Hai perkenalkan namaku Alintha Kasandra, panggil Alin saja.
Hari ini hari pertamaku sebagai karyawan, setelah menjalani magang atau uji coba kerja 3 bulan yang lalu.
Aku bekerja di Perusahan Reswara Corp Buildings.
Perusahaan yang bergerak dibidang proyek pembangunan atau konstruksi terbaik di Surabaya.
Saat ini aku berusia 23 tahun, beberapa bulan yang lalu setelah aku wisuda aku menaruh lamaran diperusahaan ini.
Setiap hari berangkat kerja aku mengendarai motor bebek ku yang setia sejak aku kuliah.
Ayah ibuku merupakan buruh pekerja di pabrik dekat rumah kami di malang.
Sejak kuliah aku sudah tinggal berpisah di surabaya dan tinggal di rumah kos sejak jaman kuliah.
Setibanya dikantor aku langsung menuju ke kubikelku divisi keuangan karena aku merupakan lulusan akuntasi.
Dibagian keuangan ada 3 orang Kepala divisi Pak Heri, PJ mbak Vivi dan aku sebagai staf dibawahnya.
Seharusnya ada 4 orang namun 1 staf lainnya sebulan yang lalu telah resign dikarenakan pindah mengikuti suaminya.
"Lin, dipanggil pak Heri tuh."ucap mbak Vivi, aku mengangguk dan bergegas berdiri menuju ruangan pak Heri.
"Bapak memanggil saya."
"Hari ini CEO baru kita akan dilantik dan besok presentasi perdana tolong kamu terjun langsung, karena saya dan Vivi akan ke Pusat menghadap Presdir." ucap pak Heri
"Baik pak, lalu materinya apa saja yang harus dipresentasikan." tanyaku.
"Tidak perlu Lin, sudah dikerjakan Vivi kamu tinggal persentasi, karena Pak Rei baru menjabat hari ini." jawabnya,
Aku mengangguk dan meninggalkan ruangan pak Heri.
Setelah keluar dari ruangan pak Heri aku menghampiri mbak Vivi di mejanya.
Perempuan 30 tahun, masih nampak muda walaupun sudah punya anak 1.
"Mbak kamu ke jakarta besok sama bapak."
"Hemmbb."sahutnya singkat
"Aku sendirian dong."
"Sehari doang kok, cuma laporan bulanan."
"Mbak udah tau CEO baru kita." tanyaku dia mengangguk.
"Gue sering ketemu dia dipusat, karena udah siap dia pegang cabang Surabaya, yang dijakarta dipegang sama Bu Raya kakak pak Rei." jelasnya.
"Trus selama ini disini siapa yang mimpin." tanyaku.
"Pak Rizal, Adiknya pak Reswara sekarang beliau pensiun karena sedang pengobatan sakit Ginjalnya." jawabnya aku paham lalu kembali bekerja.
Pukul 10 pak Heri dan mbak Vivi keluar menuju ruang pertemuan karena acara pelantikan akan dimulai dan diteruskan ke perjamuan makan siang.
Handphoneku berdering, saat aku tengah fokus bekerja.
"Hallo Lin, nanti maksi di kantin kan"
"Iyaa, kenapa."
"hemm gapapa tanya doang, yaudah entar aku ke kubik mu."
"Okayy."
Setelah menerima telp dari Dina teman dari divisi humas kumasukan Hp ku karena ini masih jam kerja.
Aku dan Dina berkenalan saat sama-sama magang beberapa bulan yang lalu.
Sejak saat itu kami menjadi akrab hingga sekarang, karena kami sama-sama dari perantauan.
Bahkan kami memutuskan untuk tinggal satu kosan, ditempatku.
Melanjutkan pekerjaan sampai menunggu jam istirahat adalah satu-satunya cara untuk menggulirkan waktu. Setelah makan siang kami pun segera kembali ke kubikel masing-masing.
Saat menuju ke lorong kubikelku, tiba-tiba Dina menghentikan langkah dan kulihat didepan ternyata karyawan lain pun sama tengah membungkukkan badannya, tanda hormat.
Kulihat baru saja beberapa pimpinan melewati kami.
Setelah melewatinya kami melanjutkan kembali ke meja kerja.
Sampai jam pulang Pak Heri dan mbak Vivi tidak kembali ke kubikel. Bagiku itu sudah biasa, kemungkinan mereka masih diruang pertemuan.
Kulangkahkan kakiku menuju parkiran karyawan, mencari sosok Dina di Divisinya sudah kosong.
Saat memasuki lift, nampak liftnya ada para petinggi, Pak Rizal dan sekertarisnya Mas Hanif dan kutebak salah satunya merupakan pimpinan yang baru saja dilantik.
Mataku sempat bertemu pandang padanya, kemudian aku alihkan dengan menunduk dan membungkukkan badanku.
Sosoknya tinggi besar berkulit putih, rahang tegas, dan nampak jelas wajah yang rupawan kutaksir tingginya sekitar 175 cm.
Lalu aku memilih untuk melewati tangga darurat karena ini sudah semakin sore.
Aku melajukan motorku dan sempat kusapa pak Budi salah satu satpam kantorku.
"Mari pak Budi."
"Ehh mari mbak, hati-hati."
Kulihat dari spion motorku, jarak 2-3 meter dibelakangku ada mobil Mercy yang akan keluar dari gerbang kantor aku bergegas melajukan motorku.
Jarak rumah kosku dengan kantor lumayan dekat hanya sekitar 15 menit berkendara.
Meskipun demikian aku tak pernah lalai waktu, aku usahakan untuk selalu datang sebelum waktu check lock masuk kerja.
*
*
My Lovely Pak Bos
Pagi menyapa, aku bersiap untuk menghadapi hari ini. Ini adalah persentasi perdanaku setrlah berstatus karyawan.
Seharusnya seorang staff tidak mungkin melakukan kegiatan ini. Berdasar pengalaman minim kujalani dengan ikhlas.
Kupersiapkan diriku sebaik mungkin, bahkan semalam materinya sudah kupelajari. Bukan tidak mungkin akan terjadi false karena aku bahkan tak pernah persentasi di depan pimpinan langsung
Sejak pukul 7.20 aku sudah berada di blok divisiku, itu artinya check lock masuk kantor masih kurang 40 menit lagi.
Persentasi akan dimulai saat rapat pukul 09.00 itu tandanya aku ada persiapan sekitar 1jam lebih.
Saat jam menunjukan jam 08.40 aku merapikan penampilanku. Bahkan keseharian rambut cukup ku kuncir kuda hari ini kupilih untuk mencepolnya, menjalin bak pramugari ternama.
10 menit kurang dari waktu yang ditentukan aku berjalan menuju ruang pertemuan, ku lihat sudah ada mas Hanif disana selaku sekertaris dan Aspri CEO.
"Pagi pak, boleh masuk." sapaku.
"Silahkan, dari divisi mana..?"
"Divisi keuangan, mewakili pak Heri yang sedang di Jakarta." jawabku, dia pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya.
Kubuka laptop ruangan dan menyiapkan file yang akan dipresentasikan, hingga tak kuhiraukan sekitarku.
Bahkan ruangan yang sudah penuh, lengkap perdivisi pun tak ku sadari. Lalu aku tersadar saat mbak Riza dari divisi Marketing menepuk bahuku, dan segera aku berdiri menghormati pimpinan yang tak tau sejak kapan sudah disana.
Astagaaa, serasa serangan jantung mendadak. Bagaimana tidak mengalami heart attack dengan begoknya aku sampai tak menyadari kehadiran pimpinan.
Kutarik nafas dalam, memejamkan mataku guna menetralkan jantungku. Kuikuti susunan acaranya secara teliti agar tak membuat kesalahan lagi.
Kudengarkan pimpinan baru sedang memperkenalkan dirinya kemudian dilanjutkan dengan persentasi divisi Marketing dan Humas.
"Baik dari divisi marketing secara langsung berfungsi mengikuti divisi Humas juga sudah menyampaikan apakah ada yang perlu dipertanyakan pak Rei."
"Cukup." jawabnya singkat.
Kulihat beliau bahkan tidak memperhatikan mereka yang persentasi.
"Lanjut dari divisi Keuangan, karena Ketua dan PJ nya sedang berhalangan jadi digantikan oleh staff, jadi saya mohon kerja samanya." ucap mas Hanif, Semua pasti tahu bahkan ini semua bukanlan tanggung jawabku, namun apapun yang terjadi aku tetap berusaha bertanggung jawab pada persentasi ini.
Setelah mas Hanif mempersilahkan, aku langsung berdiri dan menyampaikan persentasiku.
Saat aku memperkenalkan diriku, pimpinan reflek menengadah mendongak melihat kearahku, bahkan yang tadinya divisi marketing berbicara panjang lebar pun tak ia gubris.
Saat pandangan kami bertemu, entah ada apa dengan jantungku yang tiba-tiba terasa nyeri. Kusadarkan diriku dan melanjutkan pekerjaanku.
Sampai terakhir aku menyampaikan slide materi persentasi, pimpinan itu tetap memperhatikan ku. Ahh aku jadi tidak enak hati, salah tingkah sendiri. Kucoba untuk bertindak profesional.
"Cukup, pak Rei ada pertanyaan atau sanggahan." tanya pak Hanif kepada pimpinan.
"Bagaimana kesiapan dilapangan untuk pembangunan dekat kantor kepala daerah, apa sudah ada persiapan dari keuangan, jika sudah ada lalu sudah berapa persen kesiapannya." tanyanya.
Dammm.. orang ini sengaja mengerjaiku ternyata, bahkan materi sudah kusampaikan belum ada 5 menit dia sudah bertanya.
"Terima kasih pimpinan sudah bersedia memperhatikan dengan seksama." kataku dengan sedikit penekanan, bahkan kulihat mas Hanif mengulum senyumnya.
Kulihat pimpinan terhenyak, rupanya dia tidak menyadari jika pertanyaannya sudah kusampaikan di slide terakhir.
"Jadi seperti di slide terakhir saya sudah jelas perincian dana bahkan persentase tingkat persiapan kami di lapangan, namun saya tidak tahu pasti kejelasannya pimpinan, karena saya tidak berwenang menyampaikan yang lebih dari kapasitas saya.terima kasih." lanjutku sedikit tegas tak terbantahkan.
Bahkan aku tidak menampilkan raut ketegangan sedikitpun, aku mencoba untuk terlihat santai.
"Bagaimana pak Rei ada yang masih diragukan." tanya mas Hanif.
Beruntung pimpinan tidak mengajukan pertanyaan sehingga dilanjutkan sesi berikutya.
Setelah 2 jam berlalu persentasi per divisi akhirnya selesai, aku bergegas menuju ke ruangan ku karena aku sudha ada janji dengan Dina untuk Makan siang.
Namun sebelumnya aku berpamitan kepada mas Hanif, karena kulihat dia masih belum beranjak dari tempatnya.
"Ehhm pak Hanif saya duluan, waktu makan siang tinggal 20 menit lagi."
"Iyaa silahkan, makasih yah." katanya bahkan aku sempat menunduk hormat kepada pimpinan tanpa bersuara.
Kurasakan getaran disaku celanaku, Dina menelephonku ternyata.
"Ya Din, kenapa.??" tanyaku.
"Kamu gak usah ke kantin udah aku belikan aku tunggu di mejamu, kita makan di kubik mu aja okee."
"Hemm, baiklah otewe."
Kututup sambungan dan berlari menuju ruanganku.
Perlu kalian ketahui Mas Hanif adalah tetangga ku, kebetulan rumahnya dekat dengan tempat kosku. Dia sudah berkeluarga memiliki anak 2, bahkan dia dan istrinya sudah menganggapku dan Dina seperti adiknya.
*
*
POV REI
Alasan pertama gue kerja dan dilantik menjadi CEO di kantor cabang Surabaya, merupakan salah satu alasan agar gue bisa jauh dari Vania Mantan Pacarku.
Gue ngerasa semakin kesini dia semakin menggila, bahkan dia tidak ingat pernah berselingkuh dariku, karena kesibukan gue yang padat.
Yang gue rasakan padanya saat ini hanya muak, namun hanya karena ibunya yang merupakan teman mama gue, dia jadi seenaknya mempermainkan gue.
Hari ini persentasi dari tiap divisi dikantor, tujuannya agar gue cepat beradaptasi dengan lingkungan di cabang ini.
Sebenarnya gue sudah cukup mempelajari masalah dikantor cabang Surabaya sejak masih di Jakarta.
Saat masuk keruang pertemuan gue memperhatikan semua staff berdiri menunduk padaku, namun tidak pada satu orang.
Seorang gadis dengan rambut terjalin yang sedang fokus pada laptopnya, bahkan tidak pernah ada didalam kamus gue sedikitpun ada yang mampu menolak kehadiran gue, tapi lain dengan gadis ini.
Gue bahkan gak bisa berhenti memikirkan alasan gadis itu tak menyadari kehadiran gue. 2 pemateri lolos, gue gak konsentrasi banget.
Begitu kudengar gadis itu bersuara, disetiap kata perkatanya membangkitkan saraf simpatik di jantung gue, serasa jantung gue berdetak lebih cepat.
Terlintas niatan untuk membuatnya semakin lama diposisinya, kulontarkan pertanyaan yang bahkan gue sudah dengar langsung dari bibir peachnya.
"Loe ngapain gak konsen Bos, materi udah dijabarin malah ditanyakan lagi, kan ketahuan kalau loe gak fokus ke persentasi." tanya Hanif sekertaris gue., Hanif merupakan kerabat dari Om Rizal, dia sudah menjadi kepercayaan kita semenjak kantor ini dibuka.
"Enggak tau gue, lagi banyak pikiran aja." jawab gue ngawur.
"Hemm, anak TK aja juga tau kalau elo klepek-klepek kan sama pesonanya Alintha." ceplos Hanif.
"Klepek-klepek apaan sih, mana ada."
"Tuhh bacot gak singkron sama irama jantung lho begok." jawab nya.
Gue menghendikan bahu acuh, mencoba mengalihkan perkataannya.
Mungkin iya sebenarnya Alintha lah yang membuat gue jadi gak fokus, bahkan dengan Vania pun gue gak pernah merasakan getaran di jantung gue.
Ohh good apa ini yang namanya cinta, atau mungkin memang gue punya kelainan di jantung gue.
Ahh rasanya gue perlu berobat ke dokter untuk memastikannya.
Setelah Persentasi tadi aku bergegas kembali keruangan karena Dina sudah menungguku.
Dina berusia 24 tahun, dia sudah memiliki pacar seorang polisi. Mereka bertemu saat pak polisi membantu Dina yang terserempet saat berhenti di lampu merah, dan kebetulan pacarnya itu sedang mengatur lalu lintas.
"Gimana lin persentasinya lancar." tanyanya.
"Alhamdulillah, karena mereka udah tau kalau aku pengganti jadi nggak mungkin kalau sampai ada yang tanya aneh-aneh." jawabku.
"Jadi ketemu dong sama bos baru."
"He,embb, kenapa.??"
"Gantengkan Lin, kata anak-anak kayak opa-opa Korea yah."
"Yahh begitulah, mirip V-Bts Dinginnya minta ambless."
"Saa ae lo Lin, Btw sabtu gue ada janji sama Marvin. Elo sendiri gapapa kan..??"
"It's Okay."
"Makanya cari pacar dong Lin, biar ada yang ngapelin."
"Buat apaaa..!! entar aja kalau udah nemu yang srek."
"Sama si bos enggak srek Lin."
"Syuuuutt, bacotnya yahh kebangetan, entar di dengar tetangga.".
"Kagaa ada elahh Lin, mereka pada masih di kantin, trus gimana enggak masuk nihh kriteria si pak bos."
Dina terus mencecar aku tanpa henti, membuatku jadi salah tingkah.
"Sadar diri woeyy, aku gadis kampung. Jangan sampai lupa diri kalau aku cuma pegawai rendahan, yang sana berdarah biru kali."
"Jangan terlalu merendah Lin, namanya jodoh sapa tau."
"Udah Din entar kalau ada yang dengar gak enak, aku cukup sadar diri kok, aku gak mau disebut upik abu berharap jadi nona-nona."
"Kalau polisi mau, banyak temen Malvin yang masih jomblo."
Aku memandang teman sekosanku itu dengan tatapan tajam, tak bermaksud menindasnya.
"Enggak tahu Din, jalani hidup aja entar juga ketemu jodoh sendiri."
Akhirnya Dina diam tak bicara lagi, mungkin sudah pasrah dengan ke kolotan ku yang berurusan dengan yang namanya cowok.
Enggak ada dikamus otakku berharap mendekati pak bos, aku berusaha untuk tidak terlibat pertemuan lagi dengannya.
Setelah jam istirahat selesai Dina kembali ke ruangannya, dan kami bekerja kembali.
Sampai 3 jam aku bekerja tidak terasa waktunya untuk jam pulang. Aku membereskan meja kerjaku tak lupa menyimpan File dikomputerku.
Menuju lift semuanya tertutup, aku menunggu karena kulihat ada satu lift yang bergerak turun.
Namun saat lift terbuka dan terisi mas Hanif beserta pak bos, aku bergegas menundukan kepalaku. Berniat untuk menunggu lift lainnya.
Niatku gagal karena ternyata mas Hanif memanggilku dan menyuruhku segera masuk kedalam lift.
Aku menegakan badan, lalu melangkahkan kakiku, dan aku memilih untuk berdiri dibelakang mas Hanif.
Saat pintu lift tertutup kurasakan getaran disaku Celanaku. Kuraih Hpku, ternyata ada telphon dari ibuku.
"Assalamualaikum Nduk."
"Wa'alaikumsalam ibu, ada apa tumben telp."
"Ibu ngabarin aja, bapak sakit ini ada di rumah sakit."
"Sakit apa bu, ibu butuh uang Alin kirim yah."
"Bapak jatuh dipabrik ada pergeseran ditulang lututnya. Enggak usah nduk dijamin Asuransi Kesehatan."
"Enggeh bu, sabtu Alintha pulang yah, jaga Ayah, Wassalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Saat kumatikan Hp ku barulah aku tersadar jika aku masih berada diantara mas Hanif dan pak Bos.
Mas Hanif menoleh padaku, lalu aku menggelengkan kepalaku bermaksud untuk mengkodenya agar tidak membahas di depan bos.
Saat pintu lift terbuka aku menunggu mereka berdua keluar, barulah aku keluar langsung menuju kosanku.
Jangan ditanya kemana Dina, dia sudah pasti diantar jemput sang pacar.
Setelah menyusuri jalan kurang lebih 15 menit sampai dikosan aku langsung menuju kamarku dan bergegas mandi.
Sehabis Maghrib aku berjalan kedepan komplek rumah kosanku berniat mencari makan malam, namun tak sengaja bertemu dengan istrinya mas Hanif bersama anak-anaknya, lalu kusapa dan aku berlalu melanjutkan langkahku.
Setelah mendapat sebungkus nasi penyetan, aku kembali ke kosanku untuk menyantap makan malamku.
Saat sedang makan, kudengar hapeku berdering dikamar. Kuhentikan makanku dan mengambil hape ku.
Ibu calling...
"Halo ibu assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam nduk, bapak mau dioperasi nduk."
"Lhoo kata ibu cuma pergeseran tulang lutut kenapa harus operasi"
"Masalahnya tiba-tiba bapakmu enggak sadar terus diperiksa katanya ada pembekuan darah dikepala bapak gara-gara jatuh itu nduk, piyee iki."
"Kapan operasinya bu."
"Nanti jam 10 malam."
"Apa harus nanti bu."
"Iyaa nduk dokternya pas bisa gak ada jadwal."
"Alin pulang sekarang yahh, ibu jangan khawatir."
"Hati-hati yah nduk, Ra sah kesusu (jangan terburu-buru).
"Iyaa bu."
klik....
Kumatikan begitu saja, langsung kuraih tasku untuk packing bajuku biar cepat sampai Malang aku harus naik Bus patas yang melewati jalan Tol.
Ku kendarai motorku, menuju terminal Bis, beruntung aku langsung mendapatkan Bus yang patas.
*
Ditempat lain...
"Mas aku tadi ketemu Alin naik motor, bawa-bawa tas besar lho mas." ucap istri Hanif.
Hanif mengernyit bingung, dia mengingat kala Alon menerima telp saat di lift.
"Emang kenapa Dek."
"Ya kan aneh mas udah malam gini, Alin mau kemana bawa Tas segala kaya pas dia mau Pulkam gitu."
"Ya mana mas tau Dik, sudah ah kalau ada apa-apa nanti si Dina juga kasih tau kita kan." istri Hanif diam kalau suaminya berkata seperti itu, tanda dia tidak mau membahasnya.
Namun saat mengecheck Hp nya terdapat notif 5 pesan dari Rei.
Bossquee Rei
"Siapa Cewek yang di lift tadi"
"Bukannya anak Div Keu kan"
"Coba cari info siapanya yang sakit"
"kalau butuh uang segera bantu"
"jangan biarkan karyawan kesusahan"
Hanif
"Tumbenan lo care Bos"
"Gue yang tetangganya aja belum tau kabarnya"
"Iyaa gue coba cari tahu"
Bossquee Rei
"Gak usah bacot buruan"
"semua kary sama"
Hanif
"Iyain aja biar cepet ahahhahahah"
Bossquee Rei
"Seraah lu nif."
~••~
~••~
Setelah mendapat mandat dari sang bos, Hanif pun mencoba menghubungi Alin, namun nihil sampai 5 panggilan tidak diangkatnya.
Hanif mencoba mendatangi kosannya. Nampak kosannya sepi bahkan kamar Dina pun masih gelap gulita.
Tanda rumah kosannya Alin tak berpenghuni Hanif kembali kerumahnya.
Dia bermaksud positif thingking, dan mencoba untuk bertanya langsung pada Alin keesokan harinya.
~•~
Setelah 3 jam perjalanan naik bus patas kini aku sudah sampai di terminal bus Kota Malang, aku mencari ojek untuk menuju rumah sakit tempat ayah dirawat.
Setibanya dirumah sakit ternyata ayah sudah berada dikamar operasi, dan kutemukan ibu yang sedang duduk menunggu didepan pintu ruang operasi.
"Bu, gimana ayah.??"
"baru aja masuk nduk, kamu gak capek nak."
"Dikit bu."
Sambil menunggu operasi ayahku selesai, aku menelp mbak Vivi untuk meminta ijin tidak masuk.
Kuputuskan untuk video call saja biar tidak dikira berbohong, walau kutahu mbak Vivi tidak mungkin sampai berfikir seperti itu.
"Hallo Lin ada apa malam-malam!!!, ehh sebentar kok kayak dirumah sakit Lin."
"iyaaa mbak aku di Malang, ayahku kecelakaan ini sedang dioperasi."
"Ya alloh trus gimana kondisinya Lin."
"Tadi sempat gak sadar makanya sekarang dioperasi mbak ada pembekuan darah dikepala."
"Duhh yang sabar yah Lin, kalau butuh apa-apa kabarin mbak yah."
"Iyaa mbak, maaf ganggu aku cuma mau minta ijin enggak masuk aja."
"Iyaa okay besok aku sampaikan HRD yah."
"makasih mbak salam buat bapak."
"Iyaa Lin kamu hati-hati yah."
Setelah memberi kabar mbak Vivi kini giliran ku kirim pesan ke Dina, supaya dia tidak khawatir.
To : Dina Humyy
"Din, aku lagi di Malang skrg, ayahku kecelakaan kerja, trus harus operasi. aku udah ijin mbk Vivi kok, kamu hati2 dikosan yah, jangan Rindu bye."
Terkirim..
Karena hampir jam 11 malam mungkin dia sudah tertidur, tak apalah biar dia tidak rempong.
Setidaknya aku sudah memberitahukan dia, dan sudah ijin ke kantor lewat mbak Vivi.
Kulihat ibuku sudah tertidur sambil terduduk ku arahkan kepalanya kepangkuanku agar posisinya nyaman untuk tidur.
Semoga operasi ayah lancar dan ayahku segera pulih lagi, mungkin kedepannya sudah ku larang dia dan ibu untuk bekerja.
Cukup aku saja yang mencari nafkah untuk hidup bertiga, kurasa gajiku masih cukup untuk hidup bertiga.
My Lovely Pak Bos
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!