Bab. 1
Menjadi artis papan atas memang tidak lah muda sama sekali. Banyaknya jadwal yang menunggu, serta harus menjaga sikap pun di alami oleh Yumeena Amira. Artis papan atas yang lebih terkenal dengan sebutan Meena.
Tentu, Meena memiliki waktu yang tidak sama dengan orang kebanyakan. Wanita berusia dua puluh empat tahun tersebut mempunyai hal paling sulit di dalam hidupnya. Yang jelas saja tidak banyak orang tahu mengenai ini. Hanya orang yang sering bersama dirinya saja.
“Kenapa, Kak? Masih sakit?” tanya seorang wanita yang tampak begitu khawatir ketika melihat Meena memijat pelan kepalanya dan sedikit mengernyitkan kening.
Meena menggeleng sembari memejamkan mata dan menundukkan kepalanya.
“Masih belum seberapa, Dig. Coba kamu ambilkan obat yang lain. Obat yang kamu beli kemarin benar-benar tidak bisa mengurangi rasa sakit kepalaku ini,” sahut Meena, wanita yang mempunyai paras cantik dan tentu saja
jago acting. Pantas jika sekarang ini wanita itu berada di urutan paling tinggi
di antara artis-artis lain.
Sudah banyak penghargaan yang Meena dapat dari dunia hiburan ini. Tentu saja semua itu atas kerja kerasnya dan juga orang yang bersama dengannya. Asisten dan manager yang selalu mengerti akan kondisinya.
Mungkin, karena sangking giatnya bekerja, hingga menyebabkan Meena mempunyai sakit yang bisa dibilang sedikit aneh. Jika terlalu lelah dan sedang padat-padatnya jadwal syuting, kepala Meena akan merasakan sakit yang sangat luar biasa. Dan anehnya rasa sakit itu tidak bisa di obati.
Sudah dari berbagai merk obat untuk sakit kepala dan pereda nyeri, namun tetap tidak kunjung membuat rasa sakit itu segera mereda. Bahkan tidak jarang juga sampai Meena di rawat walaupun tidak menghasilkan apapun. Hingga membuat jadwalnya sedikit berantakan.
Beruntung, produser dan para kru lainnya mengerti kondisi Meena dan mau menunggu hingga rasa sakit di kepala wanita itu menghilang dengan sendirinya. Walaupun membutuhkan waktu yang sedikit lama.
Digta sendiri juga bingung, harus membeli obat yang seperti apa lagi.
“Obat yang apa, Kak? Ini Kak Meena sudah hampir coba semua obat yang ada di apotek dekat sini, loh!” beritahu Digta selaku asisten Meena.
“Sshh …” Meena mendesis ketika rasa sakit itu datang dan sedikit lebih terasa dari sebelumnya. Buliran keringat pun mulai muncul di pelipisnya.
Hal itu semakin membuat Digta panic. Pasalnya sebentar lagi Meena akan memulai syutingnya kembali setelah beberapa menit yang lalu mengambil waktu jeda.
“Sebentar, Kak. Kak Meena tunggu di sini, Digta coba car yang di apotek sebelahnya. Siapa tahu mereka punya obat yang sangat ampuh buat sakit kepala Kak Meena,” ujar Digta. Wanita itu langsung beranjak dari sana
dengan sedikit berlari menuju tempat yang dikatakan tadi.
Sedangkan Meena sendiri mencoba berusaha sekuat mungkin untuk tetap terjaga dari rasa sakit yang sungguh luar biasa. Ini bukan kali
pertamanya Meena mengalami hal tersebut. Sudah ada dua tahun belakangan ini Meena mempunyai penyakit yang menurutnya sangat aneh sekali. Dan selama itu pula ia mati-matian menekan serta menahan rasa sakit itu demi bisa mencapai di puncak sepperti sekarang ini.
“Bersiap! Kita mulai lima menit lagi!”
Suara sutradara pun terdengar menginterupsi untuk para pemain dan kru dalam drama ini segera bersiap. Tentu, hal itu membuat Meena semakin gusar. Pasalnya rasa sakit di kepalanya tak kunjung mereda. Sedangkan diriny yang menjadi pemain utama perempuan dalam drama ini. banyak scene yang mengharuskan Meena untuk tetap tampil di hampir semua adegan yang di jalani
hari ini.
“Tolong dong, bekerja samalah dengan baik. Jangan sering-sering datang seperti ini. Aku nggak sedang rindu sama kamu,” gumam
Meena yang berbicara sendiri. Sesekali wanita itu menarik napas, demi
menghambarkan rasa sakitnya agar tidak terlalu ia rasa.
Meena berdiri dan kemudian bersiap. Beruntung, adegan yan akan Meena mainkan sebentar lagi ialah sebagai tokoh utama yang sedang menerima perundungan dari antagonis. Sehingga mimic wajahnya yang menahan sakit di kepala itu pun sedikit membantu dirinya untuk memasuki perannya lebih dalam lagi.
“Oke, siap, action!” teriak sutradara di kala para pemai yang tampil dalam scene ini pun sudah bersiap dan mengambil poisisi mereka
masing-masing.
Benar saja, acting Meena tampak begitu natural dan sangat sempurna. Bahkan wanita itu menangis tanpa bantuan tetes mata yang biasa di pakai oleh beberapa artis lain. Meena melakukannya dengan sangat baik, bahkan
di saat dia merasa tertindas pun ekspresi wajahnya benar-benar seperti seorang yang mengalami hal tersebut.
Hampir menjelang petang akhirnya adegan penutupan untuk serial drama ini pun sukses di ambil. Tentu, Meena sangat lega. Karena setelah ini ia bisa merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lelah, serta kepalanya yang masih terasa begitu nyeri.
Setidaknya, jika drama yang dia bintangi sudah selesai seperti ini, Meena memiliki waktu istirahat satu minggu ke depan, baru kemudian lanjut syuting film yang sudah menunggunya.
Meena berjalan dengan di damping oleh Digta. Mereka akan bersiap untuk pamit dan pulang ke apartemen. Namun, ketika langkah Meena dan Digta belum jauh, ada seseorang yang memanggilnya.
“Yumeena!” panggil orang itu membuat Meena berhenti dan menoleh ke belakang.
“Ada apa?” tanya Meena langsung. Ia cepat-cepat ingin merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya.
“Seperti biasa, Pak produser dan kru yang lain mengadakan party lusa. Kamu harus datang, karena ini permintaan dari Produser Hendra,”
ujar orang itu.
Belum sempat Meena menolak, orang itu sudah pergi duluan sambil melambaikan tangannya.
Sedangkan Meena sendiri menghela napas. “Malas sekali ikutan seperti itu,” gumamnya.
“Udahlah, Kak. Itu pikir belakangan saja. Yang penting sekarang kita pulang dan Kak Meena segera istirahat biar hilang itu sakitnya,” sahut Digta mengingatkan. Pun Meena setuju dan kemudian melanjutkan langkah kaki mereka menuju mobil.
Bab. 2
Selama masa liburannya, Meena benar-benar menikmati waktunya dengan rebahan di rumah, dan terkadang juga jalan-jalan di taman bersama dengan Digta. Hal yang selalu menjadi list Meena jika wanita itu libur kerja.
Memanjakan matanya dengan pemandangan yang ada di taman.
Terkadang juga Meena belajar memasak, tentu dia belajar dari managernya di kala dia sedang senggang. Karena tidak hanya Meena saja yang sibuk. Managernya yang bernama Rosita itu pun juga sama sibuknya dari Meena. Sebab, dialah orang yang mengatur segala jadwal Meena selama ini. Meena sukses pun juga karena orang itu.
“Meena, untuk gaun nanti malam sudah ada?” tanya manager Sita kepada Meena. Wanita baru saja masuk ke dalam kamar Meena sembari membawa paper bag yang ada di tangannya.
Meena yang sedang membaca naskah untuk persiapan syuting lusa pun, mengangkat kepalanya. Menatap ke arah managernya.
“Belum ada, Kak. Memangnya harus banget hadir ya, Kak? tanya Meena dengan begitu polosnya. Padahal dia bukanlah artis kemarin sore.
Manager Sita terlihat menghela napas. Seperti biasa, Meena memang selalu ingin kabur jika ada acara seperti ini.
“Wajib, Meena. Kan ini drama yang kamu bintangi. Ya kali pemeran utamanya enggak datang. Bisa hancur nanti pemasaran itu drama. Terus si pak Hendra bakalan ceramah sepanjang malam kalau sampai kamu nggak datang. Secara, dia itu juga fans kamu,”
beritahu manager Sita.
Tentu saja wanita itu tidak akan membiarkan Meena mangkir begitu saja. ia sudah menduga, jika Meena belum menyiapkan apapun untuk nanti malam.
“Pasti kamu juga nggak siapin gaun untuk pesta nanti malam, kan?” tebak manager Sita.
“Memang belum, Kak!” bukan Meena yang menjawab, melainkan Digta yang baru masuk dengan membawa semangkuk mie kuah di tangannya.
Baunya bengitu kuat hingga mampu menarik selera makan Meena. Gegas, wanita itu langsung turun dari sofa dan menghampiri. Tangannya sudah terulur dan mau meraih garpu yang ada di atas mangkuk. Namun, dengan segera manager Sita menepis tangan Meena. Wanita itu menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.
“No no no,” ujarnya. “Bentar malam ada acara. Tubuhmu harus terlihat sempurna. Nggak boleh keliatan buncit sama sekali. Ingat, semua kamera akan mengarah padamu,” ingatnya lagi.
Meena langsung menarik tangannya kembali dan memasukkan ujung jarinya ke dalam mulut.
“Dikit saja loh, Kak,” pintanya dengan tatapan memohon.
Manager Sita tetap menggelengkan kepalanya. Menolak permintaan Meena.
“Lebih baik cepat mandi dan bersiap untuk datang ke acara nanti malam. Karena aku nggak bisa temani kamu, jadi kamu pergi sama Digta saja, ya?” ujar manager Sita yang tidak bisa ikut dalam acara nanti malam.
“Memangnya Kak Sita mau ke mana?” tanya Digta yang sangat penasaran.
“Ada kerjaan lain. Meeting sama penuli yang pingin Meena main di karyanya. Tapi masih rembukan dulu sih. Soalnya dia juga belum nemu produser yang pas,” jawab manager Sita.
Sementara Meena yang sudah tergiur dengan aroma mie kuah yang di bawa Digta, pun wanita itu mencuri kesempatan untuk mencicipi makanan yang sudah lama tidak dia makan. Namun, tetap ketahuan juga oleh mata elang manager Sita.
“Udah, sana buruan bersiap. Nanti mobilnya datang satu jam lagi. jadi waktumu tinggal sedikit, Nona,” ujar manager Sita memberitahu yang kemudian pergi berlalu begitu saja dari sana.
Tidak ada pilihan lain selain menurut, Meena pun segera melakukan apa yang disarankan oleh managernya. Wanita itu membersihkan diri seperti biasa lalu segera mengambil paper bag yang di bawa oleh manager Sita
tadi. Ternyata, di dalam sana sudah ada gaun berwarna merah menyala. Benar-benar sangat kontras sekali dengan kulit Meena yang sangat putih.
“Ini beneran disuruh makai ini?” tanya Meena seraya menatap pantulan dirinya dari balik cermin. Bergerak ke kanan dan ke kiri, menatap punggung dan bahu yang bebas tanpa penutup sama sekai.
Meskipun roknya sangat panjang, namun bagian belakang dan atas tubuh Meena sangat terbuka. Hanya di kaitkan dengan sutas tali yang melingkar di belakang lehernya.
“Di paper bag tadi Cuma ada gaun itu, Kak,” jawan Digta yang mencoba untuk memeriksa paper bag tersebut. “Lagian pantes kok Kak Meena makai ini. terlihat seksi dan elegun,” ujar wanita itu lagi.
“Elegan!” ingat Meena.
Digta meringis, menampilkan beberapa giginya yang berjajar begitu rapi. “Ya itu maksudnya, Kak.”
Lagi dan lagi Meena menghembuskan napas kasar. Wanita itu sedikit risih menggunakan gaun yang terbuka seperti ini jika menghadiri sebuah pesta. Ia terasa kurang nyaman. Karena merasa banyak pasang mata yang akan menyorotnya.
Walaupun ketika syuting tidak jarang Meena mengenakan pakaian yang hampir sama seperti ini, namun wanita itu merasa biasa saja karena hanya sebentar dan menyorot dirinya ialah beberapa kamera. Bukan beberapa pasang mata yang seperti ingin sekali menelanjangi dirinya.
Namun, ini lah salah satu resiko yang harus Meena terima di saat memutuskan untuk terjun di dunia hiburan seperti ini.
“Ya sudah, yuk, berangkat!” ajak Meena setelah selesai dengan penampilannya yang benar-benar memukau malam ini.
Sesampainya di tempat pesta, tentu saja Meena bertemu dengan banyak artis dan juga beberapa penulis yang memang sengaja di undang untuk menghadiri pesta selsainya mini drama yang baru saja dibintangi oleh Meena.
Acara pun berlangsung hingga sangat malam. Meena yang hanya mengenakan pakaian yang terbilang terbuka di bagian atasnya pun merasa tubuhnya kurang nyaman dan sepertinya sakit kepala itu kambuh lagi.
Sebelum menjadi masalah, dengan segera Meena melipir keluar dari aula tersebut, bahkan ia tidak sempat memanggil Digta. Rasa sakit yang mulai terasa pun membuat Meena tidak bisa menunggu lebih lama.
Ia berjalan melewati lorong kamar-kamar yang ada di hotel tempat berlangsungnya acara. Lorong tersebut sangat sepi, sehingga membuat Meena lebih leluasa. Ia tidak takut kalau sampai ada kamera yang menyorot
dirinya.
“Kenapa datangnya tidak tepat waktu sama sekali, sih!” keluh Meena seraya memegang kepalanya.
Wanita itu sudah tidak tahan. Tubuhnya terasa lemas, pandangannya pun mulai kabur.
“Aaakhhh … sakit banget ….!” Rintih Meena sembari tangannya bertumpu pada dinding agar tubuhnya tidak merosot jatuh begitu saja.
Meena mencoba untuk berdiri tegak dan berjalan tertatih menuju kamar yang sudah di pesankan oleh Digta sebelumnya. karena tadi pak Hendra sempat bilang acaranya akan sampai dini hari. Sehingga untuk jaga-jaga
seperti ini Meena menyuruh Digta pesan kamar.
Walaupun dengan susah payah, namun pada akhirnya tubuh Meena kalah dan terjatuh juga. Benar-benar lemas tidak punya tenaga, sedangkan tangannya terus meremas kepalanya sendiri yang terasa sungguh luar biasa sakitnya.
Dan di sela-sela antara sadar atau tidak, Meena melihat ada sosok laki-laki yang berjalan mendekat ke arahnya. Laki-laki itu tiba-tiba saja mengangkat tubuhnya dan membawa dirinya melangkah ke depan.
“Di kamar berapa?” tanya laki-laki yang tidak bisa Meena lihat wajahnya. karena posisi laki-laki itu membelakangi cahaya sinar lampu.
“407,” jawab Meenaa yang menurut.
Pun kemudian pria itu membawa Meena ke kamar yang di sebutkan tadi. Sesampainya di sana, Meena direbahkan di atas ranjang. Pria itu tampak melihat keadaan Meena yang sangat menyedihkan. Sehingga entah kenapa
tiba-tiba saja pria itu membungkuk dan menempelkan bibirnya di leher Meena.
Bab. 3
Seorang pria yang akan menuju ke kamarnya, melewati sebuah lorong kamar hotel yang tampak sepi. Ingin melemaskan kakinya dengan sedikit berjalan-jalan. Sebab seharian dia hanya berada di dalam kamar, tanpa melakukan hal yang berarti. Malam ini dia baru saja dari taman. Menghirup udara segar
yang hanya bosa dia lakukan di malam hari. Sebab, ada suatu kondisi yang tidak
memungkinkan dia berada di luar ruangan jika di siang hari.
“Ck! Orang mabuk lagi,” ujar pria itu ketika melihat ada seorang wanita yang berjalan sempoyongan di depannya. Bahkan tangannya sampai bertumpu pada dinding. Mungkin karena ingin menjaga keseimbangan tubuhnya.
Mulanya pria itu ingin mengabaikan dan berjalan melewati wanita yang ada di depannya tersebut begitu saja. Namun, di saat jarak mereka semakin dekat pria itu dibuat terkejut saat mengetahui siapa wanita yang terlihat kesakitan tersebut.
“Bukankah dia Meena? Artisnya Sita?” ujar pria yang bernama Gentama Tatsuya. Seorang Presdir di Paramount Pictures. Di mana perusahaan tersebut merupakan rumah produksi yang cukup besar di negara ini.
Paramount Pictures tersebut juga merupakan tempat di mana perusahaan yang menaungi Meena. Sehingga sudah jelas Tama sangat tahu wajah-wajah artisnya yang memppunyai prestasi sangat gemilang. Serta bakat yang
di miliki wanita yang sekarang ini ada di gendongannya pun memang sangat
memukau.
Ya. Karena tidak tega melihat Meena tampak begitu kesakitan pun pria itu memutuskan untuk menggendongnya. Beruntung, Meena dalam keadaan setengah sadar. Sehingga Tama tidak khawatir kalau sampai Meena mengenali dirinya.
“Di mana kamarmu?” tanya Tama.
Kemudian Tama menuju ke kamar yang di sebutkan oleh Meena. Beruntung juga Meena masih bisa menjawabnya dengan benar.
Tama memperhatikan kondisi Meena, lalu pria itu mengernyitkan kening. Seperti ada yang janggal dengan kondisi Meena saat ini.
Tama tahu betul jika ini bukan karena pengaruh alcohol. Di tambah lagi Tama
sama sekali tidak mencium aroma alcohol dari tubuh Meena.
“Badannya juga nggak panas. Tapi kenapa kok keringatnya dari tadi keluar terus,” gumamnya dalam hati sambil menyentuhkan tangannya di kening Meena di kala dirinya baru saja merebahkan wanita itu di atas tempat tidur.
“Sakit … sakit … Mama …” rintih Meena. Wanita itu mengernyit, menahan rasa sakit yang mungkin teramat sangat. Bahkan sampai
mengguling ke samping kiri lalu berganti ke kanan.
Tama mencoba untuk mengamati lebih dulu keadaan Meena, baru setelah tidak tega melihat wanita itu yang semakin merintih kesakitan pun akhirnya Tama memutuskan untuk melakukan hal yang selama ini sudah lama tidak dia lakukan. Lebih lagi ketika mencium aroma tubuh Meena yang sangat menggugah seleranya.
Tama mendekatkan wajahnya ke arah Meena yang masih bergerak gelisah dan merintih sakit dengan mata terpejam. Ia menatap sebentar lalu mendekatkan bibirnya ke arah leher Meena.
“Maaf, mungkin akan terasa sedikit sakit. Tapi percayalah, setelah ini kamu tidak akan merasakan sakit ini lagi,” ujar Tama sebelum
menggigit leher Meena dan melihat sekilas mata wanita itu terbuka.
Tama tidak khawatir sama sekali kalau nanti Meena akan mengenalinya atau mengingat kejadian ini. Sebab biasanya manusia yang di gigit oleh rasa mereka pun tidak akan mengingat sedikit pun kejadian tersebut.
Ya. Tama bukanlah manusia biasa seperti Meena. Pria itu berasal dari ras peminum darah. Namun, ada sebagian dari ras mereka yang sudah tidak menghisap darah dari manusia secara langsung seperti ini. Sebagian dari mereka meminum darah dari babi atau sapi sebagai pengganti darah manusia.
Meskipun rasanya lebih lezat darah manusia, namun efek yang ditimbulkan pun juga sangat luar biasa. Mereka akan merasa terus menerus ingin menghisapnya hingga tanpa sadar sampai menyebabkan kematian.
Oleh sebab itu, ada beberapa tetua yang sudah melarang mereka untuk tidak minum darah manusia lagi. karena mereka sekarang ini hidup secara berdampingan dan demi menjaga keseimbangan antar kedua ras yang berbeda.
Setelah di rasa cukup, Tama menjauhkan wajahnya dari Meena. Pria itu mengusap bibirnya yang basah. Menjilat ujung bibirnya yang terasa masih begitu manis.
“Pantesan aromanya beda. Darahnya sangat manis sekali,” ujar Tama.
Meskipun tidak sampai kenyang, Tama melakukannya untuk sebuah pertolongan. Lalu dia menggigit ujung jarinya hingga mengeluarkan darah segar, lalu memasukkan ke dalam mulut Meena.
“Ini sebagai pencegahan agar darahmu tidak tercium oleh vampire lain. Juga sebagai symbol kalau sudah ada vampire yang melakukan perjanjian dengan dirimu,” ujarnya kenudian. “Kau artis yang bekerja di bawah
pengawasanku. Jadi aku harus bertanggung jawab dengan kesehatanmu. Paling tidak
ini menekan rasa sakitmu untuk beberapa hari ke depan.”
Setelah mengatakan itu, Tama segera pergi dari sana dan meninggalkan Meena sendiri di kamarnya. Sebelum wanita itu sadar dan melihat dirinya ada di sana. Akan panjang nanti urusannya.
Baru pertama ini Tama peduli pada seorang manusia. Lebih lagi ini artisnya sendiri. Padahal selama ini Tama tidak pernah menunjukkan dirinya di hadapan para bawahannya. Pria itu cukup misterius dan hanya keluar di saat mentari menyembunyikan sinarnya. Lebih lagi jika ada keperluan apa-apa, selalu melalui asistennya.
Pagi harinya, Meena merasa tubuhnya terasa begitu bugar. Terasa lebih sehat dari sebelum-sebelumnya wanita itu pun langsung beranjak dari tempatnya dan menatap ke cermin.
Benar saja, ia tidak melihat wajanya yang sayu jika tanpa make up. Kulitnya pun terasa lebih kencang dan kenyal.
“Aneh banget. Kenapa rasanya lebih sehat dari kemarin, ya? Bahkan kepalaku juga sudah nggak sakit sama sekali.Padahal aku ingat betul, kalau semalam aku pingsan. Terus siapa yang bawa aku ke sini,” gumam Meena yang bingung dengan kondisi dirinya sekarang ini.
Berada di kamar, tubuhnya terasa sehat, dan yang lebih mencengangkan lagi, sudah ada makanan di atas nakas samping tempat tidur.
“Siapa yang melakukannya?”
Meena tampak mengingat kembali kejadian semalam. Ada yang janggal dan membuat Meena merasa was-was. Takut kalau sampai ada berita yang tidak mengenakkan mengenai dirinya.
Samar-samar ia mengingat ada sosok pria yang menolong dirinya. Lalu pria itu tampak sedang membicarakan sesuatu kepadanya, namun sayangnya Meena tidak ingat sama ssekali.
“Astaga!” pekiknya kemudian dengan wajah yang sangat terkejut. “Nggak. Nggak mungkin. Dia nggak pernah terlihat selama ini.” tolak Meena kemudian sembari menggeleng kepala.
Meena pernah sekali bertemu dengan pria itu tanpa ssengaja. Jadi, ia masih ingat betul wajah pria itu dan tahu siapa dia yang sebenarnya.
“Tapi jika benar itu kamu, aku bakalan membuat sesuatu yang menguntungkan diriku,” ujar Meena setelah memastikan kalau pria yang semalam itu merupakan pria yang ada dalam pikirannya saat ini. “Sepertinya kamu melupakan sesuatu,” lanjutnya lagi dengan senyuman yang senang. Karena di dalam kepalanya sudah tersusun rencana untuk bisa membuat pria itu selalu berada
dalam jeratannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!