NovelToon NovelToon

Sistem Kekayaan Paranormal

Sampah Sekolah

Hai kak, selamat datang di Sistem Kekayaan Paranormal!

Novel ini berisi kisah perjalanan Julian menjadi paranormal muda dengan bantuan sistem ya! Jangan keki, Julian tidak akan lelaku puasa mutih atau pati geni di sini. Jangan tegang-tegang, ini bukan horor thriller … ini cuma horor komedi. Ini bukan soal kaya karena pesugihan, ini kaya karena sistem!

Well, semboyan kita hari ini masih sama dengan kemarin yak : Safety first than go wild!

*

*

*

Julian berlari mengejar gadis yang akan meninggalkan sekolah untuk merayakan kelulusan. Langkah kakinya tanpa keraguan, tapi suara yang keluar dari mulutnya terdengar tak yakin ketika memanggil. “Putri …!”

Gadis yang dipanggil Julian menghentikan langkahnya. Namanya bukan Putri, tapi ia tahu kalau salah satu teman sekelasnya selalu memanggilnya seperti itu. Ia tidak perlu berbalik untuk memastikan siapa yang mengejarnya. Pemuda itu pasti Julian, anak miskin yang menganggapnya princess dari negeri dongeng.

Ya ampun, itu bukan salah Julian sepenuhnya! Marsha memang cantik seperti tokoh dari negeri asing. Marsha seperti bidadari, seperti elf atau seperti barbie yang kecantikannya tidak umum ada di bumi. Setidaknya itu pendapat pribadi Julian.

Whatever, bagi Julian … Marsha adalah seorang princess dan layak dipanggil putri. Marsha yang disukainya dari sejak kelas 10 tanpa pernah berani mendekati. Marsha yang … pokoknya Julian ingin menyatakan perasaannya hari ini. Hari terakhir mereka ada di sekolah yang sama.

“Beb … kamu dicari sama si dekil, tuh! Mau diajak ngamen buat rayakan kelulusan kayaknya!” Riena menyenggol bahu Marsha sambil terkikik meledek.

Marsha menjawab tanpa menoleh, “Ada apa, Julian?”

“Beb, ngapain sih kamu ngeladenin cowok termiskin di dunia ini?” protes Riena. “Gede kepala dia nanti.”

“Riena bener, Sha! Jangan buang waktu untuk Julian, kita sudah ditunggu Yoga sama yang lain tuh di depan!” tunjuk Lila pada beberapa pemuda yang sudah berdiri di samping mobil masing-masing. Siap berangkat merayakan kelulusan.

Riena kembali memprovokasi, “Beb … masa kamu mau gaul sama orang miskin, sih! Apa kata orang nanti? Gimana kalau ada yang diam-diam ambil foto kamu lagi ngobrol sama sampah ini? Hancur reputasi kamu sebagai lady most wanted di sekolah ini, Marsha!”

Lila menambahi, “Semua orang tahu kalau Julian masuk sekolah ini karena yayasan memberikan jatah satu kursi tiap tahun untuk panti asuhan tempat dia tinggal!”

Marsha mengangkat tangan, menghentikan olok-olok kedua sahabatnya. “Biarkan dia bicara sebentar!”

“Sha, kamu serius? Sampah sekolah satu ini kalau tidak salah adalah yatim-piatu di panti asuhannya, ah ya … jangan-jangan dia anak haram yang dibuang emaknya!” sahut Lila sarkastik.

Tanpa memperdulikan kedua sahabatnya, Marsha kembali bertanya pada Julian. “Ada perlu apa, Julian?”

Julian tersenyum kecut ketika menatap gadis yang dipujanya selama tiga tahun berdiri tak jauh darinya. Marsha tidak begitu ramah padanya, apalagi kedua sahabatnya. Dan Julian sudah terbiasa dengan hal seperti itu.

Bukan hanya tiga gadis yang sedang berdiri di depannya, tapi semua anak yang bersekolah di sana memang tak ada yang ramah padanya. Semua merendahkan status dan kemiskinannya. Julian hanya dianggap sampah ‘berotak’ karena cukup pintar di sekolah.

Namun, pintar bukanlah ukuran di sekolah yang dihuni oleh kaum hedon. Siapa yang kaya itulah yang punya kuasa dalam pergaulan siswa. Kelayakan dalam sistem sosial dinilai dari seberapa borjuis orang tuamu dan gaya hidupmu!

“Putri … mungkin ini akan terdengar konyol. Aku minta maaf harus mengatakan ini, sejujurnya aku suka kamu dari sejak kelas 10,” ucap Julian dengan bibir bergetar. Lega, itulah yang dirasakan Julian. Setidaknya, beban perasaannya terangkat setelah diungkapkan.

Kedua sahabat Marsha terbahak-bahak memegangi perut, mereka menggelengkan kepala karena geli melihat Julian yang bodoh. Lila spontan bertanya sinis pada Julian, “Panti asuhan tidak memiliki cermin ya? Kamu itu cuma pengamen jalanan loh!”

Reina menyahut sarkas, “Ngaca! Ngaca woi! L.O.L!”

Marsha mendiamkan dua sahabatnya dengan satu gerakan tangan. “Thanks, tapi aku sudah punya pacar, Julian! Maaf ….”

Julian mengangguk, ia memang tak pernah bermimpi menjadikan Marsha pacarnya. Ia sadar tak memiliki apa-apa untuk bersaing dengan Yoga, idola sekolah yang kaya raya. Julian hanya ingin mengungkapkan cinta, tidak lebih.

Dari belakang Marsha, Yoga datang dengan dua temannya. Mereka menghampiri Julian. Yoga mendorong dada Julian kasar, “Kamu nembak pacarku? Kamu itu cuma sampah sekolah, jangan mimpi bisa dapetin Marsha. Sadar diri, Bro! Jangan bertingkah tolol dengan mempermalukan diri sendiri.”

Marsha menarik tangan Yoga untuk menjauhi Julian, “Yoga, sudah! Kita pergi sekarang aja, jangan buat keributan di hari kelulusan! Moodku sudah hampir hilang ini.”

Reina berseru, “Ayo deh! Time to party! Ngapain juga ngurusin si miskin satu ini? Buang-buang energi!”

“Poor you, Boy!” ujar Lila terkekeh, ekspresinya terlihat jijik ketika melihat Julian. “Bye bye, Pengamen Jalanan!”

Julian hanya diam, menatap hampa kepergian Marsha dan Don Juan sekolahnya. Ia tidak sakit hati Marsha menolaknya, ia memang tak layak untuk gadis kaya yang ia kagumi kecantikannya itu. Marsha lebih pantas bersama Yoga.

Soal hinaan dan bullying di sekolah, bisa dibilang Julian kenyang dan sudah terbiasa. Julian tidak bisa mengingkari fakta kalau ia miskin, tak punya orang tua dan hanya tinggal di panti asuhan. Pulang sekolah harus mengamen di jalan untuk tambahan uang jajan.

Keberadaan Julian di international school tersebut karena sebuah undangan dari yayasan yang peduli dengan pendidikan kaum miskin. Satu kursi tiap tahun untuk anak panti tempat Julian tinggal. Dan Julian adalah salah satu anak panti yang beruntung bisa mengenyam pendidikan gratis di SMA favorit itu.

Tapi fakta sebenarnya, Julian justru menjadi siswa paling malang nasibnya selama bersekolah di sana. Ia dianggap sebagai 'aib' karena berada di tempat pendidikan yang bukan milik kastanya. Sebagian lain menganggapnya sebagai ‘sampah’ pintar yang bisa berjalan. Banyak juga yang memperlakukannya seperti 'keset', yang disediakan sekolah khusus untuk diinjak.

***

Pengamen Jalanan

Sudah dua minggu sejak Julian dinyatakan lulus sekolah, Ia tidak pernah bertemu lagi dengan Marsha atau teman sekolahnya. Ya, mereka semua pasti sibuk mencari tempat kuliah terbaik, ternama dan terfavorit. Beberapa dari mereka bahkan merencanakan kuliah di luar negara.

Julian tidak tahu Marsha akan melanjutkan pendidikan dimana. Ia hanya pernah mendengar selentingan kalau gadis yang dicintainya itu ingin jadi dokter. Dalam hati, Julian hanya bisa mendoakan Marsha akan sukses meraih mimpinya. Ia lebih baik memendam cinta pertamanya hingga pudar seiring masa.

Setelah sarapan seadanya, Julian memasukkan map berisi lamaran kerja ke dalam tas. Itu adalah surat lamaran ke-20 dalam dua minggu terakhir. Parahnya, belum ada satu perusahaan pun yang memanggilnya untuk interview lanjutan.

“Julian … kamu mau masukkan lamaran kerja lagi hari ini?” tanya Bu Rosidah selaku ibu panti.

Julian menjawab tenang, “Katanya kafe donat dan susu butuh office boy, Bu! Aku mau coba masukkan lamaran kesana!”

“Sabar ya, Nak! Ibu yakin kamu bisa dapat pekerjaan yang layak! Sebenarnya kamu tidak perlu mengamen setiap hari ….”

“Aku tidak mungkin hanya diam, menunggu mendapatkan pekerjaan tanpa melakukan apapun. Aku sudah lulus sekolah, sudah seharusnya aku menghasilkan lebih banyak uang untuk membantu adik-adik di panti ini.”

Bu Rosidah menghembuskan nafas panjang, “Kamu bekerja sangat keras dua minggu ini, Julian. Semoga yayasan sekolahmu dulu mempertimbangkan untuk memberikan beasiswa kuliah untukmu! Ibu sudah mengajukan permohonan.”

“Aku berangkat, Ibu! Doakan aku sukses!” pamit Julian sambil mencium tangan ibu panti. Ia tahu Bu Rosidah bukan ibunya. Tapi Julian menyayangi wanita yang merawatnya dari sejak lahir itu melebihi siapa saja. Ia mengabaikan pembahasan kuliah dengan biaya yayasan. Julian sudah cukup kenyang dengan penghinaan.

Julian keluar menenteng gitar dan tas punggung. Ia harus mengamen lebih giat untuk bertahan hidup. Ia sudah bertekad mencari informasi keberadaan orang tuanya. Bermodalkan pas foto hitam putih yang sudah pudar, Julian akan bertanya pada orang-orang di jalan yang mungkin mengenali wajah wanita dalam foto itu.

Sulit pastinya, foto itu mungkin usianya sama dengan Julian yang bulan depan genap 18 tahun. Foto itu ditinggalkan dalam keranjang bayi berisi Julian, di depan panti asuhan Bu Rosidah pada malam hari. Julian berdecak dan mengacak rambutnya, ia tidak ingin larut dalam kesedihan.

Di perempatan lampu merah tempatnya biasa mengamen, Julian bertemu sahabat seprofesi. “Udah dapet berapa, Pan!”

Topan menjawab penuh energi, “Hampir dua puluh ribu, lumayanlah! Mau gantian?”

“Nop! Aku mau ke kafe baru di ujung jalan, biasa … cari kerjaan!” jawab Julian.

“Hm, pantesan baju kamu agak rapi. Kamu punya ongkos buat kesana? Aku ada kalau cuma buat naik ojol … nih!” Topan mengulurkan uang lima belas ribu.

Julian menolak, “Aku jalan aja sambil nyanyi door to door!”

“Oke, semoga sukses!”

Julian berjalan menuju kafe sambil mengamen. Berapapun dia terima dari orang yang mengasihaninya. Ia juga menerima umpatan pemilik warung karena tidak ada uang kecil, atau alasan menyakitkan lain yang mencaci : masih pagi sudah ngamen!

Nah, mengamen adalah profesi Julian. Bukankah wajar jika ia berangkat pagi untuk menjemput rezeki? Ia bahkan pulang larut malam agar uang yang dihasilkan bisa cukup untuk tambahan belanja ibu panti.

Julian akhirnya sampai kafe, ia menitipkan lamaran di bagian administrasi. Setelah itu ia masuk ke dalam perumahan terdekat untuk mencari peruntungan mengamen door to door lagi.

Lima belas menit di dalam perumahan, Julian menghasilkan uang dua ribu rupiah. Tapi ia tetap semangat mencari rumah yang pintunya terbuka, untuk dihibur dengan petikan gitar dan suara merdunya.

Melewati semak-semak yang memisahkan jalan perumahan, Julian dikejutkan suara teriakan seorang perempuan.

“Maling … tolong ada maling!” Lalu empat orang mendadak muncul dari arah belakang Julian, dan menyergapnya tanpa aba-aba.

“Maling kamu ya?” tanya pria bertato dengan nada geram. Pria itu menjepit leher Julian dari belakang.

“Bukan, Bang!” jawab Julian bingung. "Ada apa ini, Bang?"

“Mana ponsel yang kamu curi, heh? Ayo ngaku!” Satu orang meloloskan paksa tas punggung Julian dan memeriksanya. Mengambil ponsel butut Julian dan mengacak-acak isi tas tersebut. Gitar Julian dilempar serampangan tanpa kasihan.

“Maling mana ada yang mau ngaku! Udah gebukin aja biar kapok!” seru salah satu preman perumahan memprovokasi.

Dua orang berikutnya lalu menghajar Julian di bagian wajah dan perut. Julian tak sempat menjelaskan situasinya, bahwa ia datang ke perumahan itu hanya untuk mencari uang dengan mengamen. Ia bukan pencuri.

Namun, gitarnya yang menjadi saksi tidak mampu menolong. Benda kesayangan Julian itu bahkan sudah remuk karena diinjak-injak preman yang baru saja mengacak-acak tasnya.

Julian hanya bisa mengaduh sakit. Tubuhnya dipukuli tanpa jeda oleh empat pria. Ia tak sempat membela diri sedikitpun. Mereka baru berhenti main hakim sendiri setelah Julian ambruk dan nyaris kehilangan kesadaran.

Darah keluar dari hidung dan mulut Julian. Lebam mulai tampak di sejumlah kulit yang tidak tertutup pakaian. Julian sudah tampak sekarat dan akhirnya ditinggalkan di semak-semak.

“Waduh kebablasan kita, Bro! Mati itu nanti anak orang.”

“Aku lihat masih bernafas kok dia. Itu pelajaran buat para pencuri dengan modus mengamen!”

Julian hanya mendengar samar-samar suara obrolan yang semakin menjauh darinya. Tubuhnya tidak bisa bertahan terhadap rasa sakit, akhirnya ia pun pingsan.

Tiga puluh menit berikutnya, Julian mulai sadar. Kepalanya berdenyut nyeri, begitu juga dengan seluruh tubuhnya. Ia berusaha duduk dengan sisa tenaga. Pusing seketika melanda.

DING!!!

Julian memutar pandangan untuk mencari suara aneh yang asalnya entah darimana. “Siapa di sana?”

[Selamat siang, Tuan. Aku adalah Sistem Kekayaan Paranormal. Tuan terpilih menjadi tuan rumah sistem untuk periode sekarang. Apakah Tuan bersedia bergabung dan menyatu dengan sistem?]

Semak-semak tempat Julian pingsan cukup rimbun, dan suara robot yang berbicara padanya terasa sangat dekat. Julian bergumam lirih, “Jangan-jangan tempat ini angker dan berhantu!”

[Aku bukan hantu, Tuan! Aku adalah sistem pemandu kekayaan. Apakah Tuan bersedia bergabung dan menyatu dengan sistem sekarang?]

“Sistem kekayaan? Aku memang butuh uang tapi … arrrrgggg!” Julian memegang kepalanya yang mendadak sakit luar biasa seperti ditusuk seribu jarum.

[Sistem dalam proses penggabungan dengan tuan rumah ….]

[Loading 10%]

[Loading 50%]

[Loading 100%]

[Selamat! Tuan adalah pemilik Sistem Kekayaan Paranormal termuda untuk periode ini.]

“Paranormal termuda? Apa maksudmu? Aku tidak ingin jadi paranormal, dukun atau orang pintar! Cita-citaku ingin menjadi pengusaha sukses, jangan sembarangan bicara kamu! Hei setan, jin, demit … keluar dari tubuhku!” Julian memukul dada dan menjitak kepalanya sendiri dengan ekspresi keki.

[Aku adalah sistem pemandu, Tuan! Aku bukan setan, jin atau demit! Panggil saja aku Mbah Jambrong!]

“Mbah Jambrong? Sistem kok namanya kayak dukun santet!” gumam Julian. Ia langsung membayangkan seorang paranormal berwajah sangar, dengan kumis tebal seperti Pak Raden, berambut gondrong seperti Limbad.

***

Ajian Semar Mesem

“Bagaimana aku bisa percaya kalau kamu adalah sistem? Bisa saja kamu adalah jin jahat yang suka merasuki tubuh manusia dan mengaku sebagai sistem kekayaan!” Julian sesekali masih melihat sekitarnya, memastikan kalau suara robot yang berbicara padanya memang berasal dari kepalanya sendiri. “Lagian sistem yang aku dengar selalu bernama keren seperti John, Alex, Kings. Belum ada yang bernama dukun!”

[Terima kasih sudah bertanya. Semua sistem paranormal di negeri ini bernama depan ‘mbah’, Tuan! Baiklah, aku akan menunjukkan diri pada Tuan sekarang juga.]

DING!!!

Sebuah layar hologram berwarna biru muncul di depan wajah Julian. Ia berjingkat kaget dan nyaris saja memaki kasar. Seumur hidup, ia melihat teknologi seperti itu hanya di dalam film dan game.

>Sistem Kekayaan Paranormal<

[Status]

[Nama : Julian El Sandi]

[Umur : 18 Tahun]

[Level Paranormal : Bronze]

[Kekuatan : 16]

[Ketahanan : 12]

[Kepandaian : 20]

[Ketampanan : 67]

[Pesona : 38]

[Keberuntungan : 4]

[Kemampuan supranatural : -]

[Kemampuan khusus : -]

[Dana : -]

[Misi 1 : Belum dibuka]

[Hadiah : -]

[Hadiah misteri : -]

[Sistem pemandu : Mbah Jambrong]

“Apa ini? Kamu tau nama, umur, kekuatan … bahkan tingkat ketampananku yang ada di bawah rata-rata?” Julian bertanya bingung.

Julian meraba kepalanya yang sudah tidak merasakan pusing, lalu membersihkan darah mengering di sekitar hidung dan bibir dengan ujung lengan baju. Ia merasa aneh karena masih baik-baik saja setelah dipukuli empat pria.

[Status yang ada di layar biru menjelaskan kondisi Tuan saat ini. Poin dalam status akan berubah ketika Tuan berhasil menyelesaikan misi yang diberikan sistem. Tuan juga akan diberikan hadiah sejumlah uang dan kemampuan sebagai paranormal.]

“Apa tidak ada sistem kekayaan lain yang lebih cocok untukku, Mbah? Misalnya, sistem kekayaan penyanyi reggae atau sistem kekayaan pemain sepak bola terhebat? Setidaknya dua hal itu berhubungan dengan hobiku!”

[Sistem yang tersisa hanya aku untuk periode ini, jadi Tuan tidak bisa memilih. Tapi, Tuan tidak perlu khawatir, sistem akan menempatkan Tuan di posisi tertinggi. Tuan akan menjadi paranormal muda yang kaya raya dan dihormati. Sistem akan memandu Tuan meraih semua mimpi dan cita-cita, mengubah nasib tragis menjadi manis.]

Mendengar kata kaya raya sungguh membuat Julian merinding. Ia ingat Marsha dan mantan teman sekolahnya yang rata-rata borjuis, yang senang menghina dan merendahkan karena ia miskin.

Julian merapikan penampilannya yang berantakan, mengambil tas punggung dan memakainya. Gitar yang sudah tak berbentuk ditinggalkan begitu saja. Ia mulai berjalan keluar perumahan.

“Aarrrggg sial, mereka mengambil ponselku rupanya! Apa para preman perumahan itu sungguh mengira aku mencuri ponsel jadul yang lcd-nya sudah hitam sebagian?” gumam Julian geram. Ponselnya yang ketinggalan zaman dan hampir tak layak pakai malah hilang. “Jadi apa yang harus aku lakukan, Mbah? Ucapanmu barusan sangat menjanjikan, aku ingin segera membuktikannya!”

[Sistem akan memberikan misi setelah Tuan siap!]

“Sebentar … misi yang diberikan sistem bukan nyantet orang kan, Mbah?” tanya Julian curiga. Sistem yang dimilikinya berhubungan dengan kegiatan paranormal. Siapa yang tahu kalau ia sengaja dibentuk menjadi dukun ilmu hitam?

[Sistem diprogram untuk tidak memberikan misi buruk kepada tuan rumah seperti : mencuri, berjudi atau mencelakakan orang lain.]

Julian bernafas lega, “Baguslah, karena aku akan langsung menolak misi yang tidak menguntungkan dan tidak berperikemanusiaan. Aku memang miskin, tapi aku tidak sudi menjadi kaya dengan cara menyakiti orang lain!”

Sistem menjelaskan beberapa hal mengenai peningkatan poin status, tapi Julian tidak terlalu menyimak karena sibuk berpikir. Ia kehilangan gitar yang jadi sumber rezekinya, itu lebih buruk daripada kehilangan ponsel.

DING!!!

[Misi 1 : Menyelamatkan anak anjing yang jatuh ke dalam saluran air. Waktu untuk menyelesaikan misi : lima menit.]

Julian terkejut dengan suara seperti bel yang dipukul kencang di dalam kepalanya. “Apa ini misi pertama yang harus aku kerjakan?”

[Benar, Tuan! Sisa waktu 4 menit 39 detik.]

“Dimana anjing itu, Mbah? Saluran air? Maksudnya selokan apa empang?” tanya Julian sekali lagi untuk memastikan misinya. Ia kurang fokus dengan perintah yang disampaikan sistem.

[Benar, Tuan harus mencari anak anjing itu, target ada di dalam saluran air, bisa selokan, empang atau sungai! Sisa waktu 4 menit 8 detik.]

Julian kelabakan karena waktu terus berjalan, ia tak sempat menanyakan konsekuensi jika gagal menyelesaikan misi. Julian berlari menuju suara anjing yang mendengking rendah setelah memasang telinga baik-baik selama sepuluh detik.

Tanpa pikir panjang, Julian langsung turun ke dalam saluran air untuk menyelamatkan anak anjing yang butuh pertolongan. Beruntung saluran itu hanya mengalirkan sejumlah kecil air. Sehingga Julian hanya mengotori sepatunya saja.

Julian mengangkat anak anjing dan melepaskannya. Ia naik lagi ke jalan, lalu mengelap bekas basah dan kotor di tangannya dengan baju.

[Misi berhasil. Hadiah uang satu juta rupiah telah dikirim ke rekening Tuan.]

“Hah, serius? Cuma mengeluarkan anak anjing dari saluran air berhadiah satu juta? Tapi, bagaimana aku tau kalau kamu benar-benar memberiku uang dan tidak sedang bohong, Mbah?”

[Tuan bisa pergi ke bank atau mesin anjungan tunai mandiri karena tidak memiliki akses e-banking untuk memeriksa saldo dan transaksi.]

Julian berlari menuju lokasi ATM, ia mengeluarkan kartu dari dalam dompet bututnya dengan ekspresi tak sabar. Begitu melihat saldo bertambah satu juta, Julian langsung mengambil semua. Menyisakan saldo awal yang hanya seratus ribu rupiah.

“Yuhuiiii … aku bisa beli gitar baru!” seru Julian girang ketika keluar ATM. Ia benar-benar merasa dibangkitkan dari kematian.

DING!!!

Layar biru kembali tampil di depan wajah Julian.

>Sistem Kekayaan Paranormal<

[Status]

[Nama : Julian El Sandi]

[Umur : 18 Tahun]

[Level Paranormal : Bronze]

[Kekuatan : 19]

[Ketahanan : 14]

[Kepandaian : 22]

[Ketampanan : 68]

[Pesona : 40]

[Keberuntungan : 7]

[Kemampuan supranatural : 3]

[Kemampuan khusus : -]

[Dana : 1 juta]

[Misi 1 : Berhasil]

[Hadiah : Sejumlah uang dan penambahan poin]

[Hadiah misteri : Ajian Semar Mesem]

[Misa 2 : Belum tersedia]

[Sistem pemandu : Mbah Jambrong]

Setelah membaca sekilas, Julian mengernyitkan dahi. Ia merasa ada proses instalasi dalam tubuhnya. Mantra Semar Mesem kini sudah ada di dalam kepala, dan tubuhnya menjadi lebih ringan dari sebelumnya.

“Ajian Semar Mesem ini ilmu pelet pengasihan kan, Mbah?”

[Ajian Semar Mesem bisa memperbaiki aura daya tarik dan kharisma Tuan, bisa dipakai untuk memperbaiki hubungan relasi dan sosial, bisa digunakan dalam hal percintaan atau mencari jodoh, melunturkan pagar penghalang dengan lawan jenis dan lain sebagainya.]

Julian langsung teringat cinta pertamanya yang kandas dua minggu lalu. Ia lalu menggaruk rambutnya sambil berpikir.

Bagaimana jika aku uji cobakan mantra ini ke Marsha? Tapi … mendapatkan gadis dengan pelet pengasihan bukanlah cara yang biasa dipakai para gentleman! Hm, apa aku uji coba ke pacar Topan aja ya? Setelah berhasil langsung aku kembalikan....

[Sebaiknya Tuan tidak gegabah ketika menggunakan ajian yang diberikan sistem. Efek ajian bisa bersifat permanen, ajian bukan untuk main-main.]

“Ehm, Mbah Jambrong bisa baca pikiran saya?”

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!