"Jangan duduk di sini! Sofa ini sangat mahal tidak pantas ditempati orang rendah sepertimu," pekik Margareth, sang pemilik rumah.
Seorang lelaki berpenampilan sederhana dengan baju yang sedikit lusuh serta celana robek terpaksa mengurungkan niatnya dan kembali berdiri di antara tamu yang sedang menikmati hidangannya. Ia hanya menjadi penonton setia dan sesekali mengangguk dan menggeleng saat ditanya.
Dia adalah Yunan, suami dari Cassandra sekaligus menantu di keluarga Margareth. Karena terlahir dari wanita miskin dan juga dianggap pelakor, ia tak dihargai sedikitpun di rumah mertuanya. Bahkan, sering kali dijadikan pelayan ketika mengadakan pesta.
Seperti saat ini, Yunan tidak diperbolehkan duduk di antara tamu lainnya. Justru sebaliknya, ia ditugaskan sebagai pelayan yang harus mengantar makanan dan minuman sesuai pesanan.
Pun istrinya yang tak pernah membelanya, wanita cantik yang tak lain putri bungsu Margareth itu tak pernah memperdulikan nasib suaminya. Ia lebih mementingkan keluarga daripada pria yang menikah dengannya setahun yang lalu.
Mereka menikah karena sebuah kesalahpahaman. Malam itu Cassandra pingsan di sebuah kamar hotel, sedangkan Yunan menjaganya di sana. Disaat mereka akan keluar, justru para wartawan menangkap dan menyebarkan kebersamaannya di sosial media dengan berita-berita negatif.
Dianggap melakukan perbuatan asusila membuat keluarga Cassandra risih dan akhirnya menikahkan mereka untuk menutupi kabar yang beredar. Juga menjaga nama baik keluarga.
Bagi Cassandra, menikah dengan Yunan adalah petaka dalam hidupnya. Jangankan untuk melakukan hubungan suami istri, mendekat pun tak pernah. Mereka tidur berpisah, jika Cassandra tidur di kamar yang nyaman dan serba mewah, Yunan tidur di kamar sempit dengan alas kasur lantai. Mengenaskan, bukan?
Tapi itulah cinta. Yunan sangat mencintai Cassandra hingga ia masih setia menjadi budaknya. Merendahkan diri demi orang yang dicintai bukanlah hal yang memalukan baginya. Menganggap itu pengorbanan dan berharap suatu hari nanti akan mendapatkan kebahagiaan.
Harga diri, tentu itu tak lagi melintas dipikirkan. Dalam hidupnya hanya satu, berada di samping Cassandra, orang yang dicintai setelah ibunya, itu sudah cukup.
"Ngapain kamu berdiri di situ? Ke belakang sana!" bentak Margareth.
Yunan membungkuk ramah lalu meninggalkan tempat itu.
Cassandra melirik punggung sang suami yang mulai menjauh. Dadanya sudah meletup-letup menyimpan amarah yang dari tadi mengendap. Sungguh, ia malu memiliki suami seperti Yunan. Sudah miskin dan tak berpendidikan tinggi, jauh dari kata sempurna. Berbeda dengan suami dari saudara-saudaranya, bahkan semuanya memiliki jabatan penting di perusahaan. Aset-asetnya pun tak perlu diragukan lagi. Dua kakak iparnya pun dari keturunan kaya dan sederajat.
"Kasihan lo, Jeng. Yunan kelihatannya baik, kenapa disia-siakan," ucap salah satu tamu yang dari tadi merasa melihat sikap Margareth.
"Halah, dia itu hanya terlihat sok polos. Seandainya malam itu tidak terjadi, pasti __" Melirik sinis ke arah Cassandra yang tampak meneguk jusnya.
"Sudah, gak usah dibahas. Mendingan kita bahas arisan besok," timpal yang lainnya.
Cassandra bangkit dan pamit ke belakang. Telinganya benar-benar panas mendengar suara sang ibu yang terus menjelekkan suaminya dan menyinggung malam itu. Seakan terus dipojokkan dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi. Ia menyusul Yunan ke dapur lalu memerintahkan pria itu ke kamar.
Ini bukan pertama kali Yunan masuk ke kamar mewah sang istri, beberapa kali sempat menapakkan kakinya di sana. Bukan untuk bersenang-senang melepas hasrat, hanya merapikan dan mengambil baju kotor.
"Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah ke depan. Bukan hanya kamu yang malu, tapi aku." Cassandra menatap Yunan dengan tatapan kesal.
"Tadi ibu memanggilku, aku gak bisa mengabaikannya,'' jawab Yunan ragu.
"Tapi aku gak suka, kenapa sih kamu gak menceraikan aku saja, aku muak hidup denganmu," kata Cassandra ketus.
Yunan mendekat dan mengangkat dagu, mensejajarkan matanya dengan mata wanita yang memang menduduki relung hatinya tersebut. Tangannya mengulur hampir menyentuh, namun digenggam sebelum menggapai kulit, takut Cassandra marah.
"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu. Aku sudah berjanji pada ibu akan slalu menjagamu," ucap Yunan dengan tulus.
Cassandra memalingkan pandangannya ke arah lain. Bosan dengan ungkapan Yunan yang terus mengatakan itu setiap kali diajak bercerai. Seolah lelaki itu memang begitu berat meninggalkan tempat mewah itu dan juga dirinya.
"Terserah, pokoknya aku gak mau kamu mempermalukan aku lagi di depan umum." Melepas bajunya dan berjalan menuju kamar mandi. Memamerkan lekuk tubuhnya yang sangat seksi.
Hampir saja membuka pintu, ponsel Yunan berdering. Pria itu mengambilnya dari saku celana dan menempelkan benda pipihnya di telinga setelah melihat nama yang berkelip.
"Iya, Ibu. Ada apa?" tanya Yunan sembari menyusuri anak tangga.
"Sudah lama kamu gak datang ke rumah. Pulanglah, ibu merindukanmu," ucap seorang perempuan dengan suara bergetar.
"Baik, Ibu. Nanti sore Yunan akan pulang. Ibu mau dibeliin apa?" tanya Yunan lagi sembari terus melangkahkan kakinya ke arah taman.
"Gak usah beli apa-apa, kamu ajak saja Cassandra ke sini, ibu merindukan dia."
Yunan memejamkan mata. Beberapa kali sang ibu memang menginginkan itu, tapi tak pernah terkabul. Akan tetapi, untuk saat ini ia akan mencoba untuk membujuk sang istri dan berharap mau memenuhi permintaan ibunya. Ya walaupun… kemungkinannya sangat kecil.
"Baik, Ibu. Tapi kalau Cassandra gak bisa gimana, akhir-akhir ini dia sangat sibuk?" ucap Yunan antisipasi.
"Gak pa-pa. Yang penting kamu sudah mencoba. Salam saja. Katakan ibu merindukannya."
Sambungan terputus. Yunan terpaksa kembali ke kamar Casandra untuk mengatakan permintaan ibunya. Ia masuk ke kamar sang istri tanpa mengetuk pintu dan mendekati pintu kamar mandi. Tidak ada suara gemericik air, itu artinya sudah tidak ada ritual mandi.
Benar saja, tak lama berdiri di sana, pintu dibuka dari dalam. Cassandra keluar hanya memakai handuk yang menutupi dada hingga paha.
"Tadi ibu telepon, dia ingin kamu ikut pulang," ucap Yunan tanpa basa-basi.
"Gak bisa, nanti aku ada pertemuan dengan fotografer untuk membahas pemotretan minggu depan," jawab Cassandra datar.
Melintasi tubuh tegap tinggi Yunan begitu saja tanpa menatapnya. Membuka lemari dan mengambil baju yang lebih anggun dan seksi. Tak segan memakainya di depan Yunan. Tentu saja, membuat pria itu bergairah namun hanya bisa menahan.
"Jangan mimpi kamu bisa tidur denganku." Kembali memperingatkan Yunan yang beberapa kali pernah meminta jatah.
"Baiklah, nanti aku akan mengantarmu. Setelah itu aku ke rumah ibu," jawab Yunan akhirnya.
Ia memilih langsung pergi daripada harus menikmati pemandangan yang tak bisa ia miliki seutuhnya. Meski statusnya sebagai suami, namun ia tak bisa meminta hak mengingat kebencian sang istri.
Sekarang aku memang belum bisa memilikimu, tapi suatu saat nanti aku akan membuatmu jatuh cinta padaku.
Mobil melesat membelah jalanan yang masih sangat ramai. Suasana sore pun tak menyurutkan kendaraan berlalu lalang dengan tujuan yang berbeda. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan. Jika Yunan sibuk dengan setirnya, Cassandra lebih fokus dengan benda pipihnya. Beberapa kali wanita itu terlihat tersenyum penuh rona bahagia.
"Nanti pulangnya jam berapa?" tanya Yunan memecahkan keheningan.
"Belum tahu, nanti aku telepon," jawab Cassandra singkat tanpa menatap.
Dulu, Casandra adalah gadis periang dan ramah. Setelah menikah, ia berubah drastis. Sikapnya lembutnya hilang ditelan bumi, kini yang ada hanyalah Cassandra yang angkuh dan dingin. Sering marah-marah tanpa sebab, juga lebih banyak diam.
"Katakan pada ibumu, sampai kapanpun aku gak akan datang ke rumahmu," suruh Cassandra serius.
Yunan tak menjawab. Ia tidak akan pernah mengatakan apa yang dikatakan Cassandra. Karena itu pasti sangat menyakiti hati sang ibu yang berharap penuh kedatangannya. Mungkin berbohong demi kebaikan adalah jalan terbaik.
Mobil berhenti di depan sebuah perusahaan kosmetik, dimana itu adalah tempat Casandra bekerja. Selain sebagai model, ia juga di endorse beberapa perusahaan untuk menjadi bintang iklan. Salah satunya milik Louis. Orang ternama yang banyak dikagumi seantero jagad raya.
"Jangan terlalu intim saat foto dengan model laki-laki. Aku gak mau istriku terlalu banyak bersentuhan. Itu akan mengundang syahwat," ucap Yunan mengingatkan.
Tak dicintai dan tak dianggap bukan berarti membuat Yunan diam saja. Ia selalu mengingatkan sang istri untuk tetap menjaga diri dan kehormatan. Melarangnya melakukan hal-hal di luar batas antara wanita dan pria yang bukan mahram. Mengajarkan tentang norma-norma agama yang dianut. Bukankah itu memang tugas orang suami?
"Aku sudah tahu, ngapain diingatkan lagi," jawab Cassandra sembari membuka pintu.
Yunan terkekeh. Setidaknya ucapannya masih didengarkan. Ia kembali melajukan mobilnya menuju toko kue. Meski tak meminta apapun, tetap saja akan membelikan oleh-oleh untuk ibunya.
Yunan memang tidak bekerja, ia hanya menjual baju gamis online dan mendapatkan uang dari keuntungan. Sedikit demi sedikit menabungnya dan rencana akan dibelikan rumah untuk tempat tinggal sang istri dan ibunya. Sebagai seorang anak lelaki dan suami, ia sangat memperhatikan kedua wanita yang disayanginya. Sedikitpun tidak ingin menyakiti mereka berdua. Berharap bisa memberikan tempat nyaman seperti impiannya.
"Oh, itu yang katanya numpang hidup sama mertua," ucap salah satu warga saat melihat Yunan turun dari mobil sambil membawa kue.
"Iya, mungkin pernikahan itu memang jebakan. Mana mungkin model cantik dan kaya mau menikah dengan laki-laki miskin dan pengangguran, lihat saja penampilannya," timpal yang lainnya.
Yunan menurunkan pandangannya. Mengabsen t-shirt dan juga celana yang dipakainya lalu tersenyum. Lumayan, hanya saja celananya robek di bagian lutut memang menjadi ciri khas sejak menjadi asisten hingga sekarang ini.
Kedatangan Yunan disambut hangat wanita tua yang sedang sibuk menyapu. Seperti biasa, setiap sore Bu Layin pasti mengumpulkan rontokan daun yang bertebaran. Bersih-bersih sudah menjadi aktivitas hariannya setelah pulang dari pasar. Malam hari harus menata sayuran untuk dibawa besok lagi ke pasar, itulah setiap hari yang dilakukannya.
Hidup miskin bukan berarti tak bahagia, justru wanita itu terlihat sangat damai berada di rumah sederhana yang penuh dengan kenangan itu. Lupa akan segala masalah yang pernah membelit. Kini di kehidupannya hanya ada dia dan Yunan, tanpa siapapun.
"Pasti Casandra ada pemotretan," tebak Bu Layin menggiring Yunan menuju teras.
"Katanya baru membicarakan tentang pemotretan, Bu. Maaf ya, aku gak bisa mengajak dia," jawab Yunan merasa bersalah.
"Tidak apa, lagipula bisa lain waktu," jawabnya santai.
Yunan membuka kotak kue yang dibawa. Ia pun memotong dan menyuapi sang ibu. Meski sudah dewasa dan beristri, tak mengurangi rasa sayang pada wanita yang melahirkan dan membesarkannya tersebut. Ia juga tak lupa sering memberikan sebagian uangnya dan menyuruhnya berhenti berjualan. Sayang, bu Layin tetap keukeuh berdagang dengan alasan mengecewakan pelanggan.
"Sudah satu tahun kamu menikah. Apa Cassandra belum ada tanda tanda hamil?" tanya Bu Layin serius.
Yunan menggeleng diiringi dengan senyuman. Sepertinya harapan itu masih gamang. Mana mungkin bisa hamil, sementara mereka belum pernah bersetubuh. Berciuman pun ia harus mencuri saat Casandra tidur. Selain itu, zonk.
"Ibu punya jamu herbal. Dulu setelah menikah ibu sering minum dan akhirnya hamil. Bukan berharap penuh, hanya ikhtiar saja." Wanita yang memakai gamis hitam dengan hijab senada itu masuk, diikuti Yunan dari belakang.
Bu Layin mengambil botol kecil yang berisi ramuan khas dari dedaunan yang dibuat sendiri. Ia meletakkan di depan Yunan dan menjelaskan fungsi-fungsinya. Memberi tahu saat yang tepat untuk meminumnya.
"Pastinya harus disertai doa dan usaha," ucapnya terkekeh.
Yunan bingung harus menyikapi bagaimana. Keinginan itu seolah mustahil terjadi. Namun, ia juga tak ingin mengecewakan sang ibu dengan kenyataan yang ada. Hingga mengangguk adalah jawabannya.
Sudah hampir tiga jam Yunan berada di rumah Bu Layin. Ia hanya melepas rindu pada wanita tua itu. Tidak banyak yang ia ceritakan, hanya beberapa kali mengisahkan tentang perjalanannya selama berdagang baju gamis. Sekalipun tak menyinggung tentang rumah tangga ataupun mertuanya.
''Suaminya menjual baju gamis, tapi istrinya masih suka memakai baju baju seksi, kamu gak malu?'' cibir bu Layin lantang.
''Aku gak pernah malu mempunyai istri seperti dia, Bu. Semua butuh proses, mungkin saat ini Allah belum membuka hatinya. Tapi suatu saat nanti dia akan berubah. Dia akan menutup auratnya seperti Ibu,'' terang Yunan meyakinkan.
Beberapa kali ia memang sempat menyuruh Cassandra untuk mengubah penampilan, namun permintaannya tak pernah digubris. Menganggap orang-orang yang memakai baju tertutup itu kuno dan kurang gaul. Sedangkan model, harus terlihat modis dan menarik.
Suara ketukan pintu membuyarkan percakapan antara Yunan dan ibunya. Ia bergegas ke depan untuk melihat tamu yang datang, sementara bu Layin menyiapkan makanan di meja makan belakang.
''Ternyata ada mas Yunan,'' sapa seorang gadis cantik dengan ramah.
''Iya, kamu apa kabar, Cit?'' tanya Yunan balik.
"Alhamdulillah baik," jawabnya malu-malu.
''Ternyata Bu Bidan yang datang, Bu Layin ikut ke depan saat mendengar suara yang sangat familiar. Lalu, ia menyuruh sang tamu masuk ke dalam.''
Citra adalah anak pak lurah kampung setempat. Gadis cantik yang berprofesi menjadi bidan itu sangat baik dan sering mengunjungi bu Layin. Sebagai bentuk kepedulian pada setiap warga, ia juga sering memberikan pengobatan gratis.
Seperti saat ini, Citra berkeliling kampung hendak memeriksa lansia. Karena melihat mobil di depan rumah Bu Layin, ia sengaja mampir karena sudah tahu siapa pemiliknya. Apalagi, ia dan Yunan memang sempat dijodoh-jodohkan oleh teman-temannya. Sayang sekali, Yunan memilih menikah dnegan Cassandra, wanita kota yang lebih cantik darinya.
Berulang kali Cassandra berdecak kesal sembari melihat jam yang melingkar di tangannya. Sesekali menoleh ke arah luar halaman yang tentu saja ramai oleh pekerja perusahaan. Meneguk minumannya yang hampir habis dan meminta lagi untuk mengurai rasa kantuk.
"Belum pulang juga, Ndra. Suamimu ke mana?" tanya Ibra, salah satu model partner kerja Cassandra.
"Gak tahu, mungkin saja masih di rumah ibunya. Biasa, dia itu memang gak peka. Sudah tahu istrinya kerja, masih saja ditinggal kelayapan," jawab Cassandra kaku.
Ibra mendekat dan duduk di sofa yang sama. Dalam tingkah apapun, wanita itu memang tetap cantik dan memikat, tentu saja banyak pria yang menyukainya. Namun, mereka hanya bisa berandai-andai untuk memiliki karena sampai kapanpun tidak akan bisa.
Cassandra bukanlah wanita sembarangan dan gampangan. Meski banyak yang tahu bahwa wanita itu tidak mencintai Yunan, akan tetapi hatinya sekeras batu dan tidak pernah tertarik pada siapapun. Kecuali pada Louis. Entah perasaan apa yang mereka miliki, namun keduanya sangat dekat seolah ada sesuatu yang spesial.
"Mau aku anter?" tawar Ibra menggantung kunci mobilnya.
''Gak usah, sebentar lagi Yunan juga sampai.'' Menggeser duduknya sedikit menjauh. Menjaga jarak seperti ucapan sang suami. Ia pun risih dengan kehadiran pria-pria yang berusaha dekat dengannya. Hubungannya dengan mereka hanya sebatas pekerjaan, tak lebih.
''Kalau begitu pulang denganku, mau?'' tawar lagi seseorang dari arah pintu.
Ibra dan Cassandra menoleh ke arah sumber suara. Mereka berdua tersenyum melihat seseorang yang tak asing tengah berdiri di sana.
''Louis, nggak salah kamu mau nganterin aku?'' tanya Cassandra memastikan.
Pria yang yang berpenampilan layaknya bos besar itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Menghadap lurus pada Cassandra yang masih bergeming di tempatnya.
''Gak lah, bukankah rumah kita searah? Ini sudah terlalu malam, mungkin suamimu lupa menjemput,'' ucapnya lagi.
Cassandra terdiam memikirkan langkah selanjutnya. Sudah hampir jam sembilan malam. Ia pun sudah sangat lelah dan ingin segera istirahat di rumah, akan tetapi Yunan belum juga datang menjemputnya. Jika ada yang menawarkan untuk mengantar, kenapa tidak?
Apa mungkin dia tidur di rumah ibunya?
Mencangklong tas mewahnya. Menghampiri Louis yang masih berdiri menunggu jawaban darinya.
''Baiklah, aku akan pulang dengan kamu,'' ucapnya memutuskan. Melangkah ke depan lebih dulu diikuti pria tampan yang tak lain adalah pemilik perusahaan ia bekerja.
Baru saja tiba di parkiran, Yunan datang. Pria itu turun dari mobil yang beberapa saat mendarat lalu mendekati sang istri.
''Maaf, tadi aku ketiduran,'' ucapnya merasa bersalah.
Cassandra tak menjawab, ia hanya pamit pada Louis lalu masuk mobil di bagian depan, menggerutu kecil mengingat waktunya yang terbuang sia-sia hanya untuk menunggu suaminya.
''Kamu tahu, aku paling gak suka menunggu, 'kan? Kalau gak bisa jemput bilang saja,'' omel Cassandra saat mobil mulai melaju membelah kegelapan.
Tidak ada jawaban, Yunan hanya tersenyum kecil dan menoleh ke arah Cassandra yang tampak kesal. Percuma saja membantah, itu hanya akan menimbulkan perdebatan. Memilih mengalah demi ketentraman rumah tangganya.
''Tadi ibu membuat jamu untuk kamu. Katanya disuruh minum sebelum tidur.'' Menunjuk botol yang ada di dashboard.
Mengalihkan pembicaraan, berharap Cassandra lupa dengan kekesalannya. Dengan begitu, suasana hatinya akan kembali melunak dan lupa tentang masalah yang tadi.
''Gak mau, lagipula aku sehat-sehat saja, ngapain minum jamu?" tolak Cassandra keras.
Yunan memasukan mobilnya ke sebuah restoran mewah yang ada di pusat kota. Tentu saja itu membuat Cassandra bingung plus jengkel. Untuk apa ke sana, sedangkan ia sudah terlalu ngantuk dan ingin tidur.
''Ngapain kita ke sini?'' pekik Cassandra.
Yunan membuka seatbelt tanpa menjawab lalu membuka pintu mobil dan turun. Memutari mobil dan membukakan pintu untuk istri tercinta yang masih tampak kebingungan. Sejak menikah, mereka memang sering keluar hanya sebatas mengantar bekerja atau membeli baju, bukan bersenang-senang dan menghabiskan waktu di luar.
''Sebagai permintaan maafku, malam ini aku traktir kamu,'' ucap Yunan mengulurkan tangannya.
Cassandra menatap gerak-gerik suaminya yang sangat mencurigakan. Seakan tak percaya dengan ajakannya. Mampukah ia membayar makan di dalam yang serba mahal itu?
''Punya uang berapa?'' tanya Cassandra tegas, takut Yunan mempermalukannya dan tak bisa membayar makanan yang dipesan.
''Alhamdulillah, berapapun itu harus disyukuri, yuk!" ajaknya memaksa.
Cassandra pun ikut turun dan masuk ke dalam. Ia memilih meja di bagian pinggir. Selain risih dengan pengunjung yang lain, ia juga ingin menikmati pemandangan luar dari jendela kaca di sampingnya.
Setelah membuka buku menu, ia memesan makanan termahal di restoran itu, bahkan per porsi harganya mencapai jutaan rupiah. Ingin membuktikan sejauh mana Yunan berkorban untuknya.
''Itu saja, gak mau pesan yang lain?'' tanya Yunan memastikan.
Cassandra menggeleng. Sebenarnya ia masih bingung, padahal Yunan sudah melihat harga makanan yang ia pesan, namun pria itu sedikitpun tak merasa terkejut, bahkan cenderung santai.
''Oh iya, kamu dapat salam dari ibu. Katanya gak boleh telat makan. Gak boleh tidur terlalu malam. Juga harus istirahat yang cukup. Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan.'' Yunan mengucapkan rentetan pesan bu Layin sebelum ia pulang.
Terkadang Cassandra tersentuh saat mendengar titipan salam dari sang mertua yang begitu perhatian padanya melebihi anak sendiri. Padahal, Margareth pun tak pernah menanyakan kabarnya atau sekedar menelpon saat di luar rumah. Sungguh, itu seperti bentuk kasih sayang dari seorang ibu untuk putrinya.
Sejak menikah hingga sekarang mereka memang hanya sekali bertemu, namun bu Layin langsung terpikat oleh pesona sang menantu, selepas itu ia hanya bisa mendengar kabarnya dari Yunan. Jangankan berbicara, bertemu pun tak pernah. Seolah mereka putus hubungan begitu saja. Sebagai seorang suami dan anak, Yunan selalu menyambung tali di antara keduanya. Selalu berbicara positif dan tidak menjelekkan di antara mereka.
Makanan yang dipesan datang. Mereka segera melahap tanpa berbicara, sesekali Yunan melirik ke arah sang istri yang tampak menyukai makanannya. Pemandangan yang menurutnya sangat indah.
Aku memang belum bisa memenuhi semua permintaanmu, tapi aku janji akan menjadi suami yang baik.
Menyuap makanannya di dalam mulut sambil berpikir keras untuk bisa lebih membahagiakan sang istri, dengan ataupun tanpa harta. Bukankah masih banyak cara untuk berbahagia?
Waitress datang dan memberikan bill pembayaran. Bukan Yunan, melainkan Cassandra yang menerimanya. Lalu membuka tas dan mengambil kartu berwarna hitam dari sana.
''Biar aku yang bayar.'' Yunan mengambil alih kertas putih itu. Melihat jumlah yang harus dibayar lalu merogoh dompet dari saku celana dan membayar dengan uang tunai.
''Kembaliannya gak usah.'' Memberikan uangnya pada waitress.
Tidak ada yang aneh. Sudah sewajarnya seorang suami yang membayar, namun membuat Cassandra semakin curiga dengan sosok suaminya. Bukankah dia pria miskin yang tak punya apa-apa? Tapi kenapa memiliki banyak uang, bahkan ia bisa melihat ada beberapa kartu ATM di dompetnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!