ASSALAMUALAIKUM
HALO SEMUANYA 🥰 SEBELUM LANJUT, JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN JEJAK MANISNYA DI KOLOM DI ATAU LIKE, VOTE, HADIAH, RATE 🌟 5 DAN SUBSCRIBE AGAR TIDAK KETINGGALAN UPDATE TERBARU 🤗 OH YA, JANGAN SALAH FOKUS DENGAN JUDUL DAN ISI CERITA, MARI BACA HINGGA TAMAT BARU KALIAN BISA MENYIMPULKAN 😚
**********************************************
Seorang wanita cantik berlari menyusuri hutan, tidak terlihat apa pun di jalanan karena hanya cahaya rembulan yang menerangi hutan tersebut. Bagaimana tidak, hari sudah malam dan jam menunjukkan pukul sepuluh. Gadis cantik bernama Arumi itu terus mencari pertolongan, dia berteriak seperti orang kesetanan.
Bruk.
Dia terjatuh karena kakinya terjerat akar pohon. Arumi meringis menahan rasa sakit di kaki yang ternyata sudah mengeluarkan darah segar. Air mata menetes ketika dia melihat dua orang pria mendekati dirinya, Arumi mencoba untuk kabur tetapi sangat sulit.
"Jangan mendekat!" peringatan dari Arumi sambil menuding jari telunjuknya. "Jika kalian berani mendekat, maka bisa ku pastikan jika kalian akan hancur! Pergi!'' teriaknya dengan sebuah ancaman.
Tentu saja dua pria yang sedang tersenyum penuh hasrat itu tidak mempedulikan ucapan Arumi. Mereka malah semakin mendekat hingga hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Arumi.
"Jangan menyentuhku!" teriaknya ketika salah satu pria tersebut ingin menyentuh betisnya.
Raut wajah Arumi terlihat ketakutan, tubuhnya gemetaran dan air mata terus mengalir deras.
"TOLONG! TOLONG!" teriak Arumi.
Salah satu pria membekap mulut Rumi dan satunya memaksa Arumi agar memuaskan Junior mereka. Pada akhirnya, Arumi hanya bisa merasakan sakit yang mendalam dan masa depannya telah hancur dalam sekejap.
Dia termenung seperti orang gila, tidak ada lagi tangisan dan yang ada hanyalah kebencian akan kekotoran dirinya.
FLASHBACK OFF:
Arumi Nashir, dia adalah anak yatim piatu yang masih berkuliah. Keuangannya tidak terlalu cukup untuk membayar biaya kuliah dan lain sebagainya hingga Arumi memutuskan untuk berkerja di sebuah restoran. Dia pekerja paruh waktu, selesai pulang kuliah maka dirinya akan masuk kerja.
Arumi sudah terbiasa pulang kerja malam karena dia keluar dari kampus pukul empat sore. Rumi selalu mengambil shift malam. Pekerjaannya sebagai waiters tidak membuat Rumi malu, bahkan dia bersyukur sebab masih diberikan pekerjaan halal seperti ini.
"Rumi!" teriak seorang pria yang usianya lebih tua dibandingkan Rumi.
Arumi menoleh kebelakang, dia menghentikan langkahnya dan menatap pria yang kala ini sudah berada di sampingnya.
"Kak Raka, ada apa?" tanya Rumi kepada teman kerjanya itu.
Pria bernama Raka segera mengatakan niatnya.
"Rum, ini sudah malam dan bagaimana jika kau pulang bersamaku saja? Aku akan mengantarmu pulang ke rumah."
Rumi merasa tidak enak dan dia takut jika dirinya akan diisukan jelek oleh warga sekitar.
"Gak usah, Kak. Terima kasih atas penawarannya, saya pulang sendiri saja seperti biasanya." ucap Rumi menolak.
Ya, dia sudah terbiasa pulang sendirian karena di jam sepuluh pasti jarang ada angkot lewat. Namun, entah mengapa perasaan Raka kali ini tidak enak. Bahkan, cuaca mendung membuat dia semakin gelisah.
"Rum, sebentar lagi akan turun hujan. Kau perempuan dan tidak baik jika seorang perempuan berjalan sendirian di malam hari. Terlalu banyak resiko, Rum." bujuk Raka agar Rumi mau ikut bersamanya.
"Kak, Alhamdulillah selama ini tidak ada apa pun. Kau doakan saja yang terbaik untukku," ucap Rumi diselingi suara gelegar.
"Lihatlah, bahkan petir pun sudah menyambar. Aku mohon jangan keras kepala, Rumi." pinta Raka untuk terakhir kalinya.
"Udah, kak Raka tenang saja. Dari pada kita kelamaan ngobrol di tempat ini, lebih baik kita berdua pulang ke rumah masing-masing. Barangkali nanti ada angkutan umum yang lewat," Rumi tersenyum lalu dia melangkah pergi meninggalkan Raka yang diam mematung.
"Astaga, gadis itu benar-benar sudah sekali dibujuk. Dia keras kepala dan tidak mau mendengarkan perkataan orang lain. Rumi-rumi, padahal aku khawatir dengan keadaanmu." helaan napas berat terdengar keluar dari mulut Raka.
Dia naik ke atas motor dan segera menancap gas agar bisa cepat sampai di rumah sebelum hujan turun.
Sementara Rumi, dia berjalan cepat karena perasaannya tidak enak.
"Kenapa seperti ada yang sedang mengikutiku, ya?'' tanyanya pada diri sendiri.
Arumi menoleh kebelakang, dia tidak melihat hal yang mencurigakan.
''Tidak ada apa pun, mungkin hanya perasaanku saja." ucap Rumi.
Arumi mencoba tidak peduli meski dia kembali merasakan ada yang mengikutinya dari belakang. Dia berusaha masa bodoh dan melangkah cepat.
Tepat di pertengahan jalan, tiba-tiba dua orang pria menghadang jalan Rumi. Tentu saja hal itu membuat Arumi kaget bukan main. Dia takut dengan para pria itu karena wajahnya sangar dan sadis.
"Mau apa kalian?" tanya Rumi dengan tegas dan keberanian penuh.
Dua orang pria itu saling tatap, mereka tersenyum licik lalu melangkah pelan untuk mendekati Arumi.
Arumi berjalan mundur, dia melihat ke sekeliling dan melarikan diri masuk ke dalam hutan.
"Hei, tunggu!" teriak pria itu sambil berlari mengejar Rumi.
"Ya Allah, tolong selamatkan aku." gumam Rumi berdoa dengan napas tersenggal.
FLASHBACK ON:
Kejadian malam ini membuat Rumi membenci dirinya sendiri, dia menjambak rambut dan memukul tubuhnya. Tetesan air mata terus mengalir deras di pipi, Rumi seperti orang gila.
"Terkutuk kalian! Dasar si*alan! Aku benci, benci, benci!" teriak Rumi histeria kala dua orang pria itu pergi meninggalkannya begitu saja.
Rumi menangis sambil memeluk lututnya, dia memukul tanah dengan kuat hingga tangannya berdarah karena tekena patahan ranting pohon. Rumi tidak merasakan sakit di tangannya, dia hanya ingin keadilan saja.
"Impianku, semuanya telah hancur. Hiks, mereka benar-benar iblis! Ayah, Ibu, maafkan Rumi." Arumi terisak.
Dia pun mencoba merapikan pakaian dan berdiri dari duduknya, Rumi berjalan tertatih untuk bisa sampai di rumah. Pakaian robek, rambut acak-acakan, wajah lebam, membuat Rumi terlihat seperti tawanan yang disiksa.
Bagi Rumi, malam ini adalah hari kesialan untuknya.
•
•
•
TBC
Keesokan harinya.
Arumi izin tidak masuk kuliah dan dia juga libur bekerja. Wajahnya masih terlihat lebam, dia tidak ingin banyak pertanyaan dari teman atau pun yang lainnya. Dia terduduk di atas ranjang, melamun memikirkan kejadian tadi malam.
Arumi merasa Tuhan tidak adil karena sudah membuat hidupnya hancur. Rumi mengambil ponsel yang ada di atas meja, dia menghubungi salah seorang teman.
"H—halo, Diana." sapa Rumi lirih ketika panggilan tersambung.
Terdengar suara seorang wanita di seberang sana yang bertanya tentang keadaan Rumi. Dia tahu jika saat ini Arumi sedang dalam masalah karena terdengar dari nada bicaranya.
"A—aku sedang dalam masalah. Aku saat ini membutuhkan teman curhat." ucap Rumi.
📱"Rumi, apa yang terjadi? Ayo, katakan padaku!"
"Di, tadi malam aku di perk*sa. Kehormatan yang telah aku jaga mati-matian kini sudah hancur di tangan iblis itu," curhat Rumi yang hatinya telah hancur berkeping-keping.
Sontak hal itu membuat Diana kaget, dia benar-benar syok mendengar kejujuran dari mulut Rumi.
📱"Siapa yang sudah melecehkanmu? Katakan padaku, Rumi! Aku akan membuat perhitungan kepada mereka." tegas Diana tidak terima.
"Aku, aku tidak mengenal mereka karena kejadian itu sewaktu aku pulang bekerja dan keadaan sudah malam. Aku tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah mereka," isak Rumi membuat Diana mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
📱"Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Aku ingin menyusulmu, aku tidak ingin tinggal di kota ini lagi."
Diana terdiam sejenak, dia takut jika Rumi datang ke Ibu kota pasti dirinya akan terjerat dengan para pria seperti Diana saat ini. Demi uang yang banyak, fasilitas terjamin, kehidupan tidak takut kekurangan, Diana akhirnya mau menjadi seorang wanita penghibur.
Dia adalah sahabat Rumi, mereka sama-sama anak yatim-piatu tetapi Diana tidak melanjutkan sekolahnya sementara Arumi memutuskan untuk melanjutkan pendidikan.
📱"Baik, kau datanglah kesini dan hubungi aku jika kau sudah sampai." ucap Diana tulus, dia ingin mencarikan pekerjaan untuk Arumi.
Sambungan pun terputus.
"Huft, aku tidak mungkin menjerumuskan Arumi ke dalam lembah hitam sepertiku ini. Tetapi, dia harus bekerja apa jika sudah ada disini?" Diana bingung sendiri memikirkan nasib sahabatnya itu.
🌺🌺🌺🌺
Keesokan harinya.
Arumi sudah mengirimkan surat perpindahan sekolah dan pengunduran diri dari tempat kerjanya. Dia akan melanjutkan sekolah di ibukota sambil mencari pekerjaan disana.
Rumi telah berada di dalam bus menuju ibukota, dia bahkan telah menghubungi Diana dan mengatakan jika dirinya sampai disana sekitar pukul empat sore. Rumi sudah membawa semua pakaian, kunci rumah, dan barang-barang berharga lainnya.
Empat jam kemudian.
Sampailah Rumi di Ibukota J, dia mengedarkan pandangan karena belum melihat Diana.
"Apa Diana lupa jika harus menjemputku saat ini?" gumam Rumi seraya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Penampilan polosnya membuat Rumi terlihat dari luar kota.
Tak lama kemudian, sebuah mobil sedang bewarna merah berhenti tepat di depan Rumi. Dia segera berdiri karena takut jika pengendara mobil itu adalah orang jahat. Namun, seketika senyumnya terbit saat dia melihat Diana turun dari mobil itu.
"Di, akhirnya kau datang juga," sorak Rumi senang dan keduanya pun saling berpelukan.
"Apa kau sudah lama menungguku? Astaga, maafkan aku. Jalanan cukup macet, jadi aku terlambat sampai di halte." ucap Diana merasa tidak enak hati.
"Aku sampai sekitar setengah jam yang lalu. Sedari tadi aku menghubungi ponselmu tetapi kau tidak menjawabnya."
Diana mengerutkan dahi, lalu dirinya melirik pria di belakangnya.
Arumi baru menyadari jika Diana sedang bersama seorang pria.
"Diana, siapa dia?"
Diana tergagap. "D—dia, dia kekasihku." lanjutnya berbohong.
Pria tampan nan gagah yang ada di belakang Diana segera mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Arumi.
"Perkenalkan, saya Ilham." ujar pria tampan yang usianya berkisar empat puluh tahun.
"Arumi," balas Rumi seraya membalas jabatan pria tersebut.
Arumi heran karena kekasih Diana lebih cocok menjadi om bagi mereka.
"Ya udah, kalau gitu kita langsung ke hotel saja. Rumi, aku belum mendapatkan kos-kosan untukmu. Jadi, untuk sementara waktu, kau akan tinggal di hotel terlebih dahulu."
"Kenapa harus dihotel? Aku tidak akan mungkin sanggup membayar —" ucapan Rumi terpotong karena Diana menarik lengan Rumi.
''Tidak perlu memikirkan bayaran, kau cukup tinggal disana dan jangan pikirkan apa pun."
"Kenapa aku tidak tinggal bersamamu saja?"
Seketika langkah Diana langsung terhenti, dia menatap Rumi dan tersenyum tipis.
"Arumi, Sayang. Maafkan aku jika kau tidak bisa tinggal bersamaku, kos-kosan milikku penuh dan tidak menerima anak baru lagi," sahut Diana memasang wajah melas dan sedih.
"Sudahlah, kalau begitu aku akan tinggal di hotel saja," putus Rumi sambil berjalan mendahului Diana.
Diana melirik Ilham yang masih setia di sampingnya.
"Apa dia pekerja baru di Klub Mami?" tanya Ilham pada Diana.
"Bukan! Dia datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan, aku harus membantunya tetapi aku tidak mungkin mengajak dia untuk terjun ke dunia malam." ujar Diana bingung.
"Kenapa tidak? Dia sangat cantik, bodynya cukup bagus, aku yakin jika akan banyak pria yang memesannya dan dia pasti akan mendapatkan uang banyak. Apa dia masih virgin?" tanya Ilham, mereka berdua berjalan sambil mengobrol.
"Dia korban pele*cehan." jawab Diana sedih.
Ilham hanya mengedikkan bahu, mereka dapat melihat jika Arumi sudah menunggu di samping mobil.
•
•
•
TBC
Dua hari kemudian, Arumi mencoba untuk mencari pekerjaan dengan cara mendatangi setiap restoran. Dia hanya membutuhkan pekerjaan yang bisa dilakukan paruh waktu karena dirinya harus kembali berkuliah. Kemarin, Arumi sudah mendaftar di universitas Gunadarma. Kampus yang dimana para Mahasiswa/i disana memiliki kekayaan.
Ya, kampus itu adalah universitas terelite di Ibu kota. Kepintaran yang Rumi miliki bisa membuatnya lolos di kampus itu dan bahkan Rumi membayar uang masuk sekolah dengan uang hasil penjualan rumahnya di kampung.
Dia menyusuri setiap jalanan, dirinya bertanya kepada pemilik restoran apakah ada lowongan atau tidak dan ternyata hasilnya nihil. Rumi berhenti sejenak, dirinya menyeka keringat yang menetes di dahi akibat teriknya matahari. Dia duduk di bawah pohon dan melihat ke sekeliling.
"Ternyata cukup sudah mencari pekerjaan di ibu kota." gumamnya lelah.
Rumi bingung harus mencari pekerjaan dimana lagi, dia ingin melamar pekerjaan di perusahaan tetapi apalah daya dirinya hanya seorang pelajar.
"Huft, hari sudah hampir sore. Sebaiknya aku pulang dulu, besok tinggal memikirkan lagi akan mencari pekerjaan dimana," ujarnya seraya beranjak dari tempat duduk dan pergi.
Saat hendak menyeberang jalan raya, sebuah mobil melaju kencang hingga hampir saja menabrak Rumi.
"Astaga!" pekik Arumi sambil memegangi dada yang berdetak kencang karena kaget.
Mobil itu berhenti dan Arumi menatap sang pengendara yang keluar dari mobil tersebut.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya seorang wanita cantik nan seksi sambil memegang pundak Rumi.
Arumi mengangguk, dia menatap wanita paruh baya di hadapannya itu dengan lekat. Wanita tersebut usianya sekitar empat puluh lima tahun tahun tetapi masih terlihat cantik dan memiliki body seksi.
"Maafkan aku, aku sedang terburu-buru hingga tidak melihat dirimu." ujarnya merasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Saya juga tadi berjalan sambil melamun, Nyonya tidak perlu merasa bersalah seperti ini."
Wanita itu menatap Arumi. "Kau ingin kemana?" tanyanya penasaran.
"Saya ingin pulang, baru saja berkeliling mencari pekerjaan tetapi belum dapat." jawab Rumi sedih.
Wanita tersebut sontak tersenyum sumringah, dia seperti menemukan berlian di tengah jalan.
"Saya punya pekerjaan untuk dirimu. Tetapi, itu pun jika kau mau."
Rumi seketika langsung berbinar. "Boleh saya tahu apa pekerjaannya? Kebetulan saya benar-benar sangat membutuhkan pekerjaan untuk bayar kuliah dan biaya hidup sehari-hari."
"Kau ikutlah denganku, nanti kau akan tahu sendiri apa pekerjaannya," wanita itu menarik tangan Rumi ke dalam mobil dan mereka pun pergi ke tempat tujuan.
****
Dua jam kemudian, Arumi heran karena mobil yang dia kendarai berhenti tepat di depan sebuah klub malam. Begitu banyak mobil, motor yang terparkir disana. Bahkan, wanita dengan pakaian sangat terbuka dan para lelaki berlalu-lalang disana.
"Maaf, Nyonya. Kenapa kita datang kesini?"
"Aku akan menjelaskannya di dalam. Ayo!" wanita itu menarik tangan Rumi dan mau tidak mau sang empunya mengikuti dari belakang.
Sesampainya di dalam klub, musik yang di putar sangat kuat terdengar jelas di telinga Rumi hingga membuat gendang telinga ingin pecah. Para wanita dan pria berjoget ria disana bahkan ada yang berciuman tanpa rasa malu sekalipun. Bau alkohol menyengat di seluruh ruangan sampai membuat Rumi menutup hidungnya.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar mewah. Disana, wanita paruh baya itu duduk di sofa dan dia mempersilahkan pada Rumi agar duduk di sebelahnya.
Arumi memberanikan diri untuk duduk, perasaannya sangat tidak enak tetapi dia mencoba untuk menepis semua prasangka buruknya.
"Nyonya, saya ingin pulang." pinta Rumi memelas.
"Aku akan mengantarmu pulang, tetapi bukankah kau sedang mencari pekerjaan?"
"Ya, saya memang sedang mencari pekerjaan dan kenapa Nyonya membawa saya ke tempat seperti ini?" tanya Rumi tidak tahu.
"Karena pekerjaan yang akan aku berikan ada kaitannya dengan klub ini." ujar wanita itu membuat Rumi terkejut hingga matanya membulat.
"Sebelum aku menjelaskan, apa aku boleh tahu siapa namamu?"
Rumi menelan ludah dengan kasar. "A—arumi." jawabnya gugup.
"Nama yang bagus. Aku, Mami Eca." ucap sang wanita paruh baya tersebut. "Arumi, aku ingin memberikanmu pekerjaan dan tugasmu adalah melayani para tamu yang datang ke klub ini. Apa kau mampu?"
Arumi seketika langsung berdiri dari tempat duduknya, dia kaget bukan kepalang mendengar pekerjaan yang akan di tawarkan padanya itu.
"A—apa? Maksud, Nyonya?" Arumi meminta penjelasan.
Eca berdiri, dia mensejajarkan tubuhnya dengan Arumi.
"Arumi, di Ibu kota sangat sulit mencari pekerjaan halal. Kau tahu, pekerjaan yang aku berikan padamu ini tidak sulit. Kau hanya perlu menemani mereka dan menjalankan keinginan mereka para tamu yang datang di klub ini."
Arumi terdiam, dia tidak bisa menerima pekerjaan haram ini.
"Saya tidak mau, maaf." putus Rumi penuh keyakinan.
Arumi ingin pergi dari ruangan itu tetapi langkahnya terhenti karena mendengar suara Eca yang kembali bicara.
"Kau tidak akan menyesal jika mengambil pekerjaan ini, Rumi! Aku bisa jamin itu. Kau akan mendapatkan uang banyak, fasilitas mewah dan lengkap, lalu ke*pua*san yang sangat sulit untuk di lupakan. Apa kau masih ingin menolak pekerjaan ini?" tegas Eca menyakinkan Arumi kembali.
Arumi menoleh kebelakang, dia menatap Eca dengan senyum sinis.
"Maaf, saya tidak tergiur dengan tawaran Anda!" tukas Rumi seraya berjalan pergi dari ruangan Eca.
Eca hanya bisa menatap kepergian Arumi, dia yakin jika gadis itu pasti akan kembali menemui ya di tempat ini.
"Kau pikir semudah itu mencari pekerjaan di Ibu kota? Aku yakin beberapa bulan lagi kau pasti akan kembali menemuiku dan menyetujui pekerjaan yang akan ku berikan," gumam Eca seraya duduk di sofa.
Arumi terus berjalan hingga dia keluar dari klub itu dan tanpa sengaja dirinya melihat seseorang. Arumi memicing, dia membekap mulutnya sendiri dengan rasa keterkejutan.
•
•
•
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!