Suatu pagi di Kampus Biru. Beberapa anak perempuan tengah berkumpul. Salah satunya adalah Janeta, mahasiswi sok cantik namun sombong dan bossy.
"Ingat! Kalau si Ara muncul. Dorong pot bunga ini dari atas. Dia pasti kojor!" terang Janeta dengan mata penuh cahaya kejahatan.
Dea dan sisi ikut tersenyum licik. Hanya Upik yang masih ragu.
"Apa rencana itu gak kelewatan? Bagaimana kalau Ara pingsan? Kalau mati?"
Janeta, Sisi dan Dea saling pandang. Lalu tertawa terbahak.
"Halah! Cemen lo, Pik. Pokoknya, elo yang dorong pot kembang itu ya!"
Upik sebenarnya kurang suka bergaul dengan geng Janeta. Dia seperti ratu iblis meski selalu tampil cantik. Upik sendiri merasa seperti pelayan yang selalu dipaksa melakukan hal jelek.
"Ssstt, tuh si Ara sudah dateng. Siap-siap, Pik. Gue sama yang laen mo turun!"
"Dadah Upik Abu. Jalankan tugas lo dengan baek ya!" ledek Sisi diikuti tawa Dea.
Deg ... deg ... deg ...
Dada Upik bergemuruh. Dilihatnya Ara mulai berjalan memasuki gerbang. Sepuluh detik lagi akan sampai tepat dibawahnya. Dea pun mulai menghitung.
Satu ... dua ... tiga ....
Ara berjalan pelan menuju ke gedung kampus. Penampilannya gak oke bener dengan rambut keriting terurai seperti macan baru bangun tidur. Kacamata tebal menghiasi wajahnya yang sedikit kumal. Hampir semalaman dia gak bisa tidur karena mengerjakan tugas.
Diantara mahasiswi yang lain, penampilannya nomor satu, tapi dari belakang! Alias docir wkwkwk
Empat ... lima ... enam ...
Upik terus menghitung, tangannya mulai gemetar.
Aaakh! Map yang dipegang Ara jatuh. Membuat langkahnya terhenti dan mengambil map itu.
Dari jauh, seorang mahasiswa tampan baru saja tiba dengan sepeda motor besar. Mirip seperti pembalap yang kemarin tampil di sirkuit Mandalika.
Beberapa mahasiswi memperhatikannya sambil berbisik. Tentu saja mereka terpesona dengan ketampanan mahasiswa itu.
"Itu kan Ken. Cowok paling tampan di kampus!"
"Haduh! Kayaknya gue mau pingsan, deh. Dia melihatku terus."
Namun, pandangan mahasiswa tampan bernama Ken itu hanya tertuju pada sesuatu. Dia melihat ada yang salah. Seorang mahasiswi tengah berdiri diatas gedung sambil memegang pot kembang.
Tepat di bawah gedung, Ara sedang berdiri karena mapnya terjatuh. Aduh! Kenapa ya map itu kayak sengaja menjatuhkan diri. Bukannya belain tuannya malah ikut menjebak! Huuft.
Sepuluh!
"Maaf ya, Ra. Gue cuman Upik Abu," bisik Upik dengan suara gemetar. Diapun langsung mendorong pot kembang didepannya sambil memejamkan mata.
Tuiiiiing ....
Pot kembang itu langsung terjun bebas ke arah Ara. Kasihan bener ya Ara. Minimal kepalanya pasti benjol tuh!
Janeta and gengs sudah berada di sudut yang tepat untuk melihat kejadian mengerikan itu. Tentu saja bukannya merasa kasian.
Namun skenario Janeta tidak berjalan lancar. Pot kembang itu tidak jatuh sesuai sasaran.
Ternyata, Ken muncul dan mendorong Ara sehingga terlempar menjauh dari tempat itu.
Ara sangat terkejut. Dia tersadar sudah berada di dalam pelukan seorang cowok tampan.
"Ke-ken?"
La iyalah dia ken, Araaa! Lo cepet sadar deh, sebelum adegan itu berakhir dalam sekejap mata!
"Kamu gak kenapa-napa?" tanya Ken yang langsung berdiri dan mengulurkan tangan.
Ara sedikit ragu menerima uluran tangan dari cowok seganteng Ken. Mungkin saja dia hanya ingin menjebaknya.
Anak-anak lain juga memerhatikan ke arah mereka. Berharap Ken tidak benar-benar membantu cewek cupu seperti Ara.
"Jangan! Jangan tolong dia, Ken."
Janeta juga berharap Ken gak menolong Ara. Hatinya akan hancur jika seperti itu.
Ara masih menatap Ken lekat. Dia melihat ketulusan di mata cowok ganteng itu.
"Ken, apa benar lo mau menolong gue? Seorang gadis cupu yang bukan siapa-siapa?" tanya Ara dengan suara gemetar.
*****
"Tidak, Ken! Jangan tolong gadis kampung itu!"
Janeta melihat Ara dengan geram. Dia hampir saja mendekati Ara dan menamparnya agar sadar siapa dirinya.
"Jangan kesana, Net. Terlalu banyak orang!" ujar Sisi mengingatkan.
"Kenapa jadi seperti ini? Dasar Upik Abu. Kemana sih tuh anak?!"
Dea malah menyalahkan Upik yang menghilang entah kemana.
Sebenarnya, Upik bersembunyi di tangga karena saking ketakutan. Mengira kalau Ara terluka karena perbuatannya.
"Kamu lagi ngapain disini?"
Upik sangat terkejut ketika melihat Andre, asisten dosen sudah berdiri didepannya.
"Eeeh ti-tidak kenapa-napa kok, Pak. Saya lagi nyari inspirasi aja disini!"
Upik langsung kabur sebelum Andre banyak bertanya.
Andre memang sengaja ingin ke atas gedung. Dia melihat kejadian jatuhnya pot kembang yang hampir menimpa Ara. Dia mengira kalau ada seseorang yang mendorong pot bunga itu hingga terjatuh.
"Jangan-jangan .... akh! Mana mungkin Upik yang melakukannya!"
Andre membuang pikiran itu jauh-jauh. Mana mungkin Upik melakukan perbuatan jahat itu? Dia melihat Upik hanyalah gadis polos.
*****
"Bangunlah! Apa mau gue gendong?" tanya Ken setelah Ara lama tak merespon.
Ara melotot. Mengira kalau Ken hanya menggodanya saja.
"Gue bisa bangun sendiri kok!"
Ara mencoba bangun.
"Aduuh!" teriaknya.
Ternyata, kakinya terkena serpihan pot kembang dan mengeluarkan darah.
"Da-darah?"
Ara gemetaran. Dia memang sangat takut dengan darah. Kejadian menakutkan membuatnya trauma. Sebuah kecelakaan mobil yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
Tiba-tiba, Ken berjongkok dan langsung menggendong Ara. Dia tidak tega melihat Ara ketakutan.
Terdengar suara riuh. Sebagian melihat dengan takjup, sebagian lagi menatap penuh nyinyir. Apalagi Janeta yang benar-benar naik darah.
"Kurang ajar, Si Ara! Kenapa dia yang mendapatkan perhatian Ken?"
"Biar nanti gue kasih pelajaran si ara itu, Net!"
Dea ikut tersulut esmosi.
Ken membawa Ara ke ruang kesehatan dan membaringkannya di ranjang. Jelas Ara semakin salting. Perlakuan Ken sangat tidak masuk akal.
Ken mencari perlengkapan kesehatan di dalam lemari. Sementara Ara masih memandanginya dengan kebingungan.
Biasanya Ken selalu cuek dengan siapapun. Entah kenapa saat ini dia sangat perhatian kepada Ara? Apa dia lagi kesambet jin?
"Obatnya sedikit perih tapi nanti juga hilang!"
Ken membubuhkan obat merah di kaki Ara yang terluka. Dia kelihatan sangat mahir melakukan pengobatan. Itu karena dia kuliah di jurusan kedokteran.
"Makasih ya, Ken. Gue pengen tahu kenapa elo mau bantuin gue? Gue kan bukan siapa-siapa? Nama gue juga elo pasti gak tau, kan?"
Ken cuma diam. Dia masih serius mengobati kaki Ara.
"Seharusnya elo hati-hati. Musibah itu bisa terjadi kapan aja!"
Ken malah ngasih nasihat. Ara jadi tambah bingung dengan sikapnya.
Sebenarnya, Ken memang gak tau nama gadis didepannya. Tapi dia sering melihatnya di bully. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Dia melihat gadis itu tidak pernah marah. Mungkin itu yang membuat Ken menyukainya.
Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam ruangan. Dia adalah Andre. Asisten dosen yang juga teman kakaknya Ara.
"Ara! Apa kamu baik-baik aja?" tanya Andre penuh kecemasan.
"Eeeh! Kak Andre eee, maksud saya Pak Asdos. Saya udah baikan, kok. Ken sudah mengobati luka saya!"
Ken masih diam saja. Dia mulai memakaikan perban di kaki Ara. Dia baru tahu kalau gadis yang sedang diobatinya bernama Ara.
"Oh, makasih ya, Ken. Aku sudah memeriksa ke atas. Sepertinya ada seseorang yang mendorong pot bunga sehingga terjatuh. Tapi, aku malah menemukan Upik disana. Apa mungkin dia yang mendorong pot bunga itu?"
Ken hanya mengangguk namun mendengarkan pembicaraan mereka.
"Upik? Aah, mana mungkin dia melakukan hal bodoh itu. Mungkin jatuh sendiri pot bunganya. Lagi pula, saya gak kenapa-napa kok!"
"Sebaiknya kamu pulang saja, Ra. Nanti aku akan memberitahu dosenmu," ucap Andre yang masih khawatir.
"Gak, Pak. Saya udah enakan kok! Saya harus tetap kuliah!"
Ara turun dari ranjang. Namun tubuhnya sedikit terhuyung. Andre akan membantunya tapi Ken sudah lebih dahulu menopang tubuh Ara.
"Biar aku yang membawa Ara ke ruang kampusnya. Apa perlu aku gendong lagi?"
"Ken???"
Ara benar-benar merasa aneh dengan sikap Ken yang sangat peduli padanya. Ara suka sih, tapi aakh mungkin semuanya cuma mimpi!
*****
"Elo bodoh banget sih, Pik. Cuma dorong pot kembang aja ga bisa!"
Janet keluar tanduknya begitu bertemu dengan Upik.
"Sudah gue dorong, Kok. Tapi itu kan ada Ken yang nolong Ara."
Upik gak mau disalahin.
"Aakh! Sudah sana cari cara agar Ken menjauh dari Si Ara. Pokoknya gue gak mau tau, ya!"
Upik berubah pucat. Sudah lama dia gak tahan satu geng dengan Janet. Upik berharap bisa mendapat banyak teman karena Janet populer. Ternyata dia cuman menjadi pelayannya saja.
*****
Ara bersedia menerima pertolongan Ken yang membantunya ke dalam ruang belajar. Cuma dia gak mau digendong. Itu saja ribuan pasang mata seperti siap menusuknya dengan pedang.
Semua terkejut begitu Ara masuk ke ruangan sambil dipegangin Ken. Begitu juga Janet dan gengnya. Mereka melotot seakan ingin mengubur Ara hidup-hidup.
"Kalo udah selesai kuliah nanti gue kesini lagi. Kita pulang sama-sama!" pesan Ken sebelum pergi.
"Ken!"
Janet langsung menghampiri Ken yang sudah sampai di depan pintu.
"Nanti malam kita nonton, yuk!"
Janet memang dekat dengan Ken sejak kecil. Keluarga mereka juga dekat karena hubungan bisnis.
"Maaf, Net. Gue sudah ada janji!"
"Apa janji dengan Om dan Tante? Gue ikut, ya. Mereka pasti suka melihat gue," ujar Janet kepedean.
"Gue juga mau nonton sama Ara. Iya kan, Ra?"
Ara gelagapan. Kapan Ken mengajaknya nonton film?
"Oooh, iyaa!"
Akhirnya, Ara ikut berbohong. Sepertinya Ken mencari alasan agar gak pergi dengan Janet.
Janet kelihatan sangat kesal. Sepanjang kuliah dia terus memelototi Ara. Mencari cara agar dia gak jadi nonton sama Ken.
"Emangnya Si Ara sama Ken beneran mau nonton, Net?"
"Iya, Net. Masa elo kalah sih sama anak cupu itu!"
Sisi dan Dea terus ngomporin Janet. Upik gak berani ngomong apa-apa. Takut nanti dia lagi yang jadi kambing hitam.
"Tenang aja. Nanti gue akan cari cara agar mereka ga jadi nonton!" jawab Janet dengan muka ratu iblisnya.
*****
Seperti janjinya, Ken muncul setelah kuliah selesai. Tapi Janet gak bisa tinggal diam.
"Heh, Ra! Gue pesen gado-gado nenek loh. Anterin ke rumah gue jam delapan ya!"
Ara terkejut. Gak biasanya Janet memesan gado-gado neneknya. Dia kan sukanya makan-makan fastfood.
"Biasanya jam segitu udah habis kan Net!"
"Aah masa bodo! Pokoknya anterin gado-gadonya ke rumah gue. Nih duitnya!"
Janet melemparkan selembar uang seratus ribuan ke atas meja Ara.
"Kalo ada sisa ambil aja. Itung-itung ongkos loh nanti!"
Janet langsung ngeluyur pergi bersama gengnya. Terakhir Upik yang selalu menunduk dan gak berani menatap wajah Ara. Bahkan dia hampir saja menabrak tembok.
Ara terpaksa mengambil uang yang diberikan Janet. Lagi pula, Ken juga gak serius mengajaknya nonton.
Sikap Ken biasa aja setelah tahu nenek Ara menjual gado-gado.
"Elo bisa kan naik motor?"
"Gue naik bis aja, Ken. Ga apa-apa kok. Nih, gue udah bisa jalan kayak semula!"
Ara cepat bangkit dari duduknya dan jalan mondar mandir agar Ken percaya.
"Gue kan harus tahu rumah lo. Nanti malam gue jemput, kan kita mau nonton!"
Ara tertegun. Ternyata Ken serius mengajaknya nonton!
"Elo serius, Ken?"
"Tentu aja gue serius. Nih! Gue udah pesan lewat aplikasi!"
Ken memperlihatkan aplikasi pemesanan tiket bioskop dari hapenya.
"Kalo gue gak bisa gimana? Lo kan tahu Janet mesen gado-gado nenek gue!"
Ken tertawa kecil kemudian mengusap kepala Ara sampai rambutnya berantakan.
"Elo itu naif bener sih! Pesen saja ojek online dan suruh nganterin ke rumah Janet. Gampang kan?"
Ara terdiam. Aakh! Kenapa dia baru sadar sekarang?
Satu masalah sudah terselesaikan. Kini, Ara sudah berada di belakang motor Ken dan memeluknya kencang.
Ara gak tau apa yang menantinya hari esok. Dia hanya tahu, semoga mimpinya bersama Ken gak akan berakhir!
*****
Malam pun tiba. Hampir jam delapan malam. Ara bingung harus memakai baju apa. Dia gak pernah pergi nonton apalagi dengan cowok setampan Ken.
"Kenapa, Neng? Kok kayak orang bingung gitu?"
Nek Miah gak bisa diam saja melihat cucunya seperti ayam kehilangan anaknya.
"Ara mau nonton, Nek. Tapi bingung mau pake baju apaan!"
"Ooh! Sama anak ganteng itu, ya?"
Ara terdiam. Dari mana neneknya tahu kalau dia mau nonton sama Ken?
"Kok nenek tahu Ara mau pergi sama cowok ganteng? Pasti nenek ngintip, ya?" ledek Ara.
"Iya laah, nenek kan matanya masih normal. Asal kamu harus bisa jaga diri!" pesan Nek Asih.
"Baik, nenekku sayang!"
Ara memeluk nenek kesayangannya itu erat. Rasa bingungnya sedikit hilang. Dia gak mau terlalu berharap dan tetap menjadi diri sendiri.
*****
"Ingat, ya. Kalau si Ara dateng langsung siram dengan air itu!"
Janet mulai lagi dengan rencana jahatnya.
"Si Upik kemana sih? Seharusnya dia yang melakukan kerjaan kotor ini!"
"Iya! Alasan aja gak enak badan!"
Sisi dan Dea masih ngedumel. Upik sudah tahu akan jadi kambing hitam lagi. Makanya dia gak mau ikut rencana itu.
Ting tooong ....
Terdengar suara bel.
"Kalian siap-siap, ya!"
Janet sangat yakin kalau yang datang itu Ara. Dia pun segera membuka pintu.
"Selamat datang Ara Cupuuu!"
Byuuuuur!!!
Sisi dan Dea langsung melemparkan air di dalam ember.
Namun wajah mereka menjadi pucat begitu tahu yang datang bukanlah Ara melainkan abang ojol.
"Maaf, maaaf! Kami salah orang!" sungut Janet.
Abang ojol diam saja karena masih kebingungan. Tiba-tiba ada orang yang menyiramnya dengan air sehingga bajunya basah semua.
"Kurang ajar si Ara! Gue udah bilang supaya dateng sendiri malah nyuruh ojol. Untung abangnya gak marah karena gue udah kasih duit!"
Janet semakin kesal. Rencana jahatnya gagal.
"Jangan-jangan, dia udah pergi nonton sama Ken!"
Janet tambah panas. Sebentar lagi akan meledak!
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!