NovelToon NovelToon

Mr.Jenius Vs Mrs.Dumb

Selalu gagal

(Supaya ga bingung, baca dulu Married with Romeo ya.. terimakasih dan selamat membaca..)

Romano Smith mengejar Sunny, tapi dia sepertinya terlambat. Dia tidak bisa menemukan Sunny. Segala cara sudah Romano lakukan. Mulai dari melacak GPS ponsel milik Sunny sampai mencari Sunny di kampung. Hasilnya nihil. Tidak ada jejak sama sekali. Orang tua Sunny mengatakan jika Sunny sudah pergi dengan anaknya entah kemana.

Dan setelah hampir satu minggu mencari tanpa hasil, akhirnya Romano kembali ke rumah kembarannya, Romeo Smith.

"Romano, katanya kamu itu pintar, tapi masa ngejar satu wanita dari desa saja gak bisa?" Omel Cassie alias ipar Romano.

"Sayang, pintar dan bodoh itu beda tipis." Sela Romeo.

Romano menatap Romeo dengan pandangan tajam. Semua ini justru berawal karena ulah Romeo. Berani-beraninya Romeo masih bisa mengejeknya.

"Sudahlah, Rom.. Cari pendamping hidup itu seperti Cassie.." "Cantik, elegan dan berpendidikan." saran Romeo sembari menepuk pundak Romano.

Romano mengalihkan pandangan kini pada iparnya yang sedang asyik main lato-lato di depan Sean, anak mereka. Cassie begitu penasaran dengan mainan itu dan jika dia tidak berhasil, dia akan kesal sendiri. Tapi, Sean tampak menikmati hiburan yang diberikan ibunya. Dia terus tertawa sambil bertepuk tangan.

"Ya.. Seleramu sungguh tinggi." Sindir Romano. Padahal dalam hati dia sedang memastikan apakah Romeo tidak salah bicara. Istrinya itu lebih terlihat seperti pelawak daripada apa yang disebutkan Romeo tadi.

"Aku gak mau tau, pokoknya kamu harus bawa Sunny kembali." Ucap Cassie di sela-sela permainannya.

"Hey, nona. Yang mengusir Sunny itu suamimu. Bukan aku. Seharusnya suamimu yang cari dia." Balas Romano yang tidak terima dengan perintah Cassie.

"Tapi, kamu yang menyukainya. Jadi, kamu harus mengejar dia." "Aku sudah kerepotan jaga Sean sendirian." Keluh Cassie dengan nada sedikit kesal.

Ya, sejak Sunny alias babysitter nya pergi, Cassie tidak bisa menemukan pengganti yang cocok. Sean selalu menangis dan jadi sulit sekali makan membuat Babysitter yang mendaftar sampai tidak enak sendiri.

"Cassie.. Itu tugasmu sebagai orang tua. Jangan mengandalkan babysitter." ucap Romano menasehati kakak iparnya.

'Pletak' Cassie terkejut dengan ucapan Romano sampai lato-latonya terhempas dan mengenai tepat ke jidatnya. Otomatis Cassie menjerit kesakitan.

Romeo yang sedang duduk membaca dokumen di samping Romano sampai melemparkan kertasnya sembarangan dan langsung mendekati Cassie.

"Sudah aku bilang, jangan main seperti itu. Jadi sakit kan?" Romeo memberikan lato-lato Cassie pada bibi sembari memijit pelan jidat Cassie yang memerah.

"Buang saja Bi." Pesan Romeo sebelum Bibi kembali ke dapur.

"Minggir, Rom. Aku mau bawa Sean ke atas saja." Cassie mendorong tubuh Romeo untuk menjauh. Dia lalu menggendong Sean yang sedang duduk di kasur lipat dengan ekspresi mengantuk. "Urusi saja kembaranmu yang jadi sad boy itu." Pesan Cassie sambil berlalu dari mereka.

"Eh, ibu-ibu anak satu. Jangan cari ribut ya." Teriak Romano heboh.

Cassie tidak mempedulikan kembaran suaminya itu. Jika dia meladeni Romano, pasti perdebatan mereka akan memakan waktu berjam-jam.

Romeo kembali menghempaskan badannya di sofa. Dia memang lelah sekali seminggu ini, tepatnya sejak Sunny kabur. Romeo sedikit menyesal karena sudah mengusir Sunny. Tapi seandainya tidak di usir, Romeo juga tidak setuju jika Sunny berhubungan dengan adiknya. Romano pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Sunny yang notabene hanya seorang babysitter dan seorang janda.

"Apakah aku harus kembali ke Amerika?" Tanya Romano pada kakaknya yang sedang memejamkan mata.

"Setuju." Jawab Romeo cepat.

"Tapi, aku masih ingin mencari Sunny."

"Hey, jangan jadi sad boy. Lupakan Sunny. Nanti aku akan carikan wanita yang lebih cantik dan baik darinya." Romeo menghadapkan badannya pada Romano.

"Rom, kalau kamu tidak usir Fani, pasti saat ini aku masih bersama dengan Fani." Sindir Romano yang tidak terima dibilang sad boy oleh kembarannya.

"Roman,, coba cari wanita yang jelas dan dari keluarga baik-baik,,"

Romeo memang selalu mengamati kisah cinta Romano yang selalu gagal. Sejak dulu, Romano menyukai Ana Wilson. Sayang, ketika akan menikah dengannya, Ana malah di vonis sakit kanker dan akhirnya meninggal. Lalu, belum lama ini, Romano berhubungan dengan Stefani yang merupakan selebgram dan model. Tapi, Romeo sudah mengusir Fani untuk keluar negeri, karena Fani itu merusak hubungannya dengan Cassie.

Sekarang, Romeo malah mendapati Romano ada perasaan dengan babysitter Sean. Dan lagi-lagi, Romeo harus mengusir Sunny karena alasan yang sama dengan Fani. Kedua wanita itu tidak tau jika yang mereka goda adalah kembaran Romano. Itu membuat Romeo risih dan akhirnya Romeo mengusir mereka.

"Romeeeeeoooo." Teriak Cassie dari atas. "Anakmu menangiiis..cepat kemari."

"Kamu saja yang naik. Aku pusing." Romeo menyenggol kaki Romano.

"Percuma, Cassie akan tau." "Lagipula itu anakmu. kamu yg harus rawat dia." Tolak Romano.

Romeo akhirnya bangun dari sofa. Dia membawa berkasnya dan meninggalkan Romano sendirian.

"Sepertinya aku memang harus kembali ke Amerika." ucap Romano sembari menatap kembarannya yang sudah naik ke atas secepat kilat.

Penculik

Amerika

Romano baru saja sampai di negara kelahirannya. Dia begitu lelah setelah menempuh perjalanan selama 24 jam. Umur memang tidak bisa berbohong. Dulu Romano bisa pergi kemanapun tanpa rasa lelah. Sekarang, Romano sudah malas untuk menempuh perjalanan jauh.

Ya, Romano memutuskan untuk mengurus perusahaan Smith yang sudah kembali berjaya setelah sempat mengalami kebangkrutan. Berkat upaya dan kejeniusan Romano, perusahaan warisan orangtuanya itu bisa pulih hanya dalam waktu beberapa bulan saja.

Suasana bandara LAX sore itu terlihat sangat ramai. Sepertinya Romano salah memilih jadwal terbang pada hari weekend. Romano jadi harus bersabar menunggu kopernya. Dia mengunyah permen karet sambil sesekali memandang ke sekelilingnya.

"Hey, stop.." seorang petugas bandara tampak mengejar seorang bocah kecil berumur 5 tahun dengan rambut spike dan pipi chubby. Bocah pria itu berlari ke arah Romano lalu dia bersembunyi di belakangnya.

"Hold on.. who are you?" teriak Romano yang panik karena sekarang petugas itu berlari ke arah Romano juga.

"Tolong aku, Om." katanya dengan bahasa Indonesia yang lancar.

Rupanya bocah itu adalah orang Indonesia.

Tapi, kenapa dia berlari-lari dan dikejar petugas?

Petugas itu sampai di depan Romano dengan nafas tersengal. Dia menatap bocah yang bersembunyi di belakang Romano.

"Selamat sore, Mr. Apakah anda mengenal dia?" tanya petugas dengan sopan.

"Ya, tentu saja saya kenal. Dia anak teman saya. Kenapa anda mengejar anak ini?" tanya Romano dengan bahasa Inggris yang fasih.

"Saya ingin menyuruh dia untuk melepaskan ikat pinggangnya, tapi dia malah berlari. Kami jadi curiga. Dan kenapa dia bisa ke bandara sendiri?" omel petugas sambil bercak pinggang.

"Maaf, dia tidak mengerti Bahasa Inggris. Dia orang Indonesia."

"Jadi bagaimana?" petugas itu mencari solusi untuk permasalahan ini.

"Saya akan cari dulu teman saya. Nanti kami akan ke sana untuk pemeriksaan. Terimakasih." Romano membungkukkan badan, lalu mengajak anak itu pergi bersamanya.

Setelah semua tenang, Romano mengajak anak itu untuk duduk di bangku yang kosong.

"Mana orang tua kamu?" tanya Romano sambil berjongkok di depannya.

Sekarang anak itu menengok kanan kiri mencari orangtuanya.

"Mana mama aku, Om?" tanya bocah itu panik.

Romano menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejenius apapun Romano, dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan aneh bocah 5 tahun di depannya.

"Kamu dari Indonesia?"

Bocah itu mengangguk cepat. "Aku berdua sama Mama ke sini untuk liburan Om. Tapi mama aku kayaknya tersesat di toilet." jelas bocah itu dengan air mata yang sudah hampir jatuh.

"Astaga.. Kenapa bisa tersesat? Dia juga gak bisa bahasa Inggris?"

"Iya. Kami orang desa, Om. Mama pasti salah jalan deh." "Habis bandaranya besar banget."

"Kenapa kalian liburan ke Amerika kalau kalian gak punya pengalaman keluar negri?" Romano keheranan dengan bocah aneh yang kali ini sudah menangis kencang. "Hey, jangan menangis. Om akan bantu kamu untuk cari mama." "Tapi aku butuh nama dan foto Mama mu."

"Huaa.. aku gak punya hape Om. Mama gak kasih hape karena aku sukanya main."

"Ssst.. jangan nangis. Nanti Om dikira orang jahat." Romano menaruh jari telunjuknya di bibir untuk memberikan kode supaya anak itu diam.

Saat ini Romano sudah menjadi perhatian dari banyak orang.

'Sial banget gue. Belum ada 1 jam di sini, udah ada masalah aja.' batinnya.

"Om, jadi aku gimana?" bocah itu menangis tersedu sambil memegang lengan Romano.

"Coba Om pinjam kartu Identitas kamu." Romano mengambil tas Mickey mouse yang digendong oleh bocah itu. Dia membuka tasnya dengan tidak sabar.

Di dalam tas anak itu hanya ada snack, air mineral dan kacamata hitam. Romano sampai mengeluarkan semua isinya, lalu dia membalikkan tas di tangannya itu dan mengguncang nya dengan keras takut kartu identiasnya terselip di sana. Tapi, apa yang dicari Romano tidak ada.

"Hey, apa kamu yakin kalau mama kamu itu ajak kamu liburan?" "Kenapa kayaknya dia seperti akan buang kamu?" ucap Romano yang sudah tampak putus asa.

"Gak mungkin, Om. Mama sayang sama Leon." Leon yang sudah mulai tenang kembali menangis karena ucapan yang menyakitkan dari Romano.

"Aduh... kenapa nangis lagi?" "Om kan cuma bercanda." Romano kebingungan menghadapi Leon. Dia mengeluarkan sekotak susu, lalu menancapkan sedotan dan memberikan pada Leon supaya dia bisa diam.

"Pokoknya kalau aku gak ketemu mama, aku akan tinggal sama Om." Leon mengusap air matanya dengan punggung tangan. Dia menerima susu yang diberikan Romano dan langsung meminumnya.

"Kenapa ikut Om?"

"Karena Om yang menemukanku." ucap Leon dengan setengah berteriak.

Romano tersenyum pahit. Keputusannya untuk mendukung child free setelah menikah nanti, memang sudah tepat. Jika dia memiliki anak, maka kehidupannya akan lebih rumit seperti sekarang ini.

"Penculiiiiik!!" suara itu melengking keras.

Romano langsung berdiri dan menengok ke belakang dengan sumringah. Dia yakin itu pasti Mama Leon karena dia berteriak menggunakan bahasa Indonesia. Tapi, belum sempat melihat orang itu, kepala Romano sudah terhantam oleh sepatu wedges yang melayang di udara.

Bertemu lagi

Kepala Romano di penuhi bintang-bintang. Pandangannya menjadi gelap, tapi untung saja Romano bisa berpegangan pada tembok di sampingnya.

"Leon, kamu gak apa-apa kan?" wanita yang menggunakan topi pink itu langsung memeluk Leon dengan erat.

"Mama, orang itu bilang mama mau buang Leon." Leon menunjuk pria tinggi tegap yang sedang memegang kepalanya.

"Gak mungkin sayang.." Wanita itu mengusap wajah Leon,lalu mencium kepala Leon.

Setelah anaknya berhenti menangis, wanita itu berdiri untuk melihat penculik Leon. Dari postur tubuhnya, sepertinya pria itu tampak familiar.

"Tuan Romeo?"

"Sunny?" Romano kini sudah bisa memandang wanita yang berdiri di depannya. Meskipun menggunakan topi, tapi dia tahu betul wanita itu adalah Sunny alias orang yang dia cari selama ini.

Romano juga tersadar ketika memandang Leon yang ada dalam gendongan Sunny. Itu artinya Leon adalah Anak Sunny.

"Maaf, Tuan. Saya gak tau kalau anda yang sedang bersama Leon." Sunny menyesali perbuatannya. Dia juga jadi salah tingkah karena Romano memandangnya dengan intens.

"Kenapa kamu kabur?" tanya Romano sinis.

"Lho, Tuan yang suruh saya pergi." Sunny mengingat betul bagaimana Romeo mengusirnya. Bahkan sampai saat ini, Sunny masih merasakan sakit hati akibat perlakuan Romeo.

Romano lupa kalau Sunny belum tau identitasnya. Sunny hanya tau tentang Romeo, bukan Romano. Semua kesalahpahaman ini belum sempat dia jelaskan pada Sunny. Wajar jika Sunny membencinya. Tapi, Romano sangat senang bertemu dengan Sunny di sini. Dia tidak hentinya memandangi Sunny yang tampak lesu dan kelelahan.

Sementara itu, Sunny berusaha untuk mengendalikan jantungnya. Meskipun dia sakit hati pada Romeo, tapi jantungnya tidak mau berkompromi. Apalagi, ketika tatapan Sunny bertemu dengan Romeo.

"Ma,, itu ada darah." Leon menarik celana panjang Sunny sambil menunjuk ke arah dahi Romano.

Sunny dan Romano tersadar.

"Astaga, Tuan." Sunny begitu panik melihat darah segar mengalir dari pelipis Romano.

Romano memegang dahinya. Dia merasakan dahinya basah. Dan benar saja, ketika dilihat, tangan Romano sudah penuh darah.

"Cepat bawa aku ke rumah sakit, sekarang." teriak Romano.

"Tapi, kita naik apa? Rumah sakit mana?" tanya Sunny panik.

Ini Amerika, bukan Indonesia. Jika di Indonesia saja Sunny sudah kebingungan, apalagi di negeri orang.

"Aku rasa kepalaku gegar otak." Romano menakut-nakuti Sunny.

"Tuan, jangan seperti ini. Kalau ada apa-apa, saya akan dimarahi Nona Cassie dan Sean." Sunny ingin sekali memegang dahi Romano, tapi dia cepat-cepat mengurungkan niatnya.

"Aku mau pingsan, Sun. Tolong papah aku." Romano berpura-pura lemas.

Sunny segera memegang Romano, lalu merangkul kan tangan Romano pada pundaknya.

Romano memberikan instruksi agar Sunny mencari taksi dan pergi ke rumah sakit milik Om Cassie.

*

*

*

Sunny melongo mendengarkan dokter yang berbicara padanya dalam bahasa Inggris.

"Yes, Dok.. Okay." jawab Sunny sebisanya.

Dokter itu tersenyum, lalu dia pergi dari ruangan Romano.

Sunny menghela nafas panjang. Dia lalu beralih pada Romano yang sedang tertidur bersama dengan Leon. Ya, setelah menangis Leon kelelahan dan dia tertidur di pinggir ranjang Romano. Sedangkan Romano, Sunny tidak tau pria itu pingsan atau memang sedang tidur.

"Kenapa aku bisa ketemu kamu di sini?" ucap Sunny lirih.

"Sun.." panggil Romano. Dia membuka matanya perlahan.

"Iya, Tuan." jawab Sunny gelagapan. Jelas saja Sunny panik karena ketahuan sedang memandangi Romano.

"Apa kata dokter?" Romano memegang dahinya yang sudah di perban.

"Saya gak ngerti, Tuan. Dia bicara pakai bahasa Inggris. Jadi saya bilang yes yes saja." jawab Sunny sambil menggaruk kepalanya.

Romano berusaha menahan tawanya. Sunny masih sama seperti terakhir mereka bertemu. Dia sangat polos dan mudah dibodohi.

"Kepalaku pusing sekali." "Sepertinya ada yang tidak beres."

"Lho, kan tadi udah diobati dokter. Kok sakit lagi?" protes Sunny.

"Kamu gak boleh pergi sebelum saya sembuh. Kamu harus tanggung jawab." ucap Romano dengan tegas.

"Kok saya yang tanggung jawab sih Tuan?" pekik Sunny. "Saya gak mau. Saya teh ke sini mau liburan, bukan jadi suster anda." logat Sunda Sunny kembali keluar.

"Kalau begitu, saya akan laporkan kamu ke polisi dengan tuduhan tindakan penyerangan dan pencemaran nama baik." ancam Romano.

Sunny tampak ketakutan mendengar ancaman Romano. Mantan majikannya ini memang kejam.

"Tuan, jangan lapor polisi. Saya kan gak sengaja. Kalau nanti saya di penjara, siapa yang akan urus Leon? Apa Tuan mau urus dia?" rengek Sunny dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuknya.

"Ya, jadi kamu setuju untuk urus saya kan?" tanya Romano sekali lagi.

"Ya, tapi.. gimana dengan Nyonya Cassie? Apa dia gak akan marah?" Sunny menimbang lagi untuk mengatakan setuju. Dia tentu harus ingat status pria di depannya yang sudah memiliki istri dan anak.

"Dia di Indonesia. Dan dia gak akan peduli padaku."

"Apa kalian bertengkar lagi?"

"Itu rahasia rumah tangga orang lain, Sun. Kamu jangan terlalu ikut campur."

Sunny terdiam. Dia makin bingung sekarang. Jika dia menyanggupi Romano, dia akan melakukan kesalahan yang sama dan bisa dibilang sebagai pelakor. Tapi kalau tidak mau merawat Romano, nanti Sunny masuk penjara.

"Cepat putuskan, Sun. Aku beri kamu waktu 10 detik." "Satu, dua, tiga, sepuluh." Romano melompati beberapa angka supaya Sunny dapat cepat menjawab.

"Oke, saya akan rawat Tuan sampai sembuh." ucap Sunny cepat.

Romano tersenyum penuh kemenangan. Dia menarik kata-katanya soal kesialan hari ini. Ternyata hari ini dia justru sangat beruntung karena bisa bertemu lagi dengan Sunny dan bisa mengikat dia untuk sementara. Romano sudah merancang dalam otaknya apa yang akan dia lakukan dengan Sunny dan Leon.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!