Suasana di kantor hari ini sangat heboh. Tidak seperti biasanya. Hana yang sedang membuat kopi untuk dirinya sendiri dihampiri oleh teman sekaligus sahabatnya yaitu Siska.
"Eh tahu gak Na, katanya bos baru kita akan datang hari ini"
"Aku sudah dengar kok gosipnya" jawab Hana santai.
"Kabarnya nich! Bos baru kita itu masih muda dan ganteng" wajahnya membayangkan sosok yang tampan dan bibirnya tersenyum kagum. (Paling lagi bayangin oppa-oppa di drakor nich Siska)
"Jaga hati dan iman dech! Mukamu dah kaya orang kesambet" omel Hana sambil mengusap wajah Siska yang sedang cengengesan gak jelas.
"Sialan. Tanganmu bau kopi tau. Biarin aja. Kalau kesambet CEO ganteng sih aku rela" masih cengengesan.
"Hmmm terserah!" Hana mengangkat kedua bahunya.
Seperti yang telah diintruksikan, semua karyawan berkumpul di aula gedung sepuluh menit sebelum jam kantor sibuk. Semua karyawan telah berbaris menjadi dua saling berhadapan. Kali ini mereka akan menyambut kedatangan CEO baru yang menggantikan Pak Prasetyo(CEO lama). Kabarnya beliau adalah anaknya yang baru pulang dari Jerman. Namanya adalah David Prasetyo. Perawakannya sangat atletis. Wajahnya yang sangat tampan membuat pesonanya semakin menyebar. Terlebih dia adalah orang nomor satu diperusahaan Setia Group. Yakin seyakin yakinnya kalau semua wanita bakal luluh sama dia.
Suara derap kaki perlahan tapi pasti terdengar semakin dekat. Dari arah pintu, masuklah sosok tampan yang mengenakan jas hitam dengan rambut yang rapi didampingi oleh seorang lelaki yang mungkin usianya tak jauh beda dengan lelaki yang pertama.
Kedua lelaki keren itu masuk melewati para karyawan yang menunduk hormat padanya. Walaupun tidak meneliti satu satu karyawannya, namun matanya seperti mempunyai kekuatan khusus yang mampu melihat sekilas wajah para karyawannya. Langkahnya terhenti dan menoleh pada lelaki dibelangkangnya memberi isyarat dengan anggukan kepala.
"Perhatian untuk semuanya. Terima kasih telah menyambut kami dengan baik. Perkenalkan CEO baru kita yang menggantikan Pak Prasetyo. Beliau adalah David Prasetyo anak tunggal dari Pak Prasetyo. Sedangkan saya adalah sekretaris sekaligus asisten beliau. Mahardika Fahlevi. Panggil saya Dika. Terima kasih dan mohon kerja samanya"
Prok prok prok
Tepuk tangan bergemuruh setelah perkenalan dan bisik-bisik tetangga mulai terdengar. (kaya lagunya umi elvi aja bisik bisik tetangga)
"Ooo namanya Pak David to?"
"Ganteng Bos kita. Sekretarisnya juga"
"Sudah punya pacar belum ya?"
"Udah nikah belum ya?"
"Mau dong aku jadi kekasihnya"
"Gpp dech aku jadi simpanannya"
Begitulah bisik bisik tetangga terdengar kasak kusuk dan mungkin masih banyak kasak kusuk yang lainnya.
EHEEEMMM
Suara deheman dari David sukses membuat suasana hening. Semua kembali menundukkan kepala. Dia kembali melangkah meneliti karyawannya. Langkah yang pelan tapi tegas berlahan mendekati Hana dan Siska. David bisa mendengar Siska berbisik dengan Hana. Pendengaran David jangan diragukan lagi. Dia sangat peka terhadap suara sehingga dia bisa mendengar bisikan walau jaraknya tak terlalu dekat tapi juga tak terlalu jauh.
"Gila, baru dehemannya aja merdu banget apalagi kalau bicara. Hem paket komplit Na"
Hana tak menanggapi ocehan Siska. Kini David sudah berdiri dihadapan keduanya dan menatap mereka dengan tatapan dingin. Siska menelan ludahnya karena takut kalau kalau ocehannya didengar.
"Siapa nama kamu?" tanya David pada Siska.
"Sa...ya... Siska Pak" jawabnya gugup
"Pecicilan" kata David dan membuang muka.
Siska mendelik tak percaya.
"Sial. Dia ngatain aku pecicilan? Untung ganteng CEO pula. Kalau tidak sudah tak pites kepalanya" batin Siska geram.
Sedangkan Hana menahan tawa dengan merapatkan bibirnya agar tak kelepasan. Namun hal itu tak luput dari pandangan David.
"Kalau kamu siapa?"
"Saya Farhana Pak" jawab Hana tenang.
"Tenang sekali jawabnya. Kenapa hatiku berdesir disaat yang tidak tepat begini sih" batin David.
"Kau siapkan data-datamu untuk persiapan pernikahan" perintahnya dengan datar.
"Maksud Bapak?" Hana mendongak dan kali ini tatapan mereka bertemu.
Degg degg degg degg. Jantung David berdetak tak berirama menatap langsung mata indah Hana. David menghela nafas kasar seolah-olah sedang gusar untuk menutupi rasa groginya itu dan berkata dengan tegas
"Saya tidak suka mengulang"
"Tapi aku kok gagal paham ya? Aduh gimana nich? Mau bertanya aku ragu dan takut" batin Hana yang kini sudah menunduk kembali.
David melangkah pelan semakin mendekati Hana. Hana semakin kaku dan takut sehingga tanpa sadar melangkahkan kakinya mundur walau sedikit. Kini jarak keduanya hanya sejengkal. Hana masih menunduk sehingga dia bisa melihat sepatu David yang elegan.
"Aku ulangi sekali lagi, setelah itu tidak ada pengulangan. Jadi dengarkan baik-baik. Berikan datamu besok padaku. Data yang digunakan untuk menikah karena kau akan segera menikah" David mengatakan dengan sadar dan jelas serta tegas.
"Apa? Menikah? Saya? Dengan siapa?" pekik Hana bertubi-tubi saking kagetnya hingga tanpa sadar tatapan keduanya kembali beradu.
"Ya kamu akan menikah dengan saya"
"Dengan Bapak? Tidak mungkin" menggelengkan kepala dan mundur. Matanya kini membulat sempurna karena tak percaya. Jangan ditanya lagi suasana kembali heboh dikarenakan ulah David yang mengajak Hana menikah. Mereka semua masih bertanya tanya tentang semuanya. Suara deheman David kembali jadi obat penenang suara.
"Bapak bercanda. Bapak sedang ngerjain saya?" Hana berusaha berbicara setenang mungkin.
"Kenapa? Kamu tidak percaya?" tatapnnya dingin.
"Ba_bagaimana bisa?"
"Aku lupa memberitahumu. Kita menikah tiga hari lagi"
"Tidak" kali ini tegas tanpa ragu
"Hai nona Hana. David Prasetyo tidak suka dibantah. Aku tak bisa menerima penolakan" melipat kedua tangannya didepan dada.
"Dan saya Farhana Indrayani tak suka dipaksa" tegasnya
"Terserah kau saja yang penting kita akan menikah. Suka atau tidak. Mau atau menolak. Aku tak peduli" melangkahkan kakinya keluar aula gedung diikuti oleh Dika.
"Huh dasar gila. Pemaksa. Aarrrrgh" sedikit teriak dan menghentakkan kaki kanannya. Mendengar teriakan Hana, David tersenyum tipis namun tak ada yang tahu. David berhenti dan berbalik
"Kalian boleh kembali bekerja" katanya dingin.
Semuanya bubar dan kembali ke meja masing masing. Tentu saja mereka masih membahas apa yang baru saja terjadi. Hana masih mematung dan Siska menghampirinya.
"Na, kamu baik baik saja?" tanyanya khawatir
"Kalau boleh jujur aku tidak baik baik saja. Sialan memang si David gila itu. Tanya nama ngajak nikah" geramnya.
"Hemm, enak dong Na, kan kamu bisa jadi Nyonya David Prasetyo" ledek Siska tepatnya sih menghibur.
"Enak gundulmu. Seenak jidatnya aja bilang nikah. Emang gampang apa?" gerutunya
"Na, orang kaya itu bebas. Bahkan tanpa kau beri datamu pun kalian bisa nikah"
"Bebas sih bebas. Tapi gak gini juga dong. Ini anak gadis woi, bukan makanan yang tinggal pungut aja" memonyongkan bibir.
"Sudah yuk gak usah dipikirin. Anggap aja berjodoh judulnya"
"Emang kamu pikir ini sinetron pake judul segala"
"Hehehe... balik yuk waktunya kerja nih"
Hana hanya mengangguk dan melangkah beriringan dengan Siska ke meja kerjanya. Sesaat Hana melupakan pergulatan tentang pernikahannya dengan David. Kesibukan memang bisa dihandalkan untuk melupakan sejenak masalah yang menghampiri.
...☆☆☆☆☆...
Next
...Sehari sebelum David masuk kantor...
"Aku gak mau nikah sama Lili ma. Dia udah punya kekasih. Tolong jangan egois. Lili juga berhak bahagia. Jangan paksa dia untuk menikah denganku" ucap Hafiz pada mamanya. Lili menggenggam jari David erat. Lili takut jika Nyonya Pras akan marah karena ucapan David. Walau yang dibilang David benar.
FLASHBACK
"Mas aku mau ngomong soal perjodohan kita" kata Lili seminggu setelah acara perjodohan keduanya.
"Katakan saja. Kau tak perlu takut" balas David datar
"Sebenarnya aku sudah punya kekasih dan kita berencana ikrar. Tapi malah aku dijodohkan dengan mas" katanya takut takut.
"Kenapa tak bilang sama orang tuamu?" mengangkat alisnya sebelah.
"Sebetulnya aku sudah pernah bilang tapi papa gak percaya. Papa menganggap kalau itu hanya alibi agar aku tak dijodohkan. Aku berusaha meyakinkan papa kalau aku tak bohong tapi sia sia" lancar tanpa takut kali ini.
"Aku mau bertemu kekasihmu untuk meyakinkanku. Setelah itu aku bantu kamu" tegas David
"Mas gak marah sama aku?"
"Aku gak marah. Lagi pula aku juga gak setuju kok walaupun aku belum punya kekasih. Kamu adalah adik bagiku. Jadi jangan sungkan untuk meminta bantuan"
"Iya mas makasih. Dia sebentar lagi datang"
Sambil menunggu Riko, mereka ngobrol dengan bebas tanpa beban. Terlihat pria maskulin datang menghampiri keduanya.
"Hai..." sapanya
"Aku Riko pacarnya Lili" mengulurkan tangannya pada David
"David, calon tunangannya tapi gak jadi" David membalas jabatan tangan Riko yang tersenyum menanggapi candaan David.
"Langsung intinya. Kau benar benar mencintai Lili?" tanya David sesaat setelah Riko duduk.
"Kau meragukanku tuan David?" menatap serius mata David.
"Bahkan kalaupun malam ini aku diminta untuk melamarnya pun aku siap" lanjutnya. David menatap mata Riko dan tak menemukan kebohongan didalamnya. Yang dilihat hanya kesungguhan dan tekad yang kuat. Kemudian David mengangguk dan menyeruput kopinya.
"Baiklah aku percaya. Aku minta kau jaga Lili baik baik. Jangan bikin dia menangis atau tulang tulangmu aku patahkan. Dia sudah kuanggap adik. Mengerti?" kata David tegas.
"Siap bos" memberi hormat layaknya penghormatan saat upacara kemudian mereka tertawa bersama.
FLASBACK END
"Ma kita sudah lama mengenal Lili dan keluarganya. Bahkan Lili sudah seperti Adikku. Aku juga ingin Lili bahagia. Percayalah keluarga kita akan tetap bersahabat walau aku dan Lili tak jadi menikah" David meyakinkan mamanya. Papanya hanya mendengarkan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya. (Proklamasi kali pake narasi kaya begituan. Hadech tepok jidad dech!)
Suasana hening. Prasetyo dan istrinya memandang Lili yang menunduk ketakutan. Sikap Lili menunjukkan bahwa yang dikatakan David benar.
"Kau sendiri yang harus membatalkan perjodohan ini. Empat hari kedepan kamu harus menikah entah bagaimanapun caranya" kali ini Prasetyo yang bicara. Semua mata melotot sempurna.
"Empat hari? papa bercanda?" tanya Dela Nyonya Prasetyo.
"Papa gila ya? bahkan David belum punya pacar" kata David tak percaya.
"Itu pilihannya. Kau ingin melihat Lili bahagia bukan? Jadi lakukanlah" Pras menjawab santai.
"Papa, apa ini tak berlebihan?" tanya Dela mencoba membantu buah hatinya.
"Hanya dengan cara ini dia akan menikah. Lihatlah usianya tak muda lagi tapi masih awet jomblo. Dia terlalu kaku dengan perempuan"
"Tapi pa...."
"Tak ada tapi tapian. Itu syarat mutlak dari papa bila kamu ingin melepaskan Lili" Pras beranjak pergi meninggalkan ketiganya yang masih bengong mencerna permintaan Prasetyo. David menatap ibunya untuk meminta bantuan namun Dela hanya mengangkat kedua bahunya.
"Mas pasti bisa mendapatkan gadis pilihannya mas sendiri. Lili yakin itu" hiburnya pada David. David menghela nafas berat. Dela menyusul suaminya sedangkan David mengantar Lili pulang.
Pagi harinya dirumah besar Prasetyo sudah ramai orang diruang tamu. Saat David turun hendak ke kantor melihat mereka berbicara serius dengan papanya. David menghampiri mereka dengan wajah penuh tanya.
"Mereka adalah orang orang yang akan membantu mengurus pesta pernikahanmu. Kau tak perlu khawatir, tugasmu hanya membawa mempelai wanitanya. Untuk perkara yang lain biar papa dan mama yang urus" jelas Pras.
"Jadi papa serius dengan ucapannya semalam?" batin David.
"David pergi dulu pa"
David melangkahkan kaki keluar rumah dan menghubungi seseorang.
*Tuuuuut
"Halo. ya pak"
"Kumpulkan semua karyawan di aula. Aku ingin melihat semua karyawan papa"
"Baik pak saya akan memberitahukannya"
Tuuut panggilan berakhir*.
"Sepertinya ini caranya. Siapa tahu ada salah satu karyawan yang bisa membuatku terperosok. Maka saat itu juga dia akan ku ajak menikah. Bukan kuajak tapi kupaksa menikah. Biar saja aku dikatakan gila sedeng songong atau apalah. Yang penting dia bisa jadi wànitaku. Tapi kalau ternyata tak ada yang membuat jantungku bernyanyi bagaimana? Aaaargh papa ini merepotkan saja" David ngomong pada diri sendiri.
......
Saat jam istirahat kantor, Siska dan Hana menuju mushola terlebih dahulu untuk melaksanakan sholat Dhuhur. Usai sholat keduanya terlibat percakapan sambil berbenah.
"Na, aku kemarin tepatnya dua hari yang lalu bertemu cowok mirip banget sama Farel" Siska mulai obrolannya
"Kamu serius? dimana?" tanya Hana antusias.
"Di depan mall dekat kantor. Tapi waktu kupanggil panggil dia tak menoleh sama sekali. Padahal aku yakin banget kalau dia tuh denger suaraku"
"Nanti aku coba cari dech didekat mall yang kamu ceritakan. Oh sebentar ya Sis aku mau telpon Boy dulu"
Hana mengambil ponsel dan menekannya.
*Tuuuut
"Hallo, Ya Han?"
"Boy, ditempatmu ada lowongan gak?"
"Memang kenapa?"
"Aku kayaknya mau pindah dech. Aku pengen ganti suasana"
"Bukankah sudah enak ya kerjamu gajinya lumayan juga. Apa ada masalah?"
"Gak ada kok. Bagaimana?"
"Ada sih tapi posisinya tak sebagus posisimu sekarang"
"Gpp yang penting aku gak nganggur"
"Serius?"
"Iya. Ya sudah nanti kalau sudah final aku hubungi kamu lagi"
"Ok. See you"
Tuuuut panggilan selesai*.
Tanpa diketahui keduanya, percakapan Hana via telpon didengar oleh Dika yang hendak sholat. Mendengar itu dia tak melanjutkan untuk masuk tapi malah mendengar obrolan keduanya.
"Kamu mau pindah Na? Apa gara gara tadi pagi kamu mau ninggalin aku?" tanya Siska memelas.
"Kamu tahu dia maksa banget. Mungkin ini cara satu satunya agar aku bisa lepas dari bos pemaksa itu"
"Sudah dech Na terima aja napa sich. Lagian kamu juga masih jomblo"
"Aku mau tanya dech sama kamu. Apa sich yang bikin kamu bucin sama Pak David?"
"Aduh Na semua karyawan cewek disini pasti pada tahulah. Pak David itu ganteng, mapan badannya atletis bodinya sexi proposional pokoknya perfect dech. Kalau aku yang diajak nikah sumpah dech gak mikir mikir lagi aku. Langsung jawab aja iya"
"Kalau begitu kamu aja yang nikah sama pak David"
"Maunya sih gitu tapi kan Pak David ngajaknya kamu bukan aku"
"Duapuluh menit lagi istirahat selesai. Yuk makan siang dulu" ajak Hana yang tak ingin membahas David lebih jauh lagi. Setelah keduanya pergi masuklah Dika yang tengah bersembunyi.
"Nanti aku harus lapor pak Bos nich. Bisa keget pak bosnya kalau tak diberi tahu" guman Dika.
.....
Next.
....
Maaf ya kalau ceritanya kurang menarik soalnya author masih belajar. Jangan lupa dukung karya anak negeri. Mohon like dan komennya.
Hana merampungkan semua laporan baik yang deadline ataupun yang belum. Tekadnya untuk pindah sudah bulat. Dia tak ingin saat keluar nanti masih ada laporan yang belum dia selesaikan. Dia juga membuat surat resign dan siap untuk diserahkan. Hana melangkahkan kakinya menuju ruang CEO. Dia menghela nafas berat. Sebenarnya dia senang bekerja disini apalagi sahabatnya juga bersamanya. Andai tak ada kejadian itu mungkin dia tak akan resign.
"Kamu beneran mau resign Na?" tanya Siska yang melihat Hana hendak menyerahkan surat resignnya.
"Aku gak punya pilihan Sis. Aku gak bisa nikah sama pak David. Ini masalah hati. Aku gak cinta sama beliau"
"Cinta kan bisa tumbuh seiring kebersamaan. Ayolah Na coba dulu" bujuk Siska
"Kamu kira pernikahan itu kue main dicoba coba aja. Aku tuh pengennya menikah sekali seumur hidup. Lha ini apa kabar pernikahan aku nantinya? masih ambigu kedepannya"
"Paling gak cari tahu alasannya kenapa bisa kek gitu"
"Aku pergi dulu ya mau nemuin Pak Dika" Hana pergi tanpa perdulikan Siska yang cemberut karena tak berhasil membujuknya.
Dia menaiki lift menuju lantai atas tempat CEO itu bertengger. Dia memasuki ruang Dika.
"Permisi pak Dika" sapa Hana sopan.
"Eh mbak Hana. Ada yang bisa kubantu?"
"Mbak? dia kira aku mbaknya apa? kenapa gak panggil Hana aja sih? batinnya.
"Ini pak, saya mau titip surat resign untuk Pak David. Bisa?"
"Ternyata dia benar benar serius soal resign. Cewek aneh. Saat cewek cewek yang lain sibuk merebut hati Pak David ini malah repot repot untuk menghindar" batin Dika.
"Maaf mbak"
"Hana saja jangan pakai mbak risih saya" Hana menyela ucapan Dika.
"Oh ya maaf Hana, Pak David tidak suka kalau ada yang resign suratnya nitip. Lebih baik kamu langsung kasihkan beliau saja. Kebetulan beliau ada didalam ruangannya" jawab Dika sesuai intruksi yang dimandatkan tadi.
Flashback
Setelah Dika selesai shalat dhuhur, dia langsung menemui David. Tanpa mengetuk pintu Dika langsung menerobos masuk hingga membuat David heran.
"Ada kabar apa?" tanyanya. David sudah hafal dengan tingkah sahabatnya yang juga sekretarisnya itu.
"Gawat bos, Hana mau mengundurkan diri. Dia ingin menghindarimu bos" jawab Dika seraya duduk di sofa.
"Apa kami yakin?"
"Bos ini kalau habis shalat sajadahnya dilipat napa? nanti kotor atau kena najis gimana?" omel Dika tanpa menjawab pertanyaan David.
David yang merasa tak mendapatkan jawaban meninggalkan singgasananya dan menghampiri Dika.
"Cewek aneh tuh Bos. Kayaknya kalau yang lain yang bos ajak nikah gak bakal nolak dech" cerocosnya.
"Tapi bos, kok tiba tiba bos ngajak nikah sih? gak pacaran dulu? perkenalan dulu kek. Mana tiga hari lagi. Aduh pusing pala berbie dech!" oceh Dika.
"Papa mau aku nikah tiga hari lagi. Syarat mutlak itu" jawab David santai.
"Syarat apa bos?"
"Syarat untuk melepaskan Lili"
"Jadi begitu. Kayaknya bos pilih gadis yang salah dech. Gadis keras kepala yang punya tekad kuat. Sulit merobohkannya. Buktinya dia milih resign daripada jadi nyonya David Prasetyo"
"Aku tak salah. Justru gadis seperti itulah yang aku cari. Sikapnya yang seperti itu menunjukkan bahwa dia tak haus kekuasaan dan harta. Dia lebih memilih menilai orang dari sikap. Pendiriannya teguh terlihat dari bagaimana dia berani menentangku saat penyambutan tadi. Apa aku sudah jatuh cinta sama Hana?" jelasnya panjang kali lebar gak pake tinggi.
"Bisa jadi bos. Terus gimana?"
"Nanti kalau dia mau kasih surat resignnya itu suruh aja langsung ke aku apapun alasannya"
"Siap bos. Kalau begitu aku permisi dulu yah bos. Selamat berjuang" Dika mengangkat tangan kanannya dan mengepalnya sebagai tanda penyemangat. David hanya mengangguk dan tersenyum.
Flashback end
Karena Dika tak mau menerima surat Hana, terpaksa dia harus berurusan dengan David. Sebenarnya Hana malas karena Hana sudah feeling pasti akan berdebat nantinya. Tapi dia tak ada pilihan lain. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara untuk memintanya masuk.
"Maaf pak kalau saya mengganggu" Hana mencoba bersikap sopan.
"Apa kamu kesini ingin memberi jawaban atas permintaanku?" tanyanya basa basi.
"Bisa dibilang begitu. Ini jawaban saya" menyodorkan surat pengunduran dirinya. David membukanya dan ternyata yang dibilang Dika benar. David tersenyum melihat ke arah Hana.
"Kok dia malah senyum sih? Aneh" batin Hana.
"Jadi kamu sudah siap jadi nyonya David hingga mau resign? Kalau aku sih dengan senang hati karena aku ingin pas pulang kerja disambut istri dirumah" ujarnya sambil senyum penuh arti.
"eh... sepertinya anda salah paham pak" Hana terkejut mendapati David malah berpikir sebaliknya. Hana tidak tahu kalau David sebenarnya sudah mengetahui tujuannya sehingga David bisa menyiapkan jurus yang bisa melumpuhkan Hana.
"Maksud saya resign adalah... (ragu untuk melanjutkan) emmm menolak ajakan anda" Hana berkata hati hati.
"Sebenarnya kalau kau pilih opsi pertama akan kuterima. Tapi karena kau pilih opsi yang kedua maka...." David menggantungkan kalimatnya. Dia mengambil surat resign Hana dan berjalan hingga dia berhadapan dengan Hana. David menyobek surat tersebut dihadapan Hana. Hana melongo mendapati suratnya disobek itu artinya dia tak boleh keluar.
"Haaa? Ke_kenapa disobek?" tanyanya tak percaya.
"Nona Hana, bukankah sudah kubilang kalau seorang David tak suka ditolak?"
"Tapi pak, ini menyangkut hidup dan hati"
"Aku kasih penawaran. Kau menikah denganku atau temanmu Siska aku pecat" David bernegosiasi. Walau sebenarnya dia tak mungkin memecat Siska. Hanya gertakan saja karena dia tahu Hana dan Siska saling menyayangi layaknya saudara.
"Maaf ini tidak ada hubungannya dengan Siska. Siska tak tahu apa apa" Hana mulai panik. David tersenyum kecil tanpa Hana sadari.
"Apa kau tetap menolak?" Hana masih diam. Dia tak percaya kalau sikapnya yang menolak ajakan David akan berdampak pada Siska. Kini dia dilema. Haruskah dia egois? Lalu bagaimana Siska? Melihat Hana masih diam membuat David geram dan gemas. David ingin segera membuat Hana mengatakan iya untuk menikah. David berjalan menuju meja kerjanya dan menelpon seseorang. Hal itu tak luput dari perhatian Hana.
"Halo Dik, siapkan surat pemecatan untuk saudara Fransiska Anggraini" David menutup telponnya.
"Apa? Surat pemecatan Siska?" matanya membulat tak percaya. Ancamannya ternyata benar bukan sekedar isapan jempol belaka. Setidaknya itu yang dipikirkan Hana.
"Tunggu pak. Anda tidak bisa seenak jidad pecat karyawan dong. Siska kerjanya bagus kok!" kali ini malah membela Siska. Padahal David tidak benar benar menelpon Dika. Hanya akting untuk menggertak Hana. Lagi lagi respon Hana tak sesuai harapan David. Sepertinya benar kata Dika bahwa sulit merobohkannya. David harus bersabar lebih lama lagi.
"Itu urusan saya. Disini saya Bosnya"
.....
Next
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!