NovelToon NovelToon

Terpaksa Menjadi Pengantin Pengganti Tuan Brian

Meminang Raline

Selamat membaca 🤗

Jangan lupa Vote dan Like, serta ulasan bintang 5 nya 🤗🤗

Terima kasih 🙏

"Brian, pokoknya kau harus menikah dengan Raline. Kau lihat kan! Raline begitu sangat dekat dan menyayangi Belle, kau mau mencari wanita yang seperti apa lagi untuk menjadi Ibu Belle?

Itu adalah bujukan yang dibumbui dengan sedikit paksaan dari seorang wanita paruh baya kepada keponakannya yang bernama Brian, pria berusia 35 tahun yang sudah menduda sejak 6 tahun silam.

"Terserah Tante saja!"sahut Brian dengan pasrah, karena ia sudah lelah dan jengah dengan wanita yang biasa ia sebut Tante Merry yang sudah ribuan kali memintanya agar bersedia menikah dengan Raline, gadis cantik dan menawan yang Merry kenalkan dua bulan yang lalu kepadanya.

Raline begitu pandai mengambil hati Belle gadis kecil berusia 6 tahun, hanya dalam waktu 2 bulan saja Belle begitu dekat dan sangat menyayangi Raline padahal sudah puluhan gadis yang mendekati dan merayu gadis kecil itu, namun tidak ada satupun yang bisa meraih dan memiliki hati Belle selain Raline.

Kenapa harus mengambil hati Belle untuk menikahi Ayahnya?

Karena hidup dan mati Brian hanya untuk Belle, putri sematawayangnya dan ia akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Putri kesayangannya.

Dan kebahagiaan Belle serta impiannya adalah, memiliki seorang Ibu.

Merry yang sudah kepalang senang bersorak dengan kepasrahan Brian.

"Itu keputusan yang sangat bijak Brian, Tante akan menyiapkan semuanya. Besok kita berkunjung ke rumah orang tua Raline untuk menetapkan hari dan tanggal pernikahan kalian."

"Besok! Apa harus secepat itu Tan?"

"Tentu saja Bri, niat baik akan lebih baik jika disegerakan, sudahlah kau jangan banyak protes pokoknya besok kau harus mempersiapkan diri untuk bertemu dengan calon mertuamu, sekarang Tante ingin menyampaikan kabar baik dan bahagia ini pada Belle, pasti anak manis itu akan senang dan bahagia." Ujar Merry dan ia segera berlalu dari ruangan Brian.

Merry sangat berbahagia karena sebentar lagi keponakan tersayangnya akan melepaskan masa dudanya.

✨✨✨✨✨✨

Keesokan harinya.

Brian beserta Merry, Belle dan Rayan, mendatangi kediaman Handoko. Orang tua Raline.

Dan tentu saja kedatangan mereka disambut baik dengan keluarga Handoko terutama Marlina istri Handoko.

"Bagaimana! Apa Tuan dan Nyonya Handoko menerima pinangan saya untuk Brian?"tanya Merry setelah beberapa menit mereka berbasa-basi.

Dengan hati yang sangat berkembang-kembang, seperti sebuah Taman di pinggir Kota, baik Handoko ataupun Marlina mengangguk secara antusias.

"Tentu saja kami sangat senang dan menerima pinangan Tuan Brian, sungguh kami sangat tidak tahu malu dan tidak tahu diri jika sampai menolaknya,"ujar Handoko.

Merry tersenyum lalu ia melirik ke arah Raline yang duduk persis di sebelah Marlina menghadap Brian dengan tatapan yang tertuju pada Brian tanpa teralihkan sedikitpun.

"Bagaimana Raline, kau menerima pinangan Brian kan?"tanya Merry memastikan.

Dengan malu-malu meong Raline mengangguk penuh dengan keanggunan.

"Syukurlah! Kalau begitu kapan kita menikahkan Raline dan Brian?"tanya Merry yang ia tunjukkan kepada Handoko dan Marlina.

"Bagaimana kalau minggu depan?"sahut Marlina penuh dengan ambisi.

Terkejut!

Tentu saja Brian yang paling terkejut dengan waktu singkat yang diberikan Marlina, dan lelaki itu melirik Merry, arti lirikan yang mengandung sebuah protes besar kepada tantenya.

"Horeee!!! Minggu depan Papah menikah, dan sebentar lagi aku akan punya Mama."Seru Belle dengan sangat antusias dan bahagia, dan kebahagiaan serta keceriaan anak itu mengurungkan niat Merry yang ingin meralat waktu pernikahan Brian dan Raline.

"Baiklah, saya setuju, satu minggu lagi Brian dan Raline akan segera menikah." Dan itulah kata yang keluar dari mulut Merry.

Brian yang merasa dongkol karena tidak bisa menolak, memilih untuk pergi dari sana, padahal sejak tadi lelaki itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun walau hanya sekedar untuk menyapa calon mertua dan istrinya.

"Brian, kau mau ke mana?"tanya Merry.

"Aku tunggu di mobil, sebentar lagi ada Meeting penting, aku tidak bisa berlama-lama di sini."Sahutnya lalu mengulurkan tangan pada Belle,"Ayo My Princess, kita pulang karena Papa harus segera bekerja,"ajak Brian kepada putrinya.

"Baik Papa,"sahut Belle meraih tangan Brian, dan Belle beralih kepada Raline,"Dadah Tante Raline,"sambil melambaikan satu tangannya.

"Dadah Bella sayang!"sahut Raline yang juga melambaikan tangannya, tapi matanya selalu fokus kepada Brian, yang sejak tadi bahkan tidak menyapanya satu kata pun.

Dan tanpa punya sopan santun, Brian nyelonong keluar dari sana tanpa berpamitan kepada calon mertuanya.

"Maafkan Brian Tuan dan Nyonya Handoko, dia memang seperti itu harap di maklum,"ujar Merry yang merasa tidak enak hati dengan kelakuan Brian kepada Handoko dan Marlina.

"Tidak apa-apa Nyonya Merry, saya sangat paham, Tuan Brian orang yang sangat sibuk, ia pasti tengah terburu-buru."

"Kalau begitu saya juga pamit undur diri karena harus menemani Belle, Anda sampaikan saja kepada Rayan, apa saja yang dibutuhkan dalam resepsi pernikahan nanti dan mahar apa yang Anda inginkan."

"Baik Nyonya Merry, Anda berhati-hatilah di jalan."Kata Marlina dengan sangat bahagia.

Selepas kepergian Brian dan Merry, Handoko beserta istrinya berhadapan langsung dengan Rayan, sekretaris Brian. Dan Rayan adalah orang kepercayaan di keluarga Brian Kusuma Wijaya.

"Jadi, mahar apa yang Anda inginkan Tuan Handoko?"tanya Rayan yang tanpa melalui basa-basi terlebih dahulu.

Handoko dan Marlina saling pandang dan cengar-cengir, mereka saling memberi isyarat agar berbicara pada Rayan tentang apa yang mereka inginkan,

sementara Raline sudah tidak ada di sana ia kembali ke dalam kamarnya karena menerima panggilan dari ponselnya.

"Maaf Tuan Rayan, sebenarnya kami tidak enak hati untuk mengatakan ini."Ujar Marlina yang akhirnya memilih untuk bicara pada Rayan.

"Jangan sungkan Nyonya, katakan saja apa yang anda inginkan, Tuan Brian pasti akan memenuhinya."

"Baiklah, saya dan suami sepakat untuk meminta mahar atas pernikahan putri tersayang kami, yaitu! berupa uang tunai sebesar 5 miliar dan Rumah megah siap huni beserta mobil Alphard yang masih baru,"kata Marlina dengan wajah berbinar-binar, karena Wanita itu membayangkan semua benda yang ia sebut berada dalam genggamannya.

Berbeda sekali dengan Rayan yang langsung membulatkan matanya, ia tidak menyangka jika permintaan keluarga Handoko cukup fantastis juga, sungguh di luar dugaannya.

Melihat Rayan yang hanya diam membuat Handoko was-was, ia takut jika lelaki itu menolak dan enggan memberikan mahar yang mereka inginkan.

"Bagaimana Tuan, apakah Tuan Brian akan keberatan dengan mahar yang kami sebutkan?"tanya Handoko dengan berhati-hati.

"Tentu saja tidak mungkin, Tuan Brian orang kaya raya dengan segudang bisnis yang berkembang pesat, saya yakin nominal yang saya sebutkan tadi tidak mengurangi harta kekayaan Tuan Brian meski hanya 0,1% saja,"sahut Marlina.

Rayan melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya, mungkin ia merasa tercekik mendengar omongan dari Marlina.

Bersambung....

✨✨✨✨✨✨✨

Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏

Minta dukungannya ya 🙏

Tolong koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan ini 🙏

Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️

Menyetujui Permintaan Calon Mertua

Selamat! Membaca 🤗

Baik Marlina ataupun Handoko masih harap-harap cemas mendengar jawaban dari Rayan.

"Baiklah, saya akan menyampaikan keinginan Anda kepada Tuan Brian."

Dan itulah jawaban yang keluar dari Rayan, membuat Marlina belum puas hati.

"Tuan Rayan, apakah Anda bisa memastikan jika Tuan Brian akan menyetujui keinginan kami?"

"Seperti yang anda katakan Nyonya Marlina, nominal yang Anda sebutkan tadi sama sekali tidak akan mengurangi harta kekayaan Tuan Brian meskipun hanya 0,1%. Tapi masalahnya apakah Tuan Brian mau mengeluarkan itu semua untuk Putri Anda."

Kata-kata dari Rayan sukses membuat Handoko marah.

"Apa maksud Anda? Kenapa Anda bicara seperti itu? Apa anda ingin mengatakan Jika putri saya tidak layak, dengar Tuan Rayan. Putri saya itu gadis yang sangat cantik dan baik hati, begitu banyak lelaki di luar sana yang ingin meminangnya untuk dijadikan seorang Istri. Tapi karena saya menghormati pinangan dari Nyonya Merry sehingga saya menerima lamaran Tuan Brian untuk Raline, dan apa Anda juga belum menyadari jika Raline sangat dekat dengan Putri semata wayang Tuan Brian, apa jadinya jika saya menolak pinangan Tuan Brian. Pasti itu akan membuat hati bocah kecil itu patah dan terluka karena ia gagal memiliki Ibu pengganti seperti putri saya Raline."

"Benar apa yang dikatakan suami saya, kamu itu hanya seorang Sekretaris, tidak pantas mengatakan hal seperti itu kepada calon Nyonyamu. Tentu Tuan Brian tidak akan keberatan dengan benda yang kami inginkan daripada ia harus membiarkan anaknya bersedih karena tidak memiliki Ibu seperti Raline." Sambung Marlina dengan berapi-api.

Namun Rayan masih terlihat tenang menghadapi kedua orang yang tengah emosi itu.

Ia sama sekali tidak goyah ataupun terganggu dengan kata-kata yang diucapkan oleh pasangan suami yang tengah memarahinya.

"Saya akan menyampaikan semua apa yang Anda katakan Tuan dan Nyonya Handoko, dan saya permisi. Karena masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, Anda tidak perlu khawatir secepatnya saya akan memberikan kabar kepada Anda."

Selepas kepergian Rayan, Handoko menjadi gelisah.

"Bagaimana ini Ma, Papa takut jika Tuan Brian tidak ingin memberikan mahar itu, sepertinya permintaan kita terlalu besar?"

"Papa ini apa-apaan sih! Berfikir yang positif dong, Tuan Brian tentu tidak akan menolak karena dia itu sangat menyayangi anaknya, dan Papa tahukan kalau anaknya itu sangat dekat sekali dengan Raline, jadi, meskipun Tuan Brian tidak mau menyetujui mahar itu untuk Raline setidaknya dia akan mengiyakan demi putrinya."

"Mamah benar juga."

"Sudahlah pokoknya Papa tenang saja, semuanya sudah mama atur secara matang dan Mama akan memastikan jika Tuan Brian akan memenuhi permintaan kita, yang terpenting saat ini kita harus membuat daftar apa saja yang akan kita beli dengan uang sebanyak itu!"Seru Marlina.

"Iya, kita juga harus mempersiapkan diri untuk segera pindah dari rumah kumuh ini ke rumah yang jauh lebih mewah."Sahut Handoko yang tidak kalah antusias dari istrinya.

"Pindah rumah!"

Satu suara yang tiba-tiba terdengar membuat Marlina dan Handoko terkejut!

"Mikha! Sejak kapan kau datang?"tanya Marlina tidak suka.

"Cukup lama, untuk menyaksikan kebahagiaan kalian yang ingin pindah dari sini ke Rumah yang lebih mewah."

Marlina membuang wajahnya, karena ia memang benar-benar tidak suka dengan Mikha.

"Sudah Mikha, cepat kau masuk kedalam jangan campuri urusan orang tua."Sahut Handoko yang mengusir anaknya.

"Hei. Sebelum kau bermalas-malasan di kamar, kau kerjakan dulu pekerjaan yang ada di dapur." Ujar Marlina.

Namu Mikha tidak memperdulikan omongan ibu tirinya itu, ia tetap memasuki kamarnya yang persis berada di sebelah kamar Raline.

"Kau lihat kan pa kelakuan anakmu itu?"marah Marlina yang dicueki oleh Mikha.

"Sudahlah Ma, Mikha memang seperti itu, papa akan memperingatinya nanti, sekarang bukankah kita tengah berbahagia dan akan membuat daftar barang apa saja yang akan kita beli dengan uang 5 miliar yang sebentar lagi akan kita dapatkan."

Mata Marlina langsung berbinar.

"Papa benar!"

Dan kedua orang yang tengah bahagia itu segera masuk ke dalam kamarnya untuk melakukan apa yang tadi mereka sebutkan.

✨✨✨✨✨✨✨

"Apa mereka sudah Gila! memangnya secantik dan sehebat apa putrinya sehingga aku harus membayar mahar semahal itu?"

Geram Brian ketika mendengar keinginan calon mertuanya dari Rayan.

"Tuan, mereka juga menginginkan pesta pernikahan yang mewah dan di selenggarakan di Hotel ternama di kota ini."

Ujar Rayan, yang juga menyampaikan pesan yang baru beberapa menit lalu ia terima dari Marlina.

"Benar-benar sudah Gila! apa mereka berasal dari jaman batu sehingga menginginkan kemewahan dan uang yang banyak yang tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya."

Sahut Brian yang tidak habis pikir dengan permintaan keluarga Handoko.

"Tapi, jika Anda menolak bagaimana dengan Nona Belle?"

Brian jadi mengingat anaknya, yang benar-benar sangat menginginkan Ibu. Sejak lahir Belle tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ibu. Karena ibunya meninggal sesaat setelah melahirkan Belle.

"Baiklah! turuti apa yang mereka inginkan, tapi, buat beberapa persyaratan dan janji yang harus mereka patuhi." Kata Brian yang akhirnya menerima permintaan Handoko demi Belle.

Namun karena Brian tidak mau mengambil resiko, iapun memiliki rencananya sendiri.

✨✨✨✨✨✨

Satu Minggu kemudian.

Seperti apa yang di inginkan Marlina.

Sebuah pesta mewah dengan dekorasi seperti di negri dongeng sudah terpasang rapih di Hotel ternama dan termahal yang ada di kota tersebut.

Dan pesta pernikahan akan di selenggarakan esok hari.

"Papa apa papa bahagia karena ingin menikah?"tanya Belle pada Brian, yang tengah duduk menatap kolam renang.

"Eem. Lalu apa My Princess bahagia?" sahut Brian.

"Tentu saja aku bahagia! karena sebentar lagi Tante Raline akan jadi Mama ku."

Brian mengusap lembut rambut panjang Belle, lalu mengangkat gadis itu dan mendudukkannya di pangkuan.

✨✨✨✨

Sementara di tempat lain.

Calon mempelai wanita tengah gelisah di dalam kamarnya.

Bersambung...

✨✨✨✨✨

Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏

Minta dukungannya ya 🙏

Tolong Koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan ini 🙏

Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️

"Baik Tuan, saya akan seperti melakukan apa yang anda inginkan."

Mempelai Wanita Menghilang

Selamat! Membaca 🤗

Tok.

Tok.

Tok.

"Raline, apa yang kau lakukan didalam! Cepat keluar, kita harus segera ke aula, Tuan Brian dan Nyonya Merry sudah datang! Jangan membuat mereka menunggu." Ucap Marlina, dari balik pintu kamar yang telah di sediakan pihak hotel untuk keluar mempelai.

"Tunggu sebentar lagi Ma, perutku sakit."Raline membuka pintu dan itulah kata sahutan untuk ibunya.

"Apa, sakit perut! Kenapa bisa! Astaga Raline, sudah Mama bilang jangan makan sembarangan,"panik Marlina.

"Aku hanya sakit perut sedikit MA, Mama tidak perlu khawatir, aku ketoilet dulu, Mama tunggu saja di ruang ganti."

"Baiklah, setelah selesai, cepat kau kembali ke ruang ganti, kau harus membenahi dandanan dan gaunmu."

Raline mengangguk, dan ia kembali menutup pintu.

✨✨✨✨

40 menit sudah berlalu, namun Raline tidak kunjung datang.

"Bu, dimana mempelai wanitanya, semua sudah siap tinggal menunggu Nona Raline saja,"tanya seorang Staf perempuan dari pihak Merry.

"Maaf, bisa tunggu sebentar lagi, anak saja masih di dalam kamarnya, saya akan menyusulnya. Dan akan segera membawa Raline ke aula."

"Baiklah! Berkerjasama dengan baik Nyonya, jangan membuat Tuan Brian marah, karena beliau tidak pernah suka dan sudi dengan yang namanya menunggu." Ujar Staf, memberi penegasan. Dan peringatan, seperti apa Brian.

*****

Marlina yang sudah puluhan kali mengetuk pintu kamar Raline, semakin panik dan cemas karena anak kesayangannya itu tidak kunjung membuka pintu bahkan menyahut saja tidak.

Dengan tergesa-gesa, ia memanggil Handoko yang tengah berbincang-bincang dengan tamu undangan dari rekan bisnis Brian.

Ya, Lelaki itu terlihat sangat bangga karena bisa menjadikan seorang Brian menantunya, tapi ia tidak tahu jika ada masalah besar yang tengah menantinya.

Mata Handoko melotot, sesaat setelah Marlina membisikan sesuatu di telinganya, namun secepat petir ia kembali bersikap bisa seperti tidak terjadi apa-apa, di hadapan rekan bisnis calon menantunya.

"Saya permisi sebentar Tuan." Ucapnya, dan segera mengikuti Marlina menuju kamar Raline.

"Mama sudah puluhan kali mengetuk pintu dan memanggil Raline tapi tidak ada Jawaban, Mama takut terjadi sesuatu pada anak kita."

"Mama tenang, Papa akan memanggil staf hotel untuk meminta kunci cadangan."

Setelah beberapa menit, petugas hotel datang dengan membawa kunci yang diminta Handoko dan mereka segera membukanya.

Ploooong.....

Pandangan mata Handoko dan Marlina kosong ketika melihat di dalam kamar tidak menampakkan sosok putri mereka.

"Raline!"panggil Marlina, ia bergegas memeriksa kamar mandi dan setiap sudut kamar, bahkan sampai di kolong ranjang dan lemari tak luput dari pencariannya. Namun tidak adak sosok Raline di sana.

"Bagaimana ini pa! Raline tidak ada, kita harus bagaimana?"Marlina benar-benar takut, Ia tidak mau jika pernikahan ini sampai gagal dengan menghilangnya Raline.

"Mama tenang dulu, kita akan meminta petugas hotel untuk mencari keberadaan Raline mungkin saja ia tengah keluar hotel sebentar."

"Kalau begitu cepat lakukan sekarang Pa, Nyonya Meri dan Brian sudah menunggu jangan sampai mereka marah dan membatalkan pernikahan ini, kita akan kehilangan semuanya Pa."

Handoko yang sehati dengan istrinya bergegas meminta staf hotel untuk mencari Raline di setiap sudut hotel.

Sementara Marlina bertugas untuk menghibur Nyonya Merry dan Brian, agar mereka tidak bosan menunggu kehadiran calon mempelai wanita.

Namun, menghilangnya Raline sampai di telinga Brian dan Merry.

"Apa dia kabur?" Tanya Brian dengan mengerahkan semua pandangannya yang tajam dan menusuk pada Handoko dan Marlina.

"Tidak Tuan, tidak mungkin jika Raline kabur karena dia sangat mendambakan pernikahan ini. Pasti ada seseorang yang menculiknya, saya yakin itu Tuan." Ujar Marlina.

"Menculik!" Brian tersenyum remeh,"memangnya siapa yang mau menculik anakmu itu."

"Bisa saja tekan bisnis Anda." Sahut Handoko.

"Jadi kau menyalahkan saya?"gusar Brian.

"Tidak! Bukan seperti itu Tuan, begini Tuan, semua orang tahu Raline calon istri Anda pasti mereka memanfaatkan ini untuk mengambil keuntungan, bisa jadi mereka melakukan ini untuk memeras Anda."

"Hahaha..!"

Brian tertawa terbahak-bahak, dan tawanya itu malah membuat orang yang ada di sana merinding.

"Kalian sudah membaca berkas-berkas yang di berikan Rayan kan?"tanya Brian di akhir tawanya.

"Su.. Sudah Tuan."Sahut Marlina, mulai merasa takut, mengingat berkas-berkas yang beberapa hari lalu di berikan Rayan, dan berkas itu berisi perjanjian antara mereka.

"Bagus! jadi, tanpa saya memberi penjelasan kalian sudah tau apa konsekuensinya."

"Tuan, beri kami waktu, Staf hotel dan beberapa orang tengah mencari Raline, saya pastikan pernikahan ini akan tetep berlangsung, mohon tunggu sebentar lagi,"pinta Handoko, selain takut dengan isi perjanjiannya dengan Brian, Handoko juga tidak mau kehilangan apa yang baru ia dapatkan dari Brian.

"Brian, Tante setuju, beri waktu sedikit lagi. Mungkin ada suatu hal yang membuat Raline menghilang,"ucap Merry.

"Baiklah! saya beri waktu satu jam, jika wanita itu tidak kembali, kalian tanggung akibatnya,"ancam Brian.

"Baik tuan."

Meskipun waktu yang di berikan Brian tidak menjamin Handoko dan Marlina untuk bisa membawa kembali Raline, tapi mereka tetap mengaguk setuju.

Pencarian Raline kembali di lakukan, dan kali ini di bantu oleh pihak Brian atas perintah Merry.

Waktu satu jam tentu bukan waktu yang ideal untuk mencari seseorang yang tiba-tiba menghilang, Marlina semakin di buat stres dengan anaknya itu.

"Astaga, Raline. Di mana kau, apa anak itu sudah gila!"umpat Marlina, yang sejak tadi mondar-mandir sambil menghubungi semua teman-teman Raline, dan tidak ada satupun dia antara mereka yang mengetahui keberadaan Raline.

"Pa, bagaimana! Raline sudah di temukan?"tanya Marlina penuh harap pada Handoko yang baru tiba.

Melihat raut wajah Handoko, Marlina sudah tau jawabannya.

"Bagaimana ini Pa, apa yang harus kita lakukan? selain harus kehilangan semua yang Brian berikan, kita juga harus menerima hukum dari lelaki itu?"

Handoko tidak bisa menjawab satu katapun dari pertanyaan istrinya, ia menjatuhkan diri di sofa dengan penuh kepasrahan, keringat sudah bercucuran membasahi wajahnya yang lelah karena mencari Raline.

"Ma, Pa. Kenapa acaranya belum di mulai, bukankah seharusnya jam 9, ini sudah jam 12. Aku pikir terlambat, ternyata belum mulai,"kata Mikha, yang baru saja menampakkan dirinya.

Kedatangan Mikha membuat mata Handoko kembali hidup, ia seakan bangkit dari kepasrahannya.

"Dari mana saja kau? kenapa baru datang,"kata Marlina dengan membentak.

"Aku ada urusan penting, kan aku sudah bilang jika akan datang terlambat."

"Kau. Selalu saja menjawab,"kesal Marlina.

"Mama yang lebih dulu bertanya, aku harus menjawabnya kan!"

"Mikha!"bentak Marlina.

"Sudah Ma!"cegah Handoko, kemudian lelaki itu bangkit dari duduknya.

Ia berjalan mendekati Mikha dengan tatapan mata yang penuh arti.

"Papa, kenapa melihatku seperti itu?"tanya Mikha yang mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Handoko.

"Mikha, Raline pergi. Ia pergi di hari pernikahannya dengan Tuan Brian."

"Apa! pergi! kenapa, bukankah dia sangat menginginkan pernikahan ini?"kaget Mikha.

"Benar! dan meskipun Raline pergi meninggalkan pernikahannya, tapi pernikahan ini tidak bisa di batalkan."

"Apa maksud papa?"

Bersambung...

✨✨✨✨

Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏

Minta dukungannya ya 🙏

Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini 🤗

Lope Banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!