NovelToon NovelToon

SMA FLUCH (Horor)

Sekolah baru

Bus melaju tenang di jalan pedesaan yang begitu asri. Terkadang jalan yang dilaluinya sedikit menanjak, menurun dan menikung cukup tajam menelusuri bukit dan lembah, membuat perjalanan ini sangat berkesan. Tidak ada gedung bertingkat ataupun suara bising dari kendaraan yang selalu terjebak macet. Hanya ada pepohonan dan kebun jagung membentang di sepanjang kanan kiri jalan.

Bus melaju melewati jembatan, beberapa menit kemudian bus memasuki pedesaan. Aku bisa melihat beberapa rumah penduduk dari kaca jendela bus yang membawahku ini. Dari jendela itu juga, aku melihat sebuah gedung yang cukup besar berada di atas bukit di kelilingi pepohonan. Walau sedikit aneh, bagaimana bisa ada gedung sebesar itu di desa terpencil seperti ini. Tapi aku menepis perasaan itu karna disanalah aku akan tinggal, belajar dan mencari teman. Yah, itu adalah gedung sekolah yang memiliki asrama. Sebenarnya ini keinginan dari orang tuaku yang menyuruku pindah ke sekolah tersebuy. Kata mereka agar aku bisa belajar mandiri. Awalnya aku enggan untuk pindah. Tapi, dipikir-pikir juga ini untuk kebaikan diriku sendiri.

Di desa ini ada saudari ibuku. Dia cantik dan juga baik. Suaminya memiliki perkebunan anggur yang luas, dengan hasil panen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Bibiku mempunyai anak kembar laki-laki, mereka lah yang selalu mengajakku menelusuri kebun anggur milik ayah mereka. Kunjungan pertama aku ke desa ini, saat itulah untuk pertama kalinya aku melihat gedung sekolah itu. Bangunan berwarna keemasan di bawah sinar matahari sore hari. Tak ku sangka suatu hari aku akan bersekolah disana dan hari itu tiba.

Bus berhenti. Aku beranjak dari kursiku berjalan menuju pintu keluar. Hanya aku seorang diri yang turun di halte ini. Halte yang sangan kotor dan tak terawat. Aku menganggap hal tersebut wajar-wajar saja. Kemungkinan penduduk desa lebih memilih halte yang ada di tengah-tengah desa, dari pada yang disini, jaraknya cukup jauh. Tapi, hanya halte ini yang paling dekat dengan sekolah baruku. Untuk sampai di sekolah, aku masih harus melewati jalan setapak terlebih dahulu.

Jalannya cukup menanjak, tentu saja karna sekolahnya kan ada di puncak bukit. Tengah hari ini lumayan panas. Namun hawa panasnya matahari tidak bisa menembus rimbunnya pepohonan. Angin sejub juga menemani perjalananku ke puncak bukit. Tidak sampai lima menit aku sampai di depan gerbang sekolah. Tidak ada yang istimewa dari sekolah ini, sama seperti sekolah pada umumnya. Hanya saja suasananya yang berbanding terbalik. Di sini udaranya sangat sejub dan juga sekolah ini sangat terawat dan bersih. Berbeda dengan sekolah lamaku. Hawa panas perkotaan dengan kebisingannya. Tapi dari semua itu ada satu yang menarik perhatianku, yaitu papan nama sekolah. Walau sudah usam dan warnanya telah memudar di makan usia. Tapi, masih terlihat jelas nama sekolah ini, SMA FLUCH yang entah apa artinya. Aku melangkah masuk melewati pintu gerbang sekolah.

Seorang satpam menghampiriku dan bertanya.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?"

"Siang. Em.. Saya siswi pindahan dari kota."

"Oh, kau siswi pindahan itu. Kau sudah ditunggu di ruang kepalah sekolah. Mari, saya antar kau kesana."

"Terima kasih."

Aku mengikuti satpam itu memasuki gedung sekolah ini. Bangunan empat lantai berbentuk L bercat putih dengan pintu dan jendela berwarna coklat tua. Begitu memasuki pintu, ruang aula nan luas menyambut kami. Aku cukup berdecak kagum. Aula sekolah ini tidak kalah dengan aula sekolah lamaku. Terutama yang paling menarik perhatianku adalah lampu gantu besar yang tergantung tepat di langit-langit aula.

Satpam tersebut terus menutunku menaiki tangga sampai di lantai lantai tiga ia berbelok ke kanan menyelusuri lorong panjang. Tepat di depan pintu paling besar dari semuanya ia berhenti. Ia mengetuk pelan pintu tersebut.

"Masuk."

Terdengar suara dari dalam mempersilakan masuk. Dari suaranya aku tahu betul kalau itu suara seorang wanita. Satpam tersebut memutar knop pintu lalu membukanyah. Ia melangkah masuk dengan aku mengikutinya dari belakang.

"Ada apa," tanya wanita itu tanpa mengankat wajahnya dari lembaran kertas dihadapannya.

"Ini siswi baru yang anda tunggu itu," ujar satpam itu sambil menunjuk ke arahku.

"Oh... iya. Silakan duduk," kata kepalah sekolah itu dengan ramah.

Aku melangkah maju mengambil tempat duduk di depan meja kepalah sekolah. Satpam itu sudah berlalu pergi meninggalkan kami berdua di ruangan yang cukup luas itu. Disana terdapat beberapa rak buku berisi dokemen-dokumen penting milik sekolah. Di atas meja kulihat terdapat beberapa kertas serta buku-buku dan satu buah leptop.

Mrs. Scott atau nama lengkapnya Charlie Scott. Itu nama kepalah sekolah di sekolah ini. Setelah melihat-lihat dokumen kepindahan sekolahku, dia menyerahkan selembar kertas padaku. Aku menerimanya dan sekilas membacanya.

"Ini adalah peraturan sekolah, kau harus mematuhinya," suaranya pelan tapi terdengar tengas di telingaku. "Ini kunci kamarmu. semoga kau bahagia disini."

Aku mengambil kunci itu, berdiri, mengucapkan terima kasih dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Aku bejalan menuju asrama yang ada di gedung terpisah dari bangunan sekolah ini. Sebuah bangunan melintang panjang yang membentuk halaman sekolah ini menjadi segitiga. Sambil berjalan, aku membaca peraturan sekolah yang di berikan Mrs. Scott tadi. Peraturannya berisi peraturan-peraturan umum seperti mematikan hp disaat jam pelajaran, masuk ke kelas tepat waktu dan lain-lain. Tapi, entah mengapa aku teringat kalimat terakhir yang di ucapkan Mrs. Scott. Apa artinya 'Semoga kau bahagia disini'.

Kamarku ada di lantai dua, sisi kiri dari gedung ini. Sedangkan untuk sisi kanan, itu adalah asrama laki-laki. Aku berhenti sebentar di depan pintu kamar yang nomornya sesuai dengan nomor di kunci kamarku. Aku sedikit gugup, bagaimana caranya aku menyapa mereka? Apa yang harus aku katakan terlebih dahulu? Bagaimana kalau teman sekamarku tidak suka pada ku? Tiba-tiba aku sadar dari lamunan begitu aku merasa ada seseorang yang melintas di belakangku. Tapi begitu aku menoleh, tidak ada siapa-siapa. Bahkan suara langkah kakipun aku tidak mendengarnya. Itu mungkin cuman perasaanku saja. Aku berbalik dan hendak mengetuk pintu. Namun tiba-tiba seorang gadis berambut pirang lurus, bermata biru mengagetkanku.

"Selamat datang!" teriaknya.

"Uuuaaaaaah..........!!!" aku sangat terkejut sampai terduduk di lantai. Jantungku hampir mau copot rasanya.

"Ups, maaf. Kau tidak apa-apa?"

"Tidak. Aku tidak apa-apa."

"Mari kubantu," gadis itu mengulurkan tangannya membantuku berdiri.

"Terima kasih," aku menerima uluran tangannya yang lembut.

"Kurang kerjaan saja kau ini. Kasihan kan dia sampai kaget setengah mati begitu," kata seorang gadis manis berambut hitam panjang dengan mata berwarna hazel yang ada di belakangnya.

"Maaf, maaf, habisnya aku senang sekali mendapat teman baru. Oh, iya. Siapa namamu?"

"Namaku Lita, Syalita," kataku memperkenalkan diri.

"Syalita, nama yang bagus. Kalau namaku Luxia. Salam kenal," ia mengulurkan tangannya. Aku membalasnya dengan hangat.

"Kalau aku Amy," sambung gadis di belakang Luxia.

"Panggil saja Tria," kata satu gadis lagi yang berjalan mendekat. Ia berambut hitam pendek dengan mata berwarna coklat gelap.

.......

.......

.......

.......

.......

.......

...ξκύαε...

Teman baru

Aku yang terlalu berlebihan, mereka sangat baik dan bersahabat. Mereka bahkan membatuku membawakan barang bawaanku masuk ke dalam. Ruang kamar ini lumayan luas. Ada dua tempat tidur bertingkat dan dua lemari yang ada di samping tempat tidur. Setiap kamar memiliki kamar mandi sendiri. Jadi, tidak akan ada acara menggantri lama untuk mandi.

Setelah menyusun barang-barangku di dalam lemari, aku berjalan menuju balkon. Di atas balkon ini aku bisa melihat hampir dari keseluruhan sekolah. Halaman yang ada di tengah-tengah sekolah itu sangat luas jika di lihat dari atas sini. Tepat di hadapan adalah gedung kelas. Sedangkan untuk asrama guru ada di lantai empat, di bagian gedung depan. Dengan lantai dasarnya merupakan rung guru. Di sana juga ada sebuah menara yang berada di arah jam 10.00, entah apa fungsinya. Tapi dari semua itu ada bangunan kecil berjarak kira-kira 100 m dari asrama laki-laki yang menarik perhatianku. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karna di tutupi pepohonan. Tapi, bagian pintu masuk terlihat jelas.

"Ah.... Aku suka disini."

Aku sedikit terkejut dengan kehadiran Luxia yang sudah ada di sampingku.

"Di sini anginnya begitu segar," katanya lagi.

"Iya. Jauh berbeda dengan di kota."

"Kau benar."

"Oh, iya. Apa aku boleh bertanya?"

"Tanya apa?"

"Itu bangunan apa, ya?" aku menunjuk ke arah bangunan yang kulihat tadi.

"Oh... itu. Itu hanya gudang terbengkalai tapi dulunya adalah gedung olahraga karna terlalu kecil jadi di pindakan di samping ruangan kolam berenang. Kapan-kapan kita ke kolam berenang, yuk," ajak Luxia.

"Ide bagus," tiba-tiba pandanganku teralikan kembali ke bangunan tua tersebut. "Ada seseorang di bangunan itu."

"Apa katamu?" Luxia ikut menoleh ke bangunan tua tersebut.

"Ada seseorang yang baru saja masuk ke gedung tua itu," kataku mengulangi.

"Seperti apa orangnya?" tanya Tria memotong pembicaran kami sambil berjalan mendekat.

"Seorang perempuan berpakaian seragam sekolah. Kenapa?" tanyaku sedikit ingin tahu.

"Sudah kudunga, satu orang lagi," kata Tria begitu pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.

"Apa maksudmu?"

Tri tampak terkejut mendengar kata-kataku barusan. Ia menoleh ke arah ku, mencoba memahami apa yang kumaksud. Kulihat pandangannya meredup lalu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Tidak ada."

"Kau bertingkah aneh Tria," kataku sambil ikut menatap jauh ke depan.

"Dia memang aneh. Kau belum tahu saja," ejek Luxia sambil tersenyum nakal.

Tria melipat kedua tanganya di dadanya, sambil membuang muka dengan kesal. Aku dan Luxia hanya tertawa kecil melihat tingkah Tria yang seperti anak kecil.

"Tapi aku benaran melihat perempuan itu," kataku yang kembali melirik bangunan tua itu.

"Mungkin itu hanya imajinasimu saja," ujar Tria tanpa menoleh ke arah kami, dia terlihat masih kesal.

"Atau mungkin itu adalah arwah Anna yang ingin menangkapmu. Uuuuh...."

Tiba-tiba Amy yang sudah ada di belakang Tria sambil menirukan gaya zombie seperti di film horor. Entah apa yang terjadi dengan Luxia. Ia langsung menutup mulut Amy dengan tangannya.

"Kau tidak boleh berbicara seperti itu di sini," bisik Luxia pada Amy.

"Memangnya kenapa? Siapa Anna?" tanyaku semakin penasaran.

"Nanti kau tahu sendiri, Syalita," Luxia masih ingin bermain teka-teki denganku.

"Sudah-sudah, lebih baik kita masuk dulu, sudah hampir gelap nih," Tria mendorong kedua temannya itu untuk masuk ke dalam.

"Iya," aku mengikuti mereka masuk. Walau sangat penasaran siapakah sosok Anna ini. Tapi untuk sementara waktu aku tidak ingin memikirkanya terlebih dahulu.

...✴✴✴✴...

Pagi harinya aku terbangun oleh jam weker milik Luxia. Aku mengambil hp ku menyalakannya. Kulihat baru jam 05.00 pagi, aku dengan malas meletakan hp ku dan kembali tidur.

"Ayok bangun Syalita! Kau tidak mau terlambat di hari pertama, bukan?" Luxia mematikan jam bekelnya lalu menarik-narik selimutku untuk membangunkan ku.

"Tapi kan masih jam 05.00 pagi, pelajaran baru di mulai pukul 07.00," aku menarik selimutku dan kembali melanjutkan tidurku.

"Iya, aku tahu. Tapi Amy mandinya lama, bisa-bisa kau tidak kebagian air lagi," Lixia terus menarik selimutku.

"Iya, iya, aku bangun," aku mengucek-ucek mataku dan turun dari tempat tidur. Aku baru sadar kalau Luxia sudah mandi. "Kau bangun jam berapa?"

"04.45."

"Kenapa kau memasang alaram jam 05.00 jika kau bangun lebih awal dari alaram itu sendiri?"

Luxia tidak menjawab. Mungkin dia tidak mendengar nya. Sudahlah, aku juga tidak mengharapkan jawabannya. Aku mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi. Kulihat Tria dan Amy masih tidur saat itu.

"Syalita, serangammu ada di lemari. Kemarin Mrs. Joe memberikannya pada ku, ia mengatakan untuk memberikannya pada mu," jelas Luxia.

"Iya."

Aku keluar dari kamar mandi, kulihat Tria sudah bangun tapi Amy masih saja menikmati mimpinya. Aku membuka lemari dan memang ada serangam sekolah tergantung di sana. Aku mengambilnya dan mengenakannya. Serangam itu terdiri dari, sebuah kemeja putih, dasi, jas dan rok mini di atas lutut berwarna biru tua. Aku berdiri di depan cermin, mengamati diriku mengenakan seragam itu. Cocok juga.

Aku melirik Luxia yang sedang mengepang rambut pirangnya yang panjang sampai ke pinggang. Sedangkan Tria, baru selesai mandi. Amy yang baru saja bangun segera turun dari tempat tidur, mengambil handuknya lalu melangkah ke kamar mandi dengan mata hampir setengah terbuka. Sambil menungu Tria dan Amy bersiap-siap, aku mengemasi buku-buku yang harus ku bawah ke kelas nanti. Jam 06.30 kami baru keluar dari kamar. Terlihat juga beberapa murit-murit lain keluar dari kamar mereka bersiap untuk pergi ke kelas masing-masing.

Sampai di luar asrama, aku menyuruh mereka untuk duluan saja ke kelas karna aku belum tahu aku masuk ke kelas yang mana. Tapi tadi malam kepalah sekolah mengirimkan e-mail ke hpku. Ia mengatakan bahwa besok aku harus menemui Miss. Sherlly, ia adalah wakil kepalah sekolah tapi ia juga mengajar di kelas dan merupakan wali kelasku.

Disaat aku menuju ruang wakil kepalah sekolah, semua murit yang kelasnya aku lewati memperhatikan diriku. Mereka saling berbisik antara satu sama lain. Aku menundukan kepalaku begitu melewati mereka. Entah mengapa aku jadi tidak nyaman. Apa yang mereka bicarakan? Apa ada yang lucu dariku? Aku tidak tahu. Apa mungkin karna aku murit baru di sini? Sampai di depan pintu ruangan wakil kepalah sekolah, aku mengetuk pintu, terdengar suara dari dalam.

"Silakan masuk."

.......

.......

.......

.......

.......

.......

...ξκύαε...

Permainan yang indah

Aku memutar knop pintunya dan melangkah masuk "Selamat pagi Miss. Sherlly," ucapku untuk menghangatkan suasana.

"Pagi," balas Miss. Sherlly

Miss. Sherlly tidak melirikku sama sekali. Matanya hanya fokus pada buku yang ia pegang. Ia meletakan bukunya di atas meja lalu menatapku dengan mata biru yang ada di balik kacamatanya. Rambut pirang keemasannya terurai sampai pungungnya.

"Aku sudah dengar dari kepalah sekolah tentangmu," Miss. Sherlly berdiri mengambil tasnya dan melanjutkan, "Mari ku antar kau ke kelasmu, kebetulan aku mengajar di sana."

"Iya," jawabku. Aku mengikutinya dari belakang.

Kelasku ada di lantai dua paling ujung dari lorong. Miss. Sherlly melangkah masuk kelas, mengucapkan salam yang balas serentak oleh para murid. Aku berdiri di depan pintu melirik ke seluruh murid yang menatapku dengan dinginnya. Hanya ada satu orang yang melambai-lambaikan tanganya ke arahku. Ia duduk di barisan kedua dari belakang. Aku membalasnya lambaian tangannya. Dia adalah Amy, teman sekamarku.

"Nak, silakan masuk," pinta Miss. Sherlly mempersilakan aku masuk. "Perkenalkan dirimu pada murid lain."

Aku menganguk. "Selamat pagi semua," aku mengucapkan salam untuk mencairkan suasana dan sedikit menghilangkan kegugupan ku.

"Pagi," jawab mereka hampir serentak.

"Perkenalkan, nama saya Syalita Hatcher. Kalian bisa memangilku Syalita tapi kalau di rumah aku lebih sering di panggil Lita. Aku harap kalian bisa menerimaku dengan baik dan kita semua bisa berteman," setelah mengatakan itu, aku menoleh ke Miss. Sherlly.

"Bagus, kau boleh duduk. Cari tempat kosong."

Memang ada beberapa kursi kosong di barisan belakang. "Kursi mana yang aku pilih?" pikirku.

"Syalita disini," panggil Amy.

Aku menoleh ke arahnya yang menunjuk-nunjuk kursi yang ada di sampingnya, itu kosong. Aku berjalan mendekati Amy, mengambil tempat duduk di sampingnya. Aku senang ada orang yang aku kenal di kelas ini. Pelajaran pertama dimulai.

...✴✴✴✴...

Kriiiiiiiiing...... Kriiiiiiiiing......

Bel di bunyikan, pertanda jam istirahat telah tiba. Aku membereskan buku ku dan memasukanya ke dalam laci meja. Amy menghampiri meja ku.

"Lita, ayok ke kelas Tria dan Luxia," ajak Amy.

"Ayok."

Kelas Tria dan Luxia ada di lantai tiga. Amy bercerita sepanjang jalan kami menuju kesana, aku tidak terlalu mendengarkannya. Tiba-tiba seorang anak kira-kira umur 7 tahun, berlari kencang dan sempat menyenggolku. Aku menoleh ke anak itu, dia berbelok ke kiri di ujung lorong.

"Ada apa Lita?"

"Tidak ada, kau duluan saja nanti aku menyusul," kataku tanpa menoleh ke Amy.

Aku berlari mengejar anak itu tidak memperdulikan Amy yang terus memangil. Sampai di ujung lorong anak itu sudah hilang. Aku mencarinya tapi tidak menemukannya. Kemana anak tadi? Cepat sekali hilangnya.

"Sedang apa kau di sini?"

Aku dikejutkan oleh suara di belakangku. Aku berbalik kelihat seorang laki-laki berdiri, bersandar di diding, tangannya di silangkan di dada. Rambut berwarna coklat dengan mata berwarna biru terlihat jelas walau lorong itu sedikit gelap.

"Kau mengagetkanku. Aku disini mencari anak kecil, baru saja lewat. Tapi, aku kehilangan dia," jelasku

"Tidak ada anak kecil disini, sebaiknya kau kembali," dia melangkah pergi.

"Hei.... Tunggu."

Ia berhenti dan melirik tajam ke arahku. "Apa?"

Aku terdiam sebentar. Aku tidak mengapa ada rasa yang menyelimutiku, begitu hangat dan tidak bisa digambarkan.

"Hei! Ada apa? Apa kau hanya ingin menyuruhku untuk berdiri saja disini?"

"Apa?!" aku tersadar oleh suaranya. Apa yang terjadi denganku? "Tidak, tidak. Aku hanya... Em... Sedang apa kau di sini?" tanyaku akhirnya. aku sedikit bingung dengan diriku sendiri. Kenapa aku jadi gugup berbicara dengannya?

"Itu bukan urusanmu," dia berbalik dan berlalu pergi.

"Dia cukup tampan. Tunggu-tunggu apa yang aku pikirkan," kataku tanpa sadar.

Begitu aku tersadar atas apa yang keluar dari mulutku. Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat untuk menghalau pikiran aneh itu. Tiba-tiba terdengar suara piano dari salah satu ruangan. Aku mencari sumber suara dan kulihat ada pintu terbuka. Aku mengintip di balik pintu. Disana ada seseorang yang sedang memainkan piano.

"Itukan anak yang tadi."

"Permainan yang indah," kata ku sambil melangkah masuk.

Anak itu tidak menjawab, ia terus bermain. Tangannya yang mungil begitu lincah menekan setiap tuds piano itu. Rambutnya berwarna hitam sebahu dengan poni yang hampir menutupi mata. Ia sedikit menunduk. Pandangan begitu kosong dan wajahnya sangat pucat.

"Jangan-jangan dia..."

Aku melihat ke sekeliling, di sana ada berbagai macam alat musik. Pandanganku tertujuh pada sebuah biola. "Boleh aku bergabung. Aku bisa bermain biola?"

Anak itu tidak menjawab, hanya menganguk saja. Aku mengambil biola tersebut dan mulai memainkanya. Aku memejamkan mata untuk menghayati musik yang ku mainkan. Beberapa menit kemudian. Aku membuka mataku. Aku sangat terkejut melihat beberapa orang berdiri di depan ku, sambil bertepuk tangan. Yah, mereka teman-teman ku, Amy, Luxia, Tria dan satu orang yang belum ku kenal.

"Permainan mu bagus sekali, Lita," puji Amy pada ku.

"Aku tak tahu kalau kau bisa bermain biola," kata Luxia.

"Aku pernah ikut les biola di sekolah ku yang lama," jawab ku. "Siapa temanmu itu, Luxia?"

"O iya, aku hampir lupa. Perkenalkan, ini Magie," kata Luxia memperkenalkan gadis yang ada di sampingnya.

Dia cantik. Rambutnya berwarna hitam mengkilat sama seperti Tria, hanya saja matanya berwarna coklat lembut sedangkan mata Tria berwarna coklat hampir gelap. Aku menyalaminya dan menyebutkan namaku.

"Aku suka permainanmu tadi," kata Magie dengan senyum manis diwajahnya.

"Terima kasih. Dari mana kalian tahu aku di sini?" aku meletakan kembali biola itu pada tempatnya.

"Aku yang memberitahu mereka," Amy mengangkat tangannya

"Kami tadi mendengar suara biola, jadi kami kemari."

"Aku tadi menemani seorang anak..." aku baru menyadari bahwa anak itu sudah menghilang. "Lho..... kemana anak itu?"

"Siapa?" tanya Luxia.

"Ada anak kecil tadi. Ia sedang main piano," jelasku pada mereka tapi mereka tidak percaya.

"Kami sudah ada di sini, dipertengahan permainanmu, tidak ada siapa-siapa," jelas Magie.

"Tapi, saat aku bermain aku masih bisa mendengar suara piano itu bahkan sampai permainan ku selesai," semua orang menatapku dengan bingung.

"Seperti apa orangnya?" tanya Tria yang sendari tadi diam saja. Tatapanya aneh sekali.

"Seperti anak kecil biasa, berambut hitam sebahu," jelasku. "Kenapa?"

"Tidak ada," dia berbalik lalu melangkah pergi. "Ayok kembali kelas. Sebentar lagi jam pelajaran dimulai."

"Hei... Tria! Tunggu kami," teriak kami sambil menyusulnya keluar dari ruang musik.

.......

.......

.......

.......

.......

.......

...ξκύαε...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!