Aku terbangun dengan hati yang berdegup kencang. Mimpi yang sama dengan lelaki yang sama. Apa karna aku terlalu mencintainya? Aku bergumam dengan kesunyian ini.
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu. Aku merapikan baju dan rambutku yang awut-awutan
"Anya. Ayo masuk." Aku melihat Anya dengan mata yang merah. Mungkin dia baru saja menangis.
"Makasih Kei, kamu udah mau nerima aku."
"Minum dulu. Biar kamu lebih tenang." Aku menuangkan minuman untuk Anya. Sepertinya dia sedang ada masalah.
"Kamu kenapa kok tumben pagi-pagi begini kesini?"
"Kei. Aku baru aja diputusin sama Deni." Anya menunduk sedih. "Ternyata selama ini aku diselingkuhi."
"Yang sabar ya. Setidaknya kamu tau kalau dia bukan yang terbaik." Aku tidak tau harus memberi saran seperti apa pada Anya.
"Kamu memang tetanggaku yang paling baik Kei."
Anya dan aku memang tetangga kosan. Sejak aku pindah ke sini, hanya ada Anya yang menemaniku. Bahkan kau sudah menganggapnya seperti Kakakku.
Aku mencoba tersenyum. Bagaimanapun sampai saat ini aku masih belum pernah pacaran. Ingin seperti yang lain tapi masih takut terluka.
"Kei?"
Aku menoleh dan melihat Anya menggenggam bingkai foto. Foto yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi.
"Ini kamu sama mama kamu Kei?" tanya Anya dengan semangat. Bahkan mata merahnya langsung hilang begitu saja.
"Iya."
"Cantik banget. Kaya kamu,jadi pengen ketemu sama mama kamu."
Mendengar kata-kata Anya membuat hatiku sedikit terusik. Bagaimanapun, sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mama. Bagiku, Mama sudah sangat tenang di sisi sang pencipta.
"Maaf Anya. Bukannya tidak boleh, tapi mamaku udah tenang disana," aku menunjuk ke atas.
"Aaah. Maaf Kei. Aku nggak tahu. Lagian kamu nggak pernah cerita."
"Nggak apa-apa kok. kamu mau nasi goreng? Aku buatin." Aku mencoba mencari topik pembicaraan yang lebih tenang.
"Makasih Kei. Tapi aku ada urusan di kantor. Lain kali aku kesini lagi." Anya tersenyum dan memelukku.
Aku mengantar Anya sampai diluar. Dia sudah terlihat lebih bahagia. Anya mengenakan helm dan langsung tancap gas untuk ke kantornya.
💞 💞 💞
Aku membersihkan buku-buku yang tergeletak dimeja. Inilah pekerjaanku, walau hanya seorang penjaga toko buku tapi aku cukup bahagia.
"Kei. Kok melamun gitu?" Pertanyaan Mas Naja membuat aku menoleh.
"Nggak melamun kok Mas."
"Mau makan siang bareng?"
Tawaran Mas Maja membuat aku tersipu. Hanya sebuah tawaran tapi jantungku seperti ini. Sejak awal bertemu, aku memang sudah memiliki rasa pada Mas Naja. Walau aku tidak bisa mengungkapkannya.
"Kok pipi kamu merah."
Aku memegangi pipiku dan menggeleng. Malu rasanya seperti ini di depan orang yang aku cintai.
"Jadi makan siang bareng?" Tanya Mas Naja lagi.
"Terima kasih, Mas. Tapi, Nggak usah. Aku udah bawa bekal dari rumah."
Sulit rasanya menolek ntawaran itu, tapi aku juga wanita yang harus menjaga diriku. Sebuah kebiasaan bagiku. Aku selalu membawa bekal untuk bekerja.
"Kalau gitu aku duluan ya."
Aku mengangguk dan membiarkan jantungku berdebar-debar. Walau Mas Naja tidak tahu perasaan ini. Tapi aku merasa malu sendiri. Andai Mas Naja bisa menjadi imam bagiku.
"Pikiranku semakin ngawur," lirihku. Aku kembali membenahi buku-buku itu.
Beberapa pelanggan datang dan membuat aku sedikit sibuk. Banyak juga buku yang harus segera di bawa ke tempat Mas Naja. banyak yang sudah rusak.
"Mbak. Ini berapa?" Seorang wanita cantik dengan rambut panjang menyodorkan beberapa buku dimejaku.
"Ini semuanya jadi 175 ribu." Aku meletakan buku itu dalam kantong kresek.
"Mbak kerja disini udah lama ya?" tanya wanita itu dengan sebuah senyuman.
Aku tersenyum dengan pertanyaan wanita cantik itu. "Baru satu tahun."
Dia mengangguk-anggukan kepalanya, "Pantes aja. Oh ya, Mas Najanya ada?"
"Lagi keluar buat makan siang."
"Minta tolong sampein ke Mas Naja. Windi pengen ketemu." Wanita yang bernama Windi ini meletakan sebuah bingkisan kecil.
"Iya mbak. Nanti aku kasih ke Mas Naja."
Mbak Windi langsung keluar. Entah kenapa hatiku kok sakit. Padahal hanya pelanggan yang menanyakan Mas Naja. Tapi kenapa ada rasa cemburu yang ikut serta di dalam hatiku.
💞 💞 💞
📩 Anya.
Makan bareng yuk?
✉ Me.
Sip.
Aku melihat jam dan memang sudah saatnya toko ditutup. Aku melihat Mas Naja diruanganya tapi tidak ada. Entah kemana perginya. Sejak tadi, dia tidak kembali ke sini.
"Kamu udah mau pulang Kei?"
Aku menoleh kaget melihat Mas Naja ada dibelakangku.
"Mas Naja bikin kaget tau."
Mas Naja tertawa melihat aku cemberut. Rasanya jantungku akan loncat dari tempatnya karena kaget. Mana lampu sudah aku matiin semua.
"Jangan cemberut gitu. Sana kalau mau pulang."
"Iya Mas. Oh ya Mas, ada bingkisan dari Mbak Windi. Katanya pengen ketemu."
Melihat raut wajah Mas Naja yang langsung terlihat bahagia membuat aku sadar kalau Mbak Windi itu orang sepesial. Kenapa aku bisa berharap lebih pada Mas Naja. Seharunya aku tahu posisiku yang sebenarnya.
"Iya terima kasih, Kei."
Aku mengangguk dan pamit untuk pulang. Pikiranku masih saja tertuju dengan Windi. Dia wanita yang cantik dan anggun. Sementara aku hanya gadis lusuh yang mencintai pangeran.
💞 💞 💞
To be continued
Pagi-pagi sekali Mas Naja sudah mengirim pesan agar aku tidak ke toko, tapi kerumahnya.
Aku mengambil tas slempangku dan bersiap untuk ke rumah Mas Naja. Mungkin ada hal penting yang akan dilakukan Mas Naja. Atau aku mau dipecat ya.
"Kayaknya aku nggak buat salah deh".
"Ngomong apa kamu?". Tanya Anya membuyarkan lamunanku.
"Nggak kok. Kamu nggak ke kantor". Aku mengambil air putih di depan Anya.
Anya menggeleng dengan semangat. "Aku mau jalan ke rumah ibu".
"Mau pulang kampung critanya".
"Iya. Kamu mau ikut?". Anya menyuapkan beberapa kentang goreng.
"Aku lagi ada urusan. Ini aja udah mau berangkat".
"Hati-hati ya".
Aku keluar kos-kosan dengan buru-buru karna jam sudah jam setengah tujuh.
💞 💞 💞
Aku melihat bangunan yang cukup mewah, pagar besi yang menjulang dan halaman yang sangat luas.
"Permisi, apa saya boleh masuk". Aku bertanya pada lelaki paruh baya. Mungkin satpam.
"Mbak Kei ya?". Tanyanya ramah.
Aku mengangguk semangat.
"Iya tadi Mas Naja sudah bilang sama saya. Nanti langsung nunggu di taman belakang saja ya Mbak". Kata satpam itu.
"Trimakasih pak. Saya masuk dulu".
Sampai di taman belakang aku dibuat melongo dengan suasana tenang. banyak tanaman dan bunga yang bermekaran. Kaya bukan di kota aja.
"Kamu udah dateng Kei".
Aku menoleh dan melihat Mas Naja. Pakaiannya sederhana namun tetap menawan. Tampilan yang perfect menurutku dan ditambah senyumannya itu.
"Kei. Udah lama nunggu ya?". Mas Naja sudah berada di depanku.
"Baru aja kok Mas. Ada apa ya mas?, kok tumben aku disuruh kemari".
"Mari duduk dulu".
Aku dan Mas Naja duduk disebuah bangku yang berada ditengah taman itu.
"Aku hanya mau ngasih penawaran sama kamu".
Aku bingung dengan apa yang disampaikan Mas Naja. Dia memberikanku sebuah kertas.
"Kertas perjanjian. Baca aja dulu". Mas Naja langsung meminum jus yang memang sudah ada dimeja.
Aku membaca surat itu. Disana tertulis kalau aku harus jadi tunangan Mas Naja. Hanya pura-pura.
"Kok tiba-tiba kasih kaya gini Mas?".
"Aku udah lama tahu kamu suka sama Aku Kei" Mas Naja mengambil kertas itu lagi. "Dan aku mau kamu bantu aku".
Sebenarnya senang menjadi tunangan Mas Naja tapi jika Mas Naja mencintaiku. Tapi ini, aku hanya harus menjadi tunangan pura-puranya.
"Kei. Bantu aku ya?". Mas Naja langsung menggenggam tanganku.
Aku mengerjapkan mata. Sekian detik aku mencerna kejadian ini. Aku langsung menarik tanganku.
"Kamu nggak suka sama tawaran aku ya Kei". Raut kecewa langsung hadir di wajah Mas Naja.
"Sebenarnya untuk apa perjanjian ini. Dan keuntungan apa yang aku dapat?".
"Kamu akan segera melunasi hutang orangtuamu di kampung". Perkataan Mas Naja membuat aku semakin heran. Kenapa Mas Naja bisa tahu tentang keluargaku.
"Ayolah Kei. Sampai Windi tidak mengejarku lagi".
Aku langsung berdiri. "Aku aka fikirkan dulu di rumah". Aku pergi tanpa perkataan Mas Naja.
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Bagaimana bisa Mas Naja tahu kalau aku menyukainya dan kenapa juga Mas Naja bisa tahu tentang keluargaku.
💞 💞 💞
To be continued
Aku masih memikirkan perkataan Mas Naja. Bagaimana tidak, orang yang terlihat kalem dan selama ini baik padaku hanya ingin memanfaatkanku.
Aku menghela nafas dan melihat beberapa pesan yang dikirim oleh Ibuku. Pikiranku buntu rasanya.
"Gimana kalau aku tanya sama Anya aja ya?". Aku mencoba menelfon Anya namun tidak ada yang mengangkat.
Aku putuskan untuk keluar untuk jalan-jalan. Akan aku fikirkan dengan matang tentang masalah ini.
💞 💞 💞
Taman yang cukup ramai di daerah kosan ku. Aku melihat beberapa pasangan yang sedang asik bercanda. Sedangkan aku, aku masih berkutat dengan pikiranku.
"Aaah. Aku terlalu percaya dengan penampilan baiknya". Aku memukul kepalaku sendiri.
"Nggak sakit dipukul kaya gitu?".
Suara seorang pria membuat aku terlonjak. Aku menoleh dan sepertinya aku tidak asing denganya.
"Kaget ya Kei. Aku Sidiq".
Aku berfikir. Sidiq siapa ya. Ko aku bisa nggak inget.
"Kita pernah bareng satu bis".
"Oooh. Kamu aku lupa maaf ya". Aku baru ingat kalau dia adalah pria yang menolongku dari pencopet.
"Lagi mikirin apa?". Tanya Sidiq.
"Cari angin aja. Kamu juga ngapain sendirian disini?".
"Sama. Cuma cari angin".
Aku melihat jam tangan. Sudah larut ternyata, sebaiknya aku pulang ke kosan sebelum masuk angin
"Aku pulang dulu ya". Aku berpamitan sama Sidiq.
"Mau aku anter?".
Aku menggelengkan kepalaku. Baru juga ketemu dua kali masa ya langsung dianterin pulang. Nanti hanya nambah gosip di kosan.
"Hati-hati ya".
Aku mengangguk dan membalas lambaian tangannya.
💞 💞 💞
Aku melihat diriku dengan mata panda. Gara-gara tawaran Naja membuat aku bingung. Jika aku mengambil tawaran itu apa aku terlihat murahan.
📩 Ibu.
kirimin uang dong kei. Bapak kamu dirawat lagi. Uang kemarin sudah habis.
✉ Me.
Nanti aku transfer
Dia memang bukan ibu kamdungku. Tapi dia mau merawat bapakku yang sakit-sakitan. Banyak yang bilang kalau ibu tiri itu jahat. Tapi bagiku, dia bagai malaikat.
💞 💞 💞
"Kok udah habis aja uang disaldoku". Aku merutuki diriku sendiri karna hal ini.
Aku putuskan untuk kembali ke toko buku. Beberapa kali ponselku berbunyi tapi aku mencoba mengacuhkannya. Aku memikirkan bagaimana agar Bapak masih bisa dirawat.
Brak. Aku menabrak seseorang.
"Kei. Kita ketemu lagi". Kata Sidiq dengan wajah senang.
"Maaf karna menabrakmu".
"Tidak apa-apa kok. Kamu mau kemana?".
"Aku akan kembali ke tempat kerja. Permisi".
Menghindar dari obrolan dengan Sidiq aku langsung pamit. Sebuah kebetulan atau apa hingga aku harus bertemu dengan Sidiq beberapa kali.
💞 💞 💞
Aku mengambil beberapa buku untuk ku rapikan. Aku kaget ketika Mas Naja tiba-tiba menarikku keruangannya.
"Maaf Mas ada apa ya?". Aku mencoba bertanya karna baru kali ini Mas Naja bersikap kasar.
"Kamu habis dari mana sama cowok itu?". Mas Naja menunjuk keluar toko.
Aku melihat Sidiq disana dengan tatapan kosong.
"Saya bertemu dijalan saat berangkat kesini".
"Benar hanya bertemu?. Tidak untuk kencan kan?".
Mendengar pertanyaan aneh itu aku menggeleng.
"Kalau begitu jangan pernah bertemu dengannya lagi". Mas Naja menatapku dengan mata yang tajam itu.
"Memangnya kenapa. Itu bukan urusan Mas Naja kan?".
"Jelas itu urusanku".
Aku mengernyitan dahi. Kenapa bisa Mas Naja mengatakan itu.
"Kita hanya sebatas Bos dan bawahan".
"Bukan. Tentu saja bukan. Kamu itu tunanganku".
Aku membulatkan kedua mataku mendengar pernyataan Mas Naja.
"Semua biaya rumah sakit dan hidup keluargamu sudah kutanggung. Dan ibumu sudah menyerahkan kamu padaku".
Seakan mimpi mendengar perkataan Mas Naja. Tidak mungkin ibuku menjualku kan?. Aku menenangkan hatiku sendiri yang kacau.
"Kalau tidak percaya lihat ponselmu".
Aku langsung mengecek ponselku, dan benar. Sebuah surat perjanjian yang ditanda tangani ibuku dan Mas Naja.
"Sudah percaya kan?".
Aku langsung keluar dari ruangan itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Kenapa ibu tega sekali padaku.
💞 💞 💞
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!