Assalamu’alaikum Wr., Wb..,
Teriring salam dan Do’a semoga Allah S.W.T., senantiasa melimpahkan Rahmat, Taufiq dan Hidayah serta Inayah-Nya kepada kita semua dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Aamiin.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-nyalah sehingga penulis sampai hari ini masih dapat berkereasi dalam bentuk tulisan yang dibuat ini.
Sholawat bertangkaikan salam, tak lupa pula penulis hanturkan kepada junjunan alam yaitu, Nabi Besar Muhammad SAW. Sang revolusioner sejati. Karena berkat usaha dan perjuangan beliaulah sehinggah merubah paradigma berpikir manusia, dari zaman kebodohan menuju zaman kepintaran, dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiah seperti yang kita rasakan hingga detik ini.
Pertama-tama izinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih saya kepada kedua orang tua saya, yang sampai saat ini selalu mensupport saya dalam melakoni setiap aktivitas yang saya lakukan, dan juga ucapan terima kasih saya kepada para Author yang dalam hal ini penulis banyak mendapatkan ide dan ilmu. baik secara tulisan dan ide secara dialogal. Sehingga di buku ini penulis berupaya menghadir sebuah kisah yang Insyaallah bisa dinikmati oleh kalangan pembaca. Dan tentunya ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pendukung Jjampong yang sudah berkenan ikut serta dalam menyemangati penulis untuk selalu Update BAB disetiap harinya.
Billahitaufiq Walhidayah,
Sebuku 11 Maret 2023.
Penulis
M.Yusri. (Jjampong).
***********************************************
*Awal Kisah Dimulai*
Anak itu sedang bermain sepakbola, dan terlihat diwajah-nya tidak ada beban sama sekali. Ia sangatlah bahagia menikmati permainan bola itu bersama teman-teman-nya. Setiap langkah-nya ketika berlari membawa bola begitu ia nikmati dan seperti-nya saat-saat paling berbahagia dalam hidup-nya adalah ketika menendang bola itu lalu mencetak gol ke gawang lawan.
“Oper bolanya dis”
Teriak salah satu sahabat-nya meminta bola. Namun, anak itu tidak menghiraukan teriakan sahabat-nya itu, ia tetap saja membawa bola itu dengan kedua kaki-nya yang tidak memakai sepatu dan begitu lincah ia menggocekan. Ia terus menggocek dan melewati beberapa anak lainnya yang menjadi lawan tanding-nya. Satu orang dia lewati dengan gocekan-nya, dua orang ia lewati, tiga orang dan ‘BOOMM’. Ia menendang bola itu dengan sekuat tenaga-nya menggunkan kaki kanan-nya.
“GOALLL”
“GOALLL. GOALL!”
Teriak-nya ketika berhasil menjebolkan gawang lawan dengan gocekan-nya yang melewati beberapa orang serta tembakan akurat-nya yang ia lepaskan itu.
“DISMAA!!”
Teriak seseorang dari kejauhan.
“Dis, ibumu datang bawa kayu tu”
Tegur salah satu teman-nya, yang ternyata orang yang berteriak itu adalah ibunya sendiri.
“DISMA Pulang sekarang juga!”
Ucapnya dengan suara yang begitu lantang dan ketika bocah itu mendengar suara ibunya memanggil nama-nya dan menyuruhnya pulang, ia terlihat begitu ketakutan sehinggah iapun bergegas kabur dari tempat ia bermain.
“Wahhh ibuku! gawat ini, aku harus kabur dari sini!!”
Ucapnya.
“Ehhh anak ini, dipanggil malah kabur. Tunggu ajah kamu ya!”
Ujar sang ibu terlihat marah ketika memanggil anak-nya itu tapi tidak didengarkan dan malah kabur dari panggilan-nya, dan ibu bocah itupun mengambil sebatang ranting kayu lalu mengejar anak-nya yang kabur itu.
“Awas ajah kamu Disma!”
Omelnya dan aksi kejar-kejaran pun terjadu antara anak dan ibu-nya.
WAIT! Sebelum itu. Perkenalkan, namanya adalah Disma, Disma adalah anak dari ibu Siti dan ayahnya yang bernama Badri serta memiliki 2 saudara laki-laki dan 1 perempuan. anak berusia sekitar tujuh tahun kelas dua SD ini merupakan anak bungsu dari empat bersaudara diantara-nya yaitu, Ikbal anak pertama, Damar anak kedua dan Ratih anak ketiga. anak ini gemar sekali bermain sepakbola, hampir setiap harinya ia lewatkan hanya bermain sepakbola bersama teman-temannya. Dan bahkan ia bercita-cita ketika besar nanti ia akan menjadi pemain sepakbola professional dan akan menjadi idola Tim Nasional.
“Kamu ini bebal banget ya dikasi tau, kan ibu udah bilang, jangan main bola, tapi kamu masih ajah main!”
Ucap ibu Siti mengomeli Disma sembari menjewer telinga anak-nya itu.
“Ampun bu, ampun!”
Ucap Disma memohon ampun kepada ibunya.
“Harus berapa kali ibu peringati kamu Disma, jangan main bola, tapi kamu emang gak pernah dengar ya apa yang ibu bilang”
Sepanjang jalan menuju rumah nya, ibu Siti pun terus mengomeli Disma tanpa henti dan Disma pun hanya bisa bilang ampun sambil menangis karena omelan dan jeweran ibunya itu.
“Masuk sana! pergi bersiin badan kamu, sudah itu ganti baju”
Ucap ibu Siti ketika sudah sampai rumah dan menyuruh Disma untuk mandi.
“Disma main bola lagi bu?”
Tanya Ikbal yang sedang fokus belajar untuk persiapan SBMPTN.
“Adik kamu itu loh bal, gak pernah mau mendengar kalau ibu bilangin”
Ujar ibu Siti.
“Udahlah bu, biarin ajah dia bersenang senang dengan bola-nya itu”
Sahut Damar.
“Gak, pokoknya ibu gak suka liat dia itu main bola!”
Ujar ibu Siti lagi.
“Lagian kenapa si bu batasin Disma kayak gitu? Dia itu masih kecil loh bu, jadi wajar-wajar ajah kalau lagi gemar-gemarnya bermain”
Sahut Darma lagi.
“Pokoknya ibu bilang gak boleh ya gak boleh!”
Ucap ibu Siti yang kali ini dengan nada yang sedikit lantang.
“Udah, udah. Kalian ini, permasalahan bola ajah kalian ributkan”
Sahut Ikbal yang terlihat sedikit rishi karena pertengkaran antara ibunya dan adiknya. Mendengar perkataan Ikbal itupun seketika ibu Siti dan Darma berdiam tanpa sahut-menyahut atau saling bantah lagi.
“Assalamualaikum”
Ucap seseorang dari luar.
“Walaikumsalam”
Sahut ibu Siti, lalu membuka pintu rumahnya.
“Ehh, kamu udah pulang nak”
Ujar ibu Siti lagi yang ternyata itu adalah anak perempuannya yang baru saja pulang dari mengaji.
“Iya bu”
Sahut Ratih.
“Oh iya bu. Ibu kan pernah bilang ke Ratih, kalau Ratih udah tamat Iqro, ibu janji mau beli’in Ratih sepatu baru”
Ucapnya.
“Sekarang aku udah tamat Iqro loh.”
Lanjutnya.
“Wahhh, hebat anak ibu.”
Ucap ibu Siti memuji anaknya itu.
“Iya, nanti pasti ibu beli”in kok”
Lanjutnya.
“Asikkk”
Ucap Ratih penuh kegembiraan.
“Kapan ibu mau beli’in Ratih sepatu?”
Lanjutnya bertanya.
“Nanti ya nak, Ibu sekarang ini lagi kumpulin duit dulu. Nanti, kalau duitnya udah terkumpul, pasti ibu beli’in sepatunya”
Jawab ibu siti.
“Iya bu”
Ucap Ratih lagi.
Dari segi finansial, ibu Siti memanglah terbilang sulit. Apalagi, pada saat sepeninggalan suaminya yaitu, pak Badri yang meninggal pada saat Disma masih berada dalam kandungan. Sehingga, ibu siti terpaksa harus banting tulang untuk menafkahi ke-empat anaknya itu. Dan apalagi ibu Siti yang hanya memiliki ijazah SD itupun susah mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga dengan terpaksa iapun harus memutar otak agar bisa membiayai pendidikan anaknya serta untuk keberlangsungan hidup keluarga nya.
Dari latar belakang tersebut, Ibu Siti biasanya setiap pagi sudah mempersiapkan segala kebutuhan anaknya sebelum berangkat sekolah, dan setelah itu iapun bergegas menuju pasar untuk berjualan.
*BERSAMBUNG*
*Ke-Tokoh Pak Taslin*
“Dis bangun”
Ucap ibu Siti pagi itu membangunkan anaknya untuk bersiap pergi sekolah.
“Iya bu, ini Disma udah bangun kok”
Sahut Disma yang masih berbaring ditempat tidurnya sambil mengenakan selimut.
Dan pagi itu, seperti pagi hari biasanya, ibu Siti terlihat sibuk menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya sebelum berangkat kepasar iapun mempersiapkan semua seorang diri.
“Pokoknya ibu gak mau liat kamu main bola lagi!”
Ucap ibu Siti mengomeli Disma sembari mengenakan seragam sekolah kepada Disma.
“Pokoknya, kalau ibu sampai dapatin kamu main bola lagi bersama teman-teman kamu. Ibu gak akan kasi ampun lagi ke kamu”
Lanjutnya.
“Iya bu”
Sahut Disma yang terlihat patuh.
“Bu, Darma berangkat dulu ya”
Ucap Darma yang kepada ibunya. Saat itu Darma juga masih bersekolah dan sudah berada dibangku kelas 3 SMP.
“Iya nak, hati-hati ya”
Jawab ibu Siti.
“Dek cepetan, udah telat ni”
Teriak Ratih dari luar memanggil Disma.
“Udah, kamu berangkat sekarang. Kakak kamu udah nungguin tuh”
Ujar ibu siti yang dimana Disma dan Ratih memang satu sekolah. Namun, Ratih yang merupakan kakak Disma itu sudah menduduki kelas 4 SD. Sedangkan Disma masih berada di kelas 1 SD. Dan pada pagi itu, ibu Siti yang sudah selesai dengan tugasnya dalam mengatur anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah. Kini, iapun bersiap-siap juga berangkat ke pasar untuk berjualan.
“Dis, kamu keren banget kemarin pas nyetakin gol”
Ucap teman Disma memujinya golnya.
Disma yang saat itu sedang tidak ada mata pelajaran iapun berkumpul bersama teman-teman nya dan mengobrol tentang permainan bolanya kemarin.
“Iya Dis, kamu kayak Cristiano Ronaldo. Kamu hebat banget bisa lewati 3 bek lawan kemarin”
Sanjung salah satu teman-nya lagi.
“Gimana kalau entar sore kita main lagi”
Ujar salah sat teman Disma.
“Hemmm, kayaknya gak dulu deh.”
“Kenapa dis?”
Tanya temannya.
“Husstt, dia kan dimarihin sama ibunya kalau main bola”
Sahut salah satu temannya. Kemudian, salah satu temannya lagi menyahuti:
“Kalian gak liat, kemarin kan ibunya datang bawa kayu mau pukulin Disma gara-gara main bola”
Ucapnya.
Disma pun kemudian berdiri dan meninggalkan teman-temannya itu.
”Ehhh mau kemana dis?”
Teriak temannya ketika Disma pergi meninggalkan mereka.
“Kling, Kling, Kling”
Suara bel sekolahan pun berbunyi, menandakan jika siswa siswi SD sudah bisa pulang, dan seperti biasa, Disma pun pulang bersama kakaknya yaitu Ratih. Setibanya dirumah iapun melihat ibunya sedang sibuk memasak untuk mereka.
“Ehhh kalian udah pulang”
Ucap sang ibu.
“Iya bu”
Sahut Disma dan Ratih yang kemudian menghampiri ibunya dan mencium tangan sang ibu.
Terlihat pada soer itu sekitar jam menunjukkan pukul 16.30. Dimas begitu gelisah, ia sepertinya ingin pergi ke lapangan untuk bermain sepakbola bersama teman-temannya. Namun, karena ia takut akan dimarahi oleh ibunya, iapun tak berani untuk pergi bermain bersama teman-temannya.
“Disma, tolong beli’in ibu sabun cuci piring di toko pak Taslin”
Ucap ibu Siti menyuruh Disma untuk membelikan ia sabun cuci piring.
“Iya bu”
Sahut Disma dan kemudian menghamipir sang ibu.
“Tolong beli’in ibu sabu cuci piring ya di tokoh pak Taslin”
Ucap ibu Siti. Kemudian, Disma pun dengan sigap dan cepat pergi untuk membelikan apa yang disuruh oleh ibunya.
Disma yang sedang berjalan menuju tokoh pak Taslin itupun tiba-tiba begitu reflek ketika melihat sebuah bolah melayang ke arahnya. Dengan kelihaian nya dalam mengontrol bola iapun dengan mudah menyambut bola tersebut, dengan kakinya.
“Oper bolanya Disma”
Teriak seorang bocah laki-laki di dalam lapangan menyruh Disma untuk menendang bola itu. Kemudian Disma pun dengan cepat menendang bola itu kearah temanya yang meneriakinya, Disma yang tadinya hanya berniat untuk membelikan ibunya sabun cuci piring di tokoh pak Taslin, yang kebetulan tokoh pak Taslin itu tidak jauh dari lapangan. Sehingga dengan melihat teman temannya yang sedang bermain bola itupun membuat hati Disma bergebu-gebu dan seperti tak tertahankan lagi untuk ikut bermain bola bersama teman-temannya.
“Tangkap Ler”
Teriak Disma ketika mendang bola itu.
Tanpa pikir panjang lagi, seolah-olah ia lupa jika ibunya baru saja menyuruhnya untuk membeli sabun cuci piring di tokoh pak Taslin. Disma pun dengan cepat berlari ke lapangan dan ikut bermain bola bersama teman-temannya.
“Oper bolanya ***!”
Ucap Disma meminta bola kepada teman-nya yang bernama Lerry.
“Ini Dis”
Sahut Lerry mengoper bola itu kepada Disma.
Disma yang sudah mendapatkan bola itupun terlihat seperti kesurupan Lionel Messi, ia terlihat begitu lihai dan jago dalam membawa bola dan menggocek bola itu dengan kedua kakinya sehinggah dengan mudah melewati pertahanan lawan dan DOARRRRR. bola itu membobol gawang lawan.
“GOAALL”
“GOAALL”
Teriak Disma ketika membobolkan gawang lawan.
Disma yang sedang menikmati permainan sepakbola bersama teman-temannya itupun melupakan ibunya yang menyuruhnya untuk membeli sabun cuci piring, sehingga waktu fajar pun tiba dan temannya tiba-tiba berkata:
“Ehh udah mau Magrib ni, pulang yuk”
Ucap temannya.
“ASTAGA! MATI AKU!!”
Ucap Disma ketika mendengar temannya itu berkata seperti itu. Tanpa berlama-lama lagi, Disma pun berlari dengan kencang ke Tokoh pak Taslin dan membeli apa yang disuruhkan oleh ibunya. Dan benar saja, ketika sampai dirumah, ibunya sudah menunggunya di depan pintu dengan memegang sebuah sapu lidih yang seperti sengaja ia siapkan untuk Disma.
“DARIMANA KAMU!”
Ucap ibu Siti yang berdiri di depan pintu sambil tangan kiri tolak pinggang dan tangan kanan-nya memegang sapu.
“Ma… maaf bu. Ta.. Tadi..”
Belum selesai Disma memberi penjelasan, ibu Siti pun memegangi satu tangan Disma dan melepaskan hantapan sapu ke bokong Disma dengan kencang dan berkata:
“Dasar anak bandel!! Gak pernah mendengar kalau ibu ngasi tau!”
Ucapnya.
“Ampun bu. Ampun”
Ucap Disma merintih memohon ampun kepada ibunya.
“DASAR kamu ya. darimana jam segini baru pulang, pasti kamu dari bermain sepak bola lagi kan”
Ujar ibu Siti yang terus memarahi Disma sembari memukul bokong Disma dengan sapu lidih yang ia pegang itu.
“Ampun bu, udah bu Disma minta maaf”
Ujar Disma.
Disma yang sudah memasuki rumah itupun berlari menuju kamarnya Darma dan memeluk kakaknya itu sembari menangis.
“Hey, jagoan abang kok nangis si?”
ucap darma sembari dipeluki oleh Disma.
“Ibu Jahat bang”
ucap Disma. sambil menangis.
“Heyy. Dengar abang ya, ibu ngelarang kamu itu pasti ada alasannya kok. Ibu gak mungkin seperti itu kalau gak ada maksudnya dek”
Ucap Darma yang terus mencoba menenangkan adiknya itu.
“Tapia pa bang, alasannya apa?”
Tanya Disma lagi.
“Hemm, mungkin saat ini ibu belum bisa cerita dek, tapi suatu saat pasti ibu kasi tau kok alasannya”
Jawab sang kakak.
*BERSAMBUNG*
*Pak Radit si Pemilik Rumah*
Disma memang begitu akrab dengan kakaknya si darma, dan ketika ada apa-apa pasti ia selalu mengadu kepada sang kakak yaitu, darma dan sang kakak juga begitu menyayangi adiknya serta selalu memberi dukungan kepada adiknya walaupun terkadang harus beradu mulut dengan sang ibu. Apalgi ketika sang ibu memarahi Disma yag kedapatan bermain bola, Disitulah Darma hadir untuk menjadi kakak jagoan bagi Darma karena selalu membelanya.
Pagi itu, ibu Siti yang baru saja selesai menyiapkan segala kebutuhan untuk anak-anaknya pergi ke sekolah. Dan pada saat ia juga hendak bersiap-siap untuk pergi berjualan ke pasar. Tiba-tiba, seseorang datang ke rumahnya.
“Assalamualaikum”
Ucap orang itu dari luar dan beberapa kali orang itu mengucapkan salam barulah ibu Siti mendengarkan salam orang itu dan ibu Siti pun segera menjawab salam orang tersebut.
“Walaikumsalam”
Sahutnya.
“Ehhh pak Radit, silahkan duduk pak”
lanjutnya.
Orang itu adalah pak Radit. Dan pak Radit ini adalah pemilik rumah yang ditempati oleh ibu Siti bersama anak-anaknya. Ibu Siti memanglah belum memiliki rumah sendiri sehingah iapun dengan terpaksa untuk saat ini harus menyewa rumah pak Radit.
“Gak usah bu, saya cuman sebentar ajah”
Ucap pak Radit.
“Saya cuman datang untuk mengingatkan bu kalau ibu itu sudah waktunya membayar sewa rumah. Kira-kira kapan ibu mau bayar sewa rumahnya?”
Lanjut pak Radit bertanya mengenai pembayaran sewa rumah ibu Siti yang sudah jatuh untuk pembayaran sewa rumahnya.
“Aduhh pak Radit, saya minta maaf pak. Tapi, untuk saat ini, saya benar-benar belum punya duit pak”
Ucap ibu Siti.
“Waduh bu, saya juga perlu uang bu. Kalau emang ibu gak bisa bayar, mending ibu dan anak-anak ibu kemasi ajah barang-barangnya. Biar saya cari penyewa baru saja kalau begitu”
Sahut pak Radit yang sepertinya tidak mau memberi toleransi kepada ibu Siti.
“Maaf pak, tapi saya memang belum punya duit untuk saat ini”
Sahut ibu Siti.
“Tolong pak beri saya keringanan”
Lanjutnya.
“Waduh bu, gak boleh gitu dong. Ini bukan masalah keringanan atau gimananya. Tapi ini masalah bisnis bu”
Jawab pak Radit.
Ibu Siti pun hanya terdiam mendengar perkataan pak Radit itu. Ia tidak tahu harus memberi alasan apalagi kepada pak Radit, agar pak Radit bisa memberi keringanan kepadanya.
“Hemmm ya udah kalau gitu bu, saya kasi waktu anda satu minggu!”
Lanjutnya.
“Serius pak, pak Radit mau kasi saya waktu?”
Sahut ibu Siti.
“Ya, tapi jika ibu Tidak bisa membayar uang sewa rumah dalam satu minggu, saya mohon maaf ajah ni bu. Ibu dan anak-anak ibu harus minggat dari rumah ini!”
Ujar pak Radit.
“Baik pak, saya akan usahakan cari uang dalam seminggu ini”
Jawab ibu Siti.
“Ya udah bu, kalau gitu saya permisis dulu”
Ujar pak Radit berpamitan kepada ibu Siti.
“Iya pak, terima kasih banyak pak”
Jawab ibu Siti.
Tentunya, dengan kedatngan pak Radit menagis uang sewa rumah itupun membuat ibu Siti harus putar otak dan kerja extra untuk membayar uang sea rumahnya dan jika ia tidak bisa membayar uang sewa tersebut dalam satu minggu kedepan. Sudah pasti, dan dengan terpaksa ia dan anak-anaknya harus meninggalkan rumah itu.
“Ya Allah. Aku harus dapat duit darimana untuk membayar sewa rumah ini? Jika hanya mengandalkan penghasilan dari pasar, sudah tentu tidak akan bisa terkumpul duitnya”
Rintih ibu Siti mengeluh dalam hati.
“Bu, aku udah dengar semua percakapan ibu dengan pak Radit tadi didepan”
Sahut Ikbal yang mendengar percakapan ibunya bersama pak Radit tadi.
“Iya nak. Pak Radit cuman ngasi ibu waktu seminggu untuk membayar sewa rumah ini”
Ujar ibu Siti tak bersemangat.
“Ibu bingung bal, harus dapat duit darimana. Sedangkan penghasilan ibu di pasar juga gak seberapa”
Keluh ibu siti kepada anaknya.
“Pakai uang kuliah Ikbal ajah bu”
Sahut Ikbal menyuruh ibunya untuk memakai uang yang sudah ibunya persiapkan untuk biaya kuliah sang anak jika lulus SBMPTN nanti.
“Gak, gak bal. Itu sengaja ibu siapkan buat biaya perkuliahan kamu nanti jika lulus tes”
Sahut ibu Siti.
“Gak usah bu, uang itu pakai untuk bayar sewa rumah ajah ya. Lagian, Ikbal juga belum tentu lulus tes SBMPTN nya kok”
Ujar Ikbal memaksa ibunya untuk tetap menggunakan uang tersebut.
“Tapi nak…”
Sahut ibu Siti lagi.
“Udah, gak ada tapi-tapi! pakai ajah uang itu”
Sahut Ikbal.
Ibu Siti yang sudah tidak ada pilihan lain selain menggunakan uang yang ia siapkan untuk Ibal jika berkuliah nanti itupun dengan terpaksa harus menggunakan uang tersebut, demi keberlangsungan tempat tinggal mereka. Walaupun berat. Namun, mau tidak mau ia tetap harus menggunkan uang tersebut.
“Assalamualaikum”
“Ibuu”
Siang itu terdengar suara dari kedua anak ibu Siti yaitu Ratih dan Disma yang baru saja pulang dari sekolahan. Namun, bukanlah sang ibu yang menjawab salam mereka. Melainkan, sang kakak yaitu, Ikbal.
“Walaikumsalam”
Ucap Ikbal.
“Loh ibu kemana bang?”
Tanya Ratih.
“Ohh. Ibu tadi keluar, katanya ada urusan”
Ujar Ikbal.
“Bang, tadi teman-teman Disma bilangin aku kayak Cristiano Ronaldo kalau bawa bola”
Ujar Disma melapor kepada sang kakak.
“Hemmm. Emang iya?”
Tanya Ikbal.
“Iya bang bener bang. Satu… dua… tiga… dan empat orang berhasil Disma lewatin dan pada saat Disma nendang bola itu… Doarrrr. Goal bang Goal”
Ucap Disma menjelaskan dengan penuh semangat.
“Oh… Kamu main bola lagi Dis? Awas kamu, entar abang laporin ke ibu”
Ucap Ikbal mengancam.
“Ihhh abang. Gak kok bang, tadi itu kebetulan lagi kelas olahraga bang”
Ujar Disma merengek agar kakaknya itu tidak melaporkan kepada ibunya.
“Bohong kamu”
Ucap Ikbal lagi.
Dengan cepat Disma pun mencoba untuk memberi kode kepada Ratih agar membelanya dan memberi alasan kepada Ikbal jika dirinya hanya mengikuti kelas olahraga.
“Eh… ehh… iya bang, tadi Disma cuman ngikutin kelas olahraga kok”
Sahutnya ketika Disma memberi kode untunya.
“Hemmm. Awas kamu kalau sampai bohong!”
Ucap Ikbal lagi.
“Ya udah sana. pergi masuk ganti baju”
Lanjutnya. Disma pun bergegas pergi seperti apa yang diperintahkan kakaknya itu sembari berkata di belakang Ikbal:
“Uhhh dasar abang jahat!
Ucapnya.
“Husttt. entar bang Ikbal dengar lohh!”
Tegur Ratih mengingatkan kepada Disma.
Ikbal memang terbilang seorang kakak yang penyayang tapi ia juga terbilang seorang kakak yang kejam untuk Disma karena IKbal dan sang ibu memanglah satu pemikiran untuk tidak mengizinkan Disma menjadi pesepakbola. Ia juga ikut menentang hal itu. Namun, juga tidak terlalu berlebihan seperti ibunya. Yaitu, ibu Siti.
*Bersambung*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!