"Hari yang lumayan melelahkan, tapi Alhamdulillah," Fey mengusap wajahnya sendiri saat kini dia sudah berada di dalam mobilnya.
Gadis berhijab putih dengan outfit senada itu kini sedang mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah setelah selesai mengajar anak-anak mengaji, yah dia adalah seorang Guru Mengaji.
Auran Feyzha Gradinata, begitulah nama lengkapnya, merupakan seorang Mahasiswi yang baru memasuki semester ke-empat dalam perkuliahan.
Keluarganya adalah keluarga konglomerat dibidang ritel, dia hidup bersama Ayah, Ibu Tiri dan Adik Tirinya, Ibu kandungnya sendiri sudah meninggal sejak Fey masih di usia kelas empat SD.
Walaupun ibu tiri, Ibu Tirinya adalah seorang baik dan selalu mengsupport Fey, kurang lebih Fey mendapati kehidupan yang sangat normal.
Fey sendiri adalah seorang yang menguasai MTQ dia pernah meraih juara Tingkat Nasional dalam MTQ serta beragam penghargaan lainnya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Fey tiba di kediamannya, ia di sambut oleh satpam yang membukakannya pagar, Fey memarkirkan mobilnya kemudian turun, dia mendengar sebuah suara perdebatan dari dalam rumah.
Fey tidak pernah melihat kedua orang tuanya berdebat, tapi entah kenapa perasaan Fey menjadi tidak enak, Fey bergegas masuk ke dalam rumah dan benar saja, Ayah dan Ibunya sedang berdebat.
"Jadi kita harus gimana, Mas?" ujar Sahila, ibu Tiri Fey yang tampak menatap suaminya itu.
"Saya juga gak tahu, saya harus gimana lagi sekarang," jawab Ryan, Ayah dari Fey yang tampak memegang pelipisnya dengan jarinya.
"Aku gak mau yah, kalau sampai Fey kita jual," ujar Sahila tampak frustrasi.
"Mau bagaimana lagi, jelas Fey harus kita jual," jawab Ryan yang tidak sengaja didengar oleh Fey.
Fey melangkahkan kakinya masuk ke ruang tamu yang membuat Ayah dan Ibunya menatap ke arah Fey.
"Assalamualaikum, Mama, Papa? Ada apa?" tanya Fey yang membuat Sahila dan Ryan mengangkat kepala menatap Fey.
"Waalakumsalam, Sayang, kamu sudah pulang? Gak ada apa-apa, Mama sama Papa cuma capek aja, kamu sudah makan, makan yah Mama sudah masak," jawab Sahila yang Fey tahu Ibu Tirinya itu sedang berbohong.
"Ma, jawab aja, Ada apa?" tanya Fey bersikeras.
Fani, yang merupakan adik tiri Fey juga ada disana, ia juga tampak menutupi sesuatu yang Fey yakini, Fani juga tahu sesuatu.
"Fan, kamu kan gak pernah bohong sama kakak, kalau Mama dan Papa gamau bilang, kamu harus cerita, ada apa?" tanya Fey kepada Fani yang membuat Fani menunduk.
Tidak ada jawaban, semuanya hening, bahkan seluruhnya tidak ingin menjawab pertanyaan Fey.
"Mama, Papa? Kok diam, jawab dong pertanyaan Fey, ada apa?" tanya Fey yang membuat semuanya kembali terdiam.
Ryan menghela napas panjang, tampaknya memang benar ia harus menceritakan perihal ini kepada Fey yang merupakan anak tertua di keluarga ini.
"Keluarga kita sedang ada masalah Financial, Kerjasama dengan GL Corp gagal yang membuat mereka meminta pengembalian dana," jawab Ryan yang membuat Fey duduk di sofa. "Hal ini membuat keluarga kita terancam bangkrut jika tidak di bayar, mereka akan membawa masalah ini ke jalur hukum."
"Astagfirullah, Kok Bisa Pa? Emang hutang kita ada berapa sama mereka?" ujar Fey yang masih terkejut dengan hal ini.
"Lima Miliar, itu adalah Total kerugian yang harus kita bayarkan, mereka hanya memberikan kita waktu satu bulan untuk melunasi ini, kalau tidak ini akan dibawa ke meja hijau, atau tidak."
"Atau tidak, kenapa Pa?" tanya Fey penasaran dengan kalimat menggantung itu.
"Papa! Sudah! Jangan bebankan Fey dengan ini, sebagai orang tua ini adalah tanggungjawab kita, anak-anak gak perlu ikut campur!" Sahila memotong suaminya untuk memastikan Fey tidak tahu akan opsi kedua itu.
"Mama, gapapa, cerita aja sama Fey, kalau Fey bisa, Fey akan membantu Mama dan Papa," jawab Fey yang membuat Ryan kembali menghela napas panjang.
Suasana ruangan tampak diam dan hening, udara dingin dan tanpa suara mendengar semua ini.
"Atau tidak, CEO akan melunasi hutang kita jika kamu mau dijadikan sebagai jaminan atau di Gadaikan menjadi istrinya."
DEG!
Fey terdiam seribu bahasa, semuanya benar-benar membuat Fey menangis dalam dirinya sendiri, bagaimana bisa begini, Fey hanya diam dan masih terdiam.
"Papa! Udah, Fey kamu masuk kamar, gausah pikirin ini, biar Mama dan Papa yang ngurus, Fani bawa kakak kamu ke kamar."
Fani berdiri, dia mencoba membawa Fey ke kamar tapi Fey memilih membatu disana.
"Aku bersedia."
DEG!
Sahila, Ryan dan Fani menatap ke arah Fey, jawaban yang tidak mereka inginkan sebenarnya tapi Fey yang mengajukan dirinya, Sahila langsung berjalan menghampiri Feuz jelas ini adalah keputusan yang salah.
Siapa yang mau menjual anak perempuannya untuk melunasi hutang, sebuah pemikiran yang gila dan tidak bermoral.
"Jangan Fey, Nanti Mama bakal jual aja rumah sama perusahaan kita, jangan lakukan itu," ujar Sahila berjalan ke arah Fey dan memeluk Fey.
"Gapapa Ma, Jangan jual rumah dan perusahaan, itu adalah saksi perjuangan Mama sama Papa, Fey bakal merasa bersalah banget kalau Mama sama Papa jual perusahaan ini, Gapapa Fey rela berkorban kok, Insya Allah Fey ikhlas."
Fey berdiri, dia melangkahkan kakinya menuju ke dalam kamarnya, dia tidak pernah tahu kalau semuanya akan begini, tapi jika menyangkut keluarga, Fey tidak akan tega.
Fey terdiam menatap keluar jendela dari kamarnya, air matanya jatuh sendiri, bukan menyesal tapi lebih ke meratapi.
Fey sadar, sebenarnya dia bukanlah Anak Kandung baik dari Ayah dan Ibu Tirinya.
Fey merupakan anak Angkat Papa Ryan dan Mama Angkatnya dulu barulah setelah Mama Angkatnya meninggal, Papa Angkatnya ~Ryan, menikah dengan Mama Tirinya yaitu ~Sahila.
Malu rasanya jika Fey menolak, sedang dia sudau dirawat dan dibiayai sampai sebesar ini, bahkan Fey juga menganggap ini sebagai bahan hutang Budi.
Saat Fey tengah berpikir, dia duduk sendiri sampai seseorang masuk ke dalam kamarnya.
"Kak, Kakak gak harus ngelakuin ini, aku berhenti kuliah aja deh, gapapa kok, gapapa kita hidup miskin asal keluarga kita utuh," Fani, Adik Tiri Fey masuk ke dalam kamar yang membuat Fey membalikkan badannya.
Fey tersenyum, dia mengusap rambut adiknya itu pelan dan lembut. "Kamu gausah mikirin kakak, selagi kakak masih ada semuanya akan baik-baik aja, percaya kan?"
"T-Tapi?"
"Sudah, Tidur sana, besok kamu ada kuliah kan, gausah dipikirin hal ini, kalau takdir kakak bakal menikah dengan orang yang gak kakak cinta, kakak rela kok," jawab Fey mengusap air matanya.
"Apa kakak bahagia?"
"Kakak masih hidup sampai sekarang, kakak sudah sangat bahagia, Kakak yakin, Allah itu baik banget, pasti ada sesuatu yang Allah persiapkan kedepannya, kamu tidur yah, gausah mikirin ini."
•
•
•
"Kamu bisa pikirin ini, baik-baik Nak, kamu gak harus ngelakuin ini, Mama gak tega rasanya kalau kamu harus digadaikan kepada pria yang tidak kamu kenali," ujar Sahila saat Fey sudah bersiap untuk menemui pria yang akan membelinya.
"Mama, Papa, gausah mikirin ini, Fey udah gede, Fey udah bisa nentuin yang mana yang baik untuk Fey, insha Allah semuanya akan baik-baik saja, Mama percaya yah sama Fey," Fey tersenyum menatap Ibu Tirinya itu.
Air mata jatuh dari sana, Sahila tidak bisa menahan air matanya, didepan matanya anak perempuannya menggadaikan diri demi melunasi hutang keluarga yang sama sekali bukanlah kesalahannya.
"Maafin Mama Fey," Sahila memeluk Fey, dia merasakan sakit saat tidak bisa berbuat apa-apa bagi anak perempuannya.
Fey menyalami kedua orang tuanya itu, kemudian melangkahkan kakinya menuju mobil, dia masuk ke dalam mobil dan bersiap menemui pria yang akan membelinya.
"Ya Allah, jika memang ini jalannya, aku Ikhlas ya Allah, aku yakin ada sesuatu yang engkau siapkan untukku nanti," Fey mencoba menguatkan dirinya sendiri kemudian menjalankan mobilnya menuju tempat yang sudah ditentukan.
Fey menguatkan dirinya sendiri, melewati jalanan kota di pagi hari yang benar-benar penuh dengan aktivitas, tak butuh waktu lama sampai Fey, tiba disebuah gedung perkantoran dari GL-CORP dimana dia akan menemui CEO Perusahaan ini.
Fey keluar dari mobil dan berjalan masuk ke kantor itu, di pintu masuk, dia sudah disambut oleh beberapa orang satpam, Fey berakhir di resepsionis dan menyampaikan bahwa dia adalah tamu dari CEO Perusahaan ini.
"Mbak Fey yah, baik Mbak, Pak Frey-nya sudah menunggu di atas, bisa ikut saya," jawab Resepsionis tersebut saat Fey bertanya.
Kalau boleh hiperbola, siapa yang tidak mengenal Adrenz Godfrey, seorang CEO ternama dikota ini, dia merupakan seorang CEO tertutup yang jarang masuk ke dalam pemberitaan tapi sering masuk jajaran CEO terbaik dalam tahun ke tahun, Fey tidak menyangka dia akan berakhir menjadi istri dari sosok Frey.
Fey tidak pernah bertemu langsung dengan Frey, karena memang ini adalah yang pertama kali, Fey mengikuti resepsionis tersebut, sampai akhirnya mereka tiba disebuah ruangan yang dimana itu adalah ruangan dari Frey.
"Permisi Tuan Frey, ini adalah Mbak Fey, tamu anda," Resepsionis itu meninggalkan Fey diruangan itu berdua dengan Frey.
Frey sendiri menatap Fey dari atas ke bawah, dia benar-benar terpukau dengan kecantikan Fey, dia segera meminta Fey duduk di kursi yang ada disana.
"Kamu sudah tahu kan apa yang terjadi, saya hanya ingin memastikan bahwa tidak akan ada penolakan nantinya," ujar Frey menyandarkan punggungnya ke kursi.
Wajah Oriental Korea-Indonesia itu dengan wajah KeBapak-Bapak-an ini menatap dalam Fey, Fey menundukkan kepalanya kemudian mengangguk tanda setuju.
"Tanda Tangani ini!" Frey melempar sebuah surat kontrak perjanjian persetujuan untuk Fey beserta pulpennya. "Tidak usah dibaca, Tanda Tangani saja."
Fey meraih pulpen yang ada disana kemudian menanda tangani perjanjian itu tanpa membaca lebih lanjut apa isinya.
Pria benama Frey dihadapannya itu tersenyum, dia mengulas senyum yang lumayan licik.
"Resmi, sekarang kamu sudah dijual, betapa malangnya nasib kamu harus dijual untuk melunasi hutang keluargamu," ujar Frey berdiri.
Kalimatnya simple tapi sangat menjatuhkan harga diri Fey.
•
•
•
"Okey, Ikut saya, kita akan menikah sore ini!" jawab Frey berdiri yang membuat Fey terdiam.
Bukankah terlalu cepat untuk menikah sore ini, bahkan keluarganya saja belum tahu tentang hal ini.
"Gausah khawatir, Keluarga kamu sudah saya urus, mending sekarang kamu ikut saja ke area wadrobe, kantor, untuk memilih baju pengantin kamu!" ujar Frey berjalan duluan yang membuat Fey berjalan mengikutinya.
Tekadnya sudah bulat tapi mentalnya belum siap, bagaimana bisa dia mengubah status seorang gadis biasa menjadi istri CEO dalam hitungan jam.
Fey sudah memprospek dirinya sendiri untuk berpikir semuanya akan baik-baik saja tapi pria dihadapannya ini seolah memberinya bahan untuk berpikiran negatif.
Sesampainya di ruangan wadrobe khusus yang ada di kantor ini, Fey disambut oleh dua orang yang akan membantunya.
"Bantu dia bersiap, akad nikahnya lima jam lagi, semuanya harus sempurna, saya tidak ingin ada yang kurang," ujar Frey yang membuat dua orang tadi langsung membawa Fey untuk di siapkan.
Disaat Frey sedang bersiap-siap juga, tampak sebuah tiang penahan beberapa pakaian itu terjatuh, Fey yang merasakan bahwa itu akan menimpa Frey langsung menarik Frey yang membuat keduanya terjatuh dalam kondisi saling menindih.
Keduanya saling bertatapan beberapa saat, hening seketika, kedua manik mata Fey dan Frey saling menatap dalam, bahkan membuat Frey yang dingin, menjadi kaku tidak bergerak.
Suhu di ruangan itu langsung berubah drastis yang membuat keduanya kaku tanpa suara, dia seribu bahasa, menyadari hal ini membuat Fey sadar dan langsung bangkit.
"M-Maaf Tuan, Tiangnya jatuh," Fey merasa gugup sendiri kemudian menunduk.
"Tidak apa-apa, lebih baik kamu segera bersiap," Frey berjalan meninggalkan Fey disana setelah kejadian itu rasanya suasana hati mereka sama-sama berubah.
•
•
•
Jam dimana akad nikah yang mereka harus lakukan sudah tiba, Frey menatap Fey sudah siap dengan kebaya putih berbalut hijab putih yang membuatnya tertegun.
"Ada yang salah dengan saya, Tuan?" tanya Fey yang merasa bahwa Frey daritadi menatapnya dalam.
"Tidak ada, lebih baik kita turun sekarang," jawab Frey keluar dari mobil bersama dengan Fey.
Aula pernikahan itu sudah ramai dengan beberapa kerabat bahkan keluarga Fey sudah ada disana, Orang Tua dan Adik Tirinya.
Sesampainya di dalam sana, Fey dan Frey langsung duduk di depan penghulu, bahkan Ayah Fey yang berperan sebagai wali nikah sudah siap disana.
"Langsung saja yah," Penghulu itu segera menjabat tangan Frey yang akan mengucapkan akad nikah.
Mic di arahkan kepada Ayah Fey yang akan mengucapkan kalimat awal, hawa dingin merasuk ke tubuh Fey, rasanya dia belum benar-benar siap untuk situasi dadakan seperti ini.
"Saudara, Adrenz Godfrey bin Reza Dirgantara, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Auran Feyzah binti Ryan Adrianto Azhar, dengan emas kawin .... Dan ... Dibayar TUNAI!"
Hening.
Mic kini di arahkan kepada Frey, Frey tampak ragu, dia menghela napas panjang kemudian berdiri. "SAYA TIDAK BERSEDIA!"
Fey mendelik, dia menatap dalam ke arah Frey, ada apa ini, kenapa Frey malah tidak bersedia sekarang setelah hal ini.
"Bulan saya yang akan menikah dengan Putri Anda, Tuan Ryan!" ujar Frey melirik pintu aula pernikahan.
Seorang Pria lain dengan beberapa orang disampingnya masuk ke dalam ruangan itu yang membuat Fey terdiam.
"Dialah orangnya, Tuan ADRICH ALZEN lah yang akan menjadi pengantin untuk AURAN FEYZAH."
Fey menatap orang tersebut, ADRICH ALZEN, seorang CEO juga tapi dia dari perusahaan ZEN-CORP, ia merupakan keturunan Minang-Indonesia dan Asian, dari wajahnya tidak jauh Oriental dengan Frey.
"Maksudnya gimana yah?" Fey berdiri yang membuat Frey menatapnya. "Akad tuh sakral, gabisa dibuat gini, apa semua orang dengan uang yang banyak begini yah? Menjadikan sesuatu sebagai permainan?"
DEG
•
•
•
TBC
"Ini sudah termasuk kontrak perjanjian kita kan, yah maaf kalau kamu tidak membacanya dengan baik," ujar Frey seolah tidak peduli.
Frey berjalan ke arah Zen kemudian menepuk pundaknya. "Sesuai perjanjian, lunas kan?"
Zen yang dimaksud tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya, entah ada perjanjian apa yang terjadi diantara keduanya, jelas Fey merasa bahwa dia di permainkan.
"Tuan Frey, kenapa Tuan malah menikahkan anakku dengan pria lain, bukankah Tuan sendiri adalah calonnya?" ujar Ryan yang membuat Frey mendelik.
"Aku tidak ingin menikah, aku menawarkan membeli putrimu untuk kugadaikan lagi kepada Tuan Zen, yah dia akan menikah dengan Tuan Zen," ujar Frey. "Fey, malang sekali nasibmu, sudah dijual oleh keluargamu kini kau dijual lagi dengan calon suamimu."
"Aku tidak bermaksud membohongi kalian, tapi ini sudah menjadi kontrak perjanjian yang sudah ditanda tangani dan sudah kuanggap hutang kalian lunas," Frey melangkahkan kakinya meninggalkan area aula pernikahan itu.
Fey terdiam, harga dirinya serasa di injak, bahkan dirinya serasa tidak memiliki harga diri lagi saat ditipu calon suaminya, rasa-rasanya Fey sudah mengalami Krisis rasa percaya.
Ryan, Sahila dan Fey tidak bisa berbuat apa-apa selain melanjutkan akad nikah mereka yang akan terjadi kedepannya Fey pun sudah semakin ragu, apa Allah sedang menguji keimanannya seperti ini.
Ryan menahan emosi dalam dirinya, dendam kepada Frey yang sudah menipunya sudah menggebu-gebu, akad nikah kembali dilanjutkan bukan dengan Frey melainkan dengan Zen.
"Saudara Adrich Alzen Bin Asraf Asdar, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Auran Feyzah binti Ryan Adrianto Azhar, dengan mas kawin berupa ... Dan ... Dibayar Tunai!"
Hening kembali, bahkan air mata Fey sudah jatuh semua, Zen melirik Fey kemudian melanjutkan akad nikahnya.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Auran Feyzah binti Ryan Adrianto Azhar dengan emas kawin tersebut dibayar Tunai!"
"Bagaimana saksi?"
"SAH!"
Fey harus benar-benar menerima nasibnya sekarang, semuanya sudah benar-benar terjadi, sebuah sejarah akan mencatat, ada seorang perempuan yang dijual untuk melunasi hutang tapi dijual lagi kepada pria lain.
Fey dijual sebanyak dua kali dalam sehari terlepas dari keikhlasannya yang bersedia menjadi gadis penebus hutang keluarganya.
"Temui orang tua kamu, karena sebentar lagi kamu akan ikut dan tinggal di rumah saya," ujar Zen yang membuat Fey menunduk.
Fey melangkahkan kakinya menuju kedua orang tuanya, dia terdiam disana dan menangis lepas. "Jaga diri Mama dan Papa baik-baik yah, Fey gatau selepas ini kita bakal ketemu atau Gak."
"Fey, Maafin Papa dan Mama, Maafin kami yang harus menjual kamu untuk kelangsungan perusahaan," jawab Ayah Fey yang membuat Fey tidak menggubris itu dia hanya memeluk ayahnya dan ibunya itu.
Roda itu berputar kadang diatas kadang dibawah, kehidupan Putri Konglomerat harus berakhir saat Fey tiba-tiba harus berperan sebagai gadis penebus hutang, Fey tidak mengerti kenapa skenarionya seperti ini, yang jelas, Fey hanya berusaha menjalani semuanya dengan baik dan tanpa hambatan.
Kini Fey sudah berdiri dihadapan Fani yang membuat Fani langsung memeluk Fey. "Kak Fey, jangan pergi."
"Dek, Jaga Mama dan Papa yah."
Fey membalas pelukan Fani, sebuah perpisahan yang tidak pernah dibayangkan oleh Fey, Fey berjalan ke arah Zen yang kini sudah resmi menjadi suaminya.
Keluarga Fey harus merelakan kepergian Fey yang kemungkinan besar mereka tidak akan bertemu lagi, Fey hanya bisa menahan air mata saat dirinya masuk ke dalam mobil milik Zen yang langsung melaju kencang meninggalkan Area itu.
"Tenangkan dirimu, saya menikahimu bukan untuk menjadikanmu sebagai bahan permainan."
"Lalu apa? Apakah semua orang kaya seperti ini, memperlakukan sesuatu sesuai kehendak mereka, asalkan mereka memiliki uang?" jawab Fey menatap suaminya.
"Saya rasanya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyaan kamu, tenangkan hatimu, sebentar lagi kamu akan bertemu keluarga saya, pastikan jangan ada air mata," ujar Zen mengambil tisu dan mengusap air mata Fey.
•
•
•
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!