Pesta diadakan di gedung milik keluarga besar yang menaungi sebuah perusahaan ternama di negara barat. Gadis dengan tampilan elegan yang khas; wajah cantik mempesona dengan iris merah darah setajam elang, duduk di sudut ruangan bersama segelas wine di tangannya.
Valentina menghela napas dengan bosan. Ia menghindari kerumunan serta berbagai gosip sambil memperhatikan dengan penuh selidik.
Gadis cantik itu melihat ke arah ponsel yang memunculkan sebuah pesan masuk. Ia tersenyum miring. "Harley." Dia memanggil asistennya.
Sosok pria feminim berjas merah muda melangkah mendekat, kemudian duduk di kursi dekat Valentina. Ia melihat iris kemerahan Valentina yang tampak sangat cantik. "Apa ada berita bagus?"
"Orang itu sudah muncul. Sepertinya akan ada adegan menarik." Ia menopang dagunya sambil tersenyum manis.
Harley terkekeh. "Apa bisa dibandingkan dengan Valentina yang luar biasa? Kau adalah Dark Valentine yang terkenal, wanita itu tidak bisa dibandingkan denganmu."
Valentina memutar bola mata. "Aku sudah katakan untuk tidak meremehkan seseorang."
Harley terkekeh, lalu membujuk nonanya. "Aku ambilkan wine 300 tahun, bagaimana?"
Valentina menggeleng, kemudian melihat jam tangannya. Ia tersenyum lebar. "Aku ingin bertemu teman lama." Ia terlihat antusias ketika beranjak dari kursi dan pergi keluar dari pesta. Harley mau tidak mau harus mengikut.
Gaun merahnya berganti dengan pakaian hitam ketat dengan berbagai senjata yang tersembunyi di tiap inci pakaian. Ia melepas kunciran rambut, membiarkan rambut kemerahannya terurai bebas dan bergelombang seperti ombak.
"Periksa penyadap dan tutup pintu keamanan. Kita akan bersenang-senang." Valentina berkata dengan Harley di belakang yang sibuk dengan tablet untuk melaksanakan tugas.
Setelah layar tablet berhasil mengunduh semua data dan memunculkan notifikasi berhasil, senyum pria feminim itu merekah. "Selesai."
Pada saat yang sama, guncangan dalam gedung mulai terasa. Ledakan beruntun mengguncang tanah dan gedung hingga meruntuhkan beberapa bagian gedung menjadi puing-puing. Orang-orang di dalamnya menjadi ricuh dan panik. Mereka segera diamankan petugas dan diarahkan ke lorong evakuasi.
Valentina berada di sisi gedung teraman, berjalan sendirian meninggalkan Harley yang sedang memeriksa penyadap sistem keamanan. Pintu besi di depan didorong. Ia dapat melihat teras luas di mana helikopter diletakkan.
Pandangannya berusaha mencari seseorang. Sosok berbaju hitam mendarat dari atas helikopter lain yang terbang di udara. Dia adalah seorang wanita. Wanita berambut perak dan iris biru yang menawan, memandang Valentina dengan mata menyipit.
"Lama tidak bertemu, Isabella Ellard." Valentina tersenyum lebar menyambutnya. Teman lamanya ini banyak berubah.
Isabella melihatnya untuk beberapa saat, kemudian terkekeh. "Apa itu bentuk sapaan untuk basa-basi?" Ia mendengus. "Tak disangka, kau sudah menjadi anjing setia orang-orang itu."
"Setidaknya aku tidak dalam pengaruh eksternal seperti rekan-rekanmu. Sejak mereka memintamu membunuh Keluarga Ellard, aku sudah mengundurkan diri. Aku tidak memiliki hubungan dengan seseorang yang membunuh keluarganya sendiri."
"Dan aku senang tidak memiliki hubungan dengan anjing keluarga yang kuhancurkan. Kita datang dengan tujuan sama, aku harap kau tidak mengganggu tugasku hanya karena masalah sepele."
Valentina tersenyum miring. "Kau sedikit terlambat."
Tepat pada saat itu, ledakan terjadi tepat di belakang Valentina di mana ia keluar barusan. Tempat itu menjadi hancur berkeping-keping disertai lalapan api besar yang mengamuk.
Isabella memandang Valentina dan mendesis. "Kau hanya menghancurkan pengamannya, tapi aku masih bisa mendapat apa yang kuinginkan."
"Kalau begitu, lewati aku dulu." Valentina mengangkat pistolnya dan menekan pelatuk.
Suara tembakan terdengar nyaring serta beruntun memenuhi area. Valentina pergi berlindung di belakang reruntuhan dan sesekali menembakkan pistol di tangannya ke arah target. Di saat yang sama, kelompok yang dibawa Isabella berkumpul mengepungnya.
Bom dilepaskan serta beberapa senjata dilepaskan hingga menembus tubuh kelompok berbaju hitam itu. Ia berlari dengan cepat ke arah Isabella, kemudian melepaskan beberapa pisau yang melingkar dari lengannya hingga menciptakan percikan kuat.
Pisau-pisau itu ditangkis dengan sebilah belati. Serangan umum Valentina pada dasarnya adalah serangan jarak jauh, bertolak belakang dengan Isabella. Sehingga ketika Isabella mendekat, Valentina langsung menggunakan tali berujung pisau dari tangannya untuk dikaitkan ke bagian ujung dinding yang masih utuh, kemudian mengayunkan tubuhnya ke sisi lain sambil menggunakan pistolnya untuk menembaki musuh.
Pandangan Valentina terarah pada salah satu wanita dengan pistolnya yang menembaki bala bantuan yang didatangkan Harley. Ia mengenali wanita itu, kemudian tersenyum miring.
Benda kecil dilemparkan ke arah wanita itu seperti kelereng yang tersebar. Detik berikutnya, ledakan muncul dari bola kecil dan menciptakan asap tebal. Wanita itu cepat-cepat menghindari ledakan, kemudian pergi ke arah rekannya dan memasang sikap waspada.
"Di mana Bella?" Wanita itu mencari Isabella karena kabut yang menghalangi memisahkan mereka semua. Pria di belakangnya hanya menggeleng pelan.
Tanpa mereka sadari, sebuah bom lain jatuh tepat di kaki mereka. Pria di belakangnya langsung memberi sinyal, kemudian mendorong wanita itu keluar dari area ledakan sebelum akhirnya ledakan terjadi dan menghancurkan semua orang.
Wanita itu menemukan Isabella dengan segera. Ia melompat ke arahnya, menghalangi beberapa peluru yang melesat dari seseorang hingga mengenai tubuhnya.
Valentina di sisi lain terdiam.
Bukan ia yang menembak maupun melemparkan bom terakhir, tapi orang lain. Pandangannya terarah pada sosok hitam yang tampak familiar. Sosok itu menghilang begitu saja seperti hantu, membuat wajahnya memucat.
"Dia ...."
Isabella telah dilumuri darah. Ia melihat wanita yang melindunginya jatuh terkapar, kemudian menatap Valentina yang termenung. Sepertinya ia salah paham.
"Kau membunuh mereka?" Meski hanya rekan, Isabella memiliki hubungan tertentu di masa lalu untuk pria dan wanita yang baru saja meregang nyawa, hanya saja ia hilang ingatan. Valentina tahu segalanya, tapi tidak mengatakannya.
Valentina bersikap seolah ia baik-baik saja dan tidak menyangkal. "Bukankah mereka hanya rekanmu? Di tempatmu berada, kalian saling membunuh. Tidak masalah jika hanya satu atau dua orang yang mati."
Isabella tersenyum kecut. "Benar. Kau hanya yatim dari keluarga gila yang kehilangan segalanya."
Wajah Valentina menggelap. "Aku senang telah membunuh orang tua angkatmu. Kau tidak tahu mereka, tapi aku tahu. Aku harap kau tetap hidup untuk mendapat jawaban."
Isabella menatapnya dengan tajam. Niat membunuh dalam dirinya mulai muncul, disertai emosi tak terkendali. "Dan kau akan menyusul keluargamu."
Mereka berdua saling bertarung. Pertempuran jarak dekat membuat Valentina tidak bisa menguasai pertempuran dengan mudah. Ia harus sebisa mungkin memberi jarak dan menggunakan beberapa senjata tersembunyi untuk menyerang.
Isabella lebih tidak mau kalah. Karena ia unggul dalam pertarungan jarak dekat, ia bisa dengan tepat memberi luka dalam pada Valentina dan membantingnya ke tanah.
"Sial!" Valentina mendengus. Ia menendang Isabella dan bangun sebelum akhirnya menggunakan sebilah pisau untuk menyerang.
"Bendanya sudah dapat. Kami dalam perjalanan." Suara Harley terdengar di telinganya melalui penghubung komunikasi. Hal itu membuat Valentina tersenyum lega ketika tengah dalam pertarungan.
Valentina melihat Isabella dengan ejekan. "Kau kalah." Ia menikam perut Isabella dengan dalam.
Isabella mencengkram bahu Valentina. Ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi hingga mengenai kepala Valentina. Wanita itu terhuyung sambil memegang kepalanya yang sakit.
"Kau mungkin menang dalam misi, tapi kau kalah mempertahankan hidup." Isabella menarik pisau yang menikam perutnya dan membiarkannya berdarah. Ia terlihat tidak merasakan sakit.
"Senang mendengarnya." Valentina menanggapi dengan enteng. "Seperti yang kau katakan, berkumpul dengan keluarga."
Isabella menatapnya tanpa ekspresi. Ia menggunakan pisau yang sama untuk menyerang Valentina dan memberi tikaman dalam ke arah dadanya.
Valentina kali ini tidak melawan. Ia sengaja melakukannya. Isabella benar, ia harus menyusul keluarganya. Andai kata ia bertemu keluarganya di tempat lain, ia akan berterimakasih pada Isabella karena telah membunuhnya.
Perlahan pandangannya menjadi gelap. Begitu gelap dan sunyi. Ia tidak lagi mendengar atau merasakan apa pun sampai tergeletak dalam keadaan bersimbah darah.
Tidak ada penyesalan dalam hatinya.
Bukankah dia akan bertemu keluarganya?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Brakk
Sepasang iris merah darah kini berlinang air mata ketika melihat dua sosok yang dikenalnya ada di tempat tidur yang sama tanpa mengenakan sehelai pakaian. Tatapannya menajam untuk sesaat. Sebuah umpatan kecil terlintas di balik cadar yang menutupi sebagian wajahnya.
"Sayang, tidak perlu pedulikan dia. Kita lanjutkan saja." Sang pria bicara dengan tergesa-gesa mengabaikan gadis di depan pintu yang kini mematung.
Gadis itu berjalan dengan langkah lebar, kemudian mendorong paksa pria itu dari atas tempat tidur dan menarik perempuan yang merupakan adik tirinya lalu menamparnya dengan keras.
Plakk
Suara tamparan menggema, membuat suasana menjadi hening saat para pelayan berdatangan.
Pria itu bangkit setelah terjatuh dari tempat tidur. Ia mengambil jubahnya untuk dikenakan dengan cepat kemudian berbalik menampar gadis bersurai hitam kemerahan itu.
Plakk
"Siapa kau berani menamparnya!"
Gadis itu tertunduk untuk sesaat memegang pipinya yang memerah. Ia mendongak, melihat pria itu dengan mata berlinang. "Kenapa?"
"Kenapa? Apa kau tidak sadar apa yang sudah kau perbuat!" Pria itu menggertak dengan suara bassnya yang besar. Ia merangkul gadis di sisinya, kemudian menutupi tubuhnya yang terekspos dengan selimut.
"Aku yang bertunangan denganmu, bukan dia. Jika kau lebih menyukainya, seharusnya kau katakan saja sejak awal bahwa kau ingin bertunangan dengannya!" Gadis beriris merah itu meninggikan nada suaranya yang serak.
"Kau pikir aku mau bertunangan denganmu? Gu Yuena, kau hanya sampah yang hanya bisa menyendiri di dalam rumah seperti orang bodoh dan menutupi wajahmu yang buruk rupa itu. Aku bahkan terkejut kau nekat keluar dari rumah." Pria itu terkekeh, melihat gadis bercadar itu dari atas ke bawah dengan jijik.
Gu Yuena hanya diam sampai semakin banyak orang berdatangan. Salah seorang wanita masuk ke dalam ruangan. Tampangnya terlihat mewah, namun memiliki raut tidak mengenakan yang membuat siapa pun enggan bicara padanya.
Wanita itu berjalan terburu-buru, lalu mengaduh ketika melihat putrinya yang hanya terdiri dari selimut yang menggulung seluruh tubuhnya seperti kepompong. Ocehannya mulai keluar.
"Putriku yang malang, apa yang terjadi padamu?" Wanita itu memasang wajah menyedihkan sambil melihat wajah putrinya yang cantik. Ia terkejut melihat bekas tamparan di pipinya, kemudian melirik Gu Yuena dengan tajam.
Gu Yuena mencoba menjelaskan. "Nyonya ... dia—"
Plakkk
Lagi-lagi tamparan mendarat di pipi Gu Yuena. Ia terkejut dalam diam dan memegang pipinya yang terasa perih, sepertinya akan terluka karena ditampar dua kali.
"Hanya melihatmu saja aku sudah muak. Aku mencarimu seharian tapi ternyata kamu di sini menindas putriku!"
"Nyonya—" Gu Yuena mencoba membela diri dan menjelaskan, namun wanita itu terus menyelanya.
"Dasar pembawa sial! Sudah seperti ini, kamu masih mau melawan? Tidak tahu diri!" Wanita itu marah sejadi-jadinya sambil mendorong tubuh Gu Yuena dengan keras sampai terhuyung. Ia menoleh ke arah pintu, kemudian berteriak, "pelayan! Bawa pembawa sial ini keluar! Hukum dia dengan 100 cambukan!"
"Ibu, tidak perlu menghukum Kakak Keempat. Li'er yang salah, Ibu, beri Kakak Keempat belas kasihan." Gadis yang digulung selimut itu memohon dengan suaranya yang lembut.
"Li'er, kamu terlalu baik. Dia berani mempermalukanmu, maka dia harus dihukum." Wanita itu berkata dengan kasihan. Kemudian melirik lelaki yang sejak tadi terdiam melihat kehadirannya. "Kamu juga, kenapa masih di sini?" Ia berkata dengan ketus sambil mengisyaratkan sesuatu.
Lelaki itu langsung paham dan pergi. Tidak lupa juga menyeret Gu Yuena yang terdiam tanpa bisa mengatakan apa pun. Ia pikir Nyonya Gu akan menekan tunangannya yang kurang ajar, tapi penilaiannya salah. Ia dijebak!
Ctarrr
Gu Yuena runtuh saat itu juga akan satu cambukan yang mengenai punggungnya. Cambukan berikutnya membuat seluruh tubuhnya lemas tanpa bisa bergerak. Berikutnya, pandangannya menggelap.
Orang yang mencambuknya adalah pria. Dengan tubuh kekar dan kasar miliknya, ia memberi cambukan ke tubuh kecil Gu Yuena yang lemah dan rapuh. Gu Yuena tidak bisa bergerak lagi.
Cambukan demi cambukan didaratkan. Darah membasahi pakaian putih Gu Yuena, sedangkan gadis itu tergeletak setengah sadar melihat lelaki yang menjadi tunangannya itu hanya menonton dalam diam.
Lelaki itu berkata, "Selanjutnya, terserah mau diapakan." Ia berkata pada beberapa orang yang mengamati di dalam ruangan yang sama serta si pemegang cambuk. Setelah itu, ia pun keluar, menutup pintu, dan pergi.
Gu Yuena yang tak bisa melakukan apa pun semakin lemas. Pandangannya menjadi gelap, sebelum akhirnya kegelapan menguasainya.
"Tuan Muda serius menyerahkannya begitu saja?" Salah satu pria tampak terkejut. Orang kaya benar-benar tidak berperasaan.
"Sudahlah, tidak perlu banyak berpikir. Aku lihat, tubuh Gu Yuena ini lumayan, sangat disayangkan jika harus melewatinya."
"Hei, apa dia sudah mati?" Salah seorang yang meletakkan jarinya ke hidung perempuan itu. Ia tidak meraskaan hembusan apa pun.
"Kalau mati, lalu apa? Bukankah lebih bagus?"
"Benar, setelah menikmatinya sebentar, kita hanya perlu membuangnya. Keluarga Gu tidak akan tahu."
"Meskipun tahu juga tidak akan dipedulikan. Salahkan diri sendiri keluar kediaman dan menyinggung Tuan Muda."
"Karena aku yang diberi tugas terlebih dahulu, kalian minggirlah. Biarkan kakak ini yang memulainya." Pria itu melepas cambuk di tangannya sembarangan, kemudian menjilat bibir sambil mendekati gadis yang terkapar itu dengan semangat.
Di dalam ruangan pribadi di sebuah penginapan, tentu tidak akan ada orang yang mendengar atau memperhatikan tindakan mereka. Mereka bebas melakukan apa pun.
Pria itu melepas pakaian bawahnya dengan cepat dan akan meraih Gu Yuena. Namun ketika akan merobek pakaian perempuan itu, ia tidak sadar bahwa pihak lain telah membuka mata merah darahnya.
"Sial!" Gadis itu mengumpat. Ia berguling menghadap atas kemudian menendang tepat di bagian bawah perut pria itu dengan keras.
Pria itu menahan napas. Ia berteriak dengan keras saat itu juga ketika tendangan itu mendarat di bagian masa depannya sampai berguling kesakitan seperti cacing kepanasan. Tendangannya terlalu kuat sampai berdarah!
"Hantu!" Pria lainnya panik melihat seseorang yang seharusnya sudah mati kini berdiri menghadap mereka.
"Diam! Tidak ada hantu di sini!"
"Benar, dia pasti berpura-pura sudah mati!"
Gu Yuena memandang mereka dengan tajam. Rasa sakit di punggung membuat langkahnya goyah dan merasa lemah. Ia tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Seharusnya ia mati dibunuh seseorang, tapi kenapa malah berada di tempat ini dan hendak dilecehkan! Seumur hidup, hanya ia yang melecehkan seseorang, bukan dilecehkan!
"Bella sialan!" Valentina di dalam tubuh Gu Yuena mengamuk dalam diam. Tahu begitu, ia lebih memilih mempertahankan hidupnya dibandingkan rela mati seperti idiot! Mantra apa yang digunakan wanita itu sehingga membuatnya bernasib sial?
"Apa yang kalian lihat? Cepat tangkap dia!" Pria yang masih menangisi masa depannya yang pecah meraung di pojokan.
Para pria itu langsung maju, berpikir bahwa Gu Yuena terluka sangat parah dan tidak akan bisa melakukan sesuatu sehebat apa pun ia. Apalagi, Gu Yuena hanyalah sampah.
Valentina yang melihat semua lelucon di depannya memutar bola mata. Punggungnya sakit dan berdarah, ditambah idiot-idiot ini sengaja mengganggu, suasana hatinya yang semula buruk semakin memburuk hingga tidak tertolong. Rasanya sangat ingin membakar tempat ini.
Para pria itu menghampiri hendak menahannya, Valentina dengan sigap menahan salah satunya kemudian menendang yang lain. Bela diri Valentina sangat baik, tapi ia dalam keadaan terluka hingga tidak bisa memaksimalkan kekuatan. Ia butuh senjata.
Para pria itu mengeluarkan cahaya aneh yang benar-benar di luar pikiran Valentina. Cahaya aneh itu melesat sangat cepat, melakukan serangan ke arahnya. Insting Valentina mengatakan bahwa itu adalah benda berbahaya yang harus dihindari.
Ia menghindar tepat pada waktunya. Namun, ketika ia memelintir tubuh untuk menghindar, punggungnya yang berdarah kembali sakit hingga langkahnya oleng. Ia pun terjatuh.
Rasanya lebih sakit dibanting terlempar karena bom saat itu. Itu dikarenakan fisiknya jauh lebih lemah, sehingga Valentina benar-benar kesulitan. Ia menemukan sebilah cambuk di sudut kemudian mengambilnya sebagai senjata.
Dengan gerakan ringan, cambuk berayun dengan lihai dan menghantam mereka sekaligus. Beruntung ruangan yang ditempati saat ini cukup untuk pertempuran. Namun tidak bagi para idiot itu yang memiliki jumlah sekitar 5 orang sehingga harus berhimpitan ketika bertarung.
Valentina mengayunkan cambuknya sekali lagi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Langkahnya tampak ringan ketika melakukan penyerangan. Cambuk yang ia pegang memiliki kekerasan yang dapat merusak tubuh, didukung oleh kekuatan Valentina, ia berhasil membunuh mereka kurang dari satu menit.
Terakhir, pria yang kesakitan di pojok. Valentina melihatnya dengan mata menyipit, kemudian berjongkok sambil memandangnya dengan tajam.
"Siapa yang mengirimmu?" Valentina tidak ingat bahwa ia mengenal pria ini. Pasti ada seseorang yang sengaja mengirim mereka untuk membunuhnya. Itu bukan hal yang mengejutkan sampai terasa kebal.
Pria itu ketakutan ketika melihat perempuan di depannya seolah telah melihat hantu. Benar, sepertinya Gu Yuena yang sudah mati menjadi roh jahat dan kini ingin membalaskan dendam!
"Ampuni aku! Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku masih memiliki anak dan istri. Aku hanya disuruh Tuan Muda Ye! Dia yang bertanggungjawab atas semuanya, tidak ada hubungannya denganku!" Pria itu bersujud di kaki gadis di depannya berkali-kali. Ia masih sayang nyawa.
Valentina mengerutkan kening. Tuan Muda Ye? Kenapa tidak pernah mendengarnya? Apa orang bermarga Ye ini hanyalah nama samaran? Atau ia telah menyinggung orang lain?
Satu hal lagi, bagaimana ia bicara menggunakan bahasa timur? Meski ia dilahirkan sebagai orang negara timur, tapi sudah lama ia tidak menggunakan bahasa itu.
Valentina melihat kedua tangan dan pakaiannya. Kenapa pakaiannya sangat aneh?
"Apa yang terjadi?" Valentina bertanya-tanya.
Ia melirik pria iyang masih bersujud, kemudian menginjaknya seolah hanya menginjak tanah. Pria itu berteriak sejadi-jadinya.
"Aku turut prihatin dengan istri dan anakmu, tapi mereka akan jauh lebih bahagia bila pria sepertimu tidak kembali." Valentina tersenyum manis, kemudian meraih kepala pria itu dan memutarnya sampai terdengar suara retakan tulang. Pria itu jatuh lemas saat itu juga.
Valentina menjauhi mayat itu, kemudian duduk di atas tempat tidur. Ada terlalu banyak mayat di kakinya, ia terlalu malas mengurus mereka demi memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Ia melihat ke arah cermin yang retak. Cermin itu memantulkan sosoknya yang tidak ada bedanya seinci pun. Hanya saja, perempuan dalam cermin itu terlihat jauh lebih lemah. Itu membuat Valentina kesal.
Terlarut dalam memandangi cermin retak, tiba-tiba kepala Valentina seolah mengalami benturan keras hingga membuatnya jatuh pingsan saat itu juga. Ia pingsan begitu saja, namun kesadarannya tetap ada. Hanya saja, kesadarannya dipenuhi dengan kenangan seseorang bernama Gu Yuena.
Gu Yuena, nama yang selalu ia hindari. Itu adalah nama aslinya sendiri, namun dipenuhi dengan malapetaka.
...----------------...
Special Appreciate
Isabella Ellard / Xie Ruo (TEGWIN)
Tenang saja, ini bukan cerita sekuel atau spin-off, kok. Cuma mau nambahin karakter novelku yang lain saja (sekalian promosi).
Jangan lupa mampir ke karya TEGWIN yang sudah tamat~
Masih di hari yang sama, perempuan yang baru saja mengalami tragedi 'bangkit dari kematian' kini hanya tertunduk dalam diam mencerna segala hal yang ditemukan. Ia melihat semua kenangan yang sama sekali tidak pernah ia miliki, namun perasaan itu dengan sangat jelas seolah kenangan itu adalah miliknya sendiri.
Sulit dipercaya, terlalu tidak masuk akal, dan tidak bisa diterima dengan akal sehat. Ia merasa sebentar lagi akan menggila karena hal ini.
Valentina yang terlahir di zaman serba teknologi dan tidak bisa hidup tanpa teknologi kini menjadi Gu Yuena di tempat kuno penuh kekuatan aneh yang tidak masuk akal? Apa ini yang disebut alam baka? Baik, ia sangat ingin bangun dari mimpi aneh ini.
Meski ketika kecil nama Valentina adalah Gu Yuena, tapi tidak seharusnya ia menjadi Gu Yuena di tempat ini! Siapa yang menyeretnya!
"Benar-benar gila." Gu Yuena mengusap wajahnya frustrasi. Ia meringis kesakitan dan meraih punggungnya yang masih mengalami luka lebar. Ini benar-benar buruk.
Gu Yuena di dunia aneh ini adalah Gu Yuena yang dikenal sampah karena tidak bisa berkultivasi. Dunia ini mengandalkan kultivasi sebagai bagian dari kehidupan. Cahaya yang ia lihat barusan ketika menangani para idiot adalah hasil dari pengelolaan qi yang membentuk energi tertentu sesuai konstitusi tubuh bawaan yang berbentuk elemen.
Gu Yuena? Dia tidak memiliki konstitusi tubuh bawaan, membuatnya dijuluki sebagai sampah masyarakat. Itu sebabnya Gu Yuena hanya berdiam diri di kediaman dan menjadi anti-sosial. Ia juga menutupi wajah cantik itu atas perintah kakaknya agar tidak ada pria memiliki niat buruk untuknya. Sayangnya, kakak tercinta tidak ada di rumah.
Karena Gu Yuena tidak diterima di keluarganya sendiri, ia harus memikirkan cara untuk hidup sendiri. Bukan masalah, karena pemilik asli tubuh ini cukup pintar dan mengetahui berbagai hal. Ia tidak perlu khawatir kekurangan informasi.
Hanya saja, ia pikir pemilik asli menyembunyikan banyak hal. Termasuk alasan ia menawarkan diri untuk bertunangan dengan Ye sialan itu. Semua yang dialaminya bukanlah hal sederhana.
Sayangnya, ia tidak mendapat informasi apa pun selain gambaran Gu Yuena yang ditindas dan direndahkan. Apa tujuan ia masuk ke dalam tubuh ini untuk balas dendam? Terdengar membosankan. Ia muak dengan segala balas dendam.
Merasa tidak tahu harus melakukan apa sedangkan ia harus menyembuhkan punggungnya yang berdarah, ia pun memilih untuk keluar dari kamar. Ia tidak lagi mengenakan cadar yang membosankan, memilih menyimpannya dalam kantung pakaian agar tidak dikenali sebagai Gu Yuena.
Wajah Gu Yuena jarang diketahui orang, atau bahkan tidak dikenali karena terus memakai cadar. Itu adalah keuntungan bagi jiwa dalam tubuh Gu Yuena untuk melakukan aksinya.
Gu Yuena melangkah terpincang dengan jubah hitam yang ia curi dari lemari. Pakaian putihnya yang penuh noda darah tertutupi, kecuali aromanya, membuat siapa pun yang lewat merinding dan memilih tidak berurusan dengannya.
Tidak peduli bagaimana reaksi orang-orang, Gu Yuena melanjutkan langkah layaknya orang normal sambil meminimalisir pincang di kakinya. Ia menetralkan wajah sebisa mungkin untuk membuat kesan cuek. Ia adalah aktris yang baik dalam hal ini.
Tapi sepertinya nasib tidak memihak. Darah dari punggung yang terus keluar mempengaruhi keseimbangannya. Tubuhnya oleng ke samping, tepat menubruk seseorang dengan jubah hitam yang menutupi wajahnya.
Pria itu berpegangan pada gagang tangga karena posisinya yang tepat di atas tangga, sedangkan tangan satunya menahan Gu Yuena yang nyaris kelepasan jatuh ke bawah. Gerakannya terbilang spontan dan cepat.
Gu Yuena terdiam untuk beberapa saat, kemudian melihat ke bawah di mana tangan kekar seorang pria menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"...."
Bukan hanya tubuhnya, tapi dadanya!
Gu Yuena nyaris melompat dan menendang pria itu dengan keras. Tapi punggungnya lagi-lagi berdenyut hingga hanya bisa berjongkok merasakan rasa sakit dalam diam. Pria itu menyadari apa yang terjadi, dia terdiam dan bersikap senormal mungkin.
Suasana jadi canggung seketika. Pria itu ingin meminta maaf, tapi ia yakin itu bukan salahnya dan tidak perlu ada yang dipermasalahkan lebih lanjut. Toh, mereka tidak kenal dan tidak akan bertemu lagi.
Sedangkan Gu Yuena? Wajahnya memerah karena marah. Seumur hidup, ini kali pertamanya dilecehkan. Andai saja pria itu tidak menyentuh bagian yang salah, Gu Yuena sudah berterimakasih karena menahannya agar tidak jatuh ke bawah sana. Tapi sekarang ....
"Kau baik-baik saja?"
Gu Yuena mendongak ke atas, melihat pria itu dengan jelas. Di balik tudung jubahnya, pria itu menunduk menampakkan wajahnya dengan jelas pada Gu Yuena. Gu Yuena baru sadar, bahwa pria itu tampak bersinar dan tampan. Dari sekian banyak pria yang ditemui, tidak ada yang setampan dia.
"Sakit." Gu Yuena tanpa sadar menggumamkan hal tersebut. Itu didengar oleh pria tampan di depannya. Cepat-cepat Gu Yuena berdiri, kemudian bersikap seadanya.
Pria itu mencium aroma darah yang pekat. Matanya yang tajam mendapati pakaian putih Gu Yuena yang tidak tertutupi jubah memiliki sedikit bercak darah. Ia yakin aromanya dari sana, dan tidak hanya milik satu orang.
Namun, apa urusannya? Ia tidak perlu peduli urusan orang lain.
Pria itu pun pergi tanpa mengatakan hal lain. Gu Yuena hanya melihat kepergiannya, kemudian melanjutkan apa yang harus dilakukan. Ia tidak perlu terlibat pada siapa pun.
Ketika Gu Yuena mulai pergi keluar dari penginapan besar ini, pria itu menelusuri tempat dan menemukan aroma darah yang sama persis seperti yang ia cium tadi. Ia mengikuti arah aroma amis berasal, kemudian menemukan sebuah pintu kamar dengan aroma amis yang lebih pekat.
Ia membukanya, kemudian disambut oleh genangan darah dan mayat-mayat yang tertumpuk di atas lantai. Kerutan muncul di kenibgnya, kemudian menyentuh salah satu mayat yang tergeletak tersebut. Mayat-mayat itu memiliki koneksi dengan Klan Ye berdasarkan apa yang ia rasakan ketika menyentuhnya.
Tidak ada ekspresi di wajahnya. Tapi tiba-tiba pikirannya terarah pada perempuan yang ia temui tadi. Entah apa yang dipikirkannya, ia menutup pintu dan menyegel tempat agar aroma darah tidak keluar. Ia pun pergi ke lantai bawah untuk mencari perempuan itu.
Dia memiliki sepasang iris biru malam yang unik. Matanya bergerak, mengedarkan pandangan ke segala arah, lalu mengikuti aroma amis yang samar-samar terasa. Ia sedikit berlari ke satu sisi, kemudian menemukan sosok yang sedang dicari di dalam sebuah ruangan tertutup.
Perempuan itu terlihat ingin melarikan diri lewat jendela.
Gu Yuena melihatnya dengan terkejut. Tatapannya kosong sesaat, kemudian akan melompat dari jendela. Tapi gerakan pria itu sangat cepat ketika menarik lengannya sehingga gagal melompat.
"Sial!" Gu Yuena mengumpat diam-diam. Ia menghindari orang-orang dari kediaman di depan penginapan, tapi malah ditangkap seperti ini. Apa pihak lain mengetahui bahwa ia telah melakukan pembunuhan di tempat ini?
"Ikut aku." Pria itu menarik Gu Yuena yang tanpa persiapan begitu saja.
Insting Gu Yuena mengatakan hal buruk. Cengkraman pria itu sangat kuat sampai ia tidak bisa melepaskan diri dan terpaksa mengikut.
Kekuatan seseorang di dunia ini bukan sesuatu yang bisa disandingkan dengan dunianya dulu. Tanpa senjata, Gu Yuena tidak yakin bisa mengalahkannya. Apalagi dalam keadaan terluka.
Pria itu membawanya ke sebuah ruangan. Gu Yuena diam di tempat tanpa mengalihkan pandangan ke arah pria itu. Rasa waspada memenuhi, berjaga-jaga bila pria itu ingin membunuhnya atau melakukan hal buruk lain. Meski tampan, sejujurnya pria tampan lebih sulit dipercaya.
Pria itu bersikap seolah tidak ada masalah yang menantinya. Ia duduk di sebuah kursi, kemudian meminta Gu Yuena juga duduk di kursi seberang yang dipisahkan oleh meja.
Setelah yakin tidak ada hal mencurigakan—seperti pengintai atau jebakan tersembunyi—Gu Yuena berjalan ke arahnya dan duduk di kursi kosong. Ia melihat ke arah meja di mana terdapat teko berisikan teh yang masih baru—karena tampak mengeluarkan uap.
"Berapa banyak yang kau ketahui?" Pria itu bertanya dengan nada menginterogasi, namun rautnya tampak tenang.
Gu Yuena mengerutkan kening. Apa ia sedang diinterogasi? Sepertinya ini tidak hanya masalah pembunuhan yang dilakukan. Sayangnya, ia tidak tahu apa yang dimaksud pria itu. "Apa maksudmu?"
"Orang-orang yang mati di kamar lantai dua ada hubungannya dengan Klan Ye, apa kau tidak tahu atau berpura-pura?"
Gu Yuena menyipitkan matanya. "Aku yakin kau bukan dari Klan Ye, tapi apa hubungan mereka denganmu? Tidak, 'kan? Jika ada seseorang yang mati, apa kau pantas ikut campur?"
Pria itu melihat Gu Yuena dengan teliti, mencoba menilai sesuatu. Ia menurunkan pandangannya, kemudian menghela napas. "Aku tidak tahu siapa kau, tapi aku sarankan untuk pergi jauh dan tidak kembali."
"Aku tahu dan aku akan melakukannya." Gu Yuena tidak berniat menunjukkan identitasnya.
"Itu bagus." Pria itu sepertinya akan menyudahi pembicaraan tidak penting ini. Atau sebenarnya ia salah sangka sehingga ingin mengakhirinya. Ia pun beranjak dan berkata, "Anggap hari ini tidak ada, kau tidak pernah bertemu denganku."
Gu Yuena memandangnya untuk beberapa saat. Ia bersandar pada penyangga kursi, kemudian mengetukkan jarinya di meja sebelum akhirnya teringat bahwa punggungnya masih sakit. Mumpung ada seseorang yang tidak mengenalnya, lebih baik ia minta tolong sedikit.
"Mungkin aku akan melupakannya, tapi bukankah harus ada imbalan? Aku lihat sepertinya kau memiliki identitas tidak biasa—meski terlihat asing bagiku."
"Apa yang kau mau?"
"Kau membawaku tanpa alasan jelas dan memintaku melupakan segalanya begitu saja. Apa kau pikir aku terlihat seperti idiot jalanan yang dengan mudah dimanipulasi? Setidaknya, sedikit bertanggungjawab tidak buruk."
"Kau ingin aku melakukan apa?" Pria itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia tetap datar sehingga tidak mudah menerka pikirannya.
Gu Yuena berpikir sejenak, kemudian berkata, "Aku terluka ketika menangani idiot dari marga Ye. Karena sepertinya ada sesuatu yang kau inginkan dari marga Ye, setidaknya kau bisa memulainya dariku. Obati lukaku, lalu belikan anggur, aku akan memberitahumu tentang marga Ye."
Pria itu terlihat meragukan perkataan Gu Yuena. Bagaimanapun, ia tidak bisa mempercayai ucapan orang asing.
Gu Yuena mengerti perasaan itu dan berkata sekali lagi. "Lagi pula, aku tidak bisa lari. Aku terluka, sedangkan kau sangat sehat dan kemungkinan besar aku tidak bisa mengalahkanmu. Jika aku menipumu, kau boleh memburuku."
Lagipula mereka tidak akan bertemu lagi. Gu Yuena tidak perlu khawatir jika sedikit melakukan penipuan.
Pria itu pikir ada benarnya juga. Kalaupun gadis itu menipunya, ia bisa membunuhnya di tempat atau sedikit memberi pelajaran agar kapok. Toh, pihak lain itu tidak bisa lari. Kalau bisa, juga tidak akan mampu pergi terlalu jauh. Ia juga tidak akan perhitungan pada seorang gadis tak dikenal dan tanpa konstitusi bawaan, meski kemampuan gadis tertentu di luar perhitungannya.
Setelah lama mempertimbangkan, pria itu keluar dari ruangan. Gu Yuena tersenyum lebar mengetahui bahwa pria itu setuju dengan syaratnya. Rencananya berhasil.
Tak lama kemudian, pria itu kembali membawa dua guci anggur dan diletakkan di atas meja. Gu Yuena mengambil gelas, akan menuangkan anggur ke dalamnya, tapi tiba-tiba sebuah kilatan kecil melintas dan mendorong cangkir di tangannya sampai terpeleset dan jatuh. Cangkir pecah saat itu juga.
Gu Yuena menatap pria itu penuh pertanyaan.
"Jika kau ingin minum gelas yang ditaruh racun, beritahu segalanya sekarang sebelum meminumnya." Pria itu berkata tanpa rasa bersalah. Ia menyingkirkan cangkir teh dan teko di atas meja begitu saja. Semua itu mengandung racun, jelas seseorang berniat membunuhnya di tempat ini.
Gu Yuena terdiam. Bagaimana ia bisa tidak tahu? Sepertinya kadar racun di dunia ini dan dunianya juga berbeda.
"Jadi, siapa yang akan mengobatiku?" Gu Yuena tidak ingin membicarakan racun lagi. Ia ingin sembuh secepatnya. Sejauh ini tidak ada satupun dokter yang masuk, apa pria itu memiliki rencana lain?
"Aku."
Gu Yuena memeluk tubuhnya sendiri dengan tatapan terkejut. "Jangan berpikir untuk mengambil kesempatan."
"Kau berpikir aku orang seperti itu?"
"Barusan ...." Gu Yuena teringat apa yang terjadi di atas tangga.
Mengingatnya, pria itu jadi terdiam. Tapi ia mempertahankan ekspresi datarnya dengan baik.
"Itu kecelakaan." Pria itu tidak ingin mempermasalahkannya lebih lanjut, kemudian menjelaskan, "Kekuatanku memiliki efek penyembuhan, lebih baik daripada pengobatan tabib. Lagipula, aku tidak ingin seseorang di luar sana mengetahui bahwa kau bersamaku. Mereka akan memanfaatkanmu untuk informasi."
Pria itu jelas tidak percaya pada Gu Yuena. Jika Gu Yuena benar-benar mengetahui sesuatu dan mengatakan padanya, orang di luar sana sudah pasti akan mengambil kesempatan—memaksa Gu Yuena membocorkannya. Ia tidak bisa mengambil resiko itu.
"Baik ... lakukan sekarang." Gu Yuena sebenarnya tidak keberatan. Ia duduk membelakangi pria itu, kemudian melepas jubahnya. Pakaian putihnya yang penuh noda merah kini tampak, mempertajam aroma amis yang menyengat.
Tanpa ragu, Gu Yuena menurunkan pakaian dan menampakkan punggungnya yang ternodai oleh darah. Ia mempertahankan bagian depannya tertutup agar tidak membuat salah paham.
Pria itu mengerutkan kening ketika melihat punggung penuh darah itu. "Ini buruk."
"Apa tidak bisa?" Gu Yuena sedikit ragu. Mana ada kekuatan regenerasi seperti dalam karya fiksi dan game di dunia nyata?
"Bukannya tidak bisa. Tapi prosesnya akan sedikit menyakitkan." Masalahnya, luka itu terlalu dalam seperti sayatan ketika dalam pertempuran.
Mungkin karena kekebalan gadis ini yang tidak cukup menahan serangan senjata. Jika gadis ini tidak bisa menahannya, maka akan pingsan. Dia harus menunggu besok untuk mendapat informasi.
Gu Yuena mengangguk paham. "Tak apa, aku sudah biasa." Ia melirik anggur di atas meja, kemudian meraihnya. "Ini alasanku memintanya."
Pria itu tidak mengatakan apa pun lagi. Tangannya diliputi kabut hitam, sebelum akhirnya dialiri ke luka Gu Yuena yang tampak seperti sayatan cambuk.
Gu Yuena meneguk anggur langsung dari tempatnya. Begitu aliran hitam itu menyentuh luka yang berdarah, rasa sakit dan panas menjalar seperti api yang membakar seluruh tubuh. Rasa sakit itu menyebabkan Gu Yuena nyaris tidak bisa bertahan.
Ia menenggak anggur untuk menghilangkan kesadaran, dimaksudkan agar ia tidak perlu terlalu menderita kesakitan karena kesadaran yang teralih. Siapa sangka, ia akan mabuk lebih cepat dari dugaan.
Perlahan demi perlaham pembentukan qi tersebut berhasil memulihkan luka pada punggung Gu Yuena. Punggung yang semula terkelupas dan memiliki luka cambukan yang begitu dalam, kini pulih serta telah menumbuhkan kulit baru. Hanya tersisa bercak darah yang ditinggalkan.
Pria itu melihat ke arah langit gelap, kemudian melihat kembali ke arah perempuan yang tertunduk sambil memeluk seguci arak. Ia sepertinya tertidur karena mabuk.
Mengingat suasana kali ini—di mana terdapat seorang perempuan mabuk dengan pakaian setengah terbuka—ada baiknya jika ia keluar. Besok ia akan menginterogasi kembali.
"Sudah selesai?"
Suara serak itu terdengar sampai ke telinga pria yang baru saja akan keluar. Pria itu menoleh, melihat gadis yang belum ia ketahui namanya kini duduk tegak sambil memeluk seguci anggur.
Meski punggungnya sudah tertutup kembali, tetap saja pakaiannya sangat berantakan. Bahkan lapisan luar pakaiannya sudah jatuh bersama jubah.
"Aku pikir kau mabuk dan tidur." Tapi ternyata tidak. Pria itu bersyukur tidak perlu menunggu besok. Ia bisa kembali hari ini juga setelah mendapat inormasi.
"Apa kau tidak minum?" Gu Yuena bertanya dengan mada seraknya.
Pria itu menarik ucapannya ketika melihat wajah merah gadis mabuk itu. Gu Yuena menepuk meja di depannya, meminta pria itu datang. Ia menyodorkan seguci anggur yang masih belum tersentuh di meja untuk pria itu.
"Karena hari ini adalah hari terakhir kita bertemu, lebih baik sedikit merayakannya. Omong-omong, kau sangat tampan, aku menyukai wajahmu." Kemudian Gu Yuena menghela napas. "Sayangnya, mungkin aku akan lebih menyukaimu bila sikapmu tidak seperti itu."
Pria itu tetap tidak mengubah ekspresi. "Kau mabuk."
Gu Yuena menggeleng dengan cepat. "Aku tidak." Ia melihat pria itu dengan datar. "Hei, apa kau akan membiarkanku minum sendiri?"
Pria itu menghela napas dan duduk di depannya. Entah dorongan dari mana, ia membuka tutup guci anggur kemudian menenggaknya dengan cepat. Ia meletakkannya kembali dan menatap Gu Yuena tanpa ekspresi.
"Sudah?"
Gu Yuena tersenyum. Ia menopang kepalanya dengan kedua tangan, sambil melihat pria tampan di depannya dengan tatapan kagum.
"Jangan menatapku seperti itu." Pria itu protes.
Wajah Gu Yuena menjadi cemberut. "Jangan protes, aku sangat frustrasi."
"Kau masih marah pada Klan Ye?" Pria itu mencoba menebak.
Gu Yuena menggeleng. "Lebih dari itu. Aku tidak peduli pada Klan Ye atau si marga Ye itu, tapi aku lebih peduli pada diriku sendiri. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa sampai di sini. Apa yang harus kulakukan? Apa aku lari saja?"
Pria itu tidak memiliki tanggapan apa pun. Sejujurnya, ia tidak tahu cara membujuk seseorang yang frustrasi. Lagipula ia juga tidak perlu begitu peduli pada gadis aneh ini. Mereka hanya akan bertemu sekali.
Gu Yuena berdiri. Entah bagaimana tiba-tiba ia maju dan berdiri di depan pria itu. Ia sedikit membungkuk untuk melihat lebih dekat. "Entah kenapa aku merasa kau lebih menarik jika dilihat dari dekat."
"Bisakah tidak dekat-dekat?" Pria itu berusaha bicara sarkas, tapi suaranya justru menjadi rendah.
Gu Yuena tetap di tempatnya tanpa menanggapi. Ia justru berkata, "Cium aku."
"Kau ...."
"Nana ... Namaku Nana." Gu Yuena tersenyum. "Sekarang cium aku," ucap Gu Yuena.
Pria itu menatapnya tidak percaya. Perempuan ini benar-benar mabuk sampai kehilangan akal!
"Kau terlalu mabuk."
"Aku tidak mabuk." Gu Yuena membantah. Ia mendekatkan tubuhnya lebih dekat, lalu berkata, "Aku terlalu frustrasi."
Pria itu terdiam untuk beberapa waktu mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tapi akal sehatnya semakin kacau ketika tubuh perempuan itu mulai berhimpitan padanya. Ia merasakan rasa panas menjalar di tubuhnya.
Pria itu meraih kedua bahu Gu Yuena, kemudian berdiri dan membawa perempuan itu ke atas meja. Karena kerahnya ditarik dan ia tidak bisa menolak, kedua bibir mereka menyatu dan bergerak dalam ******* yang dalam.
Rasa manis anggur di lidah Gu Yuena yang memabukkan membuat pria itu semakin mendalami lumatannya. Ia terbawa suasana, dan mengangkat kaki perempuan itu serta menekan tengkuknya. Ia bahkan tidak peduli akan guci anggur yang jatuh dari atas meja karena terdorong aktivitas mereka.
Karena meja itu terlalu kecil dan membuatnya tidak leluasa, ia membawa perempuan itu dengan mudahnya ke atas tempat tidur yang terpajang tak jauh dari tempatnya berada. Tatapannya bertemu pandang dengan Gu Yuena di bawahnya.
"Aku bukan seseorang yang akan berhenti di tengah-tengah jika melakukan sesuatu, jadi katakan dari sekarang jika ingin berhenti." Ia memberi pertimbangan sambil menahan rasa panas di tubuhnya.
Gu Yuena hanya melihatnya. Ia tersenyum, kemudian melingkarkan lengannya ke leher pria asing di depannya. "Kita tidak akan bertemu lagi, tak apa jika membuat sedikit kenangan."
Tidak ada lagi ketenangan di wajah tampan itu. Aroma anggur di tubuh perempuan itu begitu memabukkan, membuatnya tidak lagi dapat berhenti.
Malam itu akan menjadi cinta satu malam yang berkesan dan sulit dilupakan.
Pagi hari setelah malam yang panjang itu, Gu Yuena baru sadar, bahwa ia telah melakukan kesalahan!
"Nana, kau benar-benar gila," gumamnya sambil memukul kepala sendiri. Semalam terlalu mabuk sampai hal tak terduga terjadi. Tubuh ini tidak tahan alkohol sampai langsung mabuk hanya dengan setenggak, berbeda dengannya dulu.
Gu Yuena beranjak dari tempat tidur, mengambil semua pakaiannya dalam diam dan pergi terburu-buru. Ia tidak ingin melihat ke belakang, tidak ingin!
Setelah memakai semua pakaiannya dan mengenakan jubah, Gu Yuena teringat sesuatu. Ia butuh biaya untuk pergi dari sini.
Mau tidak mau, Gu Yuena berbalik, melihat pria yang masih tidur berbalut selimut. Pria itu terlihat sangat tampan. Namun sayangnya, Gu Yuena sedang tidak ingin memuji ketampanannya dan memilih merampoknya!
Gu Yuena mengambil pakaian pria itu, kemudian mencari barang berharga atau uang yang tersedia. Tapi ketika mencari beruang kali, ia tidak menemukan benda apa pun yang sekiranya bisa dijual. Bahkan ia tidak menemukan satu pun benda dalam saku pakaian.
"Dia miskin?" Gu Yuena pikir itu tidak mungkin karena baru saja ia minum anggur yang enak. Penginapan ini juga tidak murah. Pasti ada di suatu tempat.
Gu Yuena mencari dengan cepat di sekitar. Mungkin saja pria itu menyembunyikan barangnya sebagai antisipasi jika sedang dirampok seperti ini. Tapi Gu Yuena tidak menemukan apa pun.
Tersisa satu tempat.
Perempuan itu melihat ke arah pria yang masih tidur. Ia ragu sejenak dengan kening berkerut. Tapi tidak menghentikan aksinya menyibak selimut untuk mencari di tempat tidur sambil menutup mata. Ia sddikit memgintip, kemudian menghela napas melihat kenyataan bahwa pria itu memakai pakaian bawah. Ia tidak perlu melihat hal buruk yang menodai mata.
Gu Yuena naik ke atas tempat tidur, mencari di tiap bantal dan seprai serta selimut. Bahkan ia sampai meraba-raba tubuh pria itu dan memiringkannya berpikir barang yang ia butuhkan disembunyikan di balik tubuhnya. Tapi masih tidak ada.
"Bisakah tidak merepotkanku?" Gu Yuena merasa ingin meraung keras. Kenapa ia sangat sial!
Karena kesal menyadari fakta bahwa pria itu sangat pelit dan sepertinya menyembunyikan barangnya dalam *ruang spiritual, ia pun mengembalikan posisi tubuh pria itu dengan kesal. Pada saat yang sama, sebuah tael emas melompat menghampirinya seolah terlempar dari suatu tempat.
Gu Yuena terdiam. Lalu senyumnya merekah. "Terima kasih." Ia langsung memgambilnya seperti anak kecil yang menemukan permen. "Tidur yang nyenyak sampai aku pergi, Baby."
Ia menyimpan 1 tael emas yang ia temukan, kemudian keluar tanpa menoleh dan menutupi wajahnya dengan tudung jubah. Ia harap orang-orang Kediaman Gu sudah pergi, pria itu tidak bangun cepat, dan ia kabur dengan gembira ....
Sayangnya, nasib lagi-lagi tak berpihak padanya. Ia ditodong senjata dari berbagai arah dalam jarak dekat tepat ke arah leher. Gu Yuena secara otomatis mengangkat kedua tangan, melihat orang-orang berseragam yang datang tiba-tiba.
Mereka menodong Gu Yuena karena mencium aroma darah yang bercampur di pakaian perempuan itu. Jelas mereka curiga, apalagi telah terjadi pembunuhan mengerikan di penginapan ini.
"Ikut kami." Mereka masih menodong Gu Yuena sambil menggiringnya keluar penginapan. Gu Yuena hanya menurut. Yang penting ia bisa keluar dari penginapan dan tidak bertemu orang Kediaman Gu.
Entah dosa apa lagi yang Gu Yuena perbuat sampai nasib selalu tidak memihaknya. Kereta Kediaman Gu muncul tepat ketika Gu Yuena keluar. Perempuan itu tidak bisa pergi, melainkan menunduk agar tidak dikenali.
Seseorang dari kereta kuda keluar diiringi pelayan. Ia adalah seorang pria berkumis yang tak lagi muda. Ia tampan di usianya, tapi terlihat sedikit kasar—mungkin karena stress akan pekerjaan.
Pandangan pria itu terarah pada perempuan berjubah hitam yang menunduk. Matanya menyipit curiga, kemudian menghampiri. Sontak, para pria berseragam minggir memberinya jalan.
"Jangan lihat, jangan lihat, jangan lihat ...." Gu Yuena merapalkan mantra berkali-kali seolah itu bisa menyelamatkannya. Ia tahu siapa pria dari kereta kuda itu melalui ingatan yang baru datang. Itu adalah Adipati Gu! Ayahnya sendiri!
Selain sang kakak, ayahnya adalah salah satu yang mengenali wajah tanpa cadarnya. Ini benar-benar merepotkan.
Sayangnya, mantra Gu Yuena tidak ampuh sama sekali. Sang Adipati mengenalinya, hingga gadis itu berakhir di Kediaman Gu yang sedang ia hindari, dengan cadar yang sama menutupi sebagian wajahnya, juga dengan tatapan semua orang yang sama seperti sebelumnya—jijik mungkin?
Kenapa ia selalu sial!
Saat ini, Gu Yuena disuruh berlutut di depan para tetua dan ayahnya sendiri dalam aula keluarga. Gu Yueli, adik tiri yang memungut mantan tunangannya berdiri bersisian dengan wanita berwajah angkuh seperti badut. Mereka melihat Gu Yuena dengan penuh arti.
"Gu Yuena, apa kamu tahu apa kesalahanmu?" Gu Shan—ayah Gu Yuena—bicara dengan nada penuh tekanan. Tatapannya terlihat marah ketika memandang Gu Yuena.
Gu Yuena tidak memiliki kesan baik pada semua orang di Kediaman Gu, kecuali kakaknya. Tapi ia harus bisa memerankan peran sebaik mungkin untuk bertahan hidup. Rencana telah berubah.
"Yuena salah, keluar kediaman tanpa izin dan menyakiti hati Nyonya Gu, pantas dihukum."
Gu Shan melihat gadis rapuh itu untuk beberapa saat. Ia pun menghela napas. "Beri aku alasan masuk akal agar tidak menghukummu."
Otak Gu Yuena berputar dengan cepat seperti kilat. "Sebentar lagi ulang tahun Kakak Pertama, Yuena hanya ingin membelikannya hadiah bersama Jiang Weiwei, tapi siapa sangka kami terpisah dan Yuena dirampok. Mereka membawa Yuena ke penginapan, lalu melihat Tuan Muda Ye dan Adik Kelima." Mata Gu Yuena berkaca-kaca ketika mengatakannya. Ia melirik Gu Yueli dan ibunya sekilas. Dua orang itu terlihat cemas.
"Ye Suanwu?" Gu Shan melirik Gu Yueli dan ibunya bergantian. "Kenapa kalian di sana?"
Gu Yueli langsung maju untuk menjawab. "Ayah, Li'er dan Kakak Suanwu bertemu secara tidak sengaja. Ayah tahu, Li'er pergi keluar atas izin Ayah, tidak berani melanggar."
"Li'er tidak tahu apa pun. Aku juga hadir di sana, tapi siapa sangka Yuena akan menjadi salah paham seperti ini." Wanita badut itu membela putrinya sambil mencibir Gu Yuena secara tidak langsung.
Gu Yuena menarik alisnya diam-diam. Badut ini benar-benar bisa bicara. Ia akan menemani. "Ya, seharusnya Yuena meminta tolong saja pada Tuan Muda Ye. Yuena terlalu terkejut dan dibawa oleh para perampok itu."
"Kakak Keempat, kamu dibawa perampok? Lalu, apa kamu baik-baik saja?" Gu Yueli bersikap prihatin dengan menghampirinya. Ia ingin menyangkal ucapan Gu Yuena mengenai perampok, tapi itu hanya akan mengungkapnya. Jadi ia hanya bisa berpura-pura tidak bertemu Gu Yuena di penginapan.
"Aku baik-baik saja. Untung saja ada seseorang yang menyelamatkanku. Tidak tahu siapa, dia membunuh para perampok itu. Yuena sangat takut dan tidak tahu apa pun lagi. Ketika terbangun, luka Yuena sudah sembuh dan akan pergi, Ayah tahu betul apa yang terjadi." Gu Yuena memelas sebisa mungkin membuat si badut semakin kesal.
Sayang wanita itu tidak bisa menyangkal apa pun. Satu sangkalan saja sudah membuktikan bahwa ia terlibat.
Pada akhirnya, wanita itu menyerah dan bersikap menyedihkan sambil terisak. "Tuan, Yuena sangat malang. Selain dirampok, juga harus menyaksikan pembunuhan. Tapi tindakannya yang melanggar juga tidak bisa ditoleransi. Karena ini adalah kali pertama Yuena melakukan kesalahan, hukuman kurungan juga tidak akan menyiksanya."
"Ayah, sebentar lagi Kakak Pertama akan pulang. Jika Kakak Pertama melihatku dikurung, apa yang akan dia pikirkan?" Gu Yuena mencoba memelas lagi. Matanya berkaca-kaca dan terlihat lemah lembut. Seingatnya, kakaknya itu sangat penting bagi Gu Shan.
Gu Shan merasa kepalanya berdenyut mendengarkan semua rangkaian ucapan mereka seolah sedang beradu debat. Bahkan sampai membawa-bawa putra pertamanya.
Mengingat putra pertamanya sangat menyayangi Gu Yuena, ia tidak akan perhitungan. "Baiklah, Yuena. Kamu kembali dan bersihkan dirimu. Anggap kejadian ini adalah hukuman untukmu, tidak boleh mengulanginya lagi." Menurutnya, menyaksikan pembunuhan mengerikan adalah hukuman berat bagi Gu Yuena yang selalu pendiam dan tertutup dari dunia luar. Ini bisa jadi pelajaran untuknya.
"Terima kasih, Ayah." Gu Yuena menunduk, terlihat sangat patuh. Ia melirik ibu dan anak yang tampak memasang senyum lega yang palsu itu. Lirikkannya disadari mereka, membuat mereka merasa aneh.
*Ruang spiritual adalah sebuah keterampilan pendukung seorang kultivator. Di dalam alam spiritual tiap kultivator yang digunakan sebagai tempat utama kultivasi, beberapa kultivator dapat menyimpan barang-barangnya dengan kapasitas sesuai tingkatan kultivasi. Mengambilnya hanya perlu memasukkan kekuatan spiritual ke dalam ruang spiritual dan mencari benda yang diinginkan. Biasanya ruang spiritual digunakan untuk menyimpan senjata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah pertemuan itu, Gu Yuena kembali ke tempatnya berada. Gu Shan adalah seorang Adipati Kekaisaran Yi. Ia selalu campur tangan dalam hal politik dan sedang berusaha menyenangkan Kaisar setiap saat. Menurutnya, tidak ada bedanya dengan pejabat lain demi mendapatkan keuntungan lebih dan posisi kuat di kekaisaran.
Karena kemampuan Gu Shan di pengadilan istana dan kontribusinya yang tidak sedikit—dibantu putra pertamanya, ia berhasil meraih semua kekayaan dan kehormatan. Kediaman mereka menjadi lebih besar dari beberapa tahun yang lalu.
Sayangnya, Gu Yuena menempati bagian kediaman terpencil dan terasingi di antara bagian kediaman yang penuh kemegahan dan kemewahan. Ketika Tuan Muda Pertama pergi bersama gurunya untuk berkultivasi, Gu Yuena mulai diperlakukan asing dan dipindahkan di tempat itu.
Dulu gadis itu tinggal di dekat tempat tinggal Gu Yueli. Tapi karena sebuah insiden, mebuatnya dikucilkan dan diasingi sangat jauh. Tentu hal itu ada ikut campur antara Gu Yueli dan ibunya, Ting Le.
Gu Yuena menghela napas melihat suasana tandus tempat tinggalnya. Ia tidak terbiasa tinggal di tempat bobrok. Nanti, ia akan mencari cara agar dapat pindah ke tempat yang lebih bagus. Sebelum itu, ia harus membersihkan lingkungannya.
"Nona, kamu sudah kembali."
Sosok gadis berdiri di depan pintu, menyambut tuannya kembali. Dia terlihat sepantaran dengan Gu Yuena dan patuh.
Gu Yuena pergi menghampiri, lalu melepaskan jubahnya hingga menampakkan pakaian putih penuh darah itu. Perempuan itu nyaris menjerit karena terkejut, tapi ia menahannya.
"Siapkan air hangat." Gu Yuena melempar jubah begitu saja ke perempuan itu. Perempuan itu adalah Jiang Weiwei, pelayan pribadinya yang sudah bekerja selama bertahun-tahun untuknya.
"Baik, Nona." Jiang Weiwei gemetar ketika mencium aroma darah yang sangat pekat dari jubah di tangannya. Sepertinya telah terjadi sesuatu.
Gu Yuena memperhatikan tempat tinggalnya yang sederhana. Segalanya tampak normal layaknya rumah kuno pada masa kekaisaran. Ia harus bisa membiasakan diri tidur di tempat tidur keras, serta harus terbiasa dengan kondisi 'buta waktu'.
Ia duduk di atas kursi kayu yang sepertinya sudah reyot. Kebanyakan barang di tempat ini adalah barang bekas dan tidak diganti selama bertahun-tahun. Meski begitu, semua tampak bersih. Sesuai dengan kepribadian Gu Yuena yang teratur.
"Nona, air sudah siap." Jiang Weiwei berdiri di ambang pintu memberitahu Gu Yuena.
Gu Yuena beranjak, kemudian mengikuti arah Jiang Weiwei pergi. Tapi sebelum ia benar-benar masuk ke dalam kamar mandi, ia berbalik untuk melihat gadis itu.
"Kau bisa tetap di sini."
Ucapan Gu Yuena yang tanpa bantahan membuat Jiang Weiwei secara otomatis diam. Ia bingung mengapa nonanya sangat berbeda. Apa perempuan itu mengetahui sesuatu?
Gu Yuena mengabaikannya dan masuk ke dalam kamar mandi sendirian. Ia menghela napas lega ketika menjauh dari pelayannya sendiri.
Bukan tanpa alasan ia menjauh dari Jiang Weiwei. Selain karena tidak ingin perempuan itu melihat bercak merah di tubuhnya karena semalam, ia lebih tidak ingin berdekatan dengannya karena aroma wewangian yang membuat kepalanya sakit.
Bukannya ia tidak suka wewangian, tapi wewangian yang digunakan Jiang Weiwei seperti memiliki kandungan *zat adiktif yang dapat mempengaruhi saraf otak. Jika orang lain yang menghirupnya, orang itu akan merasa tenang dan nyaman, pikiran akan kosong dan mudah dikendalikan. Tapi tidak dengan Gu Yuena.
"Jiang Weiwei ...." Gu Yuena menarik sudut bibirnya. Karena kotoran sudah terlihat, ia akan membersihkannya sampai bersih.
*zat yang terkandung dalam obat-obatan dan bahan aktif yang menyebabkan ketergantungan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah mandi dan berpakaian, Gu Yuena bersantai sejenak melihat pemandangan tandus di halaman tempat tinggalnya.
Memang tidak bagus. Sebagai seseorang yang protektif terhadap keindahan dan kemewahan, ia tidak suka tinggal di tempat seperti ini. Oleh karena itu, ia telah menyusun rencana untuk menempati posisi penting.
Pertama, menyingkirkan kotoran di tempat tinggalnya.
Jiang Weiwei menata camilan di atas meja dekat Gu Yuena. Ia terlihat pendiam dan patuh, sampai tidak ada yang tahu apa yang sedang ia sembunyikan.
"Weiwei, aku sangat takut ...." Gu Yuena memulai akting menyedihkan sebagai orang mengidap trauma. Ia memasang wajah sedih sambil memeluk dirinya sendiri sejak tadi, tepatnya ketika menyadari kedatangan Jiang Weiwei.
"Nona tidak perlu khawatir. Weiwei dengar pengadilan pusat sudah menyelesaikan masalahnya, tidak akan ada hal buruk terjadi." Jiang Weiwei mendekati Gu Yuena dan menepuk-nepuk bahunya.
Masalahnya ada pada Klan Ye. Sedangkan Klan Ye tidak termasuk dalam wilayah Kekaisaran Yi. Mereka adalah sebuah klan besar dengan latar belakang misterius, bagaimana pengadilan kekaisaran dapat menanganinya?
Paling-paling mereka hanya menutup mata, apalagi Kediaman Gu tidak mempermasalahkan lebih lanjut setelah mendengar 'kebenaran' dari Gu Yuena. Mereka pasti berpikir pembunuhan itu terjadi karena konflik pribadi antara Klan Ye dengan klan lain di luar kekaisaran.
Kasus ini sudah ditutup. Gu Yuena jadi teringat ucapan orang itu, mengatakan bahwa ia harus pergi sangat jauh. Sayangnya, ia ada di neraka lain.
"Aku dengar ketika akan keluar dari penginapan, orang-orang yang mati terbunuh dalam keadaan berkhianat hidup kembali. Mereka ingin balas dendam. Mereka pada dasarnya adalah seorang bawahan, tidak bisa menyelesaikan tugas mereka yang sama saja melawan atasan. Malam itu, aku bermimpi bahwa aku dicambuk, sangat sakit. Sepertinya mereka marah padaku."
"Nona, itu adalah hal menyeramkan, lebih baik tidak membicarakannya. Weiwei akan membawakan teh agar Nona dapat menenangkan diri."
"Weiwei, jika mereka mengikutiku sampai sini, aku tidak tahu harus apa. Mereka akan meneror bawahan yang tidak berbakti, sedangkan aku adalah anak tidak berbakti yang tidak bisa membantu Ayah. Aku sangat takut," cicit Gu Yuena seperti anak kecil.
"Nona sudah sangat menderita, tidak akan terjadi hal buruk. Jika Nona merasa takut, bagaimana jika Weiwei buatkan teh dengan air bunga seperti biasa? Itu akan menenangkan pikiran Nona."
"Baiklah ...." Gu Yuena menunduk patuh. Jiang Weiwei membawanya duduk di kursi, kemudian pergi membawakan teh.
Raut Gu Yuena yang frustrasi, kini berubah drastis ketika melihat perempuan itu pergi. Ia terkekeh melihat sosok yang menjauh dengan berbagai pemikiran di kepalanya. Ini akan menjadi permainan hantu yang seru.
Orang zaman ini sangat percaya adanya roh jahat dan hantu, termasuk Jiang Weiwei. Apalagi dunia ini percaya akan adanya kekuatan mistis seperti qi dan kekuatan elemen. Tentu saja Gu Yuena akan memanfaatkannya untuk membuat kisah horor menarik.
Jiang Weiwei pergi membuatkan teh di dapur pribadi. Teh dengan kelopak bunga yang memberi aroma harum yang memabukkan. Selain untuk memberi keharuman bunga yang menenangkan, ia juga menambahkan sesuatu ke dalamnya berupa bubuk putih yang dibungkus dengan kertas. Air bunga akan menyamarkan rasa bubuk itu secara permanen.
Jiang Weiwei menyimpan kembali bubuk itu dengan hati-hati, kemudian meletakkan cangkir teh tersebut ke atas nampan lalu akan membawanya. Tapi begitu ia mengangkat nampan, ia merasakan hembusan angin di belakangnya berlalu dengan cepat.
Ia tidak bisa merasakan kehadiran siapa pun di sekitar karena kekuatannya yang rendah. Tapi ia yakin bahwa tempat ini sangat sepi. Siapa lagi yang ingin membantu nona yang sama sekali tidak berguna itu?
Memikirkan kembali cerita Gu Yuena barusan, ia jadi merinding. Sudahlah, nonanya bukan Gu Yuena saja, cerita itu juga hanya karangan orang-orang bodoh.
Ia melanjutkan apa yang harus dilakukan. Tapi semakin ia melangkah, suhu dingin itu terus menusuk punggungnya. Ia mengedarkan pandangan, kemudian melihat sosok serba hitam yang tiba-tiba melintas dan menghilang begitu saja.
Jiang Weiwei sangat terkejut sampai menghentikan langkah. Tempat yang tandus dan kumuh menambah kesan horor hingga membuatnya dipenuhi rasa takut.
Apa benar ada hantu?
Jiang Weiwei tidak ingin memikirkannya lagi. Ia pun melanjutkan perjalanan, berusaha meyakinkan diri bahwa itu hanya halusinasi.
Ia sampai di tempat di mana Gu Yuena berada. Perempuan itu tengah duduk dalam diam sambil mengamati bunga tunggal yang mekar di sebuah pot. Hanya itu satu-satunya bunga yang ada di tempat ini.
"Nona, tehnya." Jiang Weiwei menormalkan sikapnya dan meletakkan nampan ke atas meja.
Gu Yuena melihatnya dengan senyuman, kemudian kembali memandang bunga di depannya. "Sangat disayangkan, bunga itu mekar di tempat yang buruk sehingga terlihat kesepian. Jika bunga itu berada di antara bunga lain, ia tidak akan terlihat sangat indah."
"Benar, Nona. Setangkai bunga seharusnya bersama bunga lain agar dapat menunjukkan keindahannya dengan sempurna. Sedangkan ranting kering, hanya bisa bersama ranting kering lainnya."
"Aku rasa kau sangat memahaminya." Gu Yuena mengambil secangkir teh di atas meja, kemudian hendak meminumnya. Tapi ia justru menyemburnya karena terlalu panas.
"Nona ...." Jiang Weiwei panik.
"Tak apa." Gu Yuena mendesis sambil meletakkan cangkirnya kembali. Ia tidak jadi meminumnya.
Atau lebih tepatnya, sengaja tidak meminumnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya, Jiang Weiwei akan pergi ke kediaman utama untuk menemui seseorang. Karena Nona Keempat sudah tidur, ia bisa pergi dari tempat kumuh ini untuk melaporkan situasi.
Awalnya ia pikir bahwa Nona Keempat mengalami perubahan setelah kembali dari tragedi itu. Tapi ternyata Nona Keempat masih sama seperti dulu. Polos dan bodoh, tidak peka terhadap sesuatu dan terlalu lemah.
Jika bukan Nyonya Gu yang menjanjikannya surat pembebasan budak, ia tidak mau melayani orang seperti itu selama bertahun-tahun sebagai kedok untuk meracuninya.
Ia melalui danau kecil kediaman yang tampak tak terurus. Di malam hari yang sunyi dan sejuk ini, suasana danau yang penuh daun kering dan berair keruh itu membuat segalanya terasa horor. Jiang Weiwei agak takut ketika melewatinya, apalagi ia baru saja mengalami kejadian horor tadi siang.
Ketika mempercepat langkah untuk pergi secepatnya, suara gemerisik daun terdengar berulang kali. Jiang Weiwei ingin mengabaikannya, tapi suara itu semakin keras seolah ada tepat di semak-semak sampingnya.
Srakkk
Suara itu semakin terdengar keras. Jiang Weiwei berbalik dengan penuh rasa takut. Pada saat yang sama, matanya membulat melihat sosok tak diketahui berdiri di tepi danau memandangnya dengan dingin.
Siluet itu tidak terlihat dengan jelas. Ia menunjuk ke arah Jiang Weiwei membuat perempuan itu semakin takut. Ia sudah gemetar dan nyaris berlutut.
Detik berikutnya, sosok siluet itu tiba-tiba ada di depannya dan menariknya menjatuhkan diri ke dalam danau. Jiang Weiwei berteriak dengan keras penuh rasa takut, tapi teriakannya tak lagi terdengar ketika tubuhnya memasuki air dan tenggelam di dalamnya.
"Tolong!" Jiang Weiwei berteriak dengan keras sambil berusaha naik. Tapi nahas, ia tidak bisa berenang sehingga sering kali terlelap dan menelan air danau yang keruh.
Ia kesakitan. Kakinya terus bergerak menendang air dan mencoba meraih tepian danau. Ia susah payah mengulurkan tangan dan mencari pegangan agar tidak tenggelam.
Setelah beberapa kali berusaha sampai nyaris pasrah, kakinya terasa menyentuh sesuatu hingga bisa melambung ke atas. Tangannya meraih tepian, menarik tubuhnya cepat-cepat dan naik ke atas.
Ia terbatuk dan sesekali memuntahkan air danau yang masuk ke tenggorokan. Pandangannya melihat ke arah danau sekali lagi. Danau itu seolah memberinya ilusi mengenai sosok menyeramkan yang akan menariknya sekali lagi ke dalam. Ini adalah pengalaman terburuk!
Jiang Weiwei buru-buru berdiri dalam keadaan basah kuyup. Ia pun berlari. Ketika melihat ke belakang, ia melihat sepasang mata merah menatapnya dari air danau. Ia semakin ketakutan sampai tidak bisa berteriak dan lari sekencangnya.
Sedangkan Jiang Weiwei lari terbirit-birit, sosok yang mengintip di air itu akhirnya menunjukkan kepala seutuhnya. Wajah cantiknya yang basah kuyup menampilkan senyum jahat.
"Makan itu setan." Gu Yuena tertawa kecil. Ia pun keluar dari air kotor ini dan memutuskan berendam air hangat sebelum tidur.
Besok adalah hari yang penuh drama, Gu Yuena harus mempersiapkan penampilan terbaiknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!