Seorang wanita melangkah melewati beberapa orang yang merotasikan tatapannya pada wanita tersebut. Cara jalan wanita itu dengan kaki kanan yang di seret menjadi perhatian semua orang.
Elza, wanita itu berusaha tak memperdulikan bermacam-macam tatapan semua orang padanya, entah kasihan atau malah sebaliknya menatap mengejek karna kekurangannya tersebut. Dengan sedikit kesusahan Elza naik ke angkutan umum dan mendudukkan dirinya di kursi mobil paling pojok. Lagi, Elza berusaha tidak memperdulikan dan menghiraukan tatapan penumpang dalam angkutan umum yang menatap ke arah pergelangan kakinya yang tampak jelas bekas jahitan.
Elza mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Hawa panas dalam mobil roda empat itu semakin terasa memanas meski jendela kaca mobil itu sudah di buka di tambah harus duduk berdesakan. Hari ini panasnya matahari terasa lebih menyengat ke kulit.
"Kiri, Pak...!" ucap Elza mengeraskan suaranya hingga sopir memberhentikan mobil yang di kendaraai di depan gang sempit.
"Ini, Pak."
Elza turun dan menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir. Dan setelahnya Ia melangkah masuk ke dalam gang yang hanya bisa dilewati penjalan kaki dan sepeda motor. Senyuman mengembang di bibir manisnya, Ia tak sabar memberikan sebagian gaji pertamanya pada sang ibu. Karna beberapa bulan terakhir Ia selalu mendapat penolakan saat melamar bekerja di restoran, di perusahaan sebagai cleaning servis, dan menjadi penjaga toko, itu semua karna kecacatan yang Ia miliki dan membuat orang lain tidak ingin mempekerjakannya.
Karna mereka menggangap kecacatan Elza akan membatasi aktivitas yang wanita itu lakukan.
"Baru pulang, Elza?" ucap salah satu tetangga menyapa. Wanita itu membalas dengan anggukan dan tak lupa senyuman ramahnya.
Kening Elza mengernyit kala melihat sang ibu sudah berdiri di teras rumah, wanita paruh baya itu melambaikan tangannya agar Elza segera menghampirinya.
"Akhirnya kau pulang Elza, ada seseorang yang ingin bertemu dengan mu," ucap Sina, kala Elza sudah melepaskan sendal yang melekat di kakinya.
"Memangnya siapa yang ingin bertemu dengan ku?" Kening Elza semakin mengkerut dalam dengan rasa penasaran yang mengganjal.
"Makanya cepat masuk."
Sina menarik pergelangan tangan putrinya. Suara dua orang pria yang tengah mengobrol langsung terhenti kala Elza sudah masuk ke dalam rumah.
Pria yang mengenakan kemeja abu-abu dilapisi jas hitam menghilap yang membalut tubuhnya langsung bangkit dari tempat duduknya. Sorot tajam pria yang memiliki wajah tampan itu langsung memandangi Elza seperti mengintimidasi. Alvian Pramana menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki wanita muda yang kini berdiri di hadapannya.
Sementara Elza merasa risih dan tak nyaman dengan tatapan pria asing tersebut padanya.
"Saya datang ke sini ingin menepati janji." Suara berat nan serak pria itu terdengar jelas di kedua telinga Elza.
Apa tadi yang pria itu katakan? Menepati janji?
"Maksudnya apa?" ucap Elza bertanya pada sang ibu yang berdiri di sampingnya.
"Dia adalah orang yang sudah menabrak dan membuatmu lumpuh seperti ini, Nak," jelas Sina."Dan sekarang dia datang untuk menepati janjinya setelah usiamu 22 tahun."
Elza melebarkan matanya. Ia kembali menatap pria tersebut. Ada percikan amarah dalam benaknya pada pria itu, karna pria itu Ia harus lumpuh seumur hidupnya dan menjadi bulan-bulanan orang-orang di sekitarnya karna kecacatannya. Walaupun Ia masih mampu berjalan meskipun tak seperti dulu.
Mata jelaga Elza tak sengaja menatap jari manis Alvian yang tersemat cincin yang sama persis yang Ia pakai di jari manisnya.
"Seperti janji saya 5 tahun yang lalu, saya akan menikahi Elza."
Lagi, Elza kembali dibuat tertegun dengan ucapan pria tersebut. Menikah?
______________
Hei girl! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen
See you di part selanjutnya:)
Tak terasa pernikahan Elza dan Alvian sudah berjalan selama 5 bulan. Tidak mudah bagi Elza menjalani pernikahan yang terjadi karna sebuah pertanggungjawaban. Ia mengira setelah menikah dengan Alvian hidupnya akan jauh lebih baik dan ternyata, tidak. Pria itu mengekang dan membatasi semua aktifitasnya di luar rumah. Termasuk membatasi pertemanannya.
"Hei! Kau kenapa?"
Elza tersentak kaget ketika Aluna menyentuh pundaknya. Wanita dengan rambut panjang sebahu itu ikut duduk di samping Elza yang mengukir senyumannya menatap teman satu kerjanya.
"Tidak apa-apa," balas Elza sekenanya."Aku hanya kelelahan, hari ini begitu begitu banyak pelanggan."
Aluna manggut-manggut mendengarnya. Namun, sedetik kemudian wanita itu mengkerutkan keningnya dan menoleh ke arah Elza.
"Bukannya suamimu orang kaya, ya? Kenapa tidak berhenti bekerja di toko ini lalu kau membuka toko bunga sendiri. Kan enak jadi bos, kau hanya duduk santai saja," ucap Aluna memberi solusi.
Elza menggeleng pelan disertai senyuman manisnya."Tidak semudah itu, Lun. Aku harus mengumpulkan uang yang banyak bila ingin membuka toko sendiri."
"Lho? Kau bisa meminta uang dengan suamimu yang kaya raya itu."
Raut wajah Elza langsung berubah sendu dengan bibir cemberut. Ia juga inginnya seperti itu, tapi Alvian bukan suami baik hati yang semudah itu memberikan uang padanya. Dan Ia pun tidak ingin menyusahkan orang lain untuk mengabulkan keinginannya.
"Mau sampai kapan kalian duduk di situ? Cepat bekerja!"
Suara pekikan pemilik toko bunga itu membuat kedua wanita tersebut segera bangkit dari tempat duduknya. Mony, sang pemilik toko bunga berkacak pinggang menatap dua karyawannya.
"Cepat layani pelanggan, sudah beberapa menit dia menunggu kalian berdua sibuk mengobrol!"
Elza maupun Aluna sama-sama meringis mendengar ucapan Mony. Mereka berdua segera melayani salah satu pria yang tampak memilih-milih bunga yang akan dibeli.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Elza mendekat pada pria tersebut dengan langkah kakinya yang pincang-pincang.
"Saya ingin mencari bunga yang cocok diberikan pada kekasih saya untuk hari valentine," balasnya, sorot mata pria itu masih bergerak liar melihat bunga-bunga yang tersusun rapi di rak.
"Kalau boleh saya sarankan, Tuan bisa memberikan bunga mawar, bunga tulip, atau bunga anggrek. Kebanyakan para pria yang datang ke sini memesan bunga mawar untuk kekasihnya," ucap Elza memberikan saran masukkan.
"Benarkah?"
Elza mengangguk dengan senyuman yang tak luntur di wajahnya karna menurutnya bersikap ramah pada pelanggan membuat mereka nyaman dan tak sungkan bertanya-tanya.
"Kalau begitu saya ingin sebuket bunga mawar merah, dan tolong dihias secantik mungkin. Apakah kau bisa menuliskan kata-kata romantis di kartu ucapannya?"
"Tentu, Tuan. Kalau begitu saya siapkan bunga yang anda pesan."
Andai saja suaminya bisa bersikap semanis ini padanya, tentu itu sangat membahagiakan untuknya, bathin Elza.
Elza beranjak dari hadapan pria itu, berjalan menghampiri Aluna untuk menyiapkan sebuket bunga mawar merah dan Ia menuliskan kartu ucapan dengan kata-kata romantis. Pelanggan pria itu mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia di sana sembari menunggu pesanannya.
Mata pria itu salah fokus pada cara jalan Elza yang terpincang-pincang dengan kaki di seret. Rasa iba mulai menyeruak dalam benak pria itu pada Elza, tapi beruntungnya dari kecacatan wanita itu, Elsa diberkati wajah yang cantik dan manis.
Tak terasa hari sudah sore, Elsa sudah bersiap-siap akan pulang dari tempat kerjanya. Terlihat di depan toko bunga tersebut sudah terparkir mobil mewah lamborghini dengan seorang pria berseragam hitam sudah berdiri di mobil itu.
Aluna menyenggol bahu Elza, hingga wanita itu menoleh pada temannya.
"Enak ya di jemput setiap hari pakai mobil," goda Aluna cekikikan."Kalau bisa kenalkan aku juga dengan teman suamimu siapa tahu jodoh," bisiknya di telinga Elza.
Ya, semenjak menikah Elza selalu di antar jemput oleh sopir pribadi Alvian. Mengingat kondisi wanita tersebut dengan keterbatasannya.
"Nanti kalau dapat," balas Elza dengan nada gurauannya."Aku duluan ya Aluna!"
"Iya, hati-hati di jalan...!" pekik Aluna.
Elza melangkah masuk ke dalam mobil. Ia membenarkan posisi duduknya yang terasa tak nyaman.
"Alvian sudah pulang?" tanya Elza ketika mobil mulai berjalan meninggalkan kawasan toko bunga.
"Sudah, Nona. Sekitar satu jam yang lalu datang."
Elza menatap ke arah luar jendela mobil. Ia jadi mengingat dirinya dahulu yang harus berjalan kaki saat pulang kerja atau naik angkotan umum dan duduk berdesakan.
"Apa Nona ingin mampir ke minimarket?" tanya sopir pria tersebut ketika mobil sudah hampir sampai ke tempat tujuan.
Elza menggeleng."Tidak, langsung pulang saja."
Mobil yang wanita itu tumpangi kini sudah memasuki area komplek mewah yang menjadi tempat tinggal para orang kaya elite di sana. Mau seberapa kalipun Elza melewati rumah-rumah mewah itu Ia tetap dibuat kagum. Bagaimana tidak, bangunan-bangunan di komplek itu begitu mewah dan megah dengan arsitektur Eropa.
Elza segera turun dari mobil ketika sudah berhenti di depan teras mansion. Wanita itu turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion yang di sambut dengan beberapa pelayan yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Elza terperanjat kaget ketika beberapa lembar kertas di lempar ke wajahnya dengan kasar. Tatapan wanita itu langsung terotasi pada Alvian yang kini berdiri di hadapannya.
"Aku sudah memberikan kau kebebasan tapi kau tetap melanggar apa yang aku larang!" sarkas Alvian menyorot tajam Elza yang terlihat bingung.
Wanita itu merasa tidak melanggar apapun dari larangan yang Alvian berikan padanya. Karna semenjak menikah Alvian sudah membebaninya dengan sebuah peraturan yang menurutnya tidak masuk akal.
"Seharusnya kau tahu diri! Jangan karna kecacatan mu itu aku akan kasihan!"
Lagi, ucapan pedas dan merujuk pada kekurangannya jadi bahan pembahasan Alvian untuk menyalahkannya.
Elza masih bergeming di tempatnya, menatap percikan kemarahan yang terlihat jelas dari sorot mata pria itu.
__________
Hei girl! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. Dan jangan lupa follow akun saya
See you di part selanjutnya:)
"Apa salahku? Kenapa kau selalu marah dan membentakku atas kesalahan yang tidak aku lakukan. Aku sudah menuruti semua perintah dan larangan mu, tapi tetap saja aku salah di matamu! Dan aku benci saat kau terus mengungkit kecacatan ku."
Elza mengerjapkan matanya, hawa panas menyelimuti matanya yang mulai berair. Sementara Alvian diam menatap lekat wajah sang istri.
"Lihat foto itu," ucap Alvian melirik kertas yang Ia lempar sebelumnya ke wajah Elza.
Wanita itu langsung menatap lembaran foto-foto dirinya dengan seorang pria yang kini berserakan di lantai. Itu pria yang membeli bunga di tokonya tadi. Yang jadi pertanyaan kenapa Alvian memiliki begitu banyak foto dirinya?
"Kau memata-mataiku?"
"Ya! Dan aku tidak suka kau berdekatan dengan pria manapun. Tapi kau jangan besar kepala, aku memata-mataimu bukan berarti aku tertarik atau mulai menyukaimu tapi ini demi reputasiku. Aku tidak ingin reputasiku menjadi buruk karna kau berdekatan dengan pria lain. Kau sekarang istriku dan semua orang tahu itu!" ucap Alvian penuh penekan.
Elza mengusap kasar air mata yang berhasil meluncur di pipinya.
"Aku sedang melayani pelanggan___"
"Aku bisa saja menutup toko bunga sialan itu! Tidak usah pura-pura manis dan baik pada semua pria!" sentak Alvian memotong ucapan Elza.
Elza mengeratkan rahangnya menatap suaminya.
"Ceraikan saja aku! Wanita cacat sepertiku memang tidak pantas dengan pria manapun termasuk kau...!" teriak Elza dengan tubuh bergetar sempurna, air mata semakin deras berguguran bersamaan dengan emosi yang meluap-luap.
Napas Elza memburu. Beberapa bulan ini Ia diam saja dan bersabar dengan sikap semena-mena Alvian padanya.
Elza menampilkan telunjuknya di hadapan Alvian yang masih diam, menunggu kata yang akan kembali keluar dari mulut istrinya.
"Aku tidak pernah meminta dinikahi mu, pertanggungjawaban ini tidak berdampak apa-apa kecuali penderitaan, terkekang, dan terpenjara..." ucap Elza dengan nada lemah.
Setelah puas meluapkan segala keluhannya penuh emosi, wanita itu beranjak dari hadapan Alvian yang mendengus kasar dengan sorot mata yang semakin menajam.
"Sialan!"
Alvian menendang meja di sampingnya. Ia berusaha menekan rasa cemburu yang semakin menjadi-jadi dan menyiksa dirinya sendiri. Sementara para pelayan pergi entah ke mana di ruangan itu, mereka takut menjadi korban pelampiasan amarah Alvian selanjutnya.
Elza menutup pintu kamar dan melangkah menuju ke kasur, Ia mendudukkan dirinya di sisi kasur. Wanita itu menghela napas lelah, seharian bekerja dan pulang di sambut oleh kemarahan Alvian.
•
•
"Dasar wanita cacat, apa dia memang sengaja."
Alvian berusaha membuka pintu kamar Elza yang seperti di kunci dari dari dalam. Wanita itu sepertinya sudah tahu Ia akan ke kamar ini.
"Elza...!! Buka pintunya!" Alvian menggedor-gedor pintu dengan sangat keras tak peduli seisi mansion ini terganggu dengan suaranya dan gedoran pintu yang Ia lakukan.
Sedangkan di dalam Elza sudah ketakutan. Ia semakin mengeratkan selimut di tubuhnya. Wanita itu meneguk ludahnya kasar dan berharap suaminya tidak masuk ke kamar ini. Ia sudah tahu apa yang pria itu inginkan. Badannya terasa remuk dan sakit melayani n*fsu buas Alvian.
Ya, setelah sah menjadi suami-istri Alvian langsung meminta haknya. Dan mereka tidur di kamar yang terpisah. Pria itu akan datang ke kamar Elza bila menginginkan wanita itu. Mengingat usia pria itu sudah 28, di mana n*fsu s*x nya begitu tinggi.
_____________
Hei girl! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen
See you di part selanjutnya:)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!