NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Duplikat Istriku

1. Filter hanya pemanis

Prolog~

Kisah seorang duda beranak satu turunan dari Korea Selatan yang sudah menetap tinggal di Indonesia. Dia adalah Jonathan Anderson atau biasa disapa dengan nama Joe. Pria tampan dan rupawan ini berumur 37 tahun, dia menyandang status duda lantaran istrinya meninggal dunia akibat penyakit kanker yang dideritanya.

Hidup Jonathan yang awalnya terasa gelap dan tak bergairah seolah berubah drastis akibat pertemuannya dengan seorang gadis bernama Syifa Sonjaya. Dia seorang guru SD anaknya, dan wajah gadis itu begitu mirip dengan mendiang istrinya. Padahal Sonya istrinya tak punya saudara kembar apalagi umurnya pun jauh dengan Syifa.

Robert sang anak yang sangat menyukai Syifa memintanya untuk menjadikan guru cantik itu sebagai Mommy sambungnya.

Joe yang terus menerus dipaksa akhirnya tak bisa menolak. Dia pun bersedia. Namun sayangnya, menjadi seorang suami dari Syifa tidaklah mudah. Dia yang beragama Non Muslim harus rela mengorbankan segalanya demi cinta.

Pengorbanan apa sajakah yang harus Joe terima? Dan apakah pengorbanannya akan berbuah manis? Atau justru Joe menyerah lantaran pengorbanannya terasa sia-sia?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Dad, apa wajah Mommy difoto dan aslinya sama?" tanya bocah laki-laki kepada sang Daddy. Namanya Robert Anderson, dia berusia 7 tahun.

Saat ini, dia dan Daddynya yang bernama Jonathan Anderson atau biasa dipanggil Joe—tengah berziarah ke makam mendiang Sonya—Mommynya. Yang sudah meninggal saat dimana dia baru dilahirkan.

"Ya sama dong, Rob, masa beda?" Kening Joe tampak mengernyit. Merasa heran dengan pertanyaan dari sang anak. Jelas sekali dia memiliki foto Sonya lebih dari satu, dan Robert sendiri sudah sering melihatnya.

"Tapi zaman sekarang 'kan banyak foto yang pakai filter, Dad. Bisa saja kalau wajah Mommy dengan aslinya berbeda." Sebuah foto berukuran dompet yang sejak tadi dia pegang diperhatikan. Wajah cantik Sonya sang Mommy selalu membuat hatinya tenang, setiap kali Robert melihatnya.

Namun, ada sebuah kerinduan yang terdalam di dalam hati. Apalagi Robert belum pernah melihatnya sama sekali. Mungkin pernah, tapi hanya di alam mimpi.

"Mommy kalau foto nggak pernah pakai filter, Rob," sahut Joe.

"Masa? Tapi kok Daddy sering? Bahkan pori-pori Daddy sampai nggak terlihat dan kalau difoto kelihatan ganteng banget." Robert memicingkan matanya, menatap wajah tampan sang Daddy dengan kening yang mengernyit.

"Aslinya Daddy sudah ganteng, filter hanya pemanis saja. Sudah ayok kita berangkat sekolah, ini hari pertama kamu masuk SD, kan?" ajaknya seraya mengelus rambut sang anak.

Robert membungkuk ke arah makam, lalu mengusap batu nisan berbentuk salib dan perlahan menciumnya. "Robert pergi sekolah dulu ya, Mom. Mommy jaga kesehatan di sana. Robert sayang Mommy!"

"Semoga kamu selalu bahagia Sonya, istriku. Dan semoga Tuhan Yesus selalu memberkatimu," ucap Joe seraya mengulas senyum. Kemudian menggandeng tangan Robert dan mengajaknya melangkah pergi dari sana.

Selama 7 tahun berstatus menjadi duda, sampai sekarang pun pria bermata sipit itu belum berkeinginan menikah lagi. Itu dikarenakan cintanya yang begitu besar kepada Sonya ditambah dia juga merasa sudah terbiasa hidup berdua saja dengan Robert.

Usia Joe sekarang sudah memasuki 37 tahun. Dia juga cukup mapan dengan menjadi CEO pada perusahaan kosmetik yang cukup besar dan laris miliknya sendiri.

Joe sendiri memiliki darah campuran yakni antara Korea dan Indonesia. Daddynya orang Indonesia sedangkan Ibunya orang Korea.

Namun untuk saat ini, yang tinggal di Indonesia hanya dia dan Robert saja. Sedangkan orang tuanya berada di Korea Selatan, sebab memiliki bisnis di sana.

"Dad, Robert kepengen dipeluk Mommy dan dicium Mommy," ucap Robert ketika baru saja Joe masuk ke dalam mobilnya. Duduk di samping pada kursi kemudi. Mobil hitam yang mereka tunggani pun tak lama melaju pergi.

Sebagai seorang anak, Robert pastinya ingin merasakan kasih sayang dari seorang Ibu. Dia juga ingin seperti teman-temannya yang memiliki orang tua lengkap.

"Nanti kalau kamu mimpiin Mommy lagi ... kamu minta, ya, Sayang." Joe tersenyum, lalu menoleh sebentar sembari mengelus puncak rambut sang anak.

"Robert pengennya secara langsung," sahutnya. "Daddy menikah lagi saja, tapi dengan perempuan yang mirip sama Mommy," saran Robert dengan sedih seraya menatap foto Sonya.

"Mana bisa, Rob. Mommymu 'kan nggak punya kakak atau adik. Apalagi saudara kembar." Joe geleng-geleng kepala, merasa tak habis pikir dengan permintaan sang anak.

"Tapi kata Bu Gisel ... di dunia ini ada 7 orang yang mirip dengan kita, Dad. Daddy cari salah satunya, terus nikahin." Bu Gisel adalah guru TK Robert.

"Nggak segampang itulah, Rob." Joe mengelus pipi sang anak, kemudian mencoba menjelaskan lagi. "Nyari orang yang mirip dengan kita itu nggak mudah, ditambah hati orang beda-beda. Daddy belum tentu suka juga sama dia, begitu pun sebaliknya."

Sudah sering sekali bocah itu meminta Joe untuk menikah lagi, tapi pria itu tak kunjung mengabulkan.

Selain belum bisa membuka hati, keinginan Robert memiliki Mommy baru dengan wajah yang mirip dengan Sonya tentu adalah hal yang sulit. Mengingat kalau Sonya tidak memiliki kakak atau adik perempuan, apalagi kembaran.

"Daddy pasang foto Mommy disosial media, terus tulis caption kalau lagi nyari istri yang mirip dengan foto ini. Beres, kan?" Robert menunjuk-nunjuk foto Sonya. Mengusulkan sebuah ide.

"Maksudmu Daddy nyari jodoh lewat sosial media, gitu?"

"Iyalah. Habis nyari langsung Daddy bilang susah dapet. Kalau lewat sosial media 'kan seluruh dunia tau."

"Kalau kayak gitu mah sama saja pamer dong, Rob." Joe menggeleng tak setuju.

"Pamer gimana maksudnya?" Robert tampak tak mengerti.

"Ya pamer keseluruh dunia kalau Daddy mau menikah lagi."

"Masa kayak gitu pamer? Orang posting foto biar cepat dapat jodoh yang mirip dengan Mommy, mana ada pamer sih, Dad? Pikiran Daddy saja itu!" Robert mendengkus kesal.

"Ya sudah, ya sudah, nanti Daddy posting." Joe menganggukkan setuju. Perdebatan ini sering kali terjadi dan demi mendamaikan suasana, Joe lebih memilih untuk mengalah.

"Jangan iya-iya doang, Dad. Tapi buktikan dong! Aku minta Mommy baru sudah dari 2 tahun yang lalu tau, tapi sampai sekarang Daddy belum mengabulkannya!" geram Robert sambil bersedekap. Wajahnya tampak cemberut dan dadanya terasa bergemuruh. "Daddy mah nggak sayang sama Robert!"

"Daddy sayang. Iya nanti habis selesai anterin kamu ke sekolah Daddy posting. Kan Daddy sudah bilang iya tadi, Rob," jelas Joe dengan lembut.

"Jangan nanti, sekarang saja. Daddy mah kadang bohong."

Joe menghela napasnya dengan gusar, lalu menghentikan mobilnya disisi jalan. Benda pipih yang berada di dalam saku jasnya itu diambil, kemudian dia mengetik-ngetiknya.

"Semua sosial media yang Daddy pakai pokoknya, biar mereka semua tau," titah Robert.

'Ada-ada aja ini bocah. Dikira nikah itu tinggal sat set sat set apa. Kan ini tergantung hati,' batinnya kesal. Joe hanya bisa menggerutu dalam hati. Terkadang anaknya memang jauh lebih galak dibanding dirinya.

"Udah nih." Memberikan ponselnya kepada Robert, dan bocah laki-laki itu langsung mengambil, kemudian membaca semua postingan yang Joe tulis pada Inst*gram, F*c*book dan Tw*tter.

"Wh*tsApp sama aplikasi TokTak nggak sekalian, Dad?" tanya Robert.

"Nggak perlu lah disitu mah."

"Perlu lah. Kan namanya juga semua sosial media." Robert mengetik-ngetik ponsel itu. Jadilah dia yang mempostingnya. "Daddy juga postingnya nggak naruh nomor hape.

"Nggak usah pakai nomor hape, Rob." Joe menggeleng. Tangannya meraih ponsel, tapi benda yang ada ditangan Robert senagaja digeserkan.

"Kalau misalkan ada orang yang mirip sama Mommy gimana menghubunginya coba?! Aneh aja Daddy ini."

"Kan ada inbox pada semua aplikasi itu. Nomor Daddy juga nggak boleh disebar, nanti ganggu kalau ada nomor nggak jelas masuk." Joe langsung merebut ponselnya dari tangan sang anak. Khawatir kalau sampai dia benar-benar memasukkan nomornya.

Namun sayangnya, semua itu sudah telat. Semua akun media sosial miliknya yang memposting foto tadi sudah tertera nomor ponselnya. Berikut dengan namanya dan nama Robert.

"Postingan itu jangan diedit apa lagi dihapus! Robert akan pantau terus dan awas saja kalau Daddy coba-coba berani melakukan hal itu, Robert marah!" ancamnya sambil melotot.

...Hai, selamat datang di novelku yang ke-5 di Noveltoon🤗...

...Insya Allah novel ini rencananya dengan bab sedikit. Tapi jangan lupa untuk kasih like, komen dan masukkan ke daftar favorit, ya! Biar pas update pada tau 😉 oke?...

2. Seperti duplikatnya

Joe hanya bisa berdecak. Benda pipih itu langsung dia kantongi kembali, kemudian menyalakan mesin mobilnya lagi menuju sekolah.

Robert tersenyum, kemudian menangkup kedua tangannya di atas dada dan perlahan memejamkan mata. 'Tuhan Yesus ... semoga banyak yang lihat postingan itu dan semoga Robert bisa mendapatkan Mommy baru yang mirip dengan Mommy Sonya.'

'Dan untuk Mommy Sonya, ini bukan berarti Robert nggak sayang lagi sama Mommy. Tapi yang Robert lakukan karena Robert ingin punya keluarga lengkap, itu saja. Tapi Mommy tenang saja, soal hati dan cinta Robert ... itu semua selalu untuk Mommy,' tambahnya membatin dalam hati.

*

*

"Kamu hati-hati di sekolah. Jangan nakal dan bersikaplah dengan baik di sekolah barumu, ya!" tegur Joe yang saat ini berjongkok. Dia lantas mencium kening anaknya yang tengah berdiri di depannya.

Cup~

"Iya, Dad." Robert mengangguk patuh, kemudian menatap sekitar gedung sekolahnya.

Selain sekolah SD, di sana juga ada sekolah TK. Dan kebetulan Robert sendiri sebelumnya sekolah TK di sana. Jadi tidak susah pindah mencari sekolah yang lain.

Namun, yang diperhatikannya sejak tadi bukan tentang gedungnya. Tapi tentang seluruh murid-murid yang kebanyakan diantar oleh kedua orang tua. Lengkap dan itu membuatnya iri.

"Kamu kenapa? Kok kayak sedih gitu?" tanya Joe sambil mengusap pipi sang anak. Sebab mendadak wajahnya itu berubah menjadi sendu.

"Lihat Juna deh, Dad!" Robert menunjuk salah satu temannya yang saat ini turun dari mobil bersama kedua orang tuanya.

Joe pun menoleh, lalu memperhatikan. Tapi dia sendiri bingung maksudnya. "Kenapa dengan Juna?"

"Dulu Juna nggak punya Papi, tapi sekarang dia sudah punya. Masa Robert dari dulu sampai sekarang nggak punya Mommy?" tanyanya sedih.

"Kamu juga sebentar lagi akan punya, tenang saja." Joe mengusap rambut sang anak, lalu tersenyum saat Juna dan kedua orang tuanya berjalan mendekat ke arahnya.

"Eh, tas kita samaan, Rob. Sama-sama Superman," seru Juna sembari membalik tubuhnya, lalu menunjuk tas ransel yang memang sama dengan yang dipakai Robert. Hanya beda warna. Dia hitam dan Robert merah.

Selain itu mereka juga sempat bertemu pada saat membeli tas baru disalah satu mall di Jakarta.

"Eh iya, sama. Tapi bagusan punyaku, ya?" Robert juga berbalik badan, lalu menunjuk tas pada punggungnya.

"Ih, orang bagusan punyaku!" bantah Juna.

"Sama-sama bagus kok, cuma beda warna aja," sahut Tian sambil tersenyum menatap dua bocah di depannya. Dia Papi tiri Juna.

Kedua bocah itu saling memandang, lalu mengangguk.

"Robert masuk kelas dulu sama Juna ya, Dad! Dadah!" Robert melambaikan tangannya, kemudian berlari pergi bersama Juna menyusul teman-temannya yang lain.

"Jangan pulang sebelum sopir atau Daddy jemput!" serunya setengah berteriak. Tapi anaknya itu sudah menghilang masuk ke ruang kelas.

"Kami duluan ya, Pak Joe," sapa Tian yang menggandeng tangan istrinya.

"Iya, Pak, hati-hati." Joe mengangguk seraya tersenyum. Kemudian berdiri sambil membenarkan jasnya.

"Bapak orang tua dari Robert Anderson, ya?" tanya seorang pria berbadan gempal yang baru saja menghampiri.

Joe langsung menatap ke arahnya. Pria itu adalah kepala sekolah di sana.

"Betul, Pak. Namaku Jonathan. Tapi panggil saja Joe," ujarnya mengenalkan diri. "Kalau ada apa-apa tentang Robert ... tolong telepon aku ya, Pak, dan aku titip anakku juga."

"Iya. Bapak tenang saja." Pria bertubuh gempal itu mengangguk, kemudian tersenyum.

*

*

Seusai mengantarkan Robert, sekarang Joe mengemudi ke arah kantornya. Dan tiba-tiba turunlah hujan cukup deras, cepat-cepat dia pun menyalakan wiper untuk menyeka kaca mobilnya.

"Lho, ada apa itu?!" Monolog Joe dengan keterkejutannya, lantaran dia melihat di sisi jalan ada seorang perempuan berhijab pasmina yang baru saja ditampar oleh seorang pria berjaket jeans. Di dekat mereka juga ada motor metik berwarna putih.

Entah ada hubungan apa di antara keduanya, tapi yang jelas Joe langsung menghentikan mobilnya di dekat mereka. Kemudian turun dengan menggunakan payung.

"Hentikan!" teriak Joe seraya mencekal pergelangan tangan sang pria, saat tangan itu sudah melayang ke udara hendak menampar perempuan itu lagi. Joe langsung menarik lengan sang perempuan, kemudian membawanya untuk bersembunyi ke belakang tubuhnya dan terdengar jika dia menangis.

"Siapa Bapak?! Berani sekali mencampuri urusanku! Dia pacarku!" teriak pria itu dengan lantang. Dia tampak begitu emosi melihat tindakan yang Joe lakukan.

Perempuan berhijab itu langsung berlari masuk ke dalam mobil Joe, ketika pria yang mengaku pacarnya itu hendak menariknya.

"Mau pacar atau istrimu, kamu nggak ada berhak untuk menyakitinya! Karena perempuan itu harus disayangi! Bukan dikasari!" tegas Joe. Dia gegas berlari masuk ke dalam mobilnya, kemudian menarik gasnya dengan full meninggalkan pria itu.

"Hiks! Hiks! Hiks!" Perempuan yang kini duduk disebelah Joe masih menangis terisak. Wajahnya tertutupi sebuah masker tapi tangannya menyentuh pipi kanan.

Joe meraih sebotol air mineral yang masih bersegel, kemudian memberikan kepadanya. "Minum dulu, biar Nona sedikit tenang."

"Terima kasih, Pak," sahutnya sambil menyeka air mata. Kemudian meraih botol itu dan membuka penutupnya.

Perlahan dia pun menurunkan masker putih di wajahnya, kemudian menenggak air mineral tersebut.

"Sonya ...," gumam Joe dengan bola mata yang tampak membulat sempurna. Dia merasa terkejut sekaligus heran, mengapa perempuan yang bersamanya itu nyaris mirip dengan istrinya. Mungkin bedanya dia jauh lebih muda. 'Apa dia Mommy baru yang seperti Robert inginkan?' batinnya sembari menyentuh dada yang tiba-tiba berdebar kencang.

"Ngomong-ngomong ini kita mau ke mana, Pak? Dan terima kasih telah menolongku tadi." Perempuan itu menatap ke arah jalan, kemudian beralih ke Joe. Dilihat pria itu masih terbengong menatapnya dengan mulut yang menganga. "Pak!" serunya dengan kibasan tangan ke wajah Joe, hingga membuat pria itu tersentak dari lamunannya.

"Ah iya Sonya!" desis Joe kaget. Dia pun segera mengusap wajahnya lalu kembali berkonsentrasi menatap ke arah depan. Khawatir juga sampai tertabrak.

"Sonya? Siapa Sonya, Pak?" tanya perempuan itu dengan wajah bingung.

"Dia istriku," jawab Joe pelan.

"Oh istri Bapak. Tapi ini Bapak mau bawa aku ke mana?"

"Rumahmu. Aku akan mengantarkanmu pulang."

"Nggak perlu, Pak. Berhenti di sini saja, aku mau berangkat mengajar soalnya."

"Ngajar apa? Dan itu wajahmu kayaknya lebam. Mau diobati dulu nggak?" Sekilas Joe menatap ke arah perempuan itu. Dan pipi sebelah kanannya memang lebam.

"Nanti saja kalau sampai sekolah. Tolong berhenti di sini ya, Pak, tapi sebelum itu aku mau mengucapkan banyak terima kasih tentang tadi."

"Sama-sama." Joe tersenyum, kemudian menghentikan mobilnya dan membiarkan perempuan itu keluar dari mobil. "Tapi kalau boleh tau kamu ngajar apa?"

"Aku seorang guru SD, Pak," sahutnya kemudian melangkah cepat dan melambaikan tangannya ke arah taksi.

"Kalau namamu siapa?!" teriak Joe dengan kepala yang menyembul keluar jendela. Akan tetapi sayangnya perempuan itu sudah keburu masuk ke dalam mobil taksi.

Ingin rasanya Joe mengejar, sekedar bertanya nama. Tapi dia merasa tak enak takut membuatnya risih. "Ternyata dia mau naik taksi lagi. Kukira dia bilang mau mengajar tapi mengajarnya di sini." Menoleh ke arah samping kanan, ada sekolah SD di sana. "Dan ternyata benar juga apa yang dikatakan Robert, ada 7 orang yang mirip kita. Dan perempuan tadi termasuk mirip Sonya, bahkan seperti duplikatnya."

...Nggak susah 'kan, Om, nyari duplikatnya 🤭 mangkanya gas dong!...

3. Bu Syifa adalah calon Mommy baruku

"Anak-anak ... perkenalkan ini Bu Syifa Sonjaya. Dia guru SBK atau seni budaya kalian, sekaligus wali kelas kalian," ucap Pak Bambang yang baru saja masuk ke dalam ruang kelas. Kepala sekolah yang datang bersama perempuan muda berhijab pasmina berwarna coklat.

Siswa dan Siswi kelas satu yang tengah sibuk berkenalan satu sama lain itu langsung duduk ke kursinya masing-masing. Semua di antara mereka menatap ke arah depan begitu pun dengan Robert yang ada di kelas itu.

"Mommy ...!" Robert yang duduk di kursi depan menyeru karena sangking terkejutnya, melihat perempuan yang begitu mirip dengan Mommynya.

Berkali-kali dia mengucek kedua matanya, lalu membandingkan foto yang dia ambil di dalam saku baju. Namun benar, foto itu dan Syifa benar-benar sangat mirip.

Secara spontan bocah laki-laki itu lantas berdiri, kemudian berlari dan menghamburkan pelukan kepada Syifa.

Perempuan itu sontak terbelalak. Merasa kaget sebab apa yang dilakukan Robert begitu tiba-tiba.

"Lho, kamu kenapa, Rob?" tanya Pak Bambang heran.

"Nggak apa-apa, cuma Bu Guru ini sangat cantik. Robert suka," sahut Robert sambil tersenyum. Dia juga mengirup dalam-dalam aroma tubuh Syifa dan tercium begitu wangi.

"Kamu masih kecil, Rob, masa sudah suka sama perempuan?!" sahut Atta teman sekelasnya. Dia duduk dikursi di samping Juna.

"Iya, nggak boleh!" seru Leon menambahkan.

"Iya, nih! Udah gitu Bu Syifa sama kamu 'kan jaraknya jauh. Lebih pantes jadi Mamamu, Rob," tegur Baim.

Tampaknya teman-temannya itu menyalah artikan kata suka yang dimaksud Robert, padahal arti suka bukan berarti cinta.

"Kamu duduk lagi ya, Sayang. Kita akan kenalan satu persatu, supaya kalian saling mengenal." Syifa mengelus puncak rambut Robert, kemudian melepaskan pelukan itu.

"Iya, Bu." Robert tersenyum manis, lalu berlari lagi menuju kursinya. 'Sepertinya Bu Syifa adalah calon Mommy baruku. Daddy harus kuberitahu nanti,' batinnya.

"Ayok kita mulai berkenalan anak-anak. Dimulai dari depan sebelah kanan. Perkenalkan nama lengkapnya siapa, hobby dan cita-citanya mau jadi apa," titah Syifa sambil tersenyum.

Sebelum murid yang dia perintahkan berdiri, Pak Bambang lebih dulu keluar dari sana. Mempersilahkan Syifa untuk mengajar dan mengenal murid-murid barunya.

Perempuan berumur 24 tahun itu baru seminggu mengajar sebagai guru. Awalnya dia menjadi guru TK di Tangerang, tapi sekarang dia dipindahkan dan naik jabatan menjadi guru SD.

Syifa ini masih gadis, tapi dia sudah memiliki pacar bernama Beni yang berumur 27 tahun. Sayangnya pria yang dia pacari selama satu tahun itu orangnya terlalu tempramental, sampai tadi pagi pun dia berniat ingin memutuskannya karena merasa sudah lelah menyikapi sikapnya.

Padahal awalnya mereka berantem hanya karena salah paham, tapi Beni dengan teganya mengatakan jika dirinya cewek murahan dan berbicara dengan nada membentak-bentak.

Syifa yang merasa capek lantas meminta putus, tapi sebaliknya Beni justru menamparnya sebab tak terima diputusin.

Hubungannya dengan Beni pun tak pernah mendapatkan restu oleh Umi dan Abinya. Selain karena mereka menganggap Beni pria yang tidak baik, Abinya pun melarang keras Syifa untuk berpacaran karena memang dalam agama Islam itu diharamkan.

Namun terkadang, Syifa sendiri masih ngeyel. Jadilah seperti ini.

Abi Syifa bernama Pak Hamdan Sonjaya, dia salah satu tokoh agama di tempatnya tinggal.

Orang-orang menyebut dia sebagai ustadz, selain mengajar ngaji anak-anak di masjid, Abi Hamdan juga sering melakukan khutbah dihari-hari besar dalam Islam begitu pun pas sehabis sholat Jum'at.

Selain itu, beberapa orang juga sering meminta air do'a kepadanya. Karena kerap kali do'a-do'anya itu bisa menyembuhkan orang sakit.

Sedangkan Uminya Syifa, namanya Bu Maryam Sonjaya. Dia hanya ibu rumah tangga, tapi setiap pagi menjadi pedagang nasi uduk.

"Oke, sekarang giliran kamu. Ayok perkenalkan nama lengkap, hobby dan cita-cita," ucap Syifa menatap Robert. Karena sekarang gilirannya.

Robert tersenyum dan langsung berdiri. "Namaku Robert Anderson, hobby bermain game dan joget TokTak sama Daddy. Kalau cita-cita ... kepengen punya Mommy baru."

"Lho, kepengen punya Mommy baru itu bukan cita-cita, Rob!" seru Juna.

"Iya, nih, Robert ada-ada saja!" kekeh Baim yang duduk di samping Robert.

"Cita-cita 'kan keinginan. Ya keinginanku kepengen punya Mommy baru," balas Robert.

"Robert ...," ucap Syifa dengan lembut. Kemudian melangkah mendekat. "Cita-cita memang seperti keinginan. Tapi itu lebih tepatnya untuk profesi. Misalnya dokter, polisi, guru, seperti itu, Nak." Dia mencoba memberikan pemahaman.

"Oh, ya sudah ... Robert mau jadi tukang gali kubur saja."

Jawaban darinya membuat seluruh teman-teman dikelasnya itu tertawa. Merasa lucu dan aneh dengan cita-citanya.

"Aku baru denger ada orang kepengen jadi tukang gali kubur, Rob. Kamu ini ada-ada saja deh," kekeh Atta yang di samping Juna.

"Iya, lagian serem tau," balas Leon.

"Tukang galih kubur 'kan sama-sama profesi. Boleh, kan, Bu?" Robert menatap ke arah Syifa. Perempuan itu lantas mengangguk.

"Boleh. Tapi alasannya apa?"

"Karena kepengen saja, Bu. Kayaknya seru gitu nguburin orang mati."

"Oh oke." Syifa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sekarang giliran kamu, Nak," titahnya menatap ke arah Baim. Dan bocah laki-laki sebaya dengan Robert itu lantas berdiri.

"Namaku Ibrahim Assegaf, atau biasa dipanggil Baim. Hobby main kelereng, layangan, main game, ngupil dan—"

"Ngupilnya nggak perlu disebut juga kali, Im! Jorok!" tegur Juna.

Baim pun terkekeh. "Iya, terus kalau cita-cita kepengen jadi Papa."

"Kamu kepengen nikah, Im?" tanya Robert bingung.

"Nggak, kan aku masih kecil." Baim menggeleng sambil menatap temannya.

"Itu kok kepengen jadi Papa?"

"Maksudnya kepengen jadi kayak Papaku, jadi CEO."

"Oh." Robert manggut-manggut.

"Oke selanjutnya," sahut Syifa. Sekarang menatap ke arah Juna.

"Namaku Arjuna Abimana Prasetyo. Hobbynya main kelereng, layangan dan cium pipi bayi. Kalau cita-cita ... kepengen jadi pembisnis ternak lele."

Syifa tersenyum, kemudian menatap ke arah Atta. "Oke lanjut berikutnya."

"Namaku Atalarik Al Fatih. Hobbynya main kelereng, layangan, mancing dan nyabutin bulu ketiak Papa dan Mama. Kalau cita-cita kepengen jadi artis,” jelas Atta.

"Artis apaan, Ta?" tanya Robert.

"Ya apa saja, intinya artis."

"Baik selanjutnya," ucap Syifa sambil tersenyum.

Satu kelas itu pun saling mengenalkan namanya masing-masing sampai selesai. Dan setelah itu Syifa mulai mengajar.

Pelajar pertamanya adalah menggambar.

*

*

"Bu Syifa!" Suara teriakan seorang bocah laki-laki menghentikan langkah kakinya. Padahal Syifa baru saja keluar dari gerbang hendak menunggu mobil angkot yang lewat.

Syifa langsung menoleh, keningnya tampak mengernyit sebab melihat Robert belum pulang. Padahal sudah dari setengah jam yang lalu seluruh jam pelajaran di sekolah itu usai. "Lho, kamu belum pulang, Rob? Belum dijemput apa gimana?"

"Iya, Bu. Kayaknya Daddyku terkena macet." Robert berjalan mendekat. "Oh ya, Robert kepengen Ibu jadi Mommy baru Robert. Ibu mau, kan?"

...Minimal basa basi dulu kek, Rob 🤣 kok langsung ke inti 🙈...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!