Yoongi tengah berada di LA, melakukan konser tunggalnya sebagai idol multitalent. Pria yang memakai kemeja putih dengan rajut vest, dan celana jeans hitam yang membalut rapi kaki jenjangnya itu nampak sangat menawan. Kepala yang mahkotanya di cat blonde itu di lingkari headband berwarna hitam sehingga rambutnya terangkat ke atas.
Penampilannya sangat kontras dengan kulit yang terlihat sangat putih, wajahnya yang jarang berekspresi tidak mengurangi tingkat ketampanannya. Pun harga fashion nya yang tidak terkira.
Yoongi terus berjalan menyusuri jalan, menikmati pemandangan kota yang tidak jauh berbeda dengan negeri asalnya. Pria itu tidak sendiri melainkan bersama temannya, Park Jimin dan Jeon Jungkook. Ketiga pria yang memiliki pesona tersendiri, kadar ketampanan yang berbeda namun ketiganya mampu membuat siapapun terpesona.
"Kapan kita akan kembali ke Seoul, Hyung?" Tanya pemuda Jeon.
"Nanti malam." Jawab Yoongi.
"Nikmati saja liburan mu, adik kecil. Kapan lagi kita pergi ke luar negeri dengan gratis?" Ucap Jimin sembari memainkan alisnya.
"Ah, aku tidak suka di sini. Aku lebih suka di Korea." Sahut Jungkook.
"Kalau begitu seharusnya kau tidak usah ikut, padahal kau yang paling memaksa untuk ikut." Ujar Jimin.
Jungkook memanyunkan bibirnya sembari terus menggandeng lengan Jimin, memang dirinya bersemangat saat Hyung nya itu bilang akan konser di LA namun dia tidak menyangka jika itu akan lama. Tiga hari di negeri orang, sebagus apapun itu ya tetap senang di negeri sendiri.
Yoongi yang sudah hapal dengan kelakuan bayi besarnya itu hanya diam, tidak heran sekaligus tidak memberikan reaksi apapun. Ekspresi nya tetap datar dengan mata yang sedikit sipit.
Diam-diam pria itu tengah memikirkan sesuatu, berulang kali ia mengecek ponselnya tapi tidak ada satupun notifikasi yang ia dapatkan.
"Huuh..!" Yoongi menghela nafasnya kasar. Memasukkan ponselnya kembali kedalam saku celananya.
Park Jimin yang melihat itu hanya bisa berpandangan dengan Jungkook, seolah tengah bertanya melalui tatapan mata. Sementara bayi besar itu hanya mengedikkan bahu tanda tak tahu. Atau mungkin tak peduli. Sebab dia hanya ingin cepat-cepat pulang.
•••
Sudah dua hari dirinya berada di rumah sejak kepulangannya dari LA, hanya bermain game atau sesekali menulis lirik lagu. Besok ia harus terjun kembali memulai pekerjaannya, dirinya mendapatkan proyek lagu dan mengurus rekaman untuk album seorang penyanyi.
Sebenarnya konsernya di LA adalah pementasan terakhirnya menjadi idol, dirinya akan Hiatus menyusul para rekannya yang sudah terlebih dahulu menghentikan diri dari dunia musik. Meski tidak sepenuhnya sebab pria itu masih gemar menulis lagu.
Dirinya akan fokus pada menulis lirik dan membuat instrumen musik, tanpa harus kesana kemari melakukan perform di atas panggung.
Yoongi kembali mengecek ponselnya, melihat pesan yang beberapa hari yang lalu ia kirimkan. Belum ada balasan padahal dia yakin pesannya sudah di baca, atau memang orang itu tidak berniat membalasnya Yoongi sendiri tidak tahu.
Mungkin jika dilihat pria itu tidak peduli, namun dalam hatinya dia sangat-sangat memikirkannya. Bahkan rasanya tidak bisa hilang dari ingatan.
Ding dong!
Pria berkulit putih itu melirik ke arah depan saat bel rumahnya berbunyi, tidak ada tanda-tanda ia akan bangkit membuka pintu atau sekedar menyahut untuk bertanya siapa yang datang.
Pria itu hanya diam sembari terus menatap layar ponselnya tanpa ekspresi. Dan benar saja, pintu depan terbuka dengan seseorang yang masuk kedalam rumah menghampiri dirinya yang tengah terduduk di sofa.
"Hey Bro!" Sapa Jimin.
Yoongi hanya melirik dengan ekspresi nya yang sudah tertempel rapi di wajahnya, datar dan cuek. Sepertinya senyuman Yoongi amat sangat mahal.
"Apa kau punya Bir?" Tanya Jimin.
"Tidak."
"Kalau begitu jus?"
"Tidak."
"Apa kau mendadak miskin sampai tak memiliki apapun?"
"Tidak ada apapun disini jika untukmu."
"Sialan."
"Pulanglah." Usir Yoongi.
"Aku bahkan baru saja sampai." Jimin tidak mau beranjak.
"Tidak ada yang memintamu kemari."
Jimin mendecak, temannya yang satu ini sungguh biadab sekali pikirnya. Tapi dia tidak memasukkan ucapan Yoongi ke dalam hati sebab pria itu tahu bagaimana pedasnya mulut temannya ini, berbicara sesuka hati dan tak pernah disaring.
"Kapan kau akan mulai rekaman?" Tanya Jimin sembari menikmati sekaleng soda yang teronggok di atas meja.
"Besok."
"Kau sendirian?" Tanya Jimin lagi.
"Aku tidak berniat mengajakmu."
Pria bermarga Park itu lagi-lagi mendecak, menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa. Lebih baik dia menonton televisi saja daripada mengajak manusia batu itu berbicara. Seharusnya dirinya memang tidak bertandang kemari, lebih baik mengunjungi bayi besar Jungkook daripada si Yoongi sialan ini.
•••
"Jong-hoon, apa kau melihat kaos kaki ku?!"
"Apa kau tidak salah bertanya seperti itu padaku?"
"Jawab saja, lihat atau tidak. Kau ini kebiasaan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi."
"Kalau begitu tidak usah bertanya."
Gadis berambut hitam panjang itu mendecak, menyangga tangannya di pinggang lalu memutar kepalanya. Sial sekali pikirnya, selalu saja dia kehilangan barang pribadi nya.
Heran sekali sebab dia sudah menaruhnya di laci paling belakang namun tetap saja kaos kakinya hilang. Dan sekarang dirinya tengah dikejar waktu, tidak memungkinkan jika terlambat hanya untuk mencari barang kecil di rumahnya yang besar.
"Ji-eun cepatlah!" Seru Jong-hoon yang sudah berada di luar.
"Sebentar!" Balas gadis Lee ikut berteriak.
Ji-eun kembali mengecek lemari kecilnya untuk mencari kaos kaki miliknya, mungkin saja terselip atau dirinya yang tidak melihat. Tapi ternyata memang tidak ada, alhasil dengan terpaksa gadis itu keluar membawa tas dan menarik kopernya.
"Kau ini lama sekali!" Kesal Jong-hoon.
"Itu karena aku mencari kaos kaki ku yang--- hey! Bukankah itu milik ku?" Ji-eun mengangkat celana panjang Jong-hoon ke atas demi melihat sesuatu yang saudaranya pakai.
"Benar, itu kaos kakiku!" Seru Ji-eun. "Kenapa kau memakainya? Aku mencarinya ke seluruh sudut rumah kau tahu?"
"Aku mana tahu itu punyamu." Ujar Jong-hoon santai.
Dengan kesal Ji-eun masuk kedalam mobil karena ayahnya; Jin-kook, sudah berulang kali membunyikan klakson mobil. Begitupun dengan Jong-hoon yang menyusul masuk dan duduk di kursi belakang.
"Tidak ada yang ketinggalan?" Tanya Jin-kook pada kedua anaknya.
"Tidak." Jawab mereka bersamaan.
Jin-kook menyalakan mesin mobil dan mulai melaju. Menyusuri jalanan kota yang sedikit ramai. Hari ini keluarga Lee akan berpindah sementara ke Seoul, tidak semuanya atau lebih tepatnya dua anaknya saja. Lee Ji-eun dan Lee Jong-hoon.
Jong-hoon akan menemani sang adik yang akan melakukan rekaman lagu untuk album baru di Seoul, si gadis Lee itu amat sangat manja oleh sebab itu Jin-kook memerintahkan putranya untuk menemani sang adik ketika di kota. Selain itu, Jong-hoon adalah manager Ji-eun.
Sementara Jin-kook telah mengambil alih perusahaan keluarga yang selama ini di kelola oleh putra tertua Lee.
Lee Ji-eun merupakan aktris yang berasal dari distrik Songjeong-dong. Sebenarnya gadis itu juga merupakan idol yang multitalent, namun sekarang si gadis Lee hanya menekuni dunia musik saja.
Parasnya yang cantik dengan kulit putih dan rambut yang panjang, bentuk wajah bulat serta tubuh yang ideal membuat siapa saja pasti akan terpana melihat gadis itu.
Suara derap langkah kaki dari sepatu mahal yang beradu dengan lantai memenuhi ruangan yang di lalui oleh seorang pemuda. Tubuhnya terbalut setelan jas berwarna biru laut dengan kemeja berwarna putih dan dasi yang menggantung di lehernya.
Pria berusia 29 tahun itu berjalan dengan sangat gagah, setelan kasualnya membuat pria itu terlihat lebih muda. Bahkan bagi yang pertama kali melihat pasti tidak akan percaya jika usianya hampir memasuki kepala tiga.
"Ini ruangan anda, di lengkapi dengan pendingin udara dan cctv. Ada sebuah bar mini, toilet, dan juga sebuah kamar yang bisa di gunakan jika anda sedang lembur." Ujar salah satu staf menerangkan.
"Apa aku bertanya padamu?." Ucap Yoongi santai.
Pria yang ditatap oleh Yoongi mendadak merasa gugup, agak terkejut juga karena respon pria itu sedikit mengenai hatinya. Tapi tidak masalah, bukankah kepribadian atasannya memang seperti itu? Begitu yang ia dengar dari kepala produksi.
Meski tatapan itu tidak tajam dan nada bicara yang di gunakan terdengar santai, namun tetap saja rasanya sedikit bergidik.
"Ah, tidak Tuan. Saya hanya menjelaskan." Ujarnya.
"Tidak perlu karena aku sudah tahu." Ucap Yoongi.
"Bagaimana anda bisa tahu, sementara anda baru saja akan menempati tempat ini." Ujar staf itu bingung.
"Karena kau memberitahu ku tadi."
Staf tersebut menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pria itu sedikit bingung menghadapi atasan barunya itu. Apalagi dia bertugas sebagai asisten dari Yoongi yang artinya mereka akan sering bersama.
Entah kenapa mesti dirinya yang harus menjadi asisten produser musik yang dingin ini.
•••
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, gadis bermarga Lee itu belum juga bangkit dari tidurnya. Ji-eun masih bergelung dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya, bahkan menarik bantal agar menghalangi pandangannya yang terusik oleh sinar matahari pagi.
"Ji-eun-ahh bangun!" Teriak Jong-hoon dari arah dapur.
"Lihat jam berapa sekarang? Apa kau akan terus tertidur sepanjang hari?"
Ji-eun yang merasa terusik pun terpaksa bangun, padahal dirinya masih ingin tidur. Perjalanan dari Songjeong-dong ke Seoul membuat tubuhnya lelah, dia hanya ingin istirahat sehari sebelum besok dia masuk bekerja. Tapi rasanya sangat sulit, bahkan Ji-eun merasa menyesal karena mengajak saudaranya itu.
Semenjak Ji-eun menjadikan Jong-hoon managernya, pria itu selalu cerewet. Bahkan melebihi dari sikapnya yang dulu.
"Ji-eun kau tidak--" ucapan Jong-hoon terhenti ketika melihat adiknya itu keluar.
Masih dengan mata yang tertutup dan tangan yang memeluk boneka Teddy kecil, Ji-eun menarik kursi makan dan menduduki nya.
"Astaga! Kau seharusnya mencuci muka mu terlebih dahulu, supaya mata mu itu terbuka lebar." Ucap Jong-hoon.
Ji-eun tak menyahut, dia menyambar gelas kaca lalu mengisinya dengan air putih dan meminumnya. Bahkan air itu ia gunakan untuk berkumur dan membuangnya di wastafel.
"Tingkah mu benar-benar ya." Ucap Jong-hoon.
Jong-hoon menyajikan sepiring nasi goreng kimchi dengan segelas susu hangat untuk adiknya, sementara untuk dirinya ia membuat secangkir kopi hitam tanpa gula.
"Kapan kau akan mulai bekerja?" Tanya Jong-hoon di sela-sela makannya.
"Besok pagi." Jawab Ji-eun.
"Kalau begitu hari ini kau harus keluar membeli bahan makanan dan peralatan mandi, sementara aku akan membersihkan apartemen."
"Arraseo."
•••
Ji-eun mendorong troli belanja menyusuri stand makanan cepat saji, dia membeli beberapa bungkus spaghetti, tteokbokki, dan beberapa dumpling. Gadis itu juga membeli berbagai sayuran seperti lobak, wortel, jamur, dan lainnya. Tak lupa beberapa bungkus tuna dan daging sapi yang di bungkus dengan wrap.
Ji-eun mendorong troli yang hampir penuh menuju stand camilan, mengambil beberapa keripik dan coklat, susu, juga soda. Juga dengan peralatan mandi dan semua benda yang ia butuhkan, beruntung nya supermarket ini begitu lengkap.
Setelah itu si gadis Lee meneliti kertas yang bertuliskan list belanjaannya, dirasa tidak ada lagi yang kurang gadis itu bergegas menuju kasir.
Setelah membayar belanjaannya, Ji-eun langsung keluar membawa beberapa kantong besar. Cukup membuatnya kesulitan dan menggerutu.
"Kenapa Jong-hoon menyuruhku berbelanja sendiri, benar-benar menyusahkan. Seharusnya dia menemaniku, lihat bahkan aku kesusahan seperti ini dan-- Akhh!" Belanjaan milik Ji-eun berhamburan di jalan sebab ada sesuatu yang menabraknya. Ah, tidak, mungkin gadis itu yang tidak sengaja menabraknya akibat terlalu sibuk menggerutu.
"Apa mata mu sudah tidak berfungsi? Lihat belanjaan ku berhamburan karena dirimu!" Seru si gadis Lee.
Sementara pria yang di teriaki oleh Ji-eun hanya terdiam, tidak menunjukkan ekspresi apapun. Hanya satu alisnya yang terangkat samar. Mungkin merasa aneh dengan tingkah gadis di depannya.
"Cepat bantu aku!" Ujar Ji-eun.
Pria itu menunjuk dirinya sendiri dengan memasang wajah polos, yang mana membuat gadis Lee semakin merasa geram. Sudah menabrak tapi tidak mau membantunya, atau paling tidak meminta maaf.
"Kau berbicara padaku?" Tanya sang pria.
"Tentu saja, memang kau pikir aku berbicara dengan angin?" Seru Ji-eun kesal.
"Mungkin saja."
Gadis bermarga Lee itu hanya mampu menganga, mendengar respon dari pria yang telah membuat belanjaannya berhamburan. Namun sedetik kemudian sang pria berjongkok dan memunguti belanjaan milik sang gadis.
Dengan cekatan pria itu memasukkan satu persatu barang belanjaan ke dalam plastik dan menentengnya.
"Dimana mobil mu?" Tanya sang pria.
"Di sana." Ucap Ji-eun menunjuk sebuah mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan.
Sang pria langsung berjalan menuju mobil yang di maksud, menyuruh gadis itu untuk membukakan bagasi. Setelahnya ia menaruh kantong keresek belanjaan sang gadis ke dalam bagasi.
Ji-eun hendak mengucapkan terimakasih namun pria itu lebih dulu berlalu, meninggalkan Ji-eun yang bertambah kesal.
"Tampan, tapi keterlaluan. Aku harap tidak akan bertemu lagi dengannya." Ucap Ji-eun.
Ji-eun masuk kedalam mobil dan mulai melajukan mobilnya pulang, dalam hati ia merutuki kakaknya sebab karena pria itu dia harus merasa ribet seperti ini. Padahal bisa saja memesan di online market, lebih mudah daripada harus seperti ini.
Dan juga tidak ada siapapun yang membantu.
•••
Yoongi kembali pulang setelah setengah hari ini berada di luaran, seusai dari rumah produksi ia menyempatkan diri untuk mampir ke supermarket. Membeli beberapa keperluan yang ia butuhkan, karena pria itu hanya tinggal sendirian maka dari itu semua keperluannya tidak ada yang mengurus selain dirinya sendiri.
Baru beberapa menit ia sampai di depan minimarket tiba-tiba saja ia malah dikejutkan oleh seorang gadis yang menabraknya. Bukannya meminta maaf gadis itu malah meneriakinya.
Karena tidak ingin ribut dan membuang waktu akhirnya Yoongi terpaksa mengalah, membantu sang gadis membawa belanjaannya ke mobil. Setelah itu ia kembali lagi ke supermarket untuk membeli keperluan yang ia butuhkan.
Hanya beberapa bahan makanan saja, soda dan juga kopi instan. Juga beberapa camilan untuk si bayi besarnya karena nanti malam teman-temannya akan berkumpul di rumahnya.
+++
Mampir ke ig dede yuk @Cacafdy9 😁
"Jika kamu tak mempunyai mimpi, kamu hanya harus bahagia." - Min Yoongi.
+++
Minggu malam adalah hari yang sangat cocok untuk berkumpul, di penghujung minggu menghabiskan waktu bersama orang yang kita sayangi sebelum kembali ke rutinitas semula di hari Senin.
Di bawah langit malam, para pria tengah bersenda gurau sembari menikmati Soju yang tersaji di meja. Asap turut mengepul dari alat pemanggang yang digunakan untuk membakar sosis dan daging.
"Ada yang ingin daging lagi?" Seru pemuda Park yang tengah membalikkan daging-daging di atas pemanggang.
"Panggang kan sosis untuk ku, Hyung!" Sahut Jungkook.
"Cepatlah aku sudah lapar, aku rasa aku akan mati sebentar lagi!" Seru Seokjin dengan wajah yang mendramatisir.
"Kau sedang memakan sepotong pizza, bagaimana bisa kau mengatakan sedang lapar dan akan mati?" Ucap Jungkook.
Pria bermarga Kim itu tidak menyahut, hanya menyuap sepotong pizza yang di sajikan di atas meja. Sementara Tuan rumah; Yoongi , hanya diam saja melihat tingkah para teman-teman nya.
Malam yang sunyi mendadak ramai dengan suara para pria yang saling berteriak dan tertawa.
Sebenarnya teman si pemuda Min itu ada tujuh orang, teman seprofesi dan se-grup dulu. Hanya saja yang lain sudah pergi dari Seoul untuk fokus pada pekerjaan masing-masing. Hanya tersisa empat orang saja ; Kim Seokjin, Jeon Jungkook, Park Jimin, dan satu orang lagi yang belum tiba yaitu Kim Taehyung.
"Kau sudah beritahu Hyung mu untuk datang, Jung?" Tanya pemuda Park.
"Sudah, mungkin sebentar lagi dia datang." Sahut Jungkook.
Keempat pemuda itu berbincang mengenai rencana mereka yang fokus pada pekerjaan masing-masing, menceritakan hal-hal yang telah mereka lewati bersama selama beberapa tahun ini hingga akhirnya harus berpisah untuk menjalani solo karir. Entah di dunia bisnis, entertainment, atau yang lainnya.
"Aku rasa aku hanya akan di rumah saja sepanjang hari, kalian tahu keluarga ku sudah sangat kaya. Tidak perlu lagi mencari uang." Ucap Seokjin sombong.
"Ya, ya, dan kau hanya tinggal menunggu miskin saja." Sahut Yoongi.
Pemuda Jeon dan Park tertawa mendengar jawaban Yoongi yang menampar Seokjin. Meski usia mereka lebih muda namun tidak ada kecanggungan di antara mereka. Bercanda dan bergurau selalu menjadi makanan mereka.
"Annyeong, maaf aku terlambat!" Seru Kim Taehyung dari arah rumah. Pemuda itu berlari menuju halaman belakang dengan tergopoh-gopoh karena membawa dua kantong belanjaan yang di pesan oleh Hyung nya.
Kim Taehyung langsung duduk di kursi sebelah Park Jimin, menyodorkan sekantung sosis pada pria itu lalu mencomot sepotong pizza di atas meja.
"Bagaimana kabarmu, Hyung?" Tanya Taehyung pada Yoongi di sela-sela kunyahannya.
"Matamu masih normal kan?" Yoongi bertanya balik.
"Aku hanya berbasa-basi saja." Jawab Taehyung.
Yoongi tidak membalas ucapan temannya yang tidak jelas itu, sementara Jungkook melihat keduanya dengan tatapan heran. Bayi besar itu memang suka sekali loading ketika berkumpul dengan para kakaknya.
"Ku dengar kau sedang melaksanakan proyek besar, Tae?" Tanya Park Jimin.
"Kau ingin tahu saja." Jawab Taehyung.
"Aku hanya bertanya, sialan."
Kelima pemuda itu tampak menikmati langit malam sembari bercengkerama, menyantap sosis dan daging bakar buatan di pemuda Park hingga menikmati Soju.
Angin musim panas yang berhembus tidak membuat mereka kedinginan, cuaca yang sangat cocok untuk bersantai di ruangan terbuka meski di malam hari.
"Kau tidak boleh mengkonsumsi ini." Ucap Seokjin pada adiknya.
"Kenapa? Aku sudah berumur dua puluh lima, bukankah tidak masalah?" Protes pemuda Jeon.
"Aniyo! Tetap tidak boleh Jung, minum saja susu itu. Aku membawakan khusus untukmu."
Meski sempat memprotes, Jungkook tetap mengambil sekotak susu yang di bawakan oleh Seokjin. Menusuk lubangnya dengan sedotan lalu menyedotnya persis seperti anak kecil, bahkan kakak-kakak nya pun merasa gemas melihat bayi besar itu.
"Kau tidak mengajak kekasihmu yang super kuat itu, Tae?" Tanya Seokjin.
"Iya, biasanya kau akan mengajaknya kemanapun dan memamerkan kemesraan kalian di depan semua orang." Sambung Park Jimin.
"Kekasihku sedang piket malam jadi sia tidak bisa ikut. Lagipula aku kasihan pada kalian yang masih saja melajang, aku takut kalian akan mati muda karena melihat kemesraan kami." Ucap Taehyung.
"Yang ada aku muntah setiap kali melihat mu terlalu memuja gadis itu." Sahut Yoongi.
Kim Taehyung mendecih menatap Yoongi, "Bilang saja kau iri padaku, Hyung."
•••
Yoongi terlihat sibuk membereskan halaman belakang rumahnya sendirian, meski hari sudah larut malam namun pria itu masih menyempatkan untuk membersihkan kekacauan yang di sebabkan oleh teman-temannya.
Gelas yang berserakan, bungkus plastik di mana-mana, pemanggang yang kotor, serta meja yang berantakan dengan tumpahan alkohol di sana.
Bisa saja ia membereskan besok pagi namun Yoongi benar-benar tidak menyukai sesuatu yang berantakan dan kotor. Karena dia hanya tinggal seorang diri dan tidak ada pekerja maka dia sendiri yang harus membereskannya.
Sementara itu rekan-rekannya sudah tertidur pulas di dalam rumah, Yoongi meminta mereka untuk menginap karena semua temannya nampak mabuk berat. Dia tidak ingin para pria itu membuat keributan atau kecelakaan di jalan karena mengendarai mobil dengan keadaan mabuk.
Sementara Jungkook satu-satunya pria yang tidak mabuk juga ikut menginap, katanya lebih seru saja. Sudah lama mereka tidak tidur di satu atap yang sama sejak mereka memilih untuk fokus pada solo karir.
Di rumah Yoongi sendiri terdapat satu kamar utama dan satu kamar tamu, tapi tak jarang mereka memang tidur bersama di satu kasur berukuran king size milik pemuda bermarga Min itu.
"Kau belum tidur?" Ucap Yoongi ketika mendapati Jungkook tengah terduduk di sofa ruang tamu.
"Aku menunggumu." Jawab Jungkook.
Padahal adiknya itu salah satu pria yang paling suka tidur, apalagi ini memang sudah larut malam. Tapi pria termuda inilah yang paling perhatian dengan para Hyung nya. Terlihat dari mata pemuda itu yang sudah terpejam namun masih memaksakan diri untuk menunggu Yoongi.
"Tidurlah, aku akan mencuci ini dulu setelah itu aku akan menyusul." Sahut Yoongi.
Jungkook mengangguk, memang tidak di pungkiri matanya sudah terasa sangat berat namun dia merasa tidak enak pada Hyung nya itu. Terlebih melihat kekacauan yang di buat ketiga pria yang sudah mabuk, hanya dirinya yang masih terjaga kewarasannya. Bukankah seharusnya dia turut membantu?
Bahkan dia tahu jika Yoongi sebenarnya juga mabuk namun pria itu tetap bisa membereskan halaman. Toleransi alkohol nya sangat tinggi, benar-benar patut diacungi jempol.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!