NovelToon NovelToon

Santet Pelebur Nyawa

Bahan Olokan

Kubis Zerono merasa seperti dijadikan sayur, karena setiap hari dibumbui mulut cabai. Seperti kali ini, dia yang antrian makan lebih dulu, namun dapat jatah terakhir. Sekelompok pria, dengan seenaknya merebut tempat antriannya.

"Aku 'kan yang duluan, kamu tolong mengalah." ujar Pare.

"Benar itu kawan, dia tidak mengerti aturan." timpal Kentang.

"Bosan dengan tingkah kalian." Kubis memilih buang muka.

"Jangan berbicara seperti itu anak muda! Seakan kamu merasa lebih hebat dari kami." Pare tertawa-tawa cekikikan.

Kubis mengacuhkan ucapan Pare, dan juga teman yang lain. Dia kehilangan selera untuk makan, jadi memilih tempat makan yang lain.

"Mbak, beli gorengan dua puluh lima." Kubis merasa frustasi, hingga membeli gorengan sebanyak itu.

Tanpa sengaja Kubis mendengar perbincangan dua orang, yang sedang membahas ilmu hitam spiritual. Ini tentang seorang dukun bernama Mbah Gondrong, paling terkenal dan ampuh.

"Eh, ada pemilihan di kampung nenekku. Seorang pria menang, terus ada yang dengki dia terkena santet."

"Itu tidak baik, membuat seseorang kehilangan nyawa." jawabnya.

"Santet bukan hanya membuat kehilangan nyawa. Namun, bisa untuk menyiksa juga."

"Aku tidak mau ah, menggunakan cara seperti itu. Bagaimana pun, dalam Islam dosa besar."

"Sudahlah, daripada kamu ditindas sekretaris perusahaan. Lebih baik santet saja, alamatnya di lereng gunung Lawu. Ada rumah paling kecil di puncak bukit, nah itu baru benar tempat tinggal ternyaman."

"Baiklah, aku dengarkan suara darimu. Namun aku tidak bisa menerimanya."

Kubis makan gorengan, dengan saos dan kecap. Sebuah bisikan iblis lewat di telinga kirinya, untuk menyesatkan Kubis. Makhluk halus tersebut merayu Kubis, agar bersedia mengikuti jalur keliru.

Kubis berjalan ke rumah Mbah Gondrong, lalu menyebutkan permintaannya yang masih terpendam. Entah mengapa, hatinya sangat membara ingin balas dendam. Tiga tahun lamanya, dia diperlakukan bukan manusia.

"Mbah, aku ingin Mbah membantuku santet orang yang membully di pabrik. Dia harus menderita, karena telah membuat aku tidak betah." ucap Kubis.

"Tenang, selagi kamu menyerahkan padaku, maka, akan aku siksa dia dari dalam." jawab Mbah Gondrong.

"Berapa uang pembayarannya?" tanya Kubis.

"Satu juta rupiah." Mbah Gondrong menjawabnya.

Kubis pergi dari rumah Mbah Gondrong, setelah menyelesaikan hajatnya. Mbah akan pergi ke hutan, pada tengah malam. Mbah Gondrong menjalankan spiritual ilmu hitam, dengan membuat sesajen di atas bukit. Mbah Gondrong menunggu iblis tanduk datang, setelah melakukan panggilan dengan mantra.

"Ada apa kamu memanggilku?" Bertanya dengan suara menyeramkan.

"Aku ingin iblis tanduk membantuku, siksa tukang bully dari dalam organ tubuhnya." Mbah Gondrong membaca mantera, sambil menusuk perut boneka.

Iblis tanduk masuk ke dalam perut Pare, hanya untuk menusuk perutnya dengan paku. Pare menderita, namun tidak mati. Pare menjerit-jerit, saat anggota tubuhnya terkena santet.

Baidah membuka pintu kamar putranya, lalu melihat wajah pucatnya yang meringis. "Kamu kenapa?"

"Sakit perut." jawab Pare, "Ahh... sakit sekali." Merasakan ditusuk-tusuk.

"Haduh, bagaimana ini Nak? Masih tengah malam, belum ada puskesmas yang buka." ujar Baidah.

"Bunda aku tidak kuat lagi, bawa aku ke rumah sakit saja." pinta Pare.

Baidah akhirnya membantu Pare keluar kamar, lalu masuk ke dalam mobil. Kendaraan roda empat itu mulai melaju, membelah jalanan kota yang masih sepi. Tidak butuh waktu terlalu lama, Baidah dan Pare sudah sampai.

"Tolong anak saya Suster, perutnya sakit." ucap Baidah.

"Baiklah, kami bawa ke ruang perawatan." jawab suster.

Dendam Kubis Tersakiti

Setelah diperiksa lewat sampel darah, tidak menunjukkan adanya penyakit apa pun. Bahkan, sudah diperiksa dengan rekam jantung.

"Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Baidah.

"Semuanya normal, tidak ada penyakit apa pun." jawab seorang dokter muda.

"Tidak masuk akal Dok, jelas-jelas dia sakit. Anak saya merengek-rengek, menangis dengan histeris."

"Tapi, inilah kenyataannya Bu. Saya sedang tidak mengarang cerita. Pemeriksaan kami sudah teliti, tidak mungkin salah." Dokter tersebut berlalu dari hadapannya.

Keesokan harinya, Kubis pergi ke perusahaan. Terdengar banyak orang berbicara, mengenai Pare yang masuk rumah sakit.

Para anak buahnya yang terdiri dari Labu, Talas, Ubi, dan Kentang sedang membicarakan ketua geng. Mereka heran saja, karena kemarin Pare baik-baik saja.

"Ada apa dengan Pare?" tanya Wartel.

"Dia masuk rumah sakit, namun nihil hasilnya saat diperiksa." jawab Kentang.

Wartel membenarkan jilbabnya. "Mungkin, dia sakit dikirim orang."

"Ini zaman teknologi canggih, masih percaya saja dengan spiritual." Ubi ingin tertawa.

"Kamu jangan ngotot, di kampung ku saja pernah ada kejadian begitu. Tetangga bibiku perutnya besar, karena dikirim teluh oleh orang." jelas Wartel.

"Hahah... mengapa pernyataan mu, malah membuat aku sakit perut." Talas meremehkan hal yang disampaikan Wartel.

Labu asyik cengengesan sendiri, saat melihat layar ponsel. "Lucu juga stiker kucing dari gebetan."

"Woi, asyik sendiri saja lu." Kentang bersorak.

"Biasa, lagi mengobrol dengan teman baru."

"Teman apa teman, tampak dekat sekali."

Wartel duduk didekat Kubis. "Kamu sudah dengar belum, tentang berita Pare sakit perut?"

"Dengar," Menjawab singkat.

"Tapi, agak aneh 'kan, karena dia mendadak sakit, tanpa bisa diagnosa dengan jelas."

"Aku tidak mau mendengar tentangnya, karena dia dan aku tidak dekat. Aku malas mengurus berita membosankan tersebut." ucap Kubis, dengan ketus.

"Oh gitu iya, maaf deh." ucap Wartel.

"Iya, tidak apa-apa kok." jawab Kubis, dengan raut wajah biasa saja.

Pabrik mie instan terus beroperasi selama 24 jam, tanpa adanya berhenti. Namun, semua karyawan menggunakan jam kerja bergilir. Ada yang dapat jadwal pagi, siang, sore, dan malam.

Wartel mencampurkan semua bahan. "Eh, kamu yang bagian pembentukan Mie ya."

"Iya, ini aku lagi membuka karung berisi tepung." jawab Kubis.

"Masukkan saja semuanya, hari ini kita harus memproduksi seratus bungkus." ujar Wartel.

"Iya Wartel, aku ikut saja." Kubis sudah lama menyukai Wartel, secara diam-diam.

Kubis dan Wartel berjalan ke arah mesin, yang biasa digunakan untuk pembentukan mie.

"Eh, nanti kita buat merek pada plastiknya." ujar Kubis.

"Hmmm.. iya. Ada Labu juga yang membantu di sini." jawab Wartel.

Seketika raut wajah Kubis berubah tidak suka, apalagi melihat nama yang disebut mendekat. Labu memberikan es krim pada Wartel, hingga membuat perempuan itu tersenyum.

"Terima kasih Labu." ujar Wartel.

"Iya Wartel, sama-sama." jawab Labu.

"Eh, nanti aku mau menjenguk Pare. Kasian sekali, bila tidak dilihat keadaannya. Kamu mau ikut tidak?" tanya Kubis.

"Aku tidak mau, kamu dengan teman yang lain saja." jawab Wartel, menolak mentah-mentah.

"Sombong sekali bro, seperti tidak butuh orang lain." sahut Labu.

"Bukan urusan kalian tukang bully. Lebih baik, kamu urus dirimu sendiri." Wartel menjawab ketus.

Wartel pergi meninggalkan mereka berdua, yang melanjutkan pekerjaan. Kubis menjadi gelisah, merasa seperti sedang diawasi. Dia pikir dengan balas dendam, hatinya akan jauh lebih tenang. Realitanya tidak begitu, malah diserang rasa gelisah.

Rumah Sakit

Pare memegangi perutnya. "Sakit, sakit Dok! Perutku seperti ditusuk paku."

Baidah mendekati anaknya. "Apa yang sakit, yang mana."

"Ini Bu, sebelah kanan. Aduh... duh... aduh... duh... berganti sebelah kiri. Sakit Bu, tolong panggilkan dokter."

"Baiklah Nak, tunggu sebentar." jawab Baidah.

Pare guling-guling, menangis, bahkan menjerit-jerit menahan sakit. Baidah bingung, dengan apa yang terjadi.

"Ibu, tolong aku. Rasanya seperti tertusuk paku, lalu terasa pedih seperti disayat pisau." ujar Pare.

"Ibu akan segera mencari pertolongan. Kamu tunggu dulu iya Nak." jawab Baidah.

Pare mencengkeram tangan Baidah. "Kalau bisa yang cepat Bu, aku sudah tidak sanggup."

"Iya Nak, sabar ya." jawab Baidah, dengan lembut.

Pare ditinggal sendirian, namun Baidah sudah menitipkannya pada dokter. Baidah akan pergi mencari seseorang, untuk menolong putranya.

Wartel dan Labu naik mobil, ketika menjenguk Pare di rumah sakit. Mereka membawa beberapa bungkus ketoprak kesukaan Pare. Mereka sangat kompak, saat masuk ke dalam pintu ruangan.

Wartel tersenyum ke arah Pare. "Aku berharap kamu cepat sembuh, biar bisa kumpul sama teman-teman lagi."

"Terima kasih Wartel." jawab Pare.

Labu memegang tangan temannya. "Tidak ada kamu, aku merasa sepi. Biasanya, kita jail dengan Kubis Zerono."

"Aku tidak terpikir lagi, fokus pada sakit ini." jawab Pare.

Kubis tertawa sendiri saat melihat cermin. Dia merasa bahagia, karena tidak ada yang bisa meremehkannya lagi. Kubis didekati oleh seorang perempuan, yang tidak asing di matanya. Siapa lagi, bila bukan sang ibu.

"Kamu kenapa?" tanya Aliny.

"Aku bahagia, karena bisa masuk kantor tanpa rintangan lagi." jawab Kubis, sambil meringis.

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Aliny.

"Sudahlah, Ibu tidak perlu banyak tanya. Yang paling penting, uang bulanan masuk dengan lancar." Kubis memegang kedua tangan ibunya.

"Iya, iya, terserah apa katamu saja." ujar Aliny.

"Heheh... gitu dong Bu." jawab Kubis, dengan raut wajah sumringah.

Kubis melompat-lompat kegirangan, merasa bahagia dengan keadaan Pare yang menderita. Kubis membuat kopi di dapur, lalu merasa merinding dadakan.

"Kok seperti sedang diawasi ya?" Kubis memegangi tengkuknya, karena bulu kuduk berdiri.

Baidah pergi ke dukun, untuk mengobati putranya. Wartel dan teman-teman lainnya keluar dari ruangan. Membiarkan pria lanjut usia itu bereaksi, untuk menolong Pare yang sedang sakit. Dukun tidak dapat melihat dengan jelas, karena ada aura jahat yang menutupi penglihatan mata batin.

"Aku tidak tahu dia sakit apa, sulit dijangkau oleh mata batinku." ujar dukun tersebut.

"Katanya dukun, tapi melihat sakit anakku saja tidak bisa." Baidah jadi kesal sendiri.

"Barangkali, ada iblis jahat di dalamnya. Aku tidak bisa menembus, dengan ilmu yang aku miliki." Dukun itu menyerah.

"Apa tidak bisa dicoba sekali lagi?" tanya Baidah.

"Baiklah, akan aku coba sekali lagi."

Dukun itu membaca mantra-mantra, lalu seketika matanya yang terpejam jadi terbuka. Dukun itu memegangi dadanya yang sesak, sampai memuntahkan darah. Dia diserang iblis tanduk, karena berusaha mengobati pasien.

"Aku menyerah, jangan datangi aku lagi." Dukun itu angkat tangan, lalu berlari keluar ruangan.

"Eh Mbah, mau kemana." Baidah berusaha mencegahnya pergi, dengan memanggilnya dari belakang punggung.

Wartel dan Labu melihat ke arah pintu, yang sedang dipegang gagangnya oleh mbah dukun. Dia lari terbirit-birit, tanpa menghiraukan panggilan dari Wartel.

"Mbah itu kenapa?" tanya Labu.

"Entahlah, dia tampak ketakutan." jawab Wartel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!