Ngingg__
Brumm, gubragh__
Suara sepeda motor mengalami kecelakaan di lintas arah perbukitan. Hari itu jalan menuju puncak tampak sepi. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat, akan tetapi Ganda melihat seekor ular yang sangat besar melata di tengah jalan seolah akan mematuknya.
Ganda mengerem mendadak, sepeda motornya menghindari menabrak ular besar tersebut. Namun, tiba-tiba dia kehilangan keseimbangan sehingga menabrak pohon yang berada di tepi jalan. Pretty jatuh terbanting di aspal, tubuh hancur dan organ tubuh berceceran di sepanjang lintas jalan.
“Pretty!” teriak Ganda.
"Astaghfirullah al'adzim!"
"Ya ampun Pretty! "
Semua teman-teman rombongan sepeda motor berteriak histeris. Ganda berlari pincang menuju jasad Pretty yang tampak tidak utuh lagi. Kecelakaan pada hari itu menewaskan Pretty yang baru saja duduk di semester satu. Karena Pretty meninggal di bonceng Ganda, dia di jatuhi hukuman atas tuntutan pembunuhan dari orang tua Pretty yang tidak terima anaknya meninggal.
Hukuman empat tahun penjara sama dengan dua semester depan yang terlewati. Namanya masuk di dalam catatan hitam negara. Di dalam sel, Ganda sering di jumpai arwah Pretty seolah menunjukkan arwahnya gentayangan tidak tenang.
“Ganda! Ganda!” panggilan suara Pretty menyebut nama kekasihnya.
Terkadang Ganda menutup telinganya, dia sangat ketakutan sampai berteriak histeris seperti orang gila. Hampir saja dia di pindahkan ke rumah sakit jiwa. Tapi, setelah keluarga Ganda berdamai dan meminta maaf pada kedua orang tua Pretty maka masa hukuman berkurang menjadi dua tahun.
...💀💀💀...
Pagi yang mendung, Pretty meminta ijin pada ibunya untuk pergi bersama teman-temannya. Hari ini dia mengatakan hal yang aneh. Wajahnya juga sangat pucat tercium aroma amis ketika dia bersalaman untu pergi.
“Ibu, gimana penampilan Pretty hari ini? ini baju baru terakhir yang Pretty pakai loh bu!” ucapnya sambil berlenggak-lenggok.
“Ngomong apa nggak jelas gitu? Yasudah hati-hati di jalan. Cepat pulang ya!” sahut bu Kasni.
Piring terlepas dari tangan pecah mengenai kakinya. Dari luar jendela dekat wastafel, dia ,melihat sekelebat wujud Pretty memakai baju di penuhi darah. Dia sangat terkejut hingga memastikan kembali penampakan yang di lihat. Pecahan kaca yang sudah tidak dia rasakan lagi, Kasni berlari keluar dari pintu belakang memanggil anaknya.
“Pretty!”
Dia menghilang, perlahan rasa sakit melihat telapak kaki sudah terluka. Kasni menyeret langkah kecil masuk ke dalam rumah. Dia membersihkan luka, tetesan betadine menambah perih di sela rasa khawatirnya. Kasni meraih ponsel mencoba menghubungi Pretty namun nomornya tidak aktif. Dia meracau mengingat kesalahan pada hari sebelumnya.
“Apakah sudah waktunya? Bagaimana cara membatalkannya?”
Ting tong (Suara bel berbunyi)
Dia membuka pintu, ada dua orang polisi berdiri menatapnya sangat serius. “Apakah benar ini rumah Bapak Brojo dan bu Kasni?”
“Ya benar, saya sendiri bu Kasni. Ada keperluan apa sampai bapak-bapak ini ke rumah saya?”
“Kami memberitahu bahwa saudari Pretty meninggal di daerah puncak perbukitan Saranjani. Kini jenazah sedang dalam perjalan pulang.”
“Pretyy! Hiks! Tidak!”
Kasni jatuh pingsan, dia di bawa ke UGD untuk di periksa. Anggota kepolisian memberi kabar pada pak Brojo. Suasana di kediaman rumahnya kacau di sela di rundung duka mendalam. Setelah siuman, Kasni di bawa Brojo kembali ke rumah sambil menunggu jasad anak mereka.
“Bapak harus sadar bahwa Pretty meninggal karena telah menjadi tumbal penghuni siluman ular waktu kita mencari pesugihan di titi kuning!” ucap Kasni menangis tersedu-sedu.
“Aku masih belum terima anak kesayangan ku mati! Pokoknya semua itu karena si Ganda!” bentak Brojo.
Empat puluh hari yang lalu.
Hidup susah, terlilit hutang terakhir kali rumah itu terdengar suara keributan para rentenir secara bergantian menagih hutang. Caci maki tidak henti, kebutuhan rumah, biaya hidup dan pengeluaran tidak terduga membuat mereka menjadi nekad dan gelap mata. Merasa sudah putus asa, Kasni menangis keluar rumah. Dia menuju rumah Yeni sahabatnya menceritakan kesusahannya dan keinginannya meninggalkan Brojo karena merasa tidak bisa membahagiakannya malah membuatnya semakin menderita.
“Aku juga sedang mengalami kesusahan yang sama seperti mu Kas. Belum lagi suami ku mabuk-mabukan dan gila perempuan!” ucap Yeni.
Besar pasak dari pada tiang, Yeni harus ikut bekerja menjadi pembantu rumah tangga demi membiayai kebutuhan rumah dan sekolah anaknya. Menyadari dia senasib menanggung kesusahan dengan dirinya, Yeni mengajak Kasni pergi ke suatu tempat atas saran dari salah satu teman Yeni yang memberikan informasi dan alamat lengkap untuk mendapatkan kekayaan.
“Sebelum kita pergi kesana, apakah tekad mu sudah bulat untuk mengambil langkah ini? karena aku setengah hati memutuskannya” kata Yeni sedikit ragu.
“Bagaimana kalau kita pergi bersama suami kita saja nanti malam, kalau siang begini nanti para tetangga jadi banyak bertanya ingin tau kita pergi kemana.”
“Ya kamu benar Kas. Ocehan, sindiran mereka hanya bisa mengkritik dan menceritai kesusahan orang saja tanpa mau membantu” ucap Yeni.
Setelah menyampaikan keinginan masing-masing. Kedua pasangan suami istri itu pergi mengendarai sepeda motor. Tepat pukul 11:00 WIB, mereka tiba di sebuah pemondokan kecil yang terbuat dari ayaman bambu beratap jerami. Di depannya terdapat orang-orangan sawah berdiri menggunakan topi caping. Hewan-hewan melata kecil keluar dari matanya, Yeni berjalan mundur menarik Kasni.
“Kita pulang saja yuk, perasaan ku tidak enak!”
“Bu Yeni, kita sudah sampai disini. Kenapa mengajak Kasni pulang?” tanya Brojo.
“Yak au benar Brojo. Istri ku, kita tidak bisa terus-menerus hidup susah. Ayo kita coba saja jalan ini” kata Dodo.
Berbagai suara aneh terdengar bersahutan. Mereka mengetuk pintu yang sudah sedikit terbuka. Seorang pria memakai pakaian compang camping melotot membuka pintu lebih lebar, dia mempersilahkan mereka masuk.
“Mau apa?” tanyanya ketus sambil mengusap janggutnya yang panjang.
“Apakah benar ini rumah mbah Joko?” tanya Yeni.
“Ya, ada apa mencari ku? Jika kalian tidak memiliki nyali besar sebaiknya segera pergi dari tempat ini!”
Nadanya sangat keras, Dodo hampir tidak tahan menerima perlakuan pria itu sedang mengepal tangan bersiap memukul wajahnya.
“Brojo, coba kau amati dia. Apakah dia benar-benar seorang dukun?” bisik Dodo.
“Sepertinya begitu, memangnya kenapa?”
“Sikapnya sangat mengesalkan. Kita hajar saja dia kalau ternyata ketahuan seorang penipu” jawabnya masih berbisik.
“Kami akan semaksimal mungkil memiliki nyali jika di uji di tempat ini mbah. Tolong kami, bantu kami mencari kekayaan” ucap Yeni memelas.
“Apakah yang kau maksud itu pesugihan? Jin yang berada di titi kuning bisa mengabulkan apapun keinginan mu asal kau memberikannya syarat yang dia mau”
“Syaratnya apa mbah?”
“Tumbal”
“Siapa yang kami tumbalkan itu mbah?” tanya Kasni ketakutan mendengar kata Tumbal. Di dalam benak berharap jin yang bisa memberikan mereka banyak uang itu tidak menginginkan tumbal manusia.
“Kalian tidak akan sanggup memenuhi permintaannya. Aku mengingatkan kalian agar pergi sebelum menyesali langkah ini.”
Untuk apa kau buat sajak ini jika akhirnya meninggalkan ku?
Kemarin aku masih mendengar panggilan mu
Sosok gadis yang namanya aku tanya pada salah satu mahasiswa di kampus mu
Pretty
Kau pernah mengatakan akan menggandeng tangan ku
Ternyata semua janji mu itu palsu
Duka dalam aku layangkan di dalam dinding sel lembab ini
Merindukan mu
Jasad mu tidak bisa aku sentuh terakhir kalinya
...💀💀💀...
Ganda semakin gila membayangkan kecelakaan di pelupuk mata akibat kecerobohannya. Dia tidak bisa menjaga orang yang dia cintai. Terkadang dia menangis berganti tawa melambai ke sosok bayangan di sudut sel. Ganda mencakar dinding melampiaskan marahnya, dia memukul dirinya sendiri. Membenturkan kepala ke dinding, menulis nama Pretty menggunakan darahnya.
Seorang penjaga sel menariknya keluar untuk bertemu dengan teman-temannya. Dia tampak linglung tidak mengenal orang-orang di hadapannya.
“Ganda, kenapa kamu kok luka-luka gitu?” tanya Reno memperhatikan semua lukanya terutama pada bagian dahinya.
Eva mengambil tisu dari dalam tasnya. Ganda menepis tangannya saat dia akan membersihkan darah di dahinya. Dia bahkan menjerit, melempar kursi, pandangan mata histeris menunjuk ke sudut dinding.
“Pergi!”
“Sabar Gan, tenang!” ucap Reno.
“Gan, kamu nggak boleh gini. Kalau Pretty tau pasti dia bakal sedih banget. Hiks” tangis Dina.
Karena kondisi Ganda semakin buruk, para petugas membawanya ke kembali ke dalam sel. Batas jam belum berakhir, mereka melihat Ganda dari luar sementara Eva menangis mematung masih menggenggam tisu.
“Kamu kenapa Va? Hey! Ayo kita pulang yuk” Uun mengguncangkan tubuhnya.
Di dalam perjalanan mereka memikirkan kelakuan Ganda. Setelah insiden kecelakaan, banyak hal aneh yang mereka rasakan. Rute laju mobil menuju ke Rumah sakit tempat Lela dan geri di rawat. Dua ruangan yang terpisah itu satu persatu mereka sambangi. Pertama mereka menemui Lela, di dalam ruangan dia di infus terlihat kaki kiri di perban dengan selang dan jarum infus bergelantungan.
“Gimana keadaan kamu Lel? Maaf kami lama datangnya, tadi macet di jalan” ucap Uun berdiri di sampingnya.
“Ya nggak apa-apa. Kalian datang aja aku udah senang banget”
“Gimana ceritanya kalian hampir tabrakan?” tanya Dina.
“Nggak tau, tiba-tiba aja si Geri nabrak pohon di tepi jalan. Padahal kecepatan sepeda motornya terbilang standar. Setelah kecelakaan yang menimpa Pretty dan Ganda, si Geri jadi kehilangan keseimbangan.”
“Kalian berada di depan ku. Si Geri menjerit ular!” ucap Reno.
“Apa kita melewati jalur angker? Aku dengar banyak yang kecelakaan disana” kata Uun sambil bergidik.
“Hussh jangan ngomong yang aneh-aneh dong, ntar malam aku tidur sendirian!” Dina menepuk Uun pelan.
“Ehehe, ya maaf. Yasuda ntar malam aku nginap di rumah kamu deh, tapi aku ijin dulu sama nenek aku ya.”
Wajah Leli sangat pucat, ingin sekali dia mengutarakan sesuatu pada mereka, akan tetapi melihat ketakutan teman-temannya maka dia menyimpan kembali hal tersebut. Sebagian dari mereka pindah ke ruangan Geri. Keadaan yang jauh lebih buruk terlihat lingkar cekung menghitam tatapan ketakutan, bola mata menatap ke atas. Sapaan mereka tidak di balasnya malah Geri Nampak bertingkah aneh.
“Kayaknya dia harus di obati orang pintar deh gais!” bisik Reno.
“Ger kamu bisa dengar suara aku nggak? Istighfar Ger” ucap Uun di dekat telinganya.
Eva dari tadi hanya terdiam membisu, air mukanya tergenang rintik hujan. Dia tidak tahan melihat semua kondisi teman-temannya lalu berlari ke luar ruangan. Uun menyusulnya, dia mengusap punggungnya. Tangisan semakin pecah, hati dan pikiran campur aduk tidak tenang.
“Bagaimana ini? apa yang harus kita lakukan sekarang? Tidak seharusnya kita pergi pada hari itu” ucap Eva.
“Semua sudah terjadi, waktu tidak bisa di putar kembali dan detik akan terus berjalan. Kita doakan saja semoga mereka cepat sembuh”
Berpamitan pulang, di dalam perjalanan Eva membuka suara mengenai keganjilan yang dia alami. Dia menunjukkan pergelangan tangannya seperti habis di cakar. Bukan hanya pada kedua pergelangan tangan saja, dia juga memperlihatkan lehernya yang lebam.
“Ini semua ulah setan yang terus menghantui aku setelah kejadian naas itu__”
“Va kamu tenang aja, aku bakal cari dukun yang sakti untuk mengobati kamu dan membantu kita semua!” kata Reno.
Sesampainya di rumah, Uun menceritakan kejadian yang mereka alami. Nek Inah mengangguk, dia bergerak duduk mengarahkan Uun disampingnya.
“Itu namanya kesambet dan di ikuti dedemit! Kalian seharusnya permisi kalau melewati jalan yang sepi. Nenek selalu bilang ke kamu harus klakson sebanyak tiga kali.”
“Ya nek, alhamdulilah Uun baik-baik saja. Tapi bagaimana menghilangkan gangguan makhluk itu nek? Teman-teman Uun jadi tidak tenang”
“Banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Allah Yang Maha Esa. Kamu harus tetap mawas diri, jangan lupa doa yang harus di baca agar terhindar dari gangguan setan”
“Ya nek, Uun akan selalu mengingat dan mematuhinya. Nek, boleh mala mini Uun nemenin Dina? Orang tuanya nggak pulang malam ini.”
“Boleh asal tetap ingat pesan nenek.”
Kedua orang tua Uun sudah tiada, dari kecil nek Inah merawatnya dan membiayai semua kebutuhannya. Nek Inah mempunyai kekhawatiran terbesar jika usainya sudah habis bagaimana dia merelakan cucunya hidup sebatang kara.
...💀💀💀...
“Reno! Hihihihh!”
Dia mencari sumber suara itu, sosok kuntilanak duduk di kursi belakang menatapnya. Teriakan Geri ketakutan, sedikit lagi dia kecelakaan jika tidak mengerem mendadak. Reno keluar dari mobil, dia berdiri melihat makhluk tadi dari luar. Sosok makhluk itu sudah menghilang, dia masuk ke dalam mobil melajukan kendaraan sesekali melihat kursi bagian belakang dari kaca mobilnya.
Kringg__
“Hallo paman, tolong antarkan aku ke rumah dukun yang paling sakti. Aku di hantui penunggu daerah lintas puncak Saranjani”
“Ok, paman tunggu kamu sekarang di halte dekat simpang tiga pusat kota.”
Tinnn.
Perusahaan tempat Diki bekerja dekat halte sehingga dia meninggalkan mobil di parkiran menunggu jemputan sang keponakan. “Reno, tugas mu itu hanya sekolah dan belajar. Kenapa minta paman memperkenalkan mu sama dukun? Kalau ayah mu tau pasti kau akan di pindahkan ke luar negeri.”
“Maafkan aku paman, aku terpaksa melakukan ini. Setelah kedua teman ku meninggal di tempat itu. Kami semua di teror makhluk mengerikan.”
Diki membimbing jalan hingga mereka sampai di sebuah perkampungan. Tanpa permisi mereka langsung masuk, di dalam rumah banyak orang yang mengantri duduk beralas tikar. Seorang pria tua berkomat kamit, di atas meja mengepul asap. Aroma benda-benda klenik tercium memenuhi tempat itu, yang paling menyengat adalah bau kemenyan membuat isi perut Reno ingin keluar.
“Paman, aku tidak tahan dengan semua bau ini. Bisa kita menunggu di luar saja?”
“Kecilkan suara mu! kalau kita di luar maka antrian lebih lama lagi.”
Menunggu antrian panjang, isi perut Reno yang sudah memberontak sampai dia berlari keluar menarik nafas panjang menstabilkan dirinya. Ada seorang wanita bertubuh membungkuk melihatnya dari balik pohon, Reno berjalan mendekat di tarik Diki.
“Mau kemana?”
“Paman, tadi ada wanita yang berdiri disini”
“Mana? Semua orang sudah pergi, letak rumah ini jauh dari tetangga”
“Berarti dia hantu! Hahhhh!”
......................
Menenangkan Reno menggunakan ancaman melapor ke orang tuanya sehingga dia lebih menurut dan tenang. Telapak tangan Reno di atur terbuka, tertutup di atas bakaran dupa dia gemetar merasakan ada sosok yang berada di belakangnya.
“Paman, aku mau buang air kecil!” bisik Reno.
“Kamu ini seperti anak kecil saja. Cepat sana, jangan buat malu paman kalau kamu sampai kencing di celana, paman akan meninggalkan mu disini!” bisik Diki melotot.
“Mbah saya permisi ke belakang sebentar.”
Kamar mandi terpisah dari rumahnya, dia mempercepat langkah setelah selesai menoleh sosok mengerikan berdiri tersenyum melihatnya.
“Kuntilanak!” teriaknya.
Dia ngos-ngosan menenggelamkan wajah ke pundak pamannya. Si dukun yang sudah menunggunya menarik tangannya erat sambil membaca mantra. Dia menyemburkan air ke wajah Reno. Seketika Reno mual tidak tahan menerima bekas air yang keluar dari mulut si dukun.
“Huek! Uhuk!”
Dia memuntahkan isi di atas meja si dukun. Amarah menampar Reno, dia menarik keris seolah akan membunuhnya.
“Stop mbah, maafkan keponakan saya!” ucap Diki menghalangi.
Si dukun mengusir mereka. Dia membanting pintu mengeluarkan caci maki. Diki bersikeras meminta maaf padanya karena takut di guna-guna jika dukun itu meletakkan dendam setelah kejadian itu.
Perjalan menuju ke parkiran perusahaan, dia sangat pusing melihat tingkah keponakannya yang seperti anak kecil. Sebelum keluar dari mobil, dia meminta agar Reno tidak terlibat dalam masalah ghaib apapun tanpa sepengetahuannya.
......................
“Bagaimana? Apa kalian sudah memutuskan?”
“Sudah mbah, kami bersedia” jawab Brojo.
“Aku juga menyetujui persyaratan itu” Dodo tersenyum tidak sabar agar segera mendapatkan uang.
“Tidak! Aku tidak mau anak kesayangan ku menjadi korban pesugihan! Dodo! Dunia dan akhirat aku tidak ikhlas!”
Hanya Kasni dan Brojo yang sanggup menjalani ritual perjanjian setan itu. Sejak hari itu mereka terpisah melalui nasib masing-masing. Titi Kuning, sebuah jembatan yang di bawahnya mengalir air sungai sangat deras. Mata air mengalir jernih menyembulkan ikan-ikan kecil disekitarnya. Di siang hari tampak seperti jembatan penghubung yang biasa saja. Namun siapa yang menyangka banyak masyarakat menjadikan titi kuning sebagai wadah kemistikan melakukan ajang kegiatan ghaib.
Ada yang membuang sesajian dari atas titi tepat tengah malam hari. Mandi kembang di bawahnya sampai ada pula yang menjadikan makhluk penunggu tempat itu sebagai ajang mendapatkan kekayaan secara instan. Pada malam-malam tertentu, orang-orang yang melewati tempat itu sering mendapat gangguan makhluk halus.
Beberapa tahun lalu, seorang pemuda berhenti melihat seorang wanita cantik memakai payung berwarna merah. Dari kejauhan temannya menyorot senter melihat dia di bawa wanita itu terbang masuk ke dalam sungai. Menurut kabar yang beredar, makhluk yang paling mengganggu adalah penampakan wujud jin bertanduk menetes air liur mengisap warga.
Kejadian jin ganas itu sangat lama, berita yang sudah tidak terdengar itu kembali di bicarakan setelah salah satu pria melihatnya saat melintas di tempat itu.
“Aku berani bersumpah melihat jin pengisap darah itu! aku berpikir tadi malam adalah hari kematian ku!” ucap Doyo merasakan tubuhnya menggigil kedinginan setelah melihat penampakan jin tersebut.
Alih-alih si jin sudah memiliki pengikut yang bisa memuaskan hasrat merenggut darah. Kini manusia justru berbondong-bondong mencarinya demi mengharapkan kekayaan.
“Besok malam ketiga, semua sesajian harus sudah di gelar di salah satu kamar khusus yang tidak boleh di buka oleh siapapun kecuali engkau Kasni!"
“Loh kenapa Cuma istri ku saja mbah? Bukankah aku mengetahui pesugihan ini?” tanya Brojo.
“kalau kalian melanggar semua persyaratan ini maka perjanjian akan di batalkan dan kalian akan menanggung akibatnya”
Itulah dampak bersekutu dengan iblis. Sekali saja engkau menyembahnya, memberikan tetesan darah untuknya maka selamanya dia akan mengincar mu. Mendengus, mengincar darah segar manusia.
...وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا...
...“Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS. An Nisa’: 60)....
Sesajian belum di sediakan tapi Kusni sudah menjerit kesurupan. Dia berdiri di atas meja, melompat dari satu kursi ke kursi lainnya. Barjo menangkap tubuhnya, Kusni memberontak membantingnya perlahan jatuh pingsan.
“Ayah! Ibu!” teriak Ega dan Sarah.
Para warga sekitar membawa mereka ke puskesmas. Ketika di tanya, Barjo hanya mengatakan penyakit lama Kasni sedang kambuh dan dia tergelincir air perasan kain pel. Barjo mengucapkan terimakasih pada warga yang menolong mereka. Dia menarik tangan Kusni agar segera mencari bahan sesajian.
“Sepertinya makhluk yang akan memberikan kita kekayaan sudah menerima permintaan kita. Lebih cepat lebih baik menjalankan ritual bukan?”
“Tapi uang dari mana membeli semua benda itu yah?”
“Aku sudah meminjamnya dari pak RT.”
Tanpa memperdulikan Ega dan Sarah, keduanya membawa dua karung plastik besar sebagai wadah benda yang akan mereka cari. “Ayah, ibu mau kemana? Kami ikut!” teriak Sarah.
“Ayah! Ibu! Hiks” Ega berhenti di depan rumah melihat kedua orangnya pergi.
......................
Secepat kilat semua bahan di sediakan. Sang dukun membagi benda-benda yang akan di gunakan sebagai ritual dan sesajian yang harus bawa di dalam kamar rahasia. Sebelum jam 00:00 WIB, Kasni di baringkan di bawah titi kuning. Dia hanya memakai selembar kain kafan, rambut di urai, tubuhnya di asapi dupa bertabur berbagai macam bunga. Ujung jarinya di sayat, tetesan darah di tampung di atas kepala tengkorak yang di pegang Brojo.
Bergetar tubuhnya di guyur air mantra. Dia merasakan jari jemari panjang dingin, kukunya sedikit menggores kulitnya. Angin panas menghembus daun telinga, sosok jin berdiri mengulurkan tangan. Hanya dia yang bisa melihat penampakan itu.
“Kenapa dengan mu Kasni?” tanya Brojo melihat istrinya menatap ke atas.
“Istri mu sudah melihat wujud si makhluk yang akan memberikan kalian kekayaan. Dia harus meraih tangannya sebagai tanda menyetujui perjanjian ini”
“Kasni, cepat raih tangan makhluk itu” desak Brojo.
“Aku tidak berani, makhluk itu menakutkan sekali. Tolong kita hentikan saja ritual ini”
“Apa maksud mu? bukan kah kau mau membeli sebuah rumah yang mewah sesuai impian mu! cepat lah!”
Perkataan sosok suami yang tidak bertanggung jawab, menghalalkan segala cara demi kesenangan belaka. Dia tidak tau sosok seperti apa yang di lihat istrinya. Kasni terpaksa menuruti perkataan Brojo. Senyum menyeringai mengerikan si makhluk jin iblis mengusap sekujur tubuh Kasni.
“Arghhh!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!