"Guys, I've got to tell you, it is so great to have you back here in the studio. You lift our entire crew, you lift the entire audience every time you are here. Thank you for being here, thank you for always coming back to our show," ucap Snow kepada bintang tamu yang hadir dalam talkshownya, kemudian ia menghadap ke arah kamera. "Stick around, A.B.C will be performing right here after the. Don't go away!!" ia menyalami satu persatu personil ABC Band, dan mempersilahkan mereka untuk tampil sebagai penutup acara.
Setelah kamera off, Snow melanjutkan kembali perbincangannya bersama para personil ABC Band, namun perbincangan kali ini nampak lebih santai karena Snow di temani oleh seluruh kru yang berkerja dalam program acaranya, tak ketinggalan mereka juga berfoto bersama.
Snow menyempatkan dirinya untuk berfoto sendirian dengan bintang tamunya, tanpa ada satu pun kru yang ikut bergabung. "Thank you so much," ucap Snow, ia kembali menyalami satu persatu personil ABC Band, sebelum mereka kembali ke ruangannya.
Snow nampak girang dua kali mendapatkan kesempatan mewancarai band terkenal asal Korea Selatan itu dalam program acara yang di pandunya. Mereka kembali datang ke Indonesia untuk mempromosikan album terbaru mereka yang baru saja rilis satu bulan yang lalu.
"Oh my God, I'm so happy," cutusnya, ia mendekap erat handphonenya.
"Udah stop girangnya," ucap Cahaya, asisten sekaligus sahabat baik Snow yang bekerja dengannya. "Loe ganti baju dulu gih sana, dari tadi laki loe teleponin mulu nih, nanyain kapan loe balik." ia menyodorkan handphone pribadi yang Snow gunakan khusus untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
"Apa ada masalah?" tanya penasaran, sembari membuka handphonenya. "Mas Aaric sudah tahu jadwal syutingku kok, dan tadi pagi sebelum mas Aaric ke kantor aku juga sudah izin dengannya," gumamnya.
"Entahlah," Cahaya Mengangkat bahunya. "Tadi dia tidak mengatakan apa pun, dia hanya memintamu untuk segera pulang," ucap Cahaya.
Snow semakin penasaran sebab, ia tak melihat adanya pesan masuk dari suaminya, yang ada hanyalah 10 panggilan tak terjawab dan 1 masuk panggilan masuk yang mungkin di angkat oleh Cahaya. Snow memutuskan untuk tak mengganti pakaiannya karena akan memakan banyak waktu, sehingga Snow hanya mengganti sepatu hak tingginya dengan sendal jepit rumahan, kemudian ia pamit dengan para kru dan bergegas berjalan menuju parkiran, di ikuti oleh Cahaya dari belakang.
Di sepanjang jalan menuju kediamannya, Snow mencoba menghubungi suaminya, namun Aaric tak menjawab panggilan masuk darinya, hal ini membuat Snow menjadi cemas. "Pak, agak cepetan ya!" pintanya pada sopir yang membawa kendaraannya.
"Ada apa sama suami loe?" tanya Cahaya sedari tadi ia memperhatikan Snow terlihat cemas.
"Mas Aaric tak menjawab panggilanku, ada apa ya?"
Cahaya menggeleng, "Aku juga tidak tahu," saat Aaric menghubunginya, Cahaya sudah menanyakan apakah ada pesan yang ingin di sampaikan kepada Snow, namun Aaric hanya meminta Cahaya menyampaikan kepada Snow agar istrinya itu segera pulang.
Cahaya mengelus lengan Snow dengan lembut. "Tenanglah, sebentar lagi sampai kok," ia mencoba menenangkan hati Snow agar tidak begitu cemas. "Kalau ada apa-apa dia pasti sudah bilang, mungkin dia hanya rindu dengan istrinya, ini kan malam jum'at," ledeknya.
"Apaan sih, tiap hari ketemu juga." Snow tersipu malu mendengar ucapan Cahaya
"Kalian kan baru tiga bulan menikah, pasti masih hot-hotnya dong."
Wajah Snow memerah, meski sudah bersahabat cukup lama dengan Cahaya, Snow tetap merasa malu membahas urusan ranjang. "Apaan sih loe ini," ia bersiap turun setelah mobil yang di tumpanginya menepi di depan kediamannya. "Gue turun duluan ya, bye..." Snow melambaikan tangannya, kemudian turun dari mobil.
"Kabarin gue kalau ada apa, jangan lupa besok kita ada meeting dengan client," ucap Cahaya sembari melambaikan tangannya ke arah Snow.
"Beres," Snow pun menutup pintu mobil dan berlari masuk ke rumahnya. Langkahnya terhenti ketika melihat ibu mertuanya duduk di ruang tamu dengan tatapan tajam mengarah ke arahnya. "Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" tanya Astrid dengan ketus.
"A-aku baru selesai syuting, mom," jawabnya dengan gugup, Snow tidak mengerti mengapa setiap kali dirinya keluar dari rumah ibu mertuanya terlihat seperti tidak menyukainya, terutama jika dirinya pulang syuting. "Tadi pagi aku sudah izin dengan mas Aaric,"imbuhnya.
"Harusnya kamu itu jadi istri peka sedikitlah. Suami pulang kerja, kamu sudah harus ada di rumah untuk melayaninya, bukan malah keluyuran kemana-mana."
"Aku syuting mom," bantah Snow.
"Syuting... Syuting... Memangnya uang bulanan yang di berikan Aaric padamu masih kurang?" Astrid semakin menaikan nada bicaranya. "Atau memang kau saja yang gatal, ingin bertemu dengan artis-artis lainnya, pegang-pegangan tangan, peluk-peluk, cipika-cipiki sana sini. Dasar wanita murahan!!!"
Hati Snow terasa sangat perih mendengar label wanita murahan yang di alamatkan kepadanya. "Jangan-jangan waktu menikah kemarin dengan Aaric, kamu sudah tidak perawan, sebab mommy lihat tayangan acaramu tadi, kau mudah sekali cipika-cipiki sana sini."
"Hahah... Sudah pasti itu mom," sambung Lentera yang tina-tiba saja muncul dari balik pintu, kemudian ia berjalan mengitari Snow dan memandang Snow dari atas ke bawah. "Lihat saja pakain dan dandannya, benar-benar seperti wanita penggoda." Lentera duduk manis di samping ibundanya. "Kasihan sekali kakakku mendapat bekasan, aku heran mengapa mas Aaric mau dengannya?"
"Jangan asal bicara kamu dek..." Snow mencoba membela dirinya, namun kemudian ibu mertuanya memotong kalimatnya. "Sudah-sudah," ucap Astrid, ia masih menatap Snow dengan tatapan tajam. "Sebaiknya kau berhentilah dari dunia entertainment, urus dan layani suamimu dengan baik."
Snow menggelenggan kepalanya, rasanya terlalu berat bagi Snow untuk menuruti permintaan ibu mertunya, pasalnya menjadi host adalah impiannya sejak kecil, ini adalah karir yang di bangunnya dengan susah payah, ia sudah merasakan asam garam dunia entertainment, mulai dari menjadi MC keliling, penyiar radio hingga kurus penyiaran ia lakukan demi mewujudkan mimpinya.
Kini ketika ia berada di puncak karirnya, ibu mertuanya dengan mudahnya memintanya untuk berhenti dari dunia yang telah membesarkan namanya. "Maaf aku tidak bisa, mom," tolaknya.
Astrid beranjak dari tempat duduknya. "Kau pilih Aaric atau karirmu? Aku tidak ingin memiliki menantu yang terlihat seperti wanita murahan, sepertimu!!" ia pergi meninggalkan Snow di ikuti oleh Lentera yang tertawa sinis kepada Snow. "Murahan," bisiknya.
Snow menghembuskan napas beratnya, ia benar-benar tak bisa memilih antara karir impiannya dangan rumah tangga yang baru saja di binanya, Snow berharap Aaric bisa memberikan solusi atas kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dengan ibu mertuanya.
Setelah membersihkan tubuh dan mengganti pakaiannya, Snow menghampiri Aaric di ruang kerjanya. "Sayang..." sapanya sembari membawakan secangkir coklat hangat kesukaan suaminya, ia mencoba melupakan desakan ibu mertuanya untuk berhenti bekerja, dan memilih untuk fokus pada suaminya. Selama Aaric tak memintanya berhenti, maka Snow akan terus bekerja.
Aaric hanya melirik Snow sekilas, kemudian ia kembali fokus pada meja gambarnya. Beberapa waktu lalu Aaric dan timnya berhasil memenangkan mega project pembangunan perumahan mewah di kawasan Jakarta Selatan, untuk itulah ia harus berkonsentrasi agar pekerjaannya selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan permintaan client.
Snow mengulurkan coklat hangat buatannya kepada Aaric "Saat aku syuting tadi, Cahaya bilang kalau kamu memintaku untuk segera pulang, ada apa sayang?" tanyanya.
Aaric menerima dan meminum coklat hangat buatan istrinya, kemudian ia menaruhnya di atas meja. "Tadi aku sempat menonton acaramu di televisi, aku tidak suka melihatmu tertawa maja dengan para bintang tamumu itu, aku tidak suka melihatmu berjabatan tangan dan cipika-cipiki dengan mereka."
Snow mengerutkan keningnya mendengar semua kalimat yang di lontarkan oleh suaminya, "Mas, bukankah sebelum kita menikah mas Aaric tahu pekerjaanku, mas Astrid tahu dunia yang telah membesarkan namaku, kenapa baru sekarang mas Aaric mempermasalahkan hal itu?"
Meski mereka melewati masa pacaran yang singkat, sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, namun di awal perkenalan mereka Aaric sudah mengetahu bahwa wanita pujaan hatinya adalah seorang host yang cukup ternama, sehingga tentunya Snow banyak berinteraksi dengan banyak lawan jenis, terutama ketika sedang onair, tentu Snow akan membangun chemistri dengan bintang tamunya agar program yang bawakannya terlihat menarik dan tidak terkesan membosankan.
Aaric menarik pinggang Snow merapat kepadanya. "Dan bukankah kau juga sudah mengetahui jika aku seorang yang sangat pencemburu? Aku tidak ingin membagi dirimu dengan siapa pun."
Snow menghembuskan napasnya, ia mulai mengerti mengapa Aaric berulangkali menghubunginya saat dirinya tengah syuting, rupanya Aaric tengah cemburu pada bintang tamu di program acaranya. Snow tersenyum, sembari mengalungkan tangannya di leher suaminya, ia mencoba memahami kecemburuan suaminya. "Aku janji, lebih membatasi diri dalam berinteraksi dengan bintang tamu pria yang hadir dalam programku," ucapnya. Snow menginginkan adanya sebuah kesepakatan agar ia tetap bisa berkarya di dunia entertainment. "Mulai besok aku juga akan meminta persetujuan mas Aaric mengenai pakaian yang aku kenakan untuk tampil di programku," ia bersedia menuruti semua kemauan Aaric asalakan Aaric tetap memperbolehkannya tetap bekerja.
Aaric memandang Snow sejenak, ekspresinya sama sekali tak terbaca. Tapi kemudian ia mulai menggelengkan kepalanya. "Tidak," ucapnya. "Aku ingin kau berhenti dari pekerjaanmu."
Mata Snow mulai berkaca-kaca, ia merasa ini semua tidak adil untuk dirinya. "Mas, ini semua tidak ada dalam perjanjian pernikahan kita, tolong jangan minta aku berhenti bekerja," ia menyesal mengapa dulu sebelum menikah ia tak menuliskan akan tetap meneruskan karirnya di dunia entertainment.
"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan memberimu uang belanja tambahan melebihi honor yang kau dapatkan. Tah hanya itu, aku pun akan membayar semua penalti kontrak kerjamu," ucap Aaric seolah sudah tidak bisa ia kompromikan lagi.
"Tapi mas...."
Aaric membungkam bantahan Snow dengan mendaratkan bibirnya di bibir Snow, dan dengan satu gerakan tangkas, Aaric menarik Lingerie yang di kenakan Snow dan melepasnya ke bawah. Seketika Snow langsung menarik tubuhnya menjauh dari Aaric, sembari menutup dadanya yang tak mengenakan b*a. "Mas Aaric kita belum selesai membicarakan masalah ini."
"Close the topic," Aaric membopong Snow ke kamar tidurnya lewat pintu penghubung yang menghubungkan kamar dengan ruang kerjanya.
Aaric merebahkan Snow secara perlahan di atas tempat tidur. "Aku hanya ingin memilikimu sepenuhnya sayang," ucap Aaric. Selanjutnya yang terjadi adalah perpaduan tangan, erangan dan keringat.
Pukul 04.00 dini hari Snow terbangun oleh suara ketukan pintu kamarnya. "Siapa sih?" gumamnya. Ia menoleh ke samping, suaminya nampak tidur dengan lelap setelah malam panas yang mereka lewati. Snow melirik kearah jam di dinding masih menunjukan pukul 04.00 subuh, namun suara ketukan pintunya semakin kencang.
Tak ingin membuat suaminya bangun, Snow bergegas turun dari tempat tidur dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. "Sebentar," ia berjalan cepat ke arah pintu dan membuka pintu kamar.
Snow terkejut karena ternyata ibu mertuanyalah yang sedari tadi mengetuk pintu kamarnya. Astrid berkacak pinggang sembari memandangi Snow dari atas kebawah dengan tatapan sinisnya, hingga membuat Snow risih, dan langsung menarik piyamanya menutup dada yang di penuhi tanda kepemilikan yang di buat oleh suaminya. "Ada apa mommy pagi-pagi buta begini mengetuk pintu kamarku?" tanya Snow.
"Kau ini selain murahan ternyata sangat malas," ucapnya dengan ketus. "Harusnya jam segini kau sudah bangun dan menyiapkan segala keperluan suamimu?!" bentaknya.
"Hah? Tapi ini masih jam 04.00 pagi mom."
"Sudah sana kau kebelakang, tangkap ikan di kolam!!" perintahnya. "Kemarin suamimu bilang ingin makan ikan bakar."
Snow bingung dengan perintah ibu mertuanya. "Mas Aaric tadi malam tak meminta apa pun..."
Tak menerima bantahan dari menantunya Astrid meraih tangan Snow dan menariknya ke balakang kediamannya. "Cepat kau tangkap ikan-ikan itu!!"
"Ia sebentar mom," Snow mengambil jaring-jaring, kemudian perlahan turun ke dasar kolam yang di penuhi oleh ikan mas dan mujahir. "Aduuhh susah sekali." Snow yang tak terbiasa menangkap ikan pun kesulitan mendapatkan ikan.
Hampir tiga puluh menit Snow bertarung dengan ikan-ikan, akhirnya ia berhasil mengumpulkan empat ekor ikan mas. "Mom, aku berhasil mendapatkan empat. Apa ini sudah cukup?" tanyanya dengan riang.
"Ya, sekarang kau bakarlah ikan-ikan itu untuk sarapan pagi ini." Perintahnya kembali.
Mendengar adzan subuh berkumandang, Snow menaruh ikan-ikan tersebut di dapur, kemudian ia membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Raut wajah Snow berubah menjadi panik ketika melihat ikan hasil tangkapannya sudah tidak ada di dapur. "Kemana ikan-ikanku?" gumamnya sedih, ia tak bisa membayangkan jika dirinya harus masuk kolam lagi. "Tidak, tidak aku yakin tadi ada di sini!" ia pun mencari keberadaan ikan-ikan-ikannya bahkan hingga ke kolong meja makan.
"Mba Snow sedang apa?" tanya bik Inem, asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman Aaric.
"Bibik lihat ikan-ikanku tidak? tadi aku taruh di dekat tempat pencucian piring."
"Oh ikan itu sudah bibik bersihkan, dan bibik taruh di kulkas. Maaf tadi bibik tidak izin memindahkannya karena setelah membersihkan ikan-ikan itu bibik langsung shalat," ucap bik Inem. "Memangnya mau di masak apa mba? Biar bibik saja yang masak."
Tak ingin menambah masalah dengan ibu mertuanya, Snow pun melarang bik Inem memasak ikan-ikannya. "Jangan bik, biar aku saja yang masak," selain tak ingin mencari masalah dengan ibu mertuanya, masak merupakan hobby Snow, ia sangat senang jika suaminya makan masakannya.
"Morning," Aaric menghampiri Snow di dapur, kemudian memeluknya dari belakang. "Kamu bikin ikan bakar? Enak sekali wanginya." Aroma masakan istrinya memang selalu menggunggah selera, sehingga ia tak sabar untuk mencicipinya.
Snow memukul tangan suaminya yang hendak mencomot ikan bakar buatannya. "Mas Aaric mandi dulu, nanti kita makan sama-sama."
"Iya.. Iya.. Aku mandi dulu ya," Aaric mengecup kepala Snow kemudian ia kembali lagi ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya.
Pukul 07.30 seluruh anggota keluarga Aaric sudah berkumpul di meja makan. "Wah, pagi-pagi sudah ada ikan bakar. Sepesial sekali ya sarapan pagi ini," ucap .... bapak mertua Snow.
"Iya dong dad," sahut Aaric, ia melirik ke arah Snow. "Istriku yang membuatnya." Snow tersenyum manis, ternyata kerja kerasnya menangkap ikan pagi-pagi buta tak sia-sia, membuat suami dan bapak mertuanya terkesan padanya.
"Mommy ambilkan ya.." Astrid menaruh satu ekor ikan bakar buatan Snow ke piring suaminya, lalu ke piring makan dirinya. "Aku mau juga mom," Lentera menyodorkan piring makan miliknya.
"Hei, dek. Itu punya istriku," ujar Aaric. Ia melihat sisa ikan bakar buatan istrinya hanya tinggal satu ekor saja. Snow mengelus lengan Aaric. "Sudah tidak apa-apa, aku bisa makan yang lainnya kok," ucap Snow. Sulitnya menangkap ikan di kolam yang licin membuatnya lupa akan jumlah anggota keluarga Aaric sehingga dirinya harus mengalah untuk tidak memakan ikan bakar buatannya.
Snow sudah merasa cukup senang melihat suaminya, begitu menikmati masakanannya. "Bagaimana?" tanya Snow kepada Aaric.
Aaric mengangguk. "Enak banget sayang, terima kasih ya."
"Apanya yang enak, ini pahit," sahut Lentera, ia membuang ikan bakar buatan Snow. "Kau mau meracuni kami ya?" sambung Astrid. "Ini sama sekali tidak bisa di makan," Astrid melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan putrinya.
Melihat tingkah istri dan anaknya, ... langsung menegur mereka. "Bisakah kalian tidak membuat kegaduhan di meja makan?" ucapnya dengan tegas.
Astrid yang nampak segan dengan suaminya pun langsung berhenti menghina masakan Snow, sementara Lentera memilih untuk tidak melanjutkan sarapan paginya. "Perutku mual gara-gara ikan bakar gosong itu," ia beranjak dari tempat duduknya.
Melihat sikap yang di tunjukan oleh ibu mertua dan adik iparnya, membuat hati Snow sakit, ia merasa selama ini sudah berupaya menjadi menantu yang baik agar bisa di terima di keluarga suaminya, namun agaknya Astrid dan Lentera belum mau menerima Snow sepenuhnya. Snow sendiri pun tak tahu pasti apa sebabnya, ia hanya bisa menduga, perbedaan latar belakang dimana Snow berasal dari dunia entertainment sementara Aaric seorang anak konglomerat terpandang, hal itu lah yang menjadi penyebab ibu mertua dan adik iparnya belum bisa menerimanya sepenuhnya.
Selesai sarapan, Snow mengantar Aaric hingga pintu depan. "Ingat ya, mulai hari ini kamu tidak boleh keluar tanpaku, dan nanti sekretarisku yang akan mengurus semua pemberhentian kontrak kerja samamu."
Snow pikir jika Aaric sudah lupa mengenai pembahasan mereka tadi malam, namun rupanya Aaric benar-benar serius dengan ucapannya. Tak ingin menambah panjang masalahnya dengan suaminya, Snow pun mengangguk. "Iya mas," ia meraih tangan Aaric kemudian menciumnya. "Hati-hati ya mas."
"Iya, kamu juga baik-baik ya di rumah. Assalamualaikum." Aaric mencium kedua pipi dan bibir istrinya barulah ia masuk ke mobilnya dan pergi ke kantor.
Begitu mobil suaminya tak terlihat, Snow kembali masuk, ia berencana menghubungi manajernya untuk membahas masalah kontrak kerjasamanya yang sudah ia tandatangani dengan beberapa brand, namun langkahnya terhenti ketika sang ibu mertua memanggilnya.
"Iya mom, ada apa?" tanya Snow, sembari berjalan menghampiri Astrid.
"Hari ini kamu masih syuting?" tanya Astrid, dengan tatapan sinisnya.
Snow menggeleng. "Mulai hari ini aku vacum dari dunia entertainment," jawab Snow lemah.
"Sudah seharusnya langkah itu kau ambil sejak awal kau menikah dengan Aaric," ucap Astrid. "Karena hari ini kau tidak kemana-mana, lebih baik kau bantu mommy berkebun."
"Hah? Berkebun?" tanyanya terkejut, ia sama sekali tak pernah berkebun, bahkan ia tak tahu bagaimana caranya menanam pohon agar tumbuh dengan subur.
"Iya ayo ikut berkebun dengan mommy!" Astrid memberikan sarung tangan dan gunting rumput kepada Snow, sebenarnya bukan Snow ingin menolak ajakan ibu mertuanya, namun ia harus segera menghubungi managernya untuk membahas kontrak kerja samanya, namun agaknya permintaan ibu mertuanya tidak bisa di ganggu gugat, Astrid menarik tangan Snow menuju halaman belakang kediamannya.
"Ayo cepat kau cabut cabuti rumput liar di sekitaran tanaman wortel dan lobakku!" perintah Astrid, sembari menunjuk deretan kebun wortel dan lobak yang di tanam rapih di kebun miliknya.
Sebagai penyuka makanan organik, Astrid menanam sendiri beberapa sayur mayur di halaman belakang kediamannya yang cukup luas. Sementara Snow mencabut rumput, Astrid justru menepi dari sengatan matahari sembari duduk bersandar dan menikmati jus jeruk dingin. "Ayo cabut hingga bersih!!" teriaknya dari tepi kebun.
"Huhh.. Kenapa tidak beli di supermarket saja sih?" gerutu Snow, beberapa kali ia terlihat mengelap keringat yang membasahi keningnya.
"Ayo jangan malas kamu! Mencabut rumput saja lama sekali kerjamu!! Teriak Astrid kembali.
Setelah hampir dua setengah jam Snow berkutat dengan rumput-rumput liar di kebun milik ibu mertuanya, rasa dahaga menghantamnya, ia memberanikan diri untuk meminta istirahat kepada ibu mertuanya.
"Dasar pemalas!" melihat wajah Snow yang berbah menjadi pucat pasi, Astrid pun membolehkan Snow untuk masuk, ia tak ingin terkena masalah dengan Aaric jika Aaric sampai tahu dirinya menyuruh Snow berkebun.
Dengan langkah gontai, Snow pun berjalan ke kamarnya, ia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Baru saja ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, Snow mendengar dering handphonenya, ia meraba-raba meja yang terletak di samping tempat tidurnya untuk meraih handphonenya. "Halo," ucap Snow menjawab panggilan masuk itu.
"Snow, kamu dari mana saja? Tadi pagi, pak Arnold, sekretaris suamimu menghubungiku. Dia bilang jika dia di perintahkan olehmu untuk membatalan semua kontrak kerja sama yang telah kau tanda tangani. Apakah benar itu Snow? Ada apa? Mengapa tiba-tiba kau menjadi tidak profesional sepertini?"
"Maafkan aku, Senja. Suamiku melarangku untuk bekerja."
"Tapi tidak begini caranya, Snow. Kau seharusnya lapor dulu ke manajement, bukan asal main berhenti saja, kita semua di sini punya aturan, dan kau benar-benar tidak profesional."
Snow tahu semua itu, tapi ia sama sekali tak bisa menolak permintaan suami dan ibu mertuanya yang terus menerus mendesaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!