" Kenapa kau bisa hamil?! Katakan sekarang juga! Kita hanya melakukan itu sekali, tapi kau malah mengatakan jika kau hamil, dan kenapa aku harus menikahimu?! Bisa saja itu anak orang lain kan? Kau, dan kedua orang tuamu yang brengsek itu, kalian sengaja membuat strategi untuk bisa menikah denganku, mendapatkan keuntungan juga kan? Iya kan?! Jawab! " Victor Horrison, biasa di panggil Victor itu tengah menekan tubuh istrinya dan menahan leher istrinya sendiri hingga dia tak bisa bernafas untuk beberapa saat sebelum Victor melepaskan tangannya dengan wajah marah.
" Tidak, Tuan. Saya benar-benar hamil, dan saya tidak tahu kenapa bisa langsung hamil. Tolong maafkan saya, Tuan. Tolong..... " Istri dari Victor, dia adalah pembantu rumahnya yang baru berusia sembilan belas tahun. Dia adalah anak dari sepasang suami istri yang kecanduan obat-obatan terlarang, juga minuman keras. Gadis itu bernama Jelena Jensen, akrab di panggil Jelena.
Satu bulan yang lalu, Victor kembali ke rumah pada malam hari dengan keadaan mabuk berat, Jelena yang membukakan pintu untuk Tuannya itu tentu mana tahu kalau akan langsung di peluk, di seret ke sofa dan di paksa berhubungan badan padahal dia juga sudah menolak, dan berteriak meminta tolong. Tapi pembantu yang lain sama sekali tidak berani menghentikan apa yang di lakukan Victor.
Begitu mengetahui kehamilannya sebulan kemudian, Jelena dengan tubuh gemetar ketakutan mengaku kepada orang tuanya bahwa dia hamil, tentu seperti yang Jelena takutkan, yaitu dia di marahi habis-habisan karena kedua orang tua Jelena akan kesulitan jika Jelena hamil, mereka tidak akan mendapatkan uang bulanan lagi dari Jelena. Tapi begitu mengetahui jika Jelena hamil dengan anak dari Bosnya sendiri, yang juga adalah seorang aktor, tentu saja mereka memanfaatkan itu dengan baik. Mereka berdua mendorong, memaksa Jelena untuk mengatakan perihal kehamilannya kepada orang tua Jelena lalu menuntut tanggung jawab.
Orang tua Victor tentu saja terkejut dan kesal pada awalnya, dia tidak bisa menerima kalau Victor harus menikahi pembantu rumahnya sendiri, di tambah orang tuanya adalah orang yang tidak baik menurut cerita yang dia dengar. Tapi karena mereka juga tidak bisa mengabaikan keturunan mereka, akhirnya kedua orang tua Victor meminta Victor untuk menikahi Jelena.
Tentu saja Victor menolak habis-habisan dan mengatakan jika anak itu bukan anaknya, tapi kenyataan yang semu siapa Ayah anak yang di kandung Jelena belum jelas. Makanya mereka memutuskan untuk menikahkan Victor, Jelena dengan banyak persyaratan. Pertama mereka akan menikah tanpa mendaftarkan pernikahan ke negara. Kedua, pernikahan di gelar hanya di hadiri orang tua mereka berdua, sebagai saksi menggunakan pembantu dan tukang kebun rumah saja. Ketiga, pernikahan akan berlangsung sampai bayi di lahirkan, jika benar bayi itu adalah anak kandung Victor, maka bayi itu akan di jamin segalanya oleh Victor dan keluarga. Jika anak itu terbukti bukan anak Victor, maka Jelena dan orang tuanya harus menanggung segala yang terjadi, juga mengembalikan semua uang yang di berikan oleh keluarga Victor.
Dan, di sinilah akhirnya Jelena dan juga Victor berada.
" Seorang pembantu, anak dari orang bejat, seharusnya kau tahu bahwa benihku haram di rahimmu. " Kesal Victor sembari melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur.
" Maaf Tuan, maaf. "
" Maaf? Memang apa yang akan aku dapatkan dari permintaan maafmu? Kau tiba-tiba saja mengaku hamil, lalu mengatakan jika itu adalah anakku, apa kau tidak malu hah? Orang tuamu begitu membelakak senang saat menerima uang dari kami, bukankah niat kalian terlalu jelas? Seorang pembantu, ingin menjadi Nyonya? Gila, kau terlalu banyak menonton drama. "
Jelena menunduk tak berani mengangkat wajahnya, takut? Iya tentu saja takut. Selama ini dia hanya berani memandangi Victor dari televisi saja, dan mengangumi betapa tampannya dia, tapi begitu Victor asli di hadapannya, dia sama sekali tak berani melihat wajahnya yang dingin dan jarang sekali bicara. Ini adalah kali pertama Victor banyak bicara, tapi sayangnya sedari tadi yang dia bicarakan hanyalah kalimat makian yang begitu menyakitkan untuk di dengar oleh Jelena.
" Tidak perduli anak siapa, gugurkan saja kandungan itu sebelum semakin besar. "
Jelena membelakak kaget. Mengugurkan? Mana mungkin? Bayi yang sekarang ini ukurannya masih sebesar biji kacang hijau, bayi sekecil itu ingin di bunuh? Tidak, tentu saja Jelena tidak akan setuju.
" Tuan, kita sudah menikah kenapa harus di gugurkan? Tolong tunggu sampai anak ini lahir saja, Tuan. "
Victor membuang nafasnya, kesal dia benar-benar sangat kesal dan marah. Pernikahan ini memang sudah di bicarakan dengan matang sejak dua hari kemarin, tapi begitu pernikahan selesai, dan dia harus menerima status sebagai suami rasanya dia kesal sekali, di tambah istrinya adalah seorang pembantu, tidak cantik pula.
Dia juga memiliki seorang kekasih bernama Katherine, entah akan jadi seperti apa kalau Katherine tahu dia menikahi pembantunya sendiri. Belum lagi teman-teman sesama artis, juga kenalan bisnis, mereka pasti akan mengejek Victor saat mereka mengatahui pernikahan gila itu bukan?
Sebelum dengan Katherine, dia menjalin hubungan dengan sesama aktris, sangat cantik, sama cantiknya dengan Katherine. Bisa bayangkan bagaimana penilaian orang kalau saja pernikahan sialan itu bocor ke publik? Hah! Sialan! Membayangkan itu membuat Victor semakin marah saja.
" Kalaupun di gugurkan sekarang, setidaknya kita tidak akan memiliki hubungan apapun setelahnya. Ah, kalau kau mau menggugurkan kehamilanmu, aku janji tidak akan minta kembali uang yang sudah di berikan oleh keluargaku. Satu lagi, aku akan memberikan lagi untukmu, bagiamana? "
Jelena yang masih duduk bersimpuh sembari menunduk hanya bisa menggeleng sembari memeluk perutnya erat-erat. Uang? Bukankah uang sama sekali tidak bisa di bandingkan dengan sebuah nyawa? Jika bayi itu di bunuh, bukankah artinya sudah merebut kehidupannya, masa depannya, hari bahagianya, jadi mana mungkin Jelena akan mengiyakan?
" Maaf, Tuan. Maafkan saya, tapi saja tidak mau menggugurkan anak saya. Saya tidak mau membunuh anak saya sendiri. "
Victor mengeraskan rahangnya. Benar juga, kalau sampai Ibu atau Ayahnya tahu dia meminta untuk mengaborsi, Victor juga akan di marahi habis-habisan, di tambah Ibu serta Ayahnya sudah meminta Victor menunggu sampai bayi itu lahir, langsung uji DNA, dan lihat selanjutnya.
Tapi, Masih begitu lama kan? Delapan bulan lagi, tentu saja seperti delapan ratus tahun kalau di habiskan bersama dengan Jelena.
" Terserah saja, aku muak. Aku lelah, aku ingin tidur. Kau tidur saja di sofa, jangan berani dekat denganku, melihatmu saja aku sudah mual. "
Jelena mengangguk, dia masih menunduk menyembunyikan air matanya yang seakan tumpah begitu banyak dari matanya. Dengan sifat Victor yang seperti ini, tentu saja kedepannya semua akan menjadi penuh penderitaan untuknya, batin Jelena.
Bersambung.
Jelena terdiam tak berani mengeluarkan suara sekalipun saat kedua orang tua Victor mengatakan jika dia akan pergi ke luar negeri mengurus bisnis keluarga mereka. Tentu saja masih sangat kaku bagi mereka, Jelena yang biasanya akan berkutat di dapur, mengerjakan tugas rumah sebagai pembantu kini duduk bersama mereka sebagai anggota keluarga baru, yaitu istri dari Victor, dan seorang menantu.
Orang tua Victor sebenarnya tidak begitu sinis kepada Jelena, tapi dia juga tidak terlihat perduli kepada Jelena sehingga Jelena sendiri sudah harus menjaga cara bicara, cara berperilaku jangan sampai satu saja ucapan, atau tindakan mengundang kemarahan dari mertuanya itu.
" Jelena? "
" I iya, Nyonya. Mak maksudnya, " Jelena gelagapan sendiri karena dia masih merasa asing dan bingung cara memanggil orang tua Victor setelah beberapa tahun menyebut kedua orang itu sengaja Tuan dan Nyonya.
Ibunya Victor menghela nafas, sebenarnya dia juga sama sekali tidak nyaman dengan kondisi mereka. Dari pembantu menjadi menantu, siapa yang akan menyangka kalau anaknya akan membuat pembantu rumahnya hamil? tapi entahlah! Kehamilan Jelena juga masih belum jelas dengan siapanya karena masih belum bisa membuktikannya. Sekarang yang paling penting hanyalah dia selaku ibu dari Victor harus memperlakukan Jelena dengan baik, karena siapa tahu benar saja kalau yang di kandung Jelena memang cucu kandungnya.
" Kami akan pergi untuk beberapa bulan, dan kalau menurut perhitungan Dokter kau akan melahirkan delapan bulan lebih satu Minggu lagi, jadi kami akan kembali delapan bulan dari sekarang. Harap jaga baik-baik kandunganmu, makan makanan yang bergizi dan utamakan janin di perutmu. "
Jelena mengangguk dengan cepat, tapi dia juga mengingat pesan itu dengan amat sangat. Sementara Ayahnya Victor, pria itu hanya bisa terdiam karena semua kejadian ini begitu cepat, dan begitu di luar ekspektasi nya. Tapi mau bagaimana lagi? Jelena dan Victor sudah menikah jadi hanya bisa melihat bagaimana kedepannya saja nanti. Toh kalau memang benar anak yang di kandung Jelena adalah anak Gail, tidak mungkin juga untuknya menolak cucu kandungnya sendiri.
Tidak di izinkan untuk ikut mengantar mertuanya ke bandara, Jelena akhirnya tinggal di rumah duduk terdiam tidak tahu harus mengatakan apa. Teman sesama pembantu di sana sedang sibuk dengan pekerjaannya, dia yang tadi ingin membantu juga tidak di izinkan oleh temannya karena sekarang kan Jelena adalah Nyonya muda di rumah mereka bekerja.
" Jelena, ah maksudku, Nyonya muda, saya akan buat susu hamil untuk Nyonya muda, tolong tunggu di sini ya? " Jelena terdiam menahan tangis melihat wanita paruh baya yang biasanya akan akrab dengannya malah menjadi begitu asing memperlakukannya. Tentu saja Jelena ingin semua seperti semula, dia ingin di perlakukan sama seperti sebelumnya karena memang itu sangat nyaman untuknya.
" Bibi, tolong jangan memanggilku seperti itu. Aku tidak ingin semua seperti ini. Aku cuma punya Bibi dan kak Popi yang Sudi berteman denganku, kalau kalian memperlakukan aku begini, aku benar-benar kesepian, tidak ada siapa lagi di rumah ini. "
Bibi menatap Jelena dengan melas. Padahal sudah seharunya dia memperlakukan Jelena dengan sopan dan hormat mengingat status mereka sudah berubah sekarang, tapi melihat Jelena yang begitu tertekan setelah menikahi Tuan muda rumah itu malah membuat Bibi merasa sedih juga.
" Jelena, maafkan Bibi ya? Bibi tidak ingin menjauhimu, Bibi hanya ingin bersikap sopan, kau kan Nyonya kami sekarang. " Ujar Bibi menjelaskan maksud dari sikapnya agar Jelena tidak salah paham dengannya.
Jelena menahan tangisnya, bangkit dan memeluk Bibi dapur dengan erat. Sungguh Jelena tidak tahu harus bagaimana dengan pernikahan ini, tapi dia yang seperti berada di tengah jurang hanya bisa bertahan meski dia ingin menyerah.
" Jelena, sebenarnya kemarin setelah upacara pernikahanmu orang tuamu datang kepada kami. Dia meminta kami memperlakukanmu dengan hormat karena kau adalah Nyonya sekarang, dan mereka adalah orang tua dari nyonya muda rumah ini. Jujur saja Bibi bingung, kenapa mereka memiliki sikap yang begitu buruk sedangkan kau tumbuh menjadi gadis polos dan baik hati seperti ini? "
Jelena semakin mengeratkan pelukannya. Seandainya saja dia memiliki Ibu sebaik bibi dapur, seandainya saja dia tidak memiliki orang tua yang adalah pecandu narkoba dan minuman beralkohol, akankah hidupnya menjadi lebih baik dari pada sekarang? Gadis sembilan belas tahun harus menjadi istri siri yang hamil di luar nikah, juga harus menjalani pernikahan bagai neraka, lalu setelah melahirkan harus merelakan anaknya dan terpisah begitu saja? Haruskah Jelena menyalahkan takdir Tuhan?
" Sudahlah Jelena, sekarang jangan memikirkan tentang kesedihanmu lagi. Kau kan sedang hamil, jadi cobalah untuk bahagia apapun caranya, mengerti? " Ucap Bibi dapur lalu tersenyum sembari mengusap wajah Jelena yang basah karena air matanya.
Jelena mengangguk paham. Iya, dia tidak bisa melakukan apapun lagi selain mencoba untuk merasa bahagia agar janinnya juga bahagia.
Malam harinya.
Victor baru saja pulang, tadi setelah mengantarkan orang tuanya ke bandara, Victor langsung beraktifitas karena ada beberapa talk show yang harus dia hadiri, dan sekarang dia kembali bersama kekasihnya, Katherine. Katherine adalah gadis cantik yang bekerja sebagai artis peran, dia juga anak desainer ternama. Selain itu, dia juga bersekolah di sekolah favorit sama dengan Victor, tepatnya Katherine adalah adik kelas Victor. Hubungan mereka sudah terjalin dua tahun terakhir ini, setelah sebelumnya sempat putus padahal sudah setahun bersama.
Jelena yang saat itu keluar dari kamarnya untuk mengambil minum, rupanya di lihat oleh Katherine, dan segeralah Katherine memanggilnya untuk di suruh-suruh tentunya.
" Hei, kau! "
Jelena menoleh, melihat Katherine menggerakkan tangannya meminta Jelena untuk datang, tentu saja Jelena dengan segera beranjak mendekat.
" Ada apa, Nona? " Tanya Jelena yang tentu saja sudah tahu kalau Katherine adalah kekasih Victor karena ini bukan kali pertama Katherine datang kesana.
" Ambilkan air hangat untukku! "
Jelena mengangguk paham, dengan segera dia berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minum.
" Ini, Nona. " Jelena menyerahkan segelas air hangat untuk Katherine.
" Puih! Apa ini?! Ini namnya dingin bukan panas! " Kesal Katherine lalu mengembalikan gelas itu kepada Jelena, tentu saja maksudnya adalah agar Jelena mengganti airnya.
Jelena kembali ke dapur, menambahkan air hangat lebih banyak dari pada sebelumnya, lalu kembali menyerahkan gelas berisi air itu kepada Katherine.
" Silahkan, Nona. "
Katherine dengan gayanya yang angkuh meraih gelas itu, dan dengan wajah kesal menyiramkannya kepada Jelena.
" Aw! " Pekik Jelena karena air itu lumayan panas dan tentu saja membuat kulitnya jadi agak kemerahan.
" Ada apa, sayang? " Tanya Jelena yang buru-buru keluar dari kamarnya.
" Pembantumu ini, benar-benar keterlaluan, sayang! Aku minta air hangat dan dia memberikan aku air panas. "
Jelena menggeleng karena jelas dia sudah mengikuti keinginan Katherine.
Victor menatap Jelena dengan tatapan marah.
" Pakai otakmu saat bekerja, kau pikir kau siapa bisa sembarangan begitu?! "
Bersambung.
Jelena memegangi lututnya yang terasa gemetar dan pegal. Ini sudah pukul sepuluh malam, tapi Katherine masih begitu gencar menyiksanya. Dari pukul lima sore, dan bisa bayangkan betapa pegalnya Jelena melayani Katherine dengan segala tingkah menyebalkannya? Masalah air sudah selesai, ganti buah, hanya karena potongan buah yang tidak sesuai selera, Jelena lagi-lagi harus menerima makian dari Katherine sementara Victor nampak begitu los dan cuek saja dengan tingkah Katherine seolah tidak tahu menahu bahwa Jelena tengah hamil saat ini. Lanjut masalah menyiapkan air hangat, katanya kepanasan, terlalu dingin, terlalu banyak menuangkan minyak terapi. Setelah selesai mandi, Jelena di mintai untuk memijat seluruh tubuh Katherine. Tapi lagi-lagi Katherine membuatnya menahan diri karena harus mendengar ocehan Katherine.
Terlalu kuat! Jangan menekan seperti itu! Memijat atau mengusap?! Tanganmu tidak enak! Tangan tidak berguna! Dan masih banyak makian yang di terima Jelena.
Sebenarnya pembantu lain sudah menawarkan diri untuk membantu atau menggantikan Jelena, tapi Katherine yang memang dari awal tidak menyukai Jelena menolak untuk di dilayani oleh pembantu lain. Jelena tentu saja tidak bisa menolak, meski dia adalah istrinya Jelena, nyatanya itu juga tidak dapat mengubah apapun apalagi membuatnya di hormati sebagai Nyonya muda, dan lagi Victor pasti akan marah besar kalau sampai ada yang memberitahu Katherine tentang pernikahannya kan?
" Jelena! " Panggil lagi Katherine serta membuka pintu kamarnya, kamar yang juga di gunakan oleh Victor. Yah, mereka berdua memang selalu tidur di kamar yang sama selama orang tua Victor tidak berada di rumah.
Jelena sebenarnya sudah lelah sekali, di kehamilan awal begini seharusnya dia banyak istirahat, tapi malah begitu lelah sampai tidak sempat makan dan minum. Wajah pucat Jelena benar-benar di abaikan oleh Katherine yang masih ingin menyiksanya masa bodoh mau sepucat apa wajah Jelena.
" Iya, Nona? "
" Belikan aku pil penunda kehamilan, sekarang! "
Jelena terdiam menatap wajah Katherine, pil penunda kehamilan? Tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa Jelena benar-benar terkejut dengan perintah Katherine. Jujur, Jelena memang sudah mengidolakan Victor yang kini sudah menjadi suaminya sendiri. Jelena hampir tak pernah melewatkan acara televisi asalkan ada Victor di sana, dan mungkin karena terlalu mengidolakan suaminya sendiri hingga dia merasa cemburu dengan ucapan Katherine barusan.
" Kenapa kau diam? Telingamu tersumbat kotoran? Makanya jadilah sedikit bersih, jangan biarkan kotoran telinga mengganggu pendengaran. " Ujar Katherine dengan wajah sinis seperti biasanya saat berbicara kepada Jelena.
" Baik. " Ucap Jelena yang jelas tidak bisa dan tidak boleh mengatakan apapun selain kata itu. Dia menjalankan kakinya meski sudah sangat lemas dan gemetar karena dia belum sempat makan, juga minum.
" Kalau kau jalan seperti siput begitu, kapan sampainya?! " Bentak Katherine menatap Jelena dengan mimik yang begitu marah.
Jelena mengangguk cepat, dengan sekuat tenaga dia mencoba menjalankan kakinya agar bisa lebih cepat berjalan menuju apotik terdekat. Iya, untungnya apotik memang berada tak jauh dari rumah Victor, tapi meskipun begitu tetap saja Jelena sampai panas dingin dengan kondisinya yang seperti itu.
Lain halnya dengan Jelena yang begitu menderita dan kesulitan dalam hidup, orang tua Jelena kini justru tengah tertawa bahagia, terbahak-bahak tidak perduli dengan putrinya yang sudah pasti tidak akan mudah untuknya menjalani rumah tangga dengan majikannya sendiri.
Seperti kebiasaan mereka, tidak begitu mementingkan bagaimana rumah mereka yang sudah bobrok, tidak penting akan makan apa, tidak penting pakaian yang mereka gunakan, yang mereka kejar adalah narkoba, juga minuman alkohol yang sudah seperti menyita nyawa dan harus mereka tebus dengan membeli semua itu.
Menyedihkan bukan? Sedari Jelena kecil, dia sudah di paksa untuk menghasilkan uang dari mengemis, saat sekolah dasar Jelena di paksa mengamen di jalanan, sekolah menengah pertama dia bahkan hampir di jual oleh Ayahnya untuk membayar hutang judi juga hutang minuman keras yang cukup besar jumlahnya. Untung saja saat itu Jelena bertemu dengan orang baik yang membantunya kabur, tapi karena tidak ada pilihan dan juga tempat lain yang bisa Jelena tuju, Jelena hanya bisa kembali ke rumah orang tuanya. Semenjak itu Jelena di paksa untuk bekerja serabutan hingga bertemu dengan Bibi dapur di pasar, lalu Bibi dapur menawari Jelena untuk bekerja dengan majikannya yang adalah orang tua Victor, atau Nyonya dan Tuan Horrison.
Benar-benar di sambut dengan penuh syukur, semua pekerjaan dapur bisa Jelena selesaikan dengan benar, gaji di sana juga lumayan besar, bahkan lebih besar di banding bekerja di tempat lain. Sayangnya Jelena bahkan tidak bisa menikmati uang itu, dan Jelena hanya bisa menyisahkan sedikit uang untuk kebutuhan sehari-harinya.
Setelah beberapa saat.
Jelena akhirnya sampai di rumah dengan selamat meski matanya sudah berkunang-kunang ingin pingsan. Jelena mengetuk pintu kamar dimana Katherine dan Victor berada untuk menyerahkan pil penunda kehamilan itu.
" Apa? " Tanya Katherine begitu membuka pintu kamarnya.
" Ini pil nya, Nona. " Jelena menyerahkan pil penunda kehamilan itu dengan tangannya yang gemetar hebat.
" Cih! Berlebihan sekali! Baru saja jalan di ujung hidung sana kau sudah kelelahan, dasar tidak berguna! "
Brak!
Katherine menutup pintu kamarnya dengan kasar membuat Jelena terdiam sebentar.
" Jelena? " Panggil Bibi dapur dengan wajah panik karena sebenarnya dia sudah memperhatikan Jelena, hanya saja karena di larang oleh Katherine dia tidak mampu membantu Jelena menggantikan pekerjaan yang di berikan Katherine.
" Bibi, kenapa belum tidur? " Tanya Jelena.
" Bagaimana mungkin aku bisa tidur? Ayo ikut ke dapur! Kau belum makan, juga belum minum, susu hamil mu juga perlu kau minum. " Ujar Bibi dapur lalu membantu Jelena berjalan karena dia tahu Jelena pasti sudah sangat kesulitan sekarang ini.
" Maaf Bibi, aku jadi merepotkan Bibi. " Ucap Jelena.
" Jangan bicara yang aneh-aneh, Jelena. Justru Bibi dan Popi yang merasa bersalah karena tidak bisa membantumu, jadi jangan banyak bicara karena itu akan membuang tenaga. Makananmu sedang di hangatkan oleh Popi, buah nya juga sedang di potong, nanti Bibi yang akan buat susunya untukmu ya? "
Jelena mengangguk lalu tersenyum. Iya, bagaimanapun dia tetap bersyukur juga berada di rumah itu. Selain Bibi dapur dan juga Popi, hampir tidak ada yang memperhatikan dirinya seperti keluarga sendiri.
Begitu semua makanan sudah siap, segera Jelena memakan makanan itu dengan tergesa-gesa karena dia sangat lapar. Bibi dapur dan Popi hanya bisa menatapnya dengan melas di tambah Jelena yang sampai menitihkan air mata saat menangis, mereka jadi semakin tak bisa berkata-kata.
" Jelena, kau mau makan lagi? Kalau mau aku buatkan telur mata sapi untukmu ya? " Ucap Popi yang merasa melas dan Jelena juga terlihat masih kurang makannya.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!