NovelToon NovelToon

MAFIA Sang Penyelamatku

1. Bahagia Berganti Duka

Iring-iringan pengantin sedang memasuki jalan tol dari Bogor menuju Jakarta. Sang pengantin pria terlihat gagah dengan beskap putih khas pengantin Sunda.

Kedua orangtuanya Syahril nampak bahagia karena bisa berbesan dengan keluarga ustad Najmi. Pagi itu mereka harus tiba lebih cepat di mesjid keong mas guna mengikuti prosesi ijab kabul yang akan di gelar dua jam lagi.

Karena terlalu mengejar waktu, sang sopir kehilangan kendali hingga mobil membawa sang calon pengantin pria menabrak mobil yang ada di depannya.

"Mang Ian awassss....!" Teriak Syahrir saat sopir pribadinya itu tidak bisa menghindari tabrakan saat mobil di sedan di sebelah kiri berpindah haluan.

Brakkkkk....duarrrr....

Kecelakaan itu tidak bisa terelakkan lagi dengan mobil lainnya hingga terjadi tabrakan beruntun. Mempelai pria segera di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Sementara itu mempelai wanita yang mendengar kabar itu sangat syok karena mereka di minta untuk segera ke rumah sakit.

"Bunda...! Aku mohon hadirkan Tari sekarang juga di hadapanku karena aku ingin menikahinya sebelum ajal ku tiba!" Pinta Syahril membuat ibunya bingung sendiri karena tidak bisa berpikir saat ini.

"Dokter! Tolong selamatkan putraku karena dia harus menikahi kekasihnya." Ucap nyonya Soraya.

"Kami sedang berusaha nyonya! Mohon doanya saja." Ucap dokter berupaya menolong Syahril yang terlihat makin melemah karena kehilangan banyak darah.

Tidak lama mempelai wanita datang dengan pakaian pengantin berupa dress panjang lengkap dengan hijab panjang menutupi lekuk tubuhnya.

"Bunda..!" Tari terlihat histeris memeluk calon ibu mertuanya yang juga sedang menangis menanti kabar putranya.

Tidak lama pintu di buka oleh dokter yang keluar dengan raut wajah muram. Nyonya Soraya sudah paham sendiri apa yang akan di sampaikan oleh dokter itu.

"Dokter...! Tolong jangan katakan hal buruk tentang putraku...!" pekik nyonya Soraya.

"Maafkan kami nyonya! Kami sudah berupaya semampu kami tapi putra anda tidak mampu lagi bertahan karena pendarahan pada otaknya dan juga tempurung kepalanya juga retak." Ucap dokter Gunawan tertunduk sedih.

"Tidak..! Tidakkkkk.....!" Pekik Tari saat mengetahui kekasihnya meninggal.

Umi Fida langsung menenangkan putrinya yang terlihat syok berat. Kakaknya Tari membawa adik mereka ke mobil dan segera meninggalkan tempat itu.

"Aku tidak mau pulang kak. Aku mau bersama dengan Asril." Pinta Tari.

"Jika kamu melihat jenasahnya kamu tidak akan pernah menerima kematiannya. Lebih baik kamu pulang dan tenangkan pikiranmu di rumah." Ucap Annisa.

"Apa yang harus aku lakukan kak tanpa Asril di hidupku...hiks..hiks!"

"Menangis lah Tari! Sepuas yang kamu mau, tapi ingat kesedihan tidak boleh berlarut-larut karena kamu adalah seorang wanita muslimah yang tangguh. Abi dan ummi mengajar kita harus tetap survive dalam setiap musibah segetir apapun yang ada di hadapan kita." Ucap Annisa yang sudah memiliki satu anak ini.

Annisa juga baru di tinggal mati suaminya satu tahun yang lalu karena sakit. Janda satu anak ini tidak mau menyerah karena ia juga memiliki bisnis butik online yang membuatnya tetap tegar saat ini.

Sekuat apapun dirinya saat ini, ia juga sedih karena adiknya yang baru mau merasa kebahagiaan justru harus menerima luka yang sama seperti dirinya.

Tapi yang membuat ia bersyukur adalah Adiknya Tari masih seorang gadis perawan jadi ia masih punya peluang untuk mendapatkan pria Sholeh lainnya.

Apa lagi Tari sangat cantik, tidak sulit baginya untuk mendapatkan pasangan karena gadis itu menjadi idola pria manapun untuk mendapatkan adiknya. Itu yang terpikirkan oleh Annisa pada Tari.

Setibanya di rumah, Tari terlihat makin melemah. Anisa sang kakak membantu adiknya membuka gaun pengantin itu. Ia membersihkan dirinya dan mengambil wudhu untuk melakukan sholat dhuhur.

...----------------...

Sementara orangtuanya Tari masih di Bogor menemani keluarga tuan Hanif yang masih berduka. Mereka berencana akan pulang usai sholat isya.

Annisa sedang keluar membeli makanan untuk adiknya Tari yang belum makan seharian. Tari yang merasa sangat mual tiba-tiba ingin muntah.

"Kenapa aku merasa mual terus?" Ucap Tari lalu meneguk obat tolak angin.

Ia berusaha berbaring karena rasa pusing membuat rumah itu seakan berputar di sekitarnya. Tari mulai mengingat sesuatu kalau sudah satu bulan ini dia belum haid.

"Astaga...! Aku baru ingat belum mendapatkan haid bulan ini. Tapi, bagaimana kalau aku hamil?"

Tari mulai panik sendiri jika kecurigaannya adalah benar. Masalahnya ia dan Asril pernah melakukan hubungan terlarang itu saat keduanya sedang ke Bandung menghadiri pernikahan sahabatnya Tari.

Karena kemalaman keduanya memutuskan untuk menginap. Karena kamar kosong hanya tinggal satu akhirnya keduanya memutuskan menginap di kamar yang sama.

Sekuat apapun mereka menjaga karena tinggal sekamar setan tidak akan pernah tinggal diam untuk menggodanya.

Tari yang saat itu lupa kalau ia sekamar dengan Asril membuka mukenanya usai sholat isya. Asril berbalik melihat wajah cantik Tari tampa hijab membuat ia terpesona.

"Tari...! Kamu sangat cantik sayang!" Puji Asril yang terlihat sudah eror otaknya.

Sontak Tari yang kaget langsung menutup kepalanya dengan mukena yang ada di tangannya. Tapi mukena itu ditarik oleh Asril.

"Jangan Ril!" Tolak Tari saat kekasihnya ingin menciumnya.

"Kita akan menikah dua bulan lagi Tari, apa bedanya melakukan sekarang dan nanti." Ucap Asril denfan suara makin berat.

"Jelas beda Asril. Melakukan hubungan intim saat sudah menikah jauh lebih nikmat daripada sekarang ini karena status kita hanya tunangan saja." Tari mengingatkan sang kekasih namun Asril tidak mampu lagi menahan syahwatnya.

"Aku menginginkan mu Tari! Tidak apa sayang, nanti juga kita akan menikah." Ucap Asril yang sudah mengusai tubuh Tari.

Keduanya akhirnya saling berciuman dan menanggalkan pakaian mereka hingga tidak bisa lagi membendung hasrat karena setan sedang meniup ubun-ubun mereka dengan rayuan dashyat yang memabukkan.

Pergulatan di kamar itu akhirnya terjadi. Asril mengambil kesucian Tari sebelum waktunya hingga akhirnya mereka tidak melakukannya hanya sekali tapi berkali-kali.

Tari mengingat lagi kejadian itu hanya bisa menangis. Ia bangkit untuk mengambil tes pack yang sempat ia beli dua pekan lalu dan lupa melakukan tes kehamilan karena sibuk mempersiapkan pernikahannya.

Ia akhirnya ingin membuktikan kalau ia hanya masuk angin dan haidnya tidak teratur saat ini.

Beberapa menit kemudian ia begitu takut untuk membuka matanya melihat hasilnya.

"Aku mohon hasilnya negatif atau satu garis saja." Gumam Tari lirih.

Tari membuka matanya dan melihat testpack itu memiliki dua garis merah. Jantung Tari seakan rontok di tempatnya saat ini. Ia tidak tahu harus berbuat apa kecuali ingin mengakhiri hidupnya saat ini.

"Asril..! Apa yang harus aku lakukan dengan janin do perutku ini? Apakah aku harus menyusul kamu sekarang?" Batin Tari sambil terisak di dalam kamarnya.

2. Putus Asa

Sepekan kemudian, Tari meminta ijin kepada kedua orangtuanya untuk berlibur ke rumah kakek dan neneknya yang ada di Jogja. Awalnya mereka tidak mengijinkan putri mereka pulang kampung sendirian, namun Tari terus meyakinkan kedua orangtuanya membuat mereka harus merelakan putri mereka ke Jogja karena di sana ada pesantren milik keluarga ustad Najmi.

"Biar Abi yang mengantar kamu ke sana sayang." Ucap ustad Najmi namun di tolak oleh Tari.

"Abi...! Tari mohon, agar Abi mengijinkan Tari berpergian naik kereta saja, Abi." Pinta Tari sambil memelas.

"Masalahnya saat ini kamu masih dalam berkabung. Tidak baik membawa kesedihanmu menjadi tontonan banyak orang, nak." Timpal umi Fida.

"Tari tidak akan memperlihatkan kesedihan di hadapan banyak orang Umi. Tari mohon, berikan Tari kepercayaan untuk pergi sendiri sama seperti umi dan Abi melepaskan Tari pergi kuliah ke Kairo beberapa tahun yang lalu."

Tari berusaha meyakinkan kedua orangtuanya yang masih enggan melepaskan dirinya.

"Kenapa kamu tidak mengambil pendidikan S2 saja di Kairo agar lebih bermanfaat daripada kamu harus pulang ke Jogja." Ustad Najmi memberi solusi untuk putri mereka membuat Tari bernafas lega.

"Benarkah ABI?" Desis Tari lirih.

"Iya nak! kalau kamu pulang kampung yang ada kamu akan menjadi gunjingan orang kampung dan itu akan membuat kamu makin tertekan. Sekarang siapkan paspor mu, Abi akan memesan kan tiket pesawat untukmu."

"Alhamdulillah Abi. Terimakasih atas pengertiannya. Tari janji akan melakukan yang terbaik untuk Abi dan ummi."

Tari memeluk kedua orangtuanya penuh rasa syukur walaupun hatinya saat ini seakan sedang mengeluarkan darah segar karena telah mengkhianati kepercayaan kedua orangtuanya.

"Maafkan Tari Abi, umi! Mungkin ini adalah pelukan terakhir Tari pada kalian. Tari akan meninggalkan kalian untuk selamanya." Batin Tari sambil menangis sesenggukan.

"Tari...! Tidak apa kalau kamu ingin menumpahkan semua kesedihanmu saat ini, nak. Rasa kehilangan untuk sosok orang yang kita cintai itu sangat menyakitkan, nak daripada dikhianati cinta oleh pasangan yang bisa membuat kita mudah melupakannya." Ujar umi Fida yang telah salah paham pada putrinya.

Tari mengusap air matanya lalu pamit kembali ke kamarnya. Di dalam kamar merasa hidupnya berada di dalam neraka. Yang ia pikirkan reputasi keluarganya yang merupakan putri dari ustadz kondang. Dan selama ini mereka sangat menjaga apa itu fitnah dan ghibah. Sekarang tiba-tiba dua hamil tepat di hari pernikahannya. Jika ia tidak pergi, maka aib ini akan menyebar dan bukan tidak mungkin ia akan mengubur kedua orangtuanya hidup-hidup.

Sepekan kemudian, akhirnya Tari berangkat lagi ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan S2. Ia memang belum melakukan pendaftaran kuliah melalui online karena tujuannya pergi dari rumah bukan untuk pendidikan tapi lebih kepada mengakhiri hidupnya karena ia sudah putus asa kini.

Setibanya di Kairo, ia mencari penginapan murah hanya untuk berteduh untuk sementara waktu. Selebihnya dia mencari tempat yang bisa pergi untuk bunuh diri.

Otaknya langsung berputar untuk pergi ke sungai Nil saat itu. Rasanya tempat itu yang menurutnya lebih aman untuk menenggelamkan tubuhnya dan berharap cepat mati.

Tari menunggu waktunya malam hari. Memang saat malam hari, sungai Nil terlihat lebih indah. Tari datang sendiri ke tempat itu yang awalnya masih banyak wisatawan yang berkeliaran di sekitar tempat itu hingga akhirnya lambat laun mulai berkurang.

Tari mencari tempat yang agak menjauh dari orang-orang agar ia bisa mempercepat niatnya untuk bunuh diri.

Saat sudah berdiri di tempat yang lebih curam, Tari ingin menjatuhkan tubuhnya, tiba-tiba ia merasa tubuhnya di peluk tarik ke belakang hingga ia sudah berada dalam pelukan seseorang.

"Lepaskan aku! Biarkan aku mati! Lepaskan aku biarkan aku matiii!" pekik Tari membuat sang pria terpaksa membekap mulutnya dan membawa masuk tubuhnya ke dalam mobil.

Karena terlalu keras pria itu membekap mulut Tari, hingga akhirnya membuat gadis itu pingsan.

"Bawa pergi kami dari sini!" Titah pria itu pada sopirnya dengan cepat meninggalkan area sungai Nil.

Setibanya di apartemennya, pria tampan yang bernama Ammar itu membaringkan tubuh Tari di tempat tidurnya. Ia memberikan minyak oles aroma terapi untuk membuat Tari cepat sadar dari pingsannya.

Tari segera bangkit dan mendapati dirinya berada di kamar yang tidak ia kenal. Yang lebih membuat ia sangat kaget adalah ada pria asing tampang Arab sedang duduk menatap dirinya dengan wajah sangar membuat hatinya menciut.

"Siapa kau??" Tanya Tari dengan suara terbata-bata.

"Tidak penting siapa aku untuk kamu ketahui. Yang harus bertanya di sini adalah aku. Mengapa kamu ingin bunuh diri?"

"Bukan urusanmu." Ketus Tari.

"Apakah kamu kira setelah kamu mati, kamu tidak akan menyusahkan orang lain? Orang harus mengevakuasi tubuhmu, sementara sungai yang sangat terkenal kejernihannya itu harus tercemar karena bau busuk dari jenazahmu." Sarkas Ammar penuh amarah pada Tari.

Tari terlihat diam karena saat ini selain takut pada pria asing ini, ia juga sangat malu mendengar ucapan pria tampan ini tentang dirinya.

"Sial... kenapa dia harus menggagalkan rencana bunuh diri ku? Ini sangat memalukan." Umpat Tari dalam diamnya.

"Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalahmu selain membunuh dirimu sendiri, hah?" Bentak Ammar membuat Tari tercekat.

"Aku mau pulang." Tari segera berdiri untuk segera kabur dari tempat itu.

"Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari sini." Ungkap Ammar membuat Tari nekat ingin keluar dari kamar Ammar namun pintu kamar itu sudah di kunci oleh Ammar.

"Siapa kau menahan ku di sini? Lepaskan aku..!" Pinta Tari terlihat frustasi.

"Tidak ....! Kau adalah tawanan ku saat ini. Aku tidak suka melihat wanita malang yang ingin mengakhiri hidupnya hanya karena sebuah permasalahan yang melatih dirinya bermental pengecut dan menjijikkan seperti dirimu." Umpat Ammar mempermalukan Tari.

"Iya....! Aku memang seperti itu. Lantas apa pedulimu?"

"Bukankah aku sudah peduli untuk menyelamatkan hidupmu?"

"Aku tidak memintanya. Kenapa kamu tidak membiarkan aku mati. Jika aku hidup, itu berarti aku akan menjadi pembunuh kedua orangtuaku." Sesal Tari kembali menangis menyesali kehidupannya.

Ammar memperhatikan perut Tari yang masih terlihat rata. Tapi permasalahan seorang wanita muda tidak jauh-jauh dengan kehamilan. Ia yakin akan hal itu.

"Apakah saat ini kamu sedang hamil, hmm?" Tanya Ammar mencoba memahami perasaan Tari yang terlihat sangat kacau.

Degggg ...

Tari tidak bisa berbuat apa-apa karena tebakan Ammar benar adanya.

"Katakan kepadaku! Benarkah kamu hamil?"

Tari menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil mengangguk. Ia kembali menangis histeris dan itu membuat Ammar sangat terenyuh.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan menikahimu." Ucap Ammar membuat Tari tersentak.

"Apaaaa....?"

3. Kesepakatan

Ucapan penuh kejujuran dari Amar yang meminta Tari untuk menjadi istrinya membuat Tari merasa sangat malu pada dirinya sendiri.

Apalagi melihat tampang Ammar yang sangat tampan bahkan lebih tampan beberapa kali lipat dari almarhum kekasihnya Syahril.

Di tambah lagi di lihat dari kamar Amar dengan banyak barang-barang mewah sebagai pelengkap interior dalam kamar yang sangat luas ini membuat Tari menilai sendiri bagaimana kayanya pria tampan ini entah apa pekerjaan sebenarnya yang digeluti lelaki ini.

"Kenapa kamu masih berpikir? Bukankah kamu sangat ketakutan membuat reputasi keluargamu hancur karena kehamilanmu itu? Apakah lelaki bajingan itu lari darimu saat mengetahui kamu hamil anaknya?" Tanya Ammar penuh selidik.

"Benar dia melarikan diri meninggalkan aku menanggung beban penderitaan ini sendirian. Aku tidak bisa mengejarnya kecuali aku harus mati menyusul dirinya meninggalkan dunia ini.

Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk bersama dengannya....hiks ..hiks..!" Tangis Tari tidak bisa tertahankan lagi mengingat kembali calon suami yang pergi dengan cara yang begitu tragis.

Ammar yang mendengar penjelasan Tari seketika bungkam karena baru mengerti kesedihan Tari yang bukan hanya hamil di luar nikah tetapi juga karena saat ini sedang kehilangan kekasih, ayah dari anak yang di kandungnya.

Ammar berdiri lalu berjalan mondar-mandir seperti gosokan panas sambil memegang kepalanya. Ia mengumpat pria yang telah menghamili Tari ternyata sudah meninggal dunia.

"Astaga....! Apa yang sedang aku lakukan? Dasar bodoh...! Harusnya aku tanyakan dulu gadis ini sebelum membuang-buang energi ku yang tidak berguna." Batin Ammar begitu turut prihatin pada Tari.

Iapun tidak sanggup melihat gadis ini sangat tertekan saat ini. Ammar memeluk Tari untuk meredakan tangis gadis ini.

"Jika kamu percaya kepadaku. Ayo kita menikah. Hanya ini satu-satunya cara aku bisa menolong mu. Aku tidak peduli kamu menyukai aku atau tidak. Aku juga tidak berharap akan cintamu. Aku hanya ingin menolong mu saja. Dan jika kamu tidak ingin aku menyentuhmu, tidak apa.

Yang penting kamu harus tidur bersama denganku, dengan begitu tidak akan terjadi fitnah di luar sana tentang kita? Apakah kamu mau dan sepakat dengan permintaanku?" Tanya Ammar dengan intonasi suara yang lembut.

Tari terdiam. Hatinya juga berbisik untuk menerima kesepakatan dengan Ammar tapi, ia tidak tega harus menghukum pria yang ternyata sangat baik hati ini tidak seperti wajahnya yang terlihat datar dan kelam jika sudah diam.

"Bagaimana mungkin kamu mau menikahi gadis kotor dan hina sepertiku?" Desis Tari merasa tak berarti.

"Aku percaya kamu gadis baik-baik. Kamu hanya telah terjebak oleh bujuk rayu setan sesaat. Setiap manusia tidak luput dari dosa apalagi godaan setan. Aku juga bukan manusia baik. Jadi, tidak usah merasa terhina karena nabi Adam sendiri yang membawa dosa untuk anak cucunya sampai hari kiamat tiba.

Tugas kita hanya bertobat. Sudahlah! Aku juga bukan pria pemberi nasehat yang terdengar religius karena hidupku sendiri masih hancur." Timpal Ammar untuk meyakinkan Tari agar gadis ini tidak mudah pesimis menghadapi hidup.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan meminta Abi dan ummi ke sini untuk menikahkan kita." Ucap Tari.

"Bagus. Lakukan dengan cepat sebelum perutmu membesar." Ucap Ammar.

"Kalau begitu, Apakah aku boleh pulang ke penginapanku?"

"Tidak...! Tinggallah di sini denganku. Kamu boleh tidur di kamar tamu sampai kita menikah. Jangan tinggalkan rumah ini kecuali denganku." Pinta Ammar.

"Tapi barang-barang ku masih ada di penginapan." Ujar Tari.

"Berikan kunci penginapan mu dan biarkan anak buahku yang mengambilnya. Sekarang kamu boleh tidur di sini untuk sementara waktu dan aku akan menjagamu. Aku akan tidur di sofa."

"Tidak mau. Aku akan tidur dengan menggunakan hijab ku kalau kamu terus mengawasi ku." Imbuh Tari.

"A...iya. Aku lupa kalau seorang wanita muslimah sejati. Baiklah. Aku akan tidur di kamar tamu. Jangan lakukan hal yang gila lagi karena saat ini aku sangat lelah dan ingin istirahat. Kalau kamu mau sholat, aku akan meminta pelayan untuk mengambil pakaian sholat untukmu." Ucap Ammar lalu meninggalkan kamarnya untuk ditiduri oleh Tari.

Tari berusaha memejamkan matanya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan pria baik hati yang telah menyelamatkan hidupnya.

"Ya Allah....! Jika memang dia adalah seseorang yang yang Engkau kirim untuk menyelamatkan hidupku, maka dekatkanlah dia dengan hatiku dan mudahkanlah dia menjadi imam untukku. Dan jika dia tidak baik untuk hamba, maka jauhkan kami dengan caraMu untuk memisahkan kami." Pinta Tari dalam doanya lalu membaca doa tidur.

Keesokan harinya, Tari mencoba menghubungi kedua orangtuanya agar bisa datang ke Kairo. Awalnya kedua orangtuanya menolak namun Tari menyampaikan niatnya untuk menikah secepatnya agar ia punya muhrim untuk menjaga kehormatannya jika berjauhan dengan orangtuanya dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Kenapa harus buru-buru nak?" Tanya umi Fida.

"Jika perbuatan baik dilakukan dalam waktu singkat kenapa harus di tunda ummi. Apakah Tari salah meminta untuk dinikahkan dengan pria yang mau melindungi kehormatanku?"

"Iya itu benar dan tidak ada yang salah, Tari. Hanya saja apa kata orang terutama keluarganya Syahril yang baru saja ditinggalkan putra mereka dan kamu tiba-tiba menikah dalam waktu dekat." Ucap nyonya Fida.

"Ummi! Ini demi keselamatan ku, kehormatanku dan juga nama baik keluarga besar kita, kenapa harus mempertimbangkan perasaan mereka?" Ucap Tari.

"Ok. Kalau begitu biar ummi yang akan meyakinkan Abi kamu untuk segera menikahkan kamu dengan pria pilihanmu itu." Pukas Ummi Fida.

"Terimakasih umi. Semoga Abi merestui hubungan kami." Ucap Tari.

Selang beberapa hari kemudian, keluarga Tari akhirnya bertolak ke Kairo untuk menggelar pernikahannya Tari dan Ammar.

Ammar yang baru pertama kali bertemu dengan orangtuanya Tari, nampak segan melihat wajah kharismatik ustadz Najmi.

"Aku tahu kamu sangat menginginkan putriku padahal kalian baru berkenalan sepekan." Ucap ustad Najmi ketika bertemu dengan Ammar.

"Abi..! Aku mewakili diriku sendiri untuk meminang putri Abi Yang bernama Tarisha. Semoga niat baik kami mendapatkan restu dari kalian berdua." Ucap Ammar tegas.

"Apakah kamu tidak punya keluarga Ammar?" Tanya ustad Najmi.

'Kedua orangtuaku telah meninggal dunia dua belas tahun yang lalu. Aku hidup hanya sebatang kara." Ujar Ammar apa adanya.

"Baiklah. Tidak usah mempersalahkan silsilah keluarga. Kamu boleh menikah dengan putri saya." Ucap ustadz Najmi membuat Ammar begitu lega.

Keluarga Tari yang lebih dimintai untuk mengurus semua berkas yang akan menjadi syarat mutlak yang berhubungan dengan pernikahan beda negara tersebut.

Keduanya akhirnya menikah dengan menggunakan adat negara tersebut..

Ammar mengucapkan ijab qobul dengan sangat fasih membuat Tari sangat terharu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!