NovelToon NovelToon

JERITAN HANTU

PULANG MALAM

Malam ini Pak Prapto pulang agak lebih malam dari biasanya. Seharian ini tenaganya banyak terkuras untuk menghadapi sesi wawancara dari berbagai media di kota tersebut. Keberhasilannya mengungkap kasus pembunuhan seorang Satpam di SMU Negeri 14 telah banyak menyita perhatian masyarakat luas. Terlebih dalam mengungkap kasus pembunuhan tersebut, polisi nomor satu di kota tersebut dibantu oleh beberapa pelajar di sekolah tersebut. Pak Prapto sangat mengenal baik salah satu dari beberapa pelajar yang telah membantu memecahkan kasus tersebut. Ia mengenal baik remaja yang berasal dari desa Jatisari tersebut. Karena sebelum memecahkan misteri pembunuhan Satpam di sekolah favorit itu, remaja itu pernah membantu Pak Prapto memecahkan kasus pembunuhan seorang penari di desa Jatisari.

Jarak antara kantor dan rumah Pak Prapto yang sekarang cukup jauh sekitar sepuluh kilo meter. Istri Pak Prapto lebih suka tinggal di daerah yang tidak terlalu ramai dengan hiruk pikuk kendaraan. Makanya Pak Prapto sengaja memilih tinggal di sebuah perumahan yang letaknya agak berada di pinggiran kota. Sebagai konsekuensinya, pria tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh dari kantornya. Tapi, hal itu tidak menjadi masalah bagi polisi teladan tersebut karena ia sendiri juga menyukai suasana yang dekat dengan alam.

Pak Prapto sudah sampai di dekat SMU Negeri 14 Jember saat jam di tangannya menunjuk ke angka sebelas malam. Ada perasaan kurang menyenangkan yang dirasakan pria tersebut saat lewat di depan sekolah tersebut. Tapi Pak Prapto mengabaikan perasaannya tersebut agar ia bisa lebih berkonsentrasi ke jalan. Khawatir tiba-tiba muncul orang menyeberang dan sebagainya.

Ciiiiiiiiiit!!!

Benar saja. Baru saja Pak Prapto memikirkan hal itu, tiba-tiba tepat di tengah jalan muncul seorang kakek tua yang tiba-tiba menyeberang tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan.

“Astagfirullah!” pekik Pak Prapto sambil menghentikan kendaraannya.

Satu detik saja Pak Prapto terlambat menginjak remnya. Entahlah, mungkin kakek tua itu sudah menjadi korban dari mobilnya.

“Kakek tidak apa-apa?” tanya Pak Prapto sambil menghampiri kakek tua yang sedang berdiri di depan mobilnya.

Kakek tua itu hanya menggelengkan kepalanya dan tidak menyahut.

“Kakek mau ke mana? Ini sudah malam, biar saya antar Kakek ke tempat tujuan Kakek. Apa Kakek mau pulang?” tanya Pak Prapto lagi sambil menanyakan lagi kepada kakek tua itu.

Kakek tua hanya berdiam diri. Pak Prapto bingung harus berbuat apa terhadap kakek tua itu. Ia juga tidak mungkin meninggalkan kakek tua itu sendirian di tempat tersebut. Sebagai perwujudan rasa bersalahnya, Pak Prapto pun bermaksud membawa kakek tua itu ke kantor polisi terdekat yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat tersebut.

“Mari ikut saya, Kek. Saya akan membawa Kakek ke kantor polisi terdekat. Barangkali teman-teman saya bisa membantu kakek supaya bisa pulang ke rumah Kakek.”

Kakek tua tidak menyahut dengan perkataan Pak Prapto. Pak Prapto pun langsung menarik tangan dingin kakek tua itu untuk ia tuntun ke dalam mobil. Kakek tua itu pun menurut dengan ajakan Pak Prapto. Pak Prapto menuntun si Kakek Tua dan menuntunnya menuju pintu mobil bagian depan. Setelah itu Pak Prapto pun berjalan menuju ke balik kemudi. Kakek tua itu hanya berdiam diri saat Pak Prapto mulai menjalankan mobilnya menuju kantor polisi terdekat yang berjarak sekitar satu kilo meter dari SMU Negeri 14 itu. Sepanjang jalan kakek tua tidak berbicara apa-apa. Tatapan matanya kosong ke depan seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.

Begitu sampai di depan kantor Polsek, Pak Prapto langsung turun dan berjalan menuju kantor Polsek tersebut. Ternyata ada dua orang petugas polisi yang sedang berjaga di dalam kantor polisi tersebut. Kedua polisi muda yang mengenal Pak Prapto itu pun menyambut baik kedatangan Pak Prapto.

“Aiptu … saya sedang membawa seorang kakek tua yang kebingungan dengan alamat rumahnya. Mungkin Aiptu bisa membantu saa menemukan rumah kakek tersebut. Sepertinya rumahnya tidak jauh dari sini.”

“Siap, Komandan! Di mana kakek ta itu sekarang?”

“Ada di mobil. Ayo ikut saya ke mobil!”

“Siap, Komandan!”

Kedua polisi muda itu pun mengikuti langkah Pak Prapto menuju ke mobilnya yang diparkir di halaman kantor Polsek tersebut. Sesampai di mobilnya, Pak Prapto langsung membuka pintu mobil depan dan ia terkejut karena tidak ada siapa-siapa di sana.

“Loh, kok kakek tadi sudah nggak ada?”

“Di mana kakek tuanya, Komandan?”

“Tadi di sini. Apa dia sudah pergi, ya?”

“Coba kami cari dulu, Komandan?”

Kedua polisi itu pun mencari keberadaan kakek tua itu di seluruh bagian mobil tapi tidak ditemukan. Setelah itu mereka pun mencari di sekitar Polsek, tapi lagi-lagi tidak ada kakek tua itu. Mustahil rasanya laki-laki tua itu menghilang dengan begitu cepat. Mereka bertiga sampai mencari dengan teliti, tapi tak juga ditemukan kakek tadi.

“Ke mana perginya kakek itu, ya?”

“Mungkin kakek itu sudah pergi jauh karena takut mau dibawa ke polisi oleh Komandan?”

“Iya, masuk akal juga. Tapi, dengan usia setua itu tidak mungkin rasanya dia bisa berjalan denga cepat. Ah sudahlah, sekarang sudah malam. Saya harus segera  pulang. Mungkin nanti kalian melihat kakek tua itu, tolong dibantu, ya?”

“Siap,Komandan!”

Pak Prapto pun pamit pulang kepada kedua polisi tersebut. Perasaan pria tua itu menjadi tidak tenang akibat menghilangnya sosok kakek tua itu secara misterius dari mobilnya. Pada saat Pak Prapto melintas di sebuah tempat sepi di dekat rumahnya, tiba-tiba ak Prapto mengendus seperti wangi bunga kamboja di dalam mobilnya disusul dengan perasaan pria paruh baya itu yang kurang enak. Namun, lagi-lagi pria itu pun menghilangkan pikiran buruk itu dari benaknya.Ia tetap berkonsentrasi untuk mengendarai mobilnya. Cahaya lampu jalanan yang berpadu dengan lampu remang-remang di dalam mobil pribadinya, membuat pria itu kurang jelas penglihatannya terhadap pemandangan di sekitarnya. Pada saat pria itu sudah sampai di halaman rumahnya, pria itu tiba-tiba ingin melirik ke arah kaca dashboard. Karena penasaran ia pun menleh ke keca dashboar. Dari pantulan kaca dashboard itu ia dapat melihat pemandangan di bagian jok belakang mobil. Dan apa yang dilihat sekilas oleh pria itu pun membuat bulu kuduknya merinding seketika karena dari kaca dashboard itu ia melihat sosok kakek tua tadi sedang duduk di jok belakang mobil. Pria itu pun buru-buru menoleh ke arah jok belakang untuk memastikan bahwa kakek tua itu benar-benar berada di sana. Dan pria itu semakin terkejut karena kakek tua tu tidak ada di jok belakang. Pak Prapto kemudian mengendus bau bunga kamboja semerbak di hidungnya. Pria it pun buru-buru berlari keluar dari dalam mobil dan ia pun langsung membuka pintu pagar dengan secepat kilat. Malam itu ia meninggalkan mobilnya tetap berada di halaman rumah dan tidak dimasukkan ke dalam garasi.

BERSAMBUNG  

MASA PENSIUN

Pak Prapto tentu saja malam itu tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan tentang penampakan kakek tua tersebut. Beberapa kali ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar untuk memastikan jin atau penampakan kakek tua itu apakah masuk ke kamarnya atau tidak. Istri Pak Prapto yang melihat gelagat mencurigakan dari suaminya pun tak bisa menahan diri untuk menanyakan hal tersebut kepada Pak Prapto. Namun, Pak Prapto merahasiakan penglihatannya dari istrinya karena tidak mau membuat istrinya ketakutan.

Keesokan harinya Pak Prapto berangkat kerja agak siang karena badannya merasa agak pegal-pegal setelah semalaman susah tidur. Sepanjang perjalanan tadi pria tersebut juga masih sesekali menoleh ke kaca dashboard untuk memastikan apakah kakek tua itu tidak muncul di kaca itu lagi. Sesampai di ruangannya, Pak Prapto langsung mengumpulkan anak buahnya untuk menyampaikan sesuatu hal yang penting. Anak buahnya pun segera berdiri di depan meja kerja Pak Prapto.

“Hari ini sengaja saya mengumpulkan kalian semua di sini terkait dengan semakin dekatnya waktu pensiun saya. Saya minta kepada kalian untuk bekerja lebih baik lagi ke depannya. Saya tidak mau meninggalkan institusi ini dengan hasil kerja kalian yang kurang optimal. Intinya saya tidak mau saya pensiun masih menyisakan pekerjaan yang masih belum selesai. Kalian paham?”

“Siap, Komandan!”

“Aiptu Cahyo! Tolong nanti saya minta dikirimi buku rekapitulasi kasus selama saya bertugas di sini!”

“Siap, Komandan!”

“Dan satu lagi yang harus kalian ingat! Sepeninggal saya dari sini tolong tingkatkan kinerja kalian demi menjaga kenyamanan masyarakat!”

“Siap, Komandan!”

Setelah memanggil seluruh anak buahnya, Pak Prapto pun duduk merenung di meja kerjanya. Kenangan tentang apa yang ia kerjakan di tempat tersebut dan juga diluar pulau Jawa selama masa pengabdiannya membuat pria tersebut merasa sedih untuk mengenangnya. Aiptu Cahyo yang saat ini menjadi orang kepercayaan Pak Prapto menyadari betul perasaan atasannya tersebut. Setelah semua rekan kerjanya kembali ke ruangannya masing-masing, ia mendatangi Pak Prapto dengan wajah sedih.

“Komandan, sejujurnya saya masih belum siap untuk ditinggalkan oleh Bapak Komandan. Masih banyak yang harus saya pelajari dari Komandan. Siapa yang akan membimbing saya ke depannya kalau tidak ada Komandan?”

“Aiptu Cahyo! Sebagai salah satu petugas terbaik yang dimiliki oleh kantor ini, Anda sudah memiliki cukup kemampuan teknis untuk bekerja dengan lebih baik di kantor ini. Anda sudah mendapatkan beberapa lencana penghargaan, kan? Bahkan, promosi jabatan untuk Anda sedang dalam proses.”

“Tidak,Komandan! Secara teknis mungkin benar apa yang dikatakan Komandan barusan. Itu semua juga tidak lepas dari bimbingan dan arahan Komandan terhadap saya dan teman-teman. Tapi, secara mental saya masih jauh dari cukup. Tanpa adanya komandan di sini, saya dan teman-teman rasanya tidak sanggup untuk menjalankan tugas-tugas berat di divisi ini.”

“Aiptu Cahyo! Tidak sepatutnya Anda sebagai ujung tombak penegakan hukum di negara ini berkata demikian. Saya yakin Anda dan seluruh rekan Anda sudah mampu menjalankan itu semua. Kalian pasti bisa! Kalau Anda berkata seperti itu, sungguh Anda sudah mengecewakan saya sebagai komandan di sini. Semua hanya butuh waktu dan proses saja. Dan perlu kamu ingat, meskipun saya nantinya sudah purna tugas, bukan berarti pintu rumah saya tertutup untuk Anda dan semua rekan kerja Anda. Silakan datang ke rumah untuk sekedar sharing! Paham?”

“Si-siap, Komandan!”

Beban di dada Aiptu Cahyo berkurang seketika saat Pak Prapto mengatakan hal tersebut. Setelah sesi pembicaraan dari hati ke hati tersebut, Aiptu Cahyo langsung menuju meja kerjanya untuk menuaikan tugasnya yaitu menunjukkan rekapitulasi kasus-kasus yang pernah ditangani oleh divisinya. Sementara itu Pak Prapto nampak sedih setelah duduk sendirian di ruangannya. Entah kenapa ia tiba-tiba kangen dengan Kyai Nur dan Nyi Putri, orang tua yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri di dusun Jatisari.

Pukul empat sore ketika semua anak buah Pak Prapto sudah sebagian ada yang pulang dan sebagian lagi berada di lokasi penanganan kasus, Pak Prapto sedang membuka file-file kasus yang pernah ia tangani. Senyum kebahagiaan dan kepuasan tergambar di wajah pria tersebut. Catatan kasus-kasus itu membuat pria itu teringat dengan perjalanannya di kantor tersebut. Tidak semua kasus harus berakhir di meja hijau memang, ada sebagian kasus yang berakhir dengan perdamaian. Ada beberapa kasus yang unik dan sulit untuk dipecahkan di awal, tapi berkat kerja keras timnya, akhirnya kasus-kasus itu terselesaikan dengan baik. Namun, ada juga kasus yang membuat ulu hati pria tersebut sakit, yaitu kasus peredaran narkoba yang pelakunya adalah anak di bawah umur. Ironisnya, kasus tersebut menyeret salah satu anggota kepolisian yang diam-diam ikut terlibat di dalamnya. Gigi Pak Prapto gemeretak begitu melihat file tersebut.

“Maafkan aku, Prapto … Aku sudah mempermalukan institusi kita sendiri. Istriku terjerat Pinjol, Prapto. Hanya itu jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk bebas dari jeratan hutang yang mendera keluargaku. Aku sudah berjanji kepada mendiang mertuaku untuk menjaga istriku baik-baik. Aku sudah gagal, Prapto. Maafkan aku …”

Pak Prapto menyeka air matanya begitu teringat dengan permintaan salah satu rekannya waktu itu. Ia tahu pasti bahwa rekannya itu bukanlah orang yang sangat jahat. Ia hanya sekali itu saja terlibat dalam kasus tersebut. Tapi tentu saja kejahatan Narkoba bukanlah kesalahan kecil yang mudah untuk dimaafkan. Tapi, setidaknya rekannya itu sudah menyadari kesalahannya. Istrinya juga sudah banyak berubah. Perilaku konsumtif istrinya yang menyeret suaminya ke penjara, saat ini istrinya sudah menjelma menjadi seorang yang mandiri dan produktif. Ia tetap setia menunggu suaminya bebas dari penjara sambil membiayai anak-anaknya yang masih sekolah dengan membuka usaha pembuatan kue di rumahnya.

Pak Prapto sudah bersiap untuk pulang dan meninggalkan ruangannya. Namun, tanpa sengaja ia menyenggol buku berisi rekapan kasus yang belum selesai ia baca tersebut. Buku itu jatuh ke lantai dan tanpa sengaja terbuka halaman tertentu. Pak Prapto cukup terkejut melihat tampilan halaman tersebut. Di halaman tersebut menampilkan kasus pembunuhan yang terjadi di SMU Negeri 14 dengan korban pembunuhan seorang Satpam sekolah tersebut yang bernama Pak Misnanto dan pelaku kejahatannya bernama Mang Dirin dengan motif pembunuhannya adalah masalah lapangan pekerjaan.

“Mang Dirin … di mana kamu sekarang? Kamu sudah menjadi buronan cukup lama, tapi batang hidungmu tak juga muncul. Ke mana pergimu, Mang Dirin? Apa kamu bisa hidup tenang setelah melenyapkan nyawa orang tidak bersalah? Ya … Aku harus menangkapmu sebelum aku pensiun dari tugasku ini.” Bibir Pak Prapto bergetar saat menyebut nama pria tua itu. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyeruak di hati dan pikiran Pak Prapto saat menyebut nama ‘Mang Dirin’. Bahkan bulu kuduk pria tersebut juga merinding kala bibirnya menyebut nama pelaku pembunuh Pak Misnanto itu.

BERSAMBUNG

TEMPAT PARKIR

Pak Prapto sampai di rumahnya pukul setengah lima sore. Ia masih belum berani berkendara malam hari semenjak kejadian kemarin. Istri polisi tersebut menyambut kedatangan pria tersebut dengan menyajikan masakan kesukaan Pak Prapto.

“Mas, habis Isya bisa ngantar aku belanja bulanan, nggak?” tegur istrinya.

“Ke mana, Dik?”

“Ke tempat biasa, Mas. Sekaligus jalan-jalan. Lama kan kita nggak jalan-jalan?”

“Hm …” Pak Prapto kembali teringat dengan kejadian tidak mengenakkan semalam. Terlebih tempat yang akan dituju ia dan istrinya harus melewati SMU Negeri 14 tersebut.

“Kenapa, Mas? Apa Mas keberatan?” Nada pertanyaan istri Pak Prapto mulai tidak enak.

“Nggak apa-apa, Dik? Naik motor, kan?” Pak Prapto berusaha melobi istrinya agar mau naik motor saja untuk meminimalisir penumpang gelap yaitu kakek misterius itu.

“Lah, belanjaannya mau ditaruh di mana, Mas? Mas tahu sendiri kan kita mau belanja beras dan sembako lainnya. Kalau Mas memang nggak bisa ya nggak apa-apa aku bisa belanja di tempat lain, tapi tentunya harganya lebih mahal. Maunya aku sih kelebihan uangnya bisa aku tabung untuk jaga-jaga kalau ada keperluan lain,” balas istri Pak Prapto dengan nada kurang enak.

“Ya sudahlah, Dik. Kita berangkat naik mobil setelah sholat Isya.” Akhirnya Pak Prapto menuruti keinginan istrinya.

“Nah, gitu dong Mas! Ya sudah aku mau siap-siap dulu.”

Pak Prapto melihat gurat kebahagiaan di mata istrinya. Sejenak pria yang sebentar lagi akan memasuki usia pensiun itu pun melupakan kegelisahannya tentang kakek misterius itu. Selepas menunaikan salat Isya, ia dan istrinya pun berangkat ke mall yang letaknya di jantung kota. Istri Pak Prapto duduk di sebelah polisi baik tersebut. Sesekali Pak prapto melirik ke arah kaca dashboard untuk memastikan bahwa kakek tua itu tidak berada di sana.

“Mas ini kenapa sih kayak gelisah begitu?” tegur istrinya.

“Nggak apa-apa, Dik,” jawab Pak Prapto masih berusaha berbohong.

Selanjutnya Pak Prapto pun fokus ke jalan karena ia melihat gelagat tidak nyaman dari istrinya. Ia tidak mau istrinya nanti uring-uringan akibat tindakannya. Bahkan ketika mobil mereka melewati SMU Negeri 14, Pak Prapto tetap fokus pada jalanan di depan meskipun ia merasa ada sesuatu yang terasa asing di jok belakang. Pak Prapto tidak memperdulikan hal itu lagi. Ia ingin buru-buru sampai di mall untuk mengantar istrinya.

Ting!

Suara mesin parkir membuyarkan lamunan istri Pak Prapto. Sejak di perjalanan tadi perempuan itu melamun dan ia baru tersadar bahwa ia sekarang sedang berada di basement mall. Perempuan itu menoleh ke arah suaminya yang sedang menyobek kertas dari mesin parkir. Setelah itu Pak Prapto langsung menginjak gas untuk mencari tempat yang masih kosong untuk pakir.

“Mas, biasakan mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita meskipun hanya bantuan kecil,” tegur istri Pak Prapto tiba-tiba.

“Maksudnya gimana, Dik? Mas kok nggak ngerti?” Pak Prapto mengernyitkan dahinya karena tidak mengerti dengan ucapan istrinya itu.

“Itu, barusan Mas kan dibantu sama kakek-kakek untuk mengambil struk parkir kok Mas nggak bilang makasih?” balas istrinya dengan nada serius.

“Kakek-Kakek? Mas barusan ngambil sendiri dari mesin parkirnya, Dik!”

“Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, Mas. Masa Mas nggak ngelihat?”

“Dik, sekarang coba kamu pikirkan! Mana ada orang yang jagain mesin struk parkir? Lah wong mesinnya sengaja dibuat self service, kan?”

“Lupakan, Mas! Kita fokus belanja saja!” balas istri Pak Prapto dingin.

Pak Prapto tidak bisa berkutik lagi untuk melawan kata-kata istrinya. Ia tahu kalau ia terus membela diri malah akan runyam jadinya. Buktinya, sekarang istrinya sudah jalan duluan meninggalkan dirinya yang masih berada sendirian di dalam mobil. Begitu menyadari ia berada sendirian di dalam mobil yang kondisi parkirannya cukup sepi saat itu membuat Pak Prapto kembali teringat dengan sosok kakek yang dikatakan oleh istrinya.

“Jangan-Jangan …”

Pak Prapto pun buru-buru keluar dari dalam mobil dan berlari mengejar istrinya. Pak Prapto berlari menyusuri lorong di antara kendaraan yang diparkir rapi. Pada satu kesempatan tanpa sengaja kunci mobil yang ia pegang terjatuh ke bawah mobil yang sedang diparkir.

“Aduh”

Pak Prapto pun memanggil istrinya untuk menunggunya karena ia harus memungut kunci yang erjatuh di bawah mobil tersebut. Tapi, panggilannya tidak dihiraukan oleh istrinya. Sepertinya istri Pak Prapto marah karena sikap Pak Prapto yang tidak sopan terhadap kakek tua yang ia lihat. Terpaksa Pak Prapto pun menghentikan langkahnya sendirian dan menundukkan tubuhnya untuk mengambil kunci di bawah mobil itu.

“Srrrrt!” Tiba-tiba Pak Prapto melihat sekelebat kaki tiba-tiba naik ke mobil itu.

“Siapa orang itu? Apakah ia pemilik mobil ini? Duh, aku harus buru-buru mengambil kunci di bawahnya sebelum pemiliknya menyalakan mobilnya.

Pak Prapto pun buru-buru mencari kuncinya yang terjatuh di bawah mobil. Karena kondisi pencahayaan yang kurang baik, pria itu kesulitan mencari kuncinya.

“Duh, mana gelap sekali? Sepertinya aku harus menyalakan flash Ponsel.”

Dengan susah payah Pak Prapto pun mengambil Ponsel di sakunya. Karena panik ia kesulitan untuk menghidupkan Ponselnya yang sedang terkunci layarnya. Butuh beberapa kali usapan sebelum akhirnya ia berhasil menyalakan layar Ponselnya dan juga menyalakan flash. Setelah itu Pak Prapto pun mengarahkan flash Ponsel ke seluruh penjuru bawah mobil dan ternyata kuncinya jatuh agak ke tengah. Dengan memberanikan diri Pak Prapto pun sedikit memasukkan tubuhnya ke bawah mobil untuk bisa menjangkau kunci mobilnya. Dan ia pun berhasil meraih kunci mobilnya.

Namun, ada suatu kejadian yang membuat pria itu begidik ngeri karena saat ia mengeluarkan tubuhnya dari bawah mobil, dengan sudut pandangannya pria itu melihat ada seseorang yang sedang berdiri tepat di belakangnya dan seperti sedang menunggu pria itu untuk keluar dari dalam mobil. Dengan napas terengah pria itu pun memaksakan diri untuk keluar dari bawah mobil karena berada di bawah mobil tak lebih aman daripada keluar karena ia tahu bahwa pemilik mobil akan segera menyalakan mobilnya.

Dengan perasaan was-was Pak Prapto pun keluar dari bawah mobil sambil memegangi Ponsel di tangan kiri dan kunci mobildi tangan kanan. Ia beringsut mundur dan sambil sedikit memejamkan mata pria itu berdiri sambil menoleh ke arah belakang. Bulu kuduk pria itu merinding saat itu. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia menduga sosok yang sedang berdiri di belakangnya saat itu adalah sosok kakek tua yang semalam ia temui. Ia tidak punya pilihan lain saat itu, ia harus menyelesaikan urusan dengan kakek tua yang telah menerornya sejak semalam. Dengan segenap keberanian diri Pak Prapto pun menoleh ke belakang dan kembali ia terkesiap karena di belakangnya tidak ada siapa-siapa.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!