“Pokoknya Reza nggak mau Pi,” ucap Reza dengan nada marah.
“Memangnya apa kurangnya Nayla?” tanya pak Mahendra heran.
“Nayla bukan tipe Reza, Pi. Nayla itu kampungan. Pendidikannya juga hanya tamat SMA.”
“Jadi tipe kamu seperti yang kamu ajak kemari saat itu, yang pakaiannya kekurangan kain?”
“Tapi Reza mencintainya Pi.”
Sebulan yang lalu sengaja Reza membawa Vera ke rumahnya untuk dikenalkan dengan kedua orang tuanya, tapi melihat penampilan Vera yang memakai pakaian tidak sopan membuat pak Mahendra tidak simpati. Sementara bu Minar sangat menyukai Vera karena Vera dari kalangan keluarga berada dan terpandang. Penampilannya juga sangat glamor.
“Jadi maksud kamu, karena kamu sudah sarjana istri kamu juga harus sarjana, gitu kan?”
Reza hanya diam saja tidak menjawab ucapan papinya. Dia sudah paham betul kalau papinya sudah marah maka tidak satu orang pun yang berani melawannya termasuk maminya sendiri.
“Pi, kita nggak bisa maksa kehendak kita. Yang akan menjalani rumah tangga Reza sendiri jadi biar saja Reza yang menentukan pendamping hidupnya,” jelas bu Minar.
“Mami tak usah ikut bicara. Sekarang Mami ingat pengorbanan ayah Nayla untuk papi. Dia rela berkorban nyawa untuk menyelamatkan nyawa papi tanpa memikirkan keselamatan untuk dirinya.”
Dua puluh tahun yang lalu saat terjadi kebakaran di perusahaan orang tua pak Mahendra, pak Mahendra saat itu terperangkap dalam sebuah ruang sementara api sudah merembet kemana-mana. Pak Mahendra yang sudah banyak menghirup asap akhirnya pingsan di tempat. Semua orang yang berada disitu tidak berani menyelamatkannya karena takut menanggung resiko yang sangat berat. Hingga akhirnya pak Gunawan ayahnya Nayla dengan sangat berani menembus api yang sudah menjalar kemana-mana masuk ke ruang itu dan mengangkat tubuh pak Mahendra.
Saat akan sampai di pintu keluar tiba-tiba dia terhantam kayu yang cukup besar yang jatuh dari asbes. Seketika tubuh pak Gunawan terbakar api sedangkan tubuh pak Mahendra terpental keluar. Akhirnya pak Mahendra selamat sedangkan pak Gunawan meninggal di tempat.
Kalau mengingat kejadian itu hati pak Mahendra sangat sedih. Sejak saat itu dia sudah berencana menjodohkan putranya dengan putri pak Gunawan.
“Papi mau menjodohkan kamu dengan Nayla karena Nayla anaknya baik, sopan dan alim. Lihat saja dari cara berpenampilan. Pakaiannya selalu panjang tidak mengumbar aurat. Papi juga ingin membalas utang budi papi pada ayahnya yang telah meninggal dunia.”
Pak Mahendra sangat menyukai Nayla karena sifatnya yang baik dan sopan. Kalau ketemu pak Mahendra, Nayla selalu menyalam tangan pak Mahendra dan dari ucapannya terlihat Nayla sangat sopan dan ramah. Beda dengan Vera yang penampilannya seperti anak yang tidak punya sopan santun. Pakaiannya selalu ketat dan pendek sehingga lekuk tubuh dan pahanya kelihatan. Dalam berbicara Vera juga kelihatan sangat tidak sopan. Tertawa terbahak-bahak di depan pak Mahendra. Kecantikannya juga karena banyak polesan sedangkan Nayla kecantikannya sangat alami.
“Tapi semua itu kan sudah kita bayar dengan mengeluarkan uang setiap bulannya untuk biaya hidup istri dan anaknya. Jadi ngapain lagi Papi pusing mikirkannya.”
“Mami...! Pengorbanan nyawa tidak bisa diukur dengan uang saja,” bentak pak Mahendra yang sudah tersulut emosi.
“Papi juga harus menyesuaikan dengan Reza donk. Reza S-2 dari luar negeri sementara Nayla hanya lulusan SMA,” ucap bu Minar.
“Kalau masalah pendidikan kan bisa setelah menikah nanti. Setelah menikah kalau Nayla mau kuliah ya silahkan biar menyamakan dengan suaminya.”
“Gimana sudah menikah kuliah lagi, pasti repotlah Pi, apalagi kalau sudah punya anak.”
“Kalau masalah anak serahkan pada Mami, Mami yang nanti menjaganya. Yang pentinng Reza menikah dengan Nayla.”
“Tapi Pi?” ucap Reza.
“Sekarang papi serahkan pada kamu karena kamu yang akan menjalaninya. Tapi perlu kamu ingat, kalau kamu tidak mendengarkan omongan papi... jangan salahkan kalau kamu tidak akan mendapatkan harta warisan papi. Semua fasilitas yang kamu miliki akan papi tarik kembali,” ucap pak Mahendra langsung masuk ke kamarnya.
“Mi.... gimana ini, Reza nggak mau menikah dengan Nayla,” ucap Reza mendekati maminya manja.
“Sekarang kamu turuti aja dulu perkataan papi kamu. Jangan sekali-kali kamu membantah ucapan papi kamu. Pelan-pelan nanti mami bujuk papi kamu. Kamu mengerti kan?”
Reza hanya menganggukkan kepalanya. Wajahnya cemberut memikirkan permintaan papinya barusan.
‘Gimana aku bisa menikah dengan Nayla sementara Nayla wanita udik tidak bergaya. Sedangkan Vera wanita yang penuh gairah dengan baju yang selalu seksi dan dandananya sangat modis seperti kalangan artis. Aku tidak akan malu kalau mengajak Vera kumpul dengan temanku. Kalau Nayla tidak bergaya dan sangat sederhana. Aku pun malu kalau mengajak Nayla kumpul dengan teman-temanku,’ batin Reza kesal.
***
Bu Minar yang melihat suaminya sejak tadi sibuk saja di meja kerjanya langsung mendekatinya.
“Pi, apa nggak bisa keputusan Papi diubah?”
“Memangnya kenapa Mi?” tanya Pak Mahendra.
“Coba Papi pikir-pikir sekali lagi. Ini menyangkut masa depan anak kita, jangan sampai nantinya Reza menyesal dengan perjodohan ini,” jelas bu Minar.
“Karena menyangkut masa depan anak kita makanya papi membuat keputusan ini. Pokoknya keputusan papi sudah bulat. Apa pun ceritanya, Reza harus menikah dengan Kayla kalau Reza masih mau menikmati harta warisan papi. Papi susah payah untuk merintis usaha ini sehingga sekarang menjadi seperti ini, semua ini untuk siapa Mi, semua ini semata-mata untuk anak kita. Makanya papi ingin memberikan istri yang terbaik buat Reza.”
“Tapi kan tidak harus Nayla, Pi.”
“Jadi maksud Mami siapa, si Vera yang kecentilan itu!”
“Bukan seperti itu loh Pi. Mami tidak melarang Papi mencarikan jodoh untuk Reza, tapi kan tidak harus Nayla. Kan masih banyak wanita di luar sana yang bisa menjadi istri Reza.”
“Papi sengaja menjodohkan Reza dengan Nayla karena Papi merasa berhutang budi karena kesuksesan yang papi raih saat ini, semua berkat pengorbanan ayah Nayla. Makanya papi ingin Reza menikahi Nayla. Hanya itu aja permintaan Papi, Mi.”
Melihat suaminya tidak bisa dibujuk akhirnya bu Minar pun pergi meninggalkan pak Mahendra di ruang kerjanya. Bu minar kemudian menjumpai Reza yang sedang berada di kamar.
“Gimana Mi, gimana keputusan papi?” tanya Reza tidak sabar.
“Kamu kan tau papi kamu itu keras kepala. Sampai kapan pun papi kamu tidak pernah merubah yang sudah menjadi keputusannya. Sekarang tinggal bagaimana kamu menyikapinya. Sekarang kamu ikuti saja keinginan papi kamu.”
“Berarti Reza harus menikah donk dengan Nayla.”
Bu Minar hanya menganggukkan kepalanya. Reza pun terdiam dengan perasaannya kecewa dan marah dengan sikap papinya yang selalu memaksakan kehendaknya.
‘Bagaimana pun aku harus bisa menerima keputusan ini karena semua ini hanya untuk sementara saja. Kalau sudah tiba saatnya, aku akan menikahi Vera diam-diam,’ batin Reza tersenyum puas.
“Assalamualaikum Bu.....” ucap Nayla sembari mencium tangan ibunya.
“Waalaikumsalam.....” Terlihat senyum cerah di wajah bu Neneng.
“Ibu kenapa di luar?” tanya Nayla.
Tidak seperti biasanya bu Neneng duduk di teras rumahnya. Biasanya jam segini saat Nayla pulang kerja bu Neneng pasti sedang menonton TV lihat senetron kegemarannya.
Nayla sendiri bekerja sebagai penjaga toko di toko milik teman bu Neneng sejak dia tamat SMA sampai sekarang dan sudah hampir tujuh tahun. Pekerjaan yang sangat ditekuni Nayla membuatnya betah lama-lama kerja disana. Walau pun gajinya tidak seberapa tapi Nayla sangat senang mengerjakannya.
Sedangkan kegiatan bu Neneng sehari-hari membuat kue basah dan diantar ke warung-warung yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Sejak Nayla tamat SMA, bu Neneng menolak bantuan dari keluarga pak Mahendra karena dia tidak mau berutang budi terlalu banyak.
“Kamu masuk bersih-bersih dulu, nanti ada yang mau ibu ceritakan sama kamu.”
“Tentang apa Bu?” tanya Nayla penasaran.
“Sudah masuk sana dan mandi dulu,” pinta bu Neneng pada putrinya.
Nayla pun dengan rasa penasaran masuk ke dalam rumah dan mandi. Tidak berselang lama Nayla sudah keluar dari kamarnya dan langsung menghampiri ibunya yang masih duduk di teras depan.
“Bu, sekarang Nayla sudah mandi. Sekarang Ibu ceritalah,” ucap Nayla penasaran dan duduk di samping ibunya.
Terpancar senyum bahagia di wajah bu Neneng.
“Tadi pak Mahendra kemari....” ucap bu Neneng terputus.
“Gimana kabar pak Mahendra, Bu?”
“Pak Mahendra baik-baik saja.”
“Syukurlah kalau seperti itu. Memangnya ada perlu apa pak Mahendra, Bu?”
“Maafkan Ibu sebelumnya ya.....” ucap bu Neneng.
Nayla dengan tekun mendengarkan ucapan ibunya walau pun sudah tidak sabar menunggu kelanjutan cerita ibunya.
“Tujuan pak Mahendra ingin melamar kamu untuk dijadikan menantunya.”
“Apa?” ucap Nayla terkejut.
“Iya Nak, pak Mahendra ingin kamu jadi istrinya Reza.”
“Lalu Ibu jawab apa?”
“Ibu belum ngasih keputusan karena semua ada di tangan kamu Nay.”
Nayla pun terdiam sambil berpikir sesaat antara menerima atau menolaknya. Dia merasa bingung karena tidak mengenal dekat dengan yang namanya Reza. Hanya pernah beberapa kali ketemu saat ada acara di rumah pak Mahendra. Itu pun karena dipaksa pak Mahendra datang ke rumahnya. Sejak ayahnya meninggal dunia, pak Mahendra selalu memberi bantuan uang bulanan untuk keluarganya.
“Ibu nggak maksa kamu Nay, karena kamu yang akan menjalaninya. Semuanya ibu serahkan pada kamu,” ucap bu Neneng sambil mengelus kepala putrinya.
“Menurut Ibu gimana? Nayla juga bingung Bu.”
“Kalau ibu sih setuju aja dengan keinginan pak Mahendra, tapi sekarang tergantung kamu Nay.”
“Tapi Nayla tidak kenal dengan anaknya pak Mahendra, Bu.”
“Kalau masalah itu gampang Nay. Nanti kalau setelah menikah baru kalian saling kenal.”
“Apa mungkin anak pak Mahendra mau sama Nayla sementara Nayla hanya tamatan SMA Bu, atau jangan-jangan ini kemauan pak Mahendra saja Bu.”
“Masalah itu ibu nggak tau, tapi sepertinya pak Mahendra sangat menginginkan kamu menjadi menantunya Nay.”
“Ibu juga bingung dan segan menolak keinginan pak Mahendra, karena selama ini pak Mahendra sudah banyak membantu kita. Tapi semua ini ibu kembalikan sama kamu Nay.”
“Benar Bu, Nayla juga segan kalau menolaknya. Tapi Nayla mash ragu Bu kalau anaknya pak Mahendra memang mau sama Nayla karena anaknya pak Mahendra tamatan dari luar negeri sampai sarjana. Pasti dia sudah punya pacar di sana Bu.”
‘Kalau dia punya pacar, kenapa mau dijodohkan sama aku,’ batin Nayla heran.
“Kalau kamu ragu dan bingung, nanti kamu sholat istigharah minta petunjuk sama Allah.”
Nayla kemudian masuk ke kamarnya. Di dalam kamar Nayla memikirkan ucapan ibunya barusan. Dia merasa bingung dan ragu untuk menerima permintaan pak Mahendra. Nayla yang hanya tamatan SMA merasa minder jika menikah dengan anak pak Mahendra yang tamatan sarjana dari luar negeri lagi. Pasti dia akan dipandang rendah oleh calon suami nantinya
***
Reza yang bingung dengan permintaan papinya hanya bisa merenung di dalam kamarnya.
‘Aku nggak akan mungkin meninggalkan Vera begitu saja, sementara hubungan kami sudah sangat lama. Bahkan kami sudah bertekad untuk menikah tahun depan. Bagaimana perasaan Vera kalau mendengar aku menikah dengan wanita lain. Pasti dia akan marah walaupun semua ini bukan kehendakku. Apa yang harus aku lakukan. Apakah aku berterus terang pada dia bahwa pernikahan ini karena terpaksa. Kalau gitu aku harus menemui Vera sekarang juga.’
Reza langsung bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya.
“Kamu mau ke mana Za?” tanya maminya Reza saat berpapasan.
“Reza mau keluar sebentar Mi. Reza mau ketemu teman Reza dulu,” ucap Reza dan buru-buru pergi.
“Jangan lama-lama Sayang.”
“Iya Mi,” ucap Reza.
Reza melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi supaya cepat sampai ke rumah Vera. Tidak berselang waktu lama Reza pun sudah sampai di rumah Vera. Terlihat Vera heran karena Reza tidak mengabarinya lebih dahulu kalau mau datang.
“Kok tumben tidak ngasih tau dulu kalau mau datang. Ayo masuk,” pinta Vera mempersilahkan Reza masuk.
“Kita ngobrol di luar aja ya. Ayo sekarang naik,” pinta Reza buru-buru.
“Ada apa Za?” tanya Vera heran.
“Ayo naik, entar aku ceritakan.”
Tanpa mengelak Vera langsung naik dan duduk di jok belakang sepeda motornya. Reza langsung melajukan kendaraannya menembus jalanan yang tampak ramai. Vera yang ada di belakangnya langsung memegang erat pinggang Reza. Ada perasaan takut yang menghinggapi perasaannya karena tidak seperti biasa Reza membawa kendaraan sekencang ini.
“Za, jangan ngebut-ngebut,” ucap Vera di telinga Reza, tapi Reza tidak memperdulikannya.
Tidak lama kemudian mereka pun sampai di sebuah kafe. Kemudian mereka langsung masuk dan mencari tempat duduk.
“Sebenarnya ada apa Za?” tanya Vera setelah duduk.
Reza masih terdiam belum mampu untuk menjelaskan masalah yang sedang dihadapinya.
“Za, coba kamu cerita pasti aku dengar dan mudah-mudahan aku bisa bantu kamu.”
Kemudian Reza mulai menceritakan keinginan papinya agar dia menikah dengan Nayla. Vera langsung terkejut dan marah.
“Apa? Jadi kamu terima permintaan papi kamu?”
“Maafkan aku Ver. Tapi gak ada cara lain selain menuruti kemauan papi aku. Semua ini demi kebahagian kita juga.”
“Kebahagian apa maksud kamu Za? Melihat kamu menikah dengan wanita lain, apa menurut kamu itu suatu kebahagian. Gak Za, aku gak bisa terima semua ini.”
Vera langsung menangis membuat Reza semakin bingung. Reza langsung menggenggam tangan gadis itu sambil berbisik, “tapi semua ini hanya sementara Sayang.”
“Sementara gimana, aku gak bisa melihat kamu menikahi wanita lain Za,” ucap Vera memelas.
“Kamu harus percaya dengan ucapan aku Sayang. Setelah aku memiliki perusahaan papi, aku akan menikahi kamu secepatnya,” bujuk Reza.
“Memangnya kapan perusahaan papi kamu jatuh ke tangan kamu?”
“Setelah aku menikah maka papi akan menjatuhkan seluruh hartanya untuk aku karena aku anak tunggal, Sayang.”
Mata Vera langsung terbuka sempurna karena terselip rasa puas dan senang akan memiliki harta warisan dari orang tua Reza.
“Apa mungkin kamu bisa pegang janji kamu Za?” tanya Vera tidak percaya.
“Percayalah sama aku Sayang,” ucap Reza mengelus kepala Vera lembut dan kemudian mengecup kening gadis itu untuk menyakinkannya.
Hari ini adalah hari pernikahan Nayla dan Reza. Pernikahan digelar sangat mewah di sebuah gedung yang megah. Terlihat sudah banyak tamu dan undangan yang hadir di gedung itu yang semuanya berpakaian rapi dan elegan. Terlihat hampir semua tamu tampil sangat mewah karena sebagian besar tamu undangan adalah rekan bisnis pak Mahendra yang dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Pak Mahendra terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan tamu-tamunya.
”Reza mana Mi?” tanya pak Mahendra pada istrinya.
“Entar lagi juga sampai Pi.”
“Kenapa kok lama kali sih,” ucap pak Mahendra khawatir.
“Jangan khawatir tentang Reza, Pi karena mempelai wanitanya juga belum datang.”
Tidak lama kemudian Reza pun muncul dan langsung mengambil duduk di meja yang telah disediakan. Begitu dia duduk dari kejauhan terlihat Nayla datang dengan keluarganya. Semua tamu undangan langsung melihat ke arahnya, tidak ketinggalan juga Reza.
Reza langsung terkejut melihat penampilan Nayla yang begitu anggun dalam balutan kebaya berwarna putih. Penampilannya hari ini membuat semua orang melihatnya tidak berkedip karena kecantikannya. Reza buru-buru memalingkan pandangannya ke arah lain.
‘Aku nggak boleh tergoda dengan penampilan wanita itu. Wanita itu tetap wanita udik yang kampungan,’ batin Reza.
Kemudian Nayla mengambil duduk tepat di samping Reza. Begitu kedua mempelai duduk, acara ijab kabul pun akan segera dimulai.
“Gimana Pak, sudah bisa kita mulai acaranya?” tanya pak penghulu pada pak Mahendra.
“Iya Pak, silakan,” jawab pak Mahendra.
Acara ijab kabul dimulai oleh pak penghulu dengan menghadirkan saksi dan wali hakim buat Nayla. Nayla yang sudah tidak mempunyai ayah kandung dan saudara laki-laki kandung sehingga yang menikahkan adalah wali hakim.
“Saya terima nikah dan kawinnya Nayla Warastuti binti Muhammad Gunawan dengan mahar seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucap Reza lantang membuat semua orang yang mendengarnya merasa puas dan senang.
“Gimana?” tanya pak penghulu pada hadirin seluruhnya.
“Sah.... sah....” jawab semua yang hadir.
Kemudian acara selanjutnya adalah do’a yang dipimpin oleh salah seorang ustadz. Setelah itu Nayla menyalam tangan suaminya. Jantungnya berdetak kencang dan tangannya gemetar saat memegang tangan suaminya dan kemudian diciumnya punggung tangan suaminya tanpa melihat wajahnya. Sedangkan Reza hanya biasa saja tidak ada rasa gemetar sedikit pun di dalam hatinya. Hanya dia melirik sebentar ke wajah Nayla, ‘ternyata gadis ini cantik juga, atau jangan-jangan dia cantik karena memakai make up,’ batin Reza tersenyum tipis.
Setelah itu keduanya pun bergantian menyalam orang tua Reza dan ibunya Nayla. Nayla langsung menangis saat memeluk ibunya. Perasaannya sangat terharu, begitu juga dengan bu Neneng ikut menangis.
“Jadilah istri yang baik dan taat pada suamimu ya Nak. Ibu nggak bisa ngasih apa-apa selain mendoakan kamu dan keluarga kecil kamu nantinya, semoga kamu bahagia bisa menjadi istri Reza,” ucap bu Neneng sambil memeluk putrinya.
***
Setelah acara ijab kabul selesai, acara selanjutnya adalah pesta pernikahan yang dibuat semeriah mungkin masih di gedung yang sama. Nayla sempat lelah juga ketika bersalaman dengan semua tamu undangan karena jumlahnya lumayan banyak.
Dari kejauhan terlihat teman Reza yang bernama Dino menghampirinya.
“Selamat ya Za, selamat menempuh hidup baru dengan istri baru kamu,” ucap Dino menyalam kedua mempelai sambil tersenyum ceriah.
Nayla pun tersenyum bahagia sementara Reza terlihat biasa saja tidak ada yang istimewa. Kemudian Dino berbisik di telinga Reza yang sempat didengar oleh Nayla.
“Bukankah pacar kamu Vera, kenapa kamu menikah dengan wanita lain?” bisik Dino.
Reza tidak bisa menjawab, dia hanya diam saja.
‘Berarti mas Reza sudah mempunyai kekasih yang namanya Vera. Barusan pria itu menyebut nama Vera. Berarti aku telah merebut mas Reza dari kekasihnya itu. Kenapa mas Reza mau menikah dengan aku sementara dia sudah mempunyai kekasih yang namanya Vera,’ batin Nayla heran.
***
Selesai resepsi pernikahan, Nayla langsung dibawa pulang ke rumah pak Mahendra. Nayla satu mobil dengan Reza, sementara mertuanya lain mobil. Begitu sampai halaman rumah pak Mahendra, Reza langsung menghentikan mobilnya.
“Kamu turun duluan ya, aku masih ada urusan.” pinta Reza pada Nayla.
Nayla langsung meraih tangan suaminya dan kemudian mencium punggung tangan Reza. Reza diam saja walau pun dalam hatinya dia merasa risi sendiri.
“Hati-hati ya Mas,” ucap Nayla sambil melambaikan tangannya.
Reza langsung melajukan kendaraannya tanpa melihat ke arah istrinya.
Begitu masuk ke dalam rumah yang cukup besar dan mewah itu, Nayla langsung disambut oleh seorang wanita paruh baya.
“Silahkan masuk mbak Nayla,” ucap wanita itu ramah.
“Ibu ini siapa?” tanya Nayla heran.
“Saya bi Ijah yang ditugaskan pak Mahendra untuk melayani mbak Nayla di rumah ini. Mari kita masuk Mbak biar saya tunjukkan kamar mbak Nayla. Mari tasnya biar saya bawakan,” pinta wanita itu.
Sampai di ruang tengah mereka ketemu dengan pak Mahendra yang baru keluar dari kamarnya.
“Nayla, kalau kamu butuh sesuatu kasitau bi Ijah ya,” ucap pak Mahendra.
“Baik Pak,” ucap Nayla sambil membungkukkan badannya.
“Mulai sekarang jangan panggil saya Bapak, tapi panggil papi seperti Reza karena mulai sekarang kamu juga anak kami. Oh ya Nay, mana suami kamu?”
“Katanya keluar sebentar ada urusan Pi.”
“Urusan? Urusan apa pula. Dasar anak gak bisa diatur,” ucap pak Mahendra agak marah.
“Pi, Nayla permisi dulu ya,” pamit Nayla sopan.
“Bi, antarkan Nayla ke kamarnya.”
“Baik Pak.”
Nayla langsung mengikuti bi Ijah dari belakang. Begitu masuk kamar, Nayla langsung terkejut melihat kamar yang akan ditempati bersama suaminya. Kamarnya sangat besar dan mewah. Semua perabotan yang ada di kamar itu serba Lux. Terdapat tempat tidur yang cukup besar dan mewah. Ada juga sofa yang sangat empuk dan TV yang ukurannya besar. Di sudut ruang itu terdapat kulkas. Nayla yang tidak pernah melihat perabotan sebagus ini langsung terheran.
“Mbak, bajunya langsung saya susun di lemari ya,” tawar di Ijah.
“Nggak usah Bi, biar saya aja nanti yang nyusun.”
“Nggak apa-apa Mbak, nanti saya yang dimarahi pak Mahendra karena saya ditugaskan untuk melayani mbak Nayla.”
Akhirnya Nayla hanya diam dan menurut saja. Bi Ijah langsung membereskan baju Nayla yang ada dalam tas dan kemudian dimasukkan ke dalam lemari.
“Sekarang Mbak istirahat dulu ya, saya mau ke dapur dulu menyiapkan makan malam,” ucap bi Ijah yang langsung keluar dari kamar.
Nayla langsung merebahkan tubuhnya yang sudah sangat letih ke tempat tidur yang sangat mewah itu dan langsung tertidur pulas.
***
Samar-samar Nayla mendengar suara siaran di TV, barulah dia membuka matanya perlahan. Buru-buru dia bangkit dan langsung menyapa suaminya yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV.
“Maaf ya Mas, tadi aku ketiduran.”
“Yaudah, gak apa-apa. Tapi lain kali jangan sekali-kali kamu tidur di tempat tidur itu,” ucap Reza penuh penekanan.
Nayla langsung terkejut dan diam saja.
‘Bukankah aku sudah menjadi istrinya yang sah. Kenapa aku gak boleh tidur di ranjang ini,’ batin Nayla sedih.
“Tapi Mas?”
“Mulai hari ini kita memang tidur satu kamar, tapi ingat kita tidak pernah tidur seranjang. Kamu tidur di sofa ini dan aku yang akan tidur di ranjang itu. Kamu juga harus tau bahwa aku menikahi kamu itu karena permintaan papi. Jadi kamu jangan banyak menuntut atau pun protes. Pernikahan kita hanya di selembar kertas karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa mencintai kamu. Kamu itu bukan type aku. Kamu itu wanita udik yang kampungan,” ucap Reza ketus.
Jantung Nayla rasanya mau copot mendengar pengakuan suaminya yang sangat menyakitkan itu. Walau pun hatinya sangat sakit tapi dia berusaha untuk kuat di depan suaminya.
‘Aku gak boleh tampak lemah di depan mas Reza karena aku gak mau disepelekan olehnya. Mulai detik ini aku akan mengikuti kemauannya karena aku yakin Allah akan memberikan jalan yang ternbaik buat aku,’ batin Nayla sedih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!