NovelToon NovelToon

Mr. Costra

1. Lonely

❤️❤️ Saran Otor, sebelum ke sini, baca dulu Passion of My enemy (POME) , lalu Love Seduction (LS) ya. Ceritanya ringan, bikin senyum manis terkembang dan hati berbunga-bunga. Tapi alurnya berdiri sendiri, gak berkaitan, Otor hanya memunculkan beberapa tokoh yang jadi pemeran utama di novel POME & LS.

Enrico Costra. Seorang pria mapan berumur 34 tahun. Ia berhasil mengembangkan perkebunan anggur warisan ayahnya menjadi begitu luas. Keberhasilannya di dunia bisnis membuatnya kaya raya. Sebuah mansion mewah di dekat lahan perkebunan, Hotel mewah di lima kota berbeda, jaringan perdagangan produksi anggur terbaik dan beberapa bisnis lainnya yang ia mainkan dengan tangan dinginnya yang piawai.

Tidak ada keinginannya yang tidak terpenuhi. Wajah tampan nya membuat para wanita mengantri ingin menarik perhatiannya. Para gadis muda menekuk jari kaki dalam sepatu mereka ketika ia berada di ruang pesta, menjadi merah dan panas ketika suara jernih Enrico menyapa. Bahkan para ibu, wanita bersuami, mendesah sepenuh hati ketika pria itu melewati mereka. Enrico Costra tidak bisa membuat dirinya tidak terlihat. Ia bersinar bahkan dengan jarak puluhan meter.

Frederic Margue. Asisten, tangan kanan, pelayan pribadi, teman, lawan tinju, sekaligus orang asing yang sudah dianggap kerabat oleh Enrico Costra. Tuan yang sudah ia layani selama hampir 12 tahun. Ia bekerja di perkebunan Costra Land sejak berusia 18 tahun. Memulainya sebagai buruh pemetik anggur. Lalu Tuannya itu melihatnya, mengagumi kecerdasannya dan menghargainya dengan menjadikan Fred tangan kanannya.

Frederic mengetahui dengan pasti perubahan suasana hati sang tuan yang sepertinya merasa tidak puas atas hidupnya sekarang ini.

Semua bermula dari kedatangan sepasang kakak beradik Alison Adair dan adiknya Alan Salvadore. Kakak beradik satu ibu yang ternyata menderita di tangan seorang ayah yang seharusnya mengurus keduanya dengan baik.

Alison Adair atau sering dipanggil Ally adalah putri Gefri Adair. Seorang mandor perkebunan yang telah menyelamatkan nyawa Enrico ketika hampir tenggelam di arus sungai. Namun setelah menyelamatkan nyawa putra tuannya, Gefri Adair pergi untuk selamanya. Meninggalkan seorang istri dan juga seorang putri bernama Alison yang masih kecil.

Ayah Enrico, Gustav Costra mengurus janda Gefri dan putrinya dengan baik. Uang pensiun setiap bulan dan pemenuhan semua kebutuhan keluarga Adair yang ditinggalkan. Enrico menggantikan ayahnya setelah ayahnya itu meninggal. Namun, karena istri Gefri menikah lagi dengan Carloz Salvadore, pria itulah yang akhirnya mengurus Alison. Dari pernikahan kedua ibunya itu, Alison memiliki seorang adik laki-laki. Alan Salvadore. Namun Enrico tetap melakukan kewajibannya untuk Alison putri Adair. Uang tetap dikirimkan, begitu juga setiap kebutuhan Ally. Carloz hanya perlu datang untuk meminta.

Carloz rupanya tidak mengurus kedua anak itu dengan baik setelah ibu dari Alison meninggal. Enrico mengambil tanggung jawab itu setelah tahu Carloz tidak becus mengurus putri Gefri.

Sejak Alison dan juga adiknya Alan tinggal bersama dengan Enrico di mansion Costra. Frederic seolah melihat perubahan pada diri tuannya.

Pandangan mata penuh kasih sayang kerap terlihat di sinar mata tuannya itu ketika menonton TV bersama kedua kakak beradik Ally dan Alan. Tuannya juga menjadi penuh kasih sayang dan lembut. Seolah pria itu sangat bahagia mansionnya penuh dengan tawa dan teriakan Ally dan Alan yang kadang-kadang saling mengejek, bermain dan berlarian saling mengejar mengelilingi sofa tempat Enrico duduk sambil membaca sebuah koran. Gambaran hangat satu keluarga yang diinginkan oleh tuan Enrico.

Lalu Ally menikah. Seseorang membuat gadis itu jatuh cinta. Enrico tidak bisa menghalangi pria itu. Lucius Sanchez, melakukan apapun untuk mendapatkan Ally dan menjadikan gadis itu istrinya.

Kehilangan Ally dan Alan membuat mansion Costra kembali sepi. Keheningan sekarang menjadi gangguan bagi Enrico. Suara televisi atau musik atau apapun tidak membuat suasana hatinya senang.

Frederic menemani tuannya beberapa malam ke bar di desa dekat perkebunan. Menggoda beberapa wanita cantik yang dengan senang hati menemani tuannya itu sepanjang malam. Tapi dengan heran Frederic menyadari, tuannya hanya bertahan lima belas menit terhadap para wanita-wanita itu. Enrico mengusir mereka semua. Lalu menenggak minuman murahan di bar sampai habis. Meletakkan uang yang lebih dari harga minuman yang seharusnya di atas meja kemudian melangkah gontai meninggalkan tempat itu. Frederic hanya mengikuti di belakang dalam diam.

Istri. Ya, menurut Frederic, tuannya butuh seorang istri. Lalu membentuk dan membina rumah tangganya sendiri. Punya anak, putra dan putri yang banyak. Tapi siapa wanita yang pernah benar-benar membuat tuannya itu tertarik. Pria tampan playboy yang tidak perlu mengejar wanita. Ia tinggal memilih, menunjuk jika mau.

Namun seperti yang pernah tuannya itu keluhkan saat sedang sedikit mabuk. Dia menginginkan seseorang yang mencintainya. Pasangan yang menerimanya dengan sepenuh hati, bukan karena uangnya. Tuannya menyebut nyebut pasangan Derek Langton dan Amy Langton. Teman dekatnya yang sekarang berbahagia dan tengah menantikan kelahiran anak ketiga.

Enrico iri pada pasangan itu. Penuh cinta, binar cinta mereka terlihat di kilau mata. Punya dua orang putra yang lincah dan merepotkan. Enrico mengaku tidak keberatan kerepotan, bila bisa memiliki putra secerdas Erland dan selincah Arthur. Nama putra dari temannya itu.

Well ... Frederic tahu, Amy Langton pernah menarik perhatian Enrico ketika belum menikah. Gadis itu pandai menari, kelemahan terbesar bagi Enrico. Bertubuh mungil, cantik, mudah tersenyum dan sangat ramah. Semua sifat dan karakter yang disukai tuannya pada seorang gadis. Namun Derek Langton lebih beruntung. Pria itu menikahi Amy dan memilikinya.

Kesengsaraan tuannya itu bertambah, ketika mengetahui gadis perwaliannya yang sudah menikah. Alison ternyata sudah mengandung anak pertamanya. Kebahagiaan murni yang tercetak jelas di wajah Lucius Sanchez, suami Alison membuat Enrico memalingkan muka. Silau oleh binar-binar kebahagiaan Lucius.

Dan sekarang, Frederic harus memberikan sebuah undangan yang baru saja ia terima hari ini. Undangan pernikahan Lance Luiz Sanchez, kakak dari Lucius Sanchez. Ipar Alison.

Frederic tahu, undangan ini akan membuat suasana hati tuannya makin keruh. Namun ia harus tetap memberitahu. Ia yakin, meski tidak senang dan iri dengan pasangan teman dan kerabatnya itu, Enrico pasti tetap ingin menghadirinya. Melihat binar bahagia di sekelilingnya lagi, mungkin bisa membuat suasana hati Enrico kembali membaik.

Frederic mengetuk pintu ruang kerja Enrico.

"Boleh saya masuk, Tuan?"

"Ya, Fred. Masuklah."

Frederic masuk lalu mendekat dan berdiri di depan meja kayu mengkilat di depannya.

"Ada apa?"

Frederic mengulurkan undangan yang ia pegang. Undangan itu wangi, ditulis dengan tinta emas dengan tulisan indah.

Enrico menaikkan alisnya. Ia membuka segel pita keemasan yang mengikat undangan. Lalu pria itu mulai membaca.

Selesai membaca, dengan pelan Enrico meletakkan undangan ke atas meja. Pria itu mengusap wajah.

"Lance dan Cecil," bisiknya pelan.

Frederic tidak bersuara. Ia sudah tahu siapa yang mau menikah itu.

"Kita akan pergi, Tuan?"

"Ya. Siapkan hadiah pernikahannya, Fred. Jangan lupa hadiah untuk Ally dan juga Alan. Kita akan bertemu mereka di sana nanti."

"Baik, Tuan."

"Kau boleh pergi."

Frederic mengangguk. Pamit undur diri dan pergi dari ruangan itu.

Enrico berdiri dan melangkah menuju jendela ruang kerjanya. Hamparan menghijau tanah Costra Land membentang. Mata Enrico jauh menerawang. Adakah gadis yang mau berbagi hidup dengannya hingga maut memisahkan? Sungguh Rico akan membagi semua miliknya untuk gadis itu bila ia memilikinya. Tanahnya, Mansionnya ... bahkan dirinya. Apakah gadis itu harus ia cari? Pencarian dan petualangannya dengan para wanita sejauh ini tidak memberikan hasil. Hubungannya hambar tanpa perasaan. Enrico bosan menjalani hubungan seperti itu.

"*Il mio Amante* ... dimana kau berada ...." bisikan Enrico terbang dibawa angin. Ia berharap dimana pun gadis itu, ia mendengar suara hatinya tadi dan menjawabnya, karena Enrico akan mendatanginya dengan segera bila ia tahu jawabannya.

NEXT \>\>\>\>

\*\*\*\*\*\*\*\*

**Catatan** :

**Il Mio Amante : Kekasih hatiku**

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

**Cast : Enrico Costra**

![](contribute/fiction/782140/markdown/3071658/1591462450151.jpg)

**Cast : Frederic Margue**

![](contribute/fiction/782140/markdown/3071658/1591462450123.jpg)

2. Terrible news

Vivianne Margue, tinggal di kota Kecil bernama Broken Bridge. Ia juga tidak mengerti kenapa kota itu dinamai dengan nama Jembatan Rusak. Konon kata neneknya, Mrs. Arabella Margue, jembatan besar yang sekarang menghubungkan sungai diantara dua kota kecil Broken Bridge lah yang merupakan asal dari nama kota itu. Jembatan rusak itu tentu saja berpuluh tahun yang lalu sudah dibangun dan diperbaiki. Tapi nama Jembatan Rusak tetap melekat di kota kecil Vivianne.

Vivianne dilahirkan di kota itu. Lalu setelah orang tuanya meninggal saat usianya sepuluh tahun, Vivianne tinggal dengan neneknya. Sepupunya Frederic Margue yang saat itu berusia delapan belas dan telah tinggal dengan sang nenek dari usia sepuluh tahun memutuskan untuk pergi dan mencari pekerjaan.

Frederic adalah kakak sepupu dari Vivianne, ayah Frederic adalah kakak dari ayah Vivianne. Namun Frederic juga tidak beruntung, ayahnya meninggal karena kecelakaan di sebuah gedung yang baru akan dibangun. Lalu setahun kemudian ibu Frederic menyusul, meninggal karena penyakit jantung.

Saat ayahnya meninggal, Fred dan ibunya tinggal bersama nenek, lalu setahun kemudian ibu Fred meninggalkan putranya juga.

Sekarang Vivianne sangat mengerti bagaimana perasaan sepupunya saat itu. Saat orang tuanya mengalami kecelakaan dan dinyatakan meninggal di tempat, Vivianne saat itu merasakan ditinggal seorang diri. Usianya sepuluh tahun, sama seperti Fred saat kehilangan ayahnya.

Lalu Vivi dibawa ke rumah nenek. Nenek Arabella dan sepupu Frederic selalu menghibur dan menemaninya. Sehingga dukanya tidak terlalu terasa meski kesedihannya tidak akan pernah hilang.

Kemudian sepupu Fred memutuskan pergi dari rumah nenek Arabella. Sepupunya pergi untuk mencari pekerjaan dan sepertinya sepupu Fred sangat sukses dengan pekerjaannya. Sepupu Fred menyekolahkan Vivianne hingga ia menyelesaikan kuliah. Mengirim uang setiap bulan untuk kebutuhan nenek dan Vivianne.

Sekarang usia Vivianne 22 tahun. Ia baru saja menyelesaikan kuliahnya. Vivi berpikir untuk mencari pekerjaan dan menghentikan bantuan yang selalu dikirimkan sepupu Fred. Sepupunya itu belum juga menikah, Vivi berpikir apa mungkin itu karena dirinya dan nenek Arabella.

Vivi tidak mau menjadi beban sepupu Fred lagi. Ia akan mencari pekerjaan dan menghidupi dirinya dan juga nenek Arabella.

Namun bencana itu datang. Adik ibunya bibi Helen dan suaminya paman Dominic tiba-tiba mendatangi rumah nenek Arabella. Bibinya yang genit dan suaminya yang mata keranjang itu membawa satu surat utang yang menyatakan bahwa ayah dan ibu Vivianne telah meminjam uang dalam jumlah besar dari paman Dominic. Suami bibi Helen memang pengusaha kaya, itulah yang pernah ibu Vivi katakan.

Surat itu ditandatangani oleh ayahnya. Seorang pengacara keluarga paman Dom yang datang bersama mereka menyatakan bahwa surat itu benar adanya.

Saat itu, Vivianne melihat tangan keriput nenek Arabella gemetar, Air mata jatuh berderai dari kedua bola mata neneknya.

Tidak ingin membuat neneknya bersedih, Vivianne mengatakan apa yang ia bisa untuk menyelesaikan masalah itu.

"Bibi Helen ... Paman Dom ... Kalian pasti tahu, aku tidak punya uang sebanyak itu. Tapi aku akan mencari pekerjaan ... aku akan melunasi utangnya walaupun harus mencicilnya seumur hidupku."

Bibi Helen memandanginya dengan pandangan menilai, dari atas rambut hitamnya yang halus, kulitnya yamg putih, tubuhnya yang ramping cenderung kurus sampai ke kedua kakinya. Vivi dibuat merinding oleh tatapan bibinya itu.

Paman Dom melakukan hal yang sama, Vivi dibuat bergidik ketika pandangan mata paman Dom berhenti di dadanya. Seolah mata itu mau merobek gaunnya dan melihat apa yang disembunyikan dibalik gaun katun rumahan yang ia pakai.

"Helen ... kami akan berusaha melunasinya ... tapi berikan kami sedikit kelonggaran. Aku akan menjual rumah ini sebagai uang pangkal pembayaran. Rumah ini kecil dan berada di pinggir kota. Tapi kurasa akan ada yang membelinya. Uangnya akan cukup membayar seperempat dari jumlah hutang itu. Sisanya ... kuharap kau memberikan waktu ... kami akan mencicilnya ...."

Vivi mendengar bibi Helen mendengus meremehkan.

"Dan apa yang bisa kau kerjakan untuk mencicil hutang itu, Nenek Tua? Mencuci piring di restoran india!? Atau jadi penjaga anjing di pet shop!?"

"Bibi! " teriak Vivi memperingatkan.

"Kenapa memangnya!?" tanya Helen sinis.

"Ucapanmu tidak sopan, Bibi! Sudah kubilang aku akan bekerja! Aku akan melunasi sisanya!"

Tawa terkekeh dari paman Dom membuat bulu roma Vivianne berdiri.

"Keponakan ku yang mungil dan cantik ... kami punya solusi yang amat baik dan bisa membuat lega kita semua. Kau tidak perlu bekerja seumur hidup untuk membayar utang. Dan kami akan mendapatkan pelunasan yang cepat dan menguntungkan."

"So ... solusi apa, Paman Dom?"

"Menikah, Sayangku. Kau menikah dengan putra salah seorang kawan dekat yang juga relasi bisnisku. Dia ingin menikahkan putranya dengan putriku. tapi seperti yang kau ketahui, aku hanya punya seorang putra yang masih berumur dua puluh tahun. Jadi kami mengajukan bagaimana jika seorang keponakan. Masih berhubungan darah dan sangat dekat. Ia setuju. Ia akan menandatangani perjanjian bisnis yang memberikan keuntungan sangat besar pada kami hanya jika putranya terikat pernikahan dengan keluargaku. Ikatan itu akan dijadikan jaminan bahwa aku tidak menipunya."

Tawa riang paman Dom menggema di ruang tamu kecil rumah nenek Arabella. Kali ini Vivianne tidak hanya merinding, tapi ia juga merasa mual.

"Temanku, Verone Marchetti hanya akan menjalin kerja sama bila putranya menikah dengan salah satu anggota keluargaku. Sebagai jaminan aku akan melaksanakan bagian dari kesepakatan kami. Nah, Vivi Sayang ... kau bisa membantu kami. Aku akan menganggap lunas utang orang tuamu bila kau mau menikahi Verga Marchetti, putra temanku itu. Itu nilai kecil yang harus kau bayar dibanding jumlah hutang itu.

Vivi mengernyit sakit hati. Sama saja pamannya itu mengatakan secara tidak langsung bahwa hidupnya lebih kecil nilainya dibanding jumlah utang orang tuanya.

Paman Dom mengulurkan tangan, meletakkan sebuah foto di atas surat utang orang tua Vivianne. Seorang pria dengan wajah tegas dan pandangan mata keras, kesan kejam dan penuh kuasa terlihat jelas. Vivianne bergidik ... setampan apapun, bila hanya dijadikan alat tukar dan budak dalam satu pernikahan, maka itu tidak layak untuk dijalani.

"Kami sudah cukup memdengarkan, Helen, Dominic. Sekarang pergilah ...."

"Kami memang mau pergi, Arabella. Tidak perlu mengusir. Vivianne ... pikirkan ini, atau aku akan membuatmu tidak hanya kehilangan tempat tinggal. Tapi akan membuat kau dan nenekmu sampai mati harus bekerja siang dan malam. Nenek tua itu harus membayar juga. Karena dialah orang tuamu harus berhutang sebanyak ini! Sebulan Vivianne ... aku hanya punya waktu sebulan. Sebulan dari sekarang, aku akan datang lagi."

Setelah berkata kasar, Helen meraup surat dan foto di atas meja, lalu ia memberi kode pada pengacara dan suaminya untuk pergi. Paman Dom bangkit, lalu menatap lagi ke arah Vivianne, satu kedipan nakal diberikan oleh pria paruh baya itu padanya. Membuat isi perut Vivi terasa berputar dan ingin keluar.

Akhirnya para pengganggu mengerikan itu pergi. Vivianne melirik neneknya. Wanita tua itu menangis sesenggukan sekarang. Vivi mendekat dan memeluk neneknya.

"Shhhh ... Jangan menangis, Nonna. Aku akan mengatasi masalah ini."

Satu nama terlintas di otak Vivianne ketika ia selesai mengucapkan kalimat menghibur untuk neneknya itu.

Frederic ....

NEXT >>>>

**********

Catatan :

Nonna : Nenek

**********

Cast : Vivianne Margue

Cast : Mrs. Arabella Margue

**********

From Author,

Halo Readers, terima kasih sudah membaca Mr. Costra. Mohon bantuan untuk tekan like, tekan favorite atau love, klik rate bintang lima dan juga komentarnya. Untuk penyemangat author dalam menulis dan melanjutkan kisah.

Terima kasih banyak ya. Luv you ....

Salam hangat, DIANAZ.

3. Arrived

Vivianne menggenggam tangan neneknya dan memberikan senyum meyakinkan. Langkah kaki neneknya memelan, lalu setelah satu anggukan dari cucunya, barulah Arabella melangkahkan kaki naik ke atas bis besar yang akan membawa mereka pergi.

Vivianne berdiri sejenak di lapangan tempat bis terparkir. Beberapa penumpang lain yang mau masuk membuatnya sedikit menyingkir. Mata Vivianne melirik seputaran loket, untuk pertama kalinya, ia pergi meninggalkan Broken Bridge. Membawa masalah dan beban di pundak kecilnya yang kurus.

Ayah dan ibunya dikuburkan di kota ini, begitu juga kakeknya dan paman serta bibinya. Ayah dan Ibu dari Frederic.

Vivianne memutuskan, ia akan mencari Frederic. Lima jam perjalanan dengan menggunakan bis. Tentu saja ia bisa naik pesawat ke kota BYork. Tapi dari kota itu, ia harus melanjutkan lagi dengan bis juga selama tiga jam. Jadi sama saja. Lebih baik ia menggunakan bis sejak awal, lagi pula ia bisa sedikit menghemat ongkosnya.

Setelah melirik terakhir kalinya ke arah sekeliling loket, Vivianne melangkahkan kaki dan naik ke atas bis. Ia duduk di samping Arabella. Vivi mengulurkan tangan. Lalu menggenggam tangan neneknya erat-erat.

"Vivi ... kau sudah menghubungi Frederic?"

"Sudah, Nonna."

Vivi tidak berbohong. Ia beberapa kali sudah menelpon Fred. Tapi ponsel kakak sepupunya itu tidak aktif.

Vivianne membuka ponselnya, melirik pesan yang ia kirim kepada Frederic. Pesan itu juga tidak terkirim.

Vivi mengernyit. Kenapa Fred tidak aktif ponselnya? Pikirnya gelisah.

Setelah satu aba-aba singkat, bis mereka bergerak, keluar dari area parkir. Melewati beberapa bis besar lainnya yang terparkir. Lalu melaju ke jalan raya.

Vivianne menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Sepupu Fred ... semoga kau mau membantuku ....

**********

Enrico turun menuju aula mansionnya. Frederic sudah menunggu di dekat pintu. Asistennya itu sudah siap untuk menemani tuannya untuk perjalanan kunjungan ke rumah perkebunan keluarga Sanchez. Hari sudah sore, bila kunjungan sore seperti ini dilakukan ke rumah Nyonya Ally, maka Fred tahu mereka akan menunggu hingga waktu makan malam. Karena Nyonya Ally akan memaksa tuannya untuk ikut makan malam, yang akan dengan senang hati diterima oleh tuannya. Fred tahu, tuannya mulai tidak suka makan sendirian di mansionnya.

Rumah perkebunan Sanchez yang dulu sederhana, kini sudah dibangun kembali oleh Lucius, suami dari Alison atau kerap Rico panggil dengan nama Ally.

Tanah Sanchez berbatasan langsung dengan tanah Costra Land milik Enrico. Sekarang tanah itu sedang dibuka kembali oleh Lucius. Pria itu belajar darinya bagaimana membuat tanah itu menjadi kembali menghasilkan. Tentu saja Lucius Sanchez memilih menanam lahannya dengan tanaman anggur. Dan seperti yang sengaja ia katakan di tiap kesempatan, ia akan membuat lahannya kembali berjaya, menghasilkan, dan menjadi saingan utama dari Costra Land.

Sanchez Land dan Costra Land ... Enrico mendengus mengenang bagaimana ekspresi Lucius yang saat itu sengaja memancingnya. Tentu saja setelah bergaul dan mengetahui karakter suami Ally itu, Enrico tidak pernah terpancing lagi. Justru Lucius yang masih selalu terpancing ... mungkin masih ada rasa kesal yang terpendam di hati Lucius, karena dulu Enrico pernah memukulnya dengan sangat keras saat pria itu menculik Ally dari mansion Costra. Lucius tidak punya kesempatan membalas pukulannya waktu itu. Sampai sekarang.

Lucius memutuskan menetap di Sanchez Land. Pria itu menyerahkan kepemimpinan perusahaan Sanchez pada kakak tertuanya, Lance Luiz Sanchez. Seorang putra yang diadopsi oleh ayah Lucius. Keputusan yang Enrico dengar membuat Lance yang selalu tampil datar tanpa ekspresi menjadi marah besar. Tapi tentu saja Sanchez yang menjadi suami Allynya itu tidak peduli atas kemarahan kakaknya itu.

Lance lah yang akan menikah dan undangannya kemarin datang. Enrico memutuskan mengunjungi Sanchez Land. Melihat apakah Lucius dan Ally sudah berangkat pergi. Lagi pula ia rindu pada Alan. Adik laki-laki Ally yang sangat memujanya.

"Ayo, Fred," ajak Enrico.

"Ya, Tuan."

Mereka berjalan ke arah mobil. Frederic membukakan pintu belakang untuk tuannya. Setelah tuannya masuk, ia menutup pintu dan bermaksud akan masuk ke belakang kemudi. Saat itulah sebuah mini bis tiba di jalan depan mansion Costra. Frederic mengernyit, menyipitkan mata ke arah mini bis tersebut.

Enrico yang sudah duduk di dalam mobil mengerutkan dahi melihat Frederic yang belum bergerak untuk masuk ke dalam mobil. Ia menatap Fred, lalu menoleh ke belakang, melalui kaca belakang mobil dan melihat apa yang sedang dilihat oleh Frederic. melewati halaman luas mansionnya, di seberang jalan telah berhenti sebuah mini mis. Seseorang tanpaknya sedang turun. Lalu setelah mni bis itu kembali berjalan, Enrico melihat seornag nenek tua dan gadis kecil di seberang jalan. Sosok mereka tidak terlalu jelas. Rambut keduanya tampak kusut dan mencuat.

Bila Enrico tidak mengenali kedua sosok itu, berbeda dengan Frederic. Pria itu langsung menatap ke arah Enrico lewat kaca mobil yang terbuka. Tatapan agak panik terlihat di kedua bola matanya.

"Tu ... Tuan. Sa ... saya mohon ijin. Sebentar saja. Itu ... saya mau menemui mereka." ujarnya tergagap sambil menunjuk ke arah jalan.

Enrico hanya mengangguk. Menyadari Frederic mengenal kedua orang yang baru turun dari mini bis tadi. Ia akhirnya kembali duduk dengan nyaman menghadap ke depan. Mobil mereka terparkir menghadap ke arah mansion.

Frederic berlari kencang. Ia menyeberang jalan dan memandang cemas ke arah Kedua orang yang datang itu. Tentu saja ia mengenal sosok itu meskipun sudah lama ia tidak bertemu. Nenek dan adik sepupunya.

"Nonna ... Vivi ... kenapa kalian ada di sini!?" tanya Fred. Nada suaranya agak gusar. Berulang kali ia melirik ke arah mobil di halaman mansion. Lalu dengan sengaja ia menutupi pemandangan kedua sosok itu dengan tubuhnya. Bahu lebarnya menutupi sosok mungil nenek dan juga sepupunya itu.

"Sepupu Fred! Akhirnya kami menemukanmu! Aku lega sekali. Aku takut malam tiba dan kami belum menemukanmu. Kenapa ponselmu tidak aktif?" Vivianne memeluk sepupunya. Suaranya terdengar sangat lega.

Frederic tidak bisa berbuat lain selain membalas pelukan hangat sepupunya itu. Lalu ia teringat nomor ponselnya sudah berganti, karena ulah gadis kembar anak pemilik bengkel di desa kecil Costra Land yang sempat membuatnya pusing.

"Nanti aku ceritakan. Vivi, Nenek ... aku harus pergi. Bosku menunggu. Kami akan pergi berkunjung ke rumah tetangga sebelah. Aku akan menelepon kepala pelayan di dalam dan meminta ia menerima kalian di belakang selagi aku pergi. Tapi kumohon ... jangan kemana-mana. Tunggu aku kembali dan jangan melakukan apapun atau berkeliaran."

"Tentu, Fred. Maafkan kami mengganggu pekerjaanmu," ucap Arabella.

"Ini bukan apa-apa, Nonna. Nanti kita bicara lagi ... tunggu aku kembali. Mungkin sudah malam aku kembali. Kumohon ... jangan kemana-mana."

Fred melihat nenek dan sepupunya mengangguk. Lalu ia mengambil ponsel dan menelepon kepala pelayan mansion Costra.

"Pedro ... bantu aku," ucapnya. lalu terdengar jawaban dari pria paruh baya kepala pelayan yang berteman akrab dengan Fred.

"Nenek dan sepupuku datang. Aku akan menyuruh mereka masuk lewat belakang. Mereka sangat lelah dari perjalanan jauh. Bisakah kau ...."

Fred belum selesai bicara ketika Pedro langsung memotong ucapannya.

"Suruh mereka masuk lewat pintu samping, Fred. Aku akan mengurus mereka. Kau pergilah antar tuan Rico," ucap kepala pelayan itu.

"Oh, Pedro. Terima kasih." Frederic menutup ponsel. Dengan penuh rasa syukur ia kemudian menatap ke arah sepupunya.

"Vivi ... pergilah lewat sana. Nanti Pedro akan menyambut kalian di pintu samping. Aku akan pergi dulu mengantar tuanku. Dan ingat Vivi ... jangan melirik ke arah mobil. Sedikit pun! Ingat itu!" perintah Frederic.

Dengan patuh Vivi mengangguk. Lalu Frederic kembali ke arah halaman mansion. Ia masuk ke dalam mobil dan mulai menghidupkan mobil tersebut. Tidak ada pertanyaan dari tuannya. Membuat Frederic akhirnya bernapas lega.

NEXT >>>>>

**********

From Author,

Hai semua, jangan lupa klik like dan tekan love serta rate bintang lima ya. Ketik juga komentar kalian ya Readers, untuk vitamin penyemangat author agar lancar menulis🤗🤗😊😊😊

Terima kasih.

Salam hangat, DIANAZ

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!