Trus pintu kamar

mandi tertutup sendiri.” Tuturnya

bercerita.

“Tuh kan, aku bilang juga apa. Sekolah kita semakin

menakutkan. Kamu

ngelihat sesuatu?”  Keyla bertanya lagi ingin tahu.

Hanna menggeleng. “Enggak sih, tapi aku

merasakan kehadiran mahluk itu di sana, Key. Tengkukku merinding. Ada suara

desisan aneh dan sepertinya ada sosok mahluk di belakangku.”

“Ada sosok di belakangmu? Siapa?” Keyla semakin penasaran. Lengannya mulai meremang.

“Aku nggak tahu. Aku nggak berani melihatnya dan langsung keluar dari

kamar mandi.” Ujar Hanna.

“Uuughh... Kamu

bikin aku semakin takut aja pun. Aku jadi

merinding nih.” Rengek

Keyla seperti anak kecil.

“Udah ah, nggak

usah diperdulikan. Kan kamu tadi yang minta aku cerita. Sekarang kamu sendiri

yang ketakutan.”

“Iya, aku penasaran aja melihatmu dengan wajah pucat gitu. Aku pikir kamu ketemu

kuntilanak di sana. Makanya jangan ke kamar mandi

sendirian.”

“Trus kalau berdua

emang nggak diganggu?”

“Ya setidaknya

nggak ketakutan. Kalau ketakutan juga berdua.”

“Huh, sama aja. Udah

ah, kita ke kantin yuk. Laper nih.” Ajak Hanna kemudian.

Keyla mengangguk dan segera ke kantin sekolah bersama Hanna. Kantin sekolah tampak ramai dan mereka

makan dengan lahapnya. Tapi Hanna melihat kehadiran mereka di sana. Penjual

kantin pasti memakai tumbal agar kantinnya ramai. Buktinya Hanna melihat banyak

mahluk tak kasat mata di sana. Hanna bergidik dan mengurungkan niatnya.

###

Sepulang sekolah,

Hanna tiba-tiba saja teringat sesuatu. Jam tangannya tertinggal di meja

belajarnya. Jam itu pemberian om-nya yang dibeli dari Swiss.

Hanna tak ingin kehilangan jam itu. Hanna buru-buru melangkahkan kakinya dan

menaiki anak tangga. Para murid sudah pada pulang dan sekolah kembali sepi.

Hanna berhenti

sejenak di koridor lantai dua. Ia menatap jauh koridor yang terlihat sepi.

Kemudian ia berjalan dengan perlahan dan takut-takut. Suara derap langkahnya

terdengar beradu. Sejak kejadian siang tadi ia jadi ketakutan. Dengan tergesa

Hanna melangkahkan kakinya dan segera membuka pintu ruangan. Hanna masuk dan

berlari ke meja belajarnya. Ia merogo laci meja dan membungkukan tubuhnya. Di

dalam laci ada sepenggal tangan pucat yang memegang jam tangannya. Hanna

meraihnya tanpa melihat laci. Setelah jam tangan itu ia pegang, Hanna langsung

memakainya. Sejenak ia terpaku mempehatikan ruangan kelasnya yang terlihat

sepi.

Terdengar

suara-suara desisan aneh yang membuat bulu kuduk Hanna merinding. Tiba-tiba

saja ia melihat sosok seorang pelajar di sudut ruangan berdiri membelakanginya.

Hanna terkecat dan membelalakkan matanya karena terkejut. Sosok pelajar putri

itu tiba-tiba menangis sedih. Hanna yang sudah ketakutan tidak berani beranjak

dari tempat duduknya. Dari keningnya keluar keringat dingin.

Sosok berambut

sebahu itu sesenggukkan, namun hanya sebentar. Hanna memperhatikan sosok itu

sambil ketakutan. Tiba-tiba saja rambutnya bergerak dan memanjang ke bawah. Seragam

sekolah yang dikenakan pun berubah menjadi jubah putih bercampur krem

sampai ke lantai. Darah merembes dari kepalanya.

Hanna terkejut dan

ketakutan dengan bibir gemetar. Seluruh tubuhnya merinding. Hanna ingin

menjerit namun lagi-lagi bibirnya seperti terkatup. Ia menutup mata dan ingin

menangis saking takutnya.

BRAAK...

Tiba-tiba saja

pintu ruangan terbuka. Hanna tercekat dan melihat pintu ruangan dengan

terbelalak. Ia melihat Pak Damsit, penjaga sekolah berdiri sambil menatapnya.

Pak Damsit menghampirinya.

“Kenapa kamu belum

pulang, Nak?” Tanyanya heran.

Hanna menangis dan

segera beranjak dari tempat duduknya.

“Jam saya

ketinggalan, Pak...” Ujarnya dengan suara parau.

“Kenapa kamu

menangis?” tanya Pak Damsyik.

“Saya takut, Pak...

Tadi ada... ada... sosok mengerikan, Pak...”

“Sudahlah,

sekarang kamu pulang. Jangan pernah sendirian di ruangan ini.” Ucap Pak Damsit

menasehati.

Hanna menunduk dan

mengangguk. Ia menghapus air matanya lalu keluar dengan langkah yang gemetar.

Hanna menuruni anak tangga dengan tergesa. Beberapa koridor terlihat sepi dan menakutkan.

Ketika sampai di

lantai satu, Hanna melihat sosok pelajar duduk di bangku taman. Bajunya penuh

dengan lumpur. Hanna bergidik dan ketakutan. Ia mempercepat langkahnya seraya

berlari kecil. Koridor sekolah terasa amat panjang. Kakinya gemetaran. Hanna

terus saja berlari melewati halaman sekolah dan keluar dari gerbang dengan

nafas lega. Sejenak ia melihat bangku yang ada di taman. Bangku itu terlihat

kosong.

###

Hanna tiba di rumah dan langsung masuk ke kamar. Hanna meletakkan

tasnya di atas meja belajar. Kemudian ia duduk di atas tempat tidur sambil

termenung. Ia mengingat lagi sosok mengerikan di sekolahnya. Ia berpikir terus

dan berusaha mengingat siapa sosok itu. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk

dari luar.

“Hanna....” Panggil sang nenek.

“Iya, Nek...”

“Nenek masak bubur

jagung nih. Kamu mau kan?”

“Iya, Nek.

Sebentar. Hanna ganti baju dulu.” Jawab Hanna sambil mengganti bajunya. Hanna menuju

lemari bajunya dan membuka seragam sekolahnya. Namun tiba-tiba saja Hanna

terkejut ketika melihat lengan kirinya ada bekas lebam seperti cengkraman

tangan. Ada empat garis yang berbentuk seperti jari-jari tangan di sana. Hanna

mengerutkan keningnya sambil mengelus lengannya.

Setelah mengganti bajunya, Hanna keluar kamar dan menemui nenek di dapur. Sang nenek yang

tak sengaja melihat pergelangan tangan Hanna pun terkejut.

“Lenganmu kenapa?”

Tanyanya. Raut wajahnya tampak keheranan.

“Hmm... Nggak tau,

Nek. Tiba-tiba udah ada aja.”

Sang nenek

menghampiri Hanna dan melihat lebam di lengannya. Sang nenek menarik nafas dengan berat lalu menggelengkan kepalanya.

“Ada apa, Nek?”

Tanya Hanna heran.

“Ada mahluk halus

yang memegangmu.” Kata nenek.

"Mahluk halus?" Hanna bergumam.

Hanna terkejut dan

menatap wajah neneknya dengan lekat. Ia teringat sosok di sekolah sore tadi.

Apakah sosok itu yang memegangnya? Pikirnya.

Sang Nenek kemudian tersenyum tipis.

“Ya udah nggak

usah takut. Nanti nenek obati.” Kata nenek sambil komat-kamit. Nenek membaca sesuatu yang tidak dimengerti oleh Hanna.

“Memangnya nenek

bisa?”

Perempuan tua itu

mengangguk sambil tersenyum. Ia tak ingin cucunya ketakutan hanya karena

masalah sepele seperti itu. Nenek Hanna memang

bisa mengobati hal-hal gaib seperti di lengan Hanna. Perempuan tua itu punya ilmu

kebatinan yang diwarisi dari sang kakek.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!