"Kau mau ke mana?"
"Aku ingin mencari pekerjaan baru di ibu kota."
"Tapi ... kau tidak punya bekal apapun untuk ke sana," lirihnya sedih.
"Bersabarlah dan tunggu aku di sini."
Itulah percakapan terakhir antara Iko dan Nana sebelum memutuskan pergi ke kota. Bagaimana saat itu keduanya masih remaja dan belum tahu apa-apa. Keduanya adalah korban dari keganasan tuan tanah yang merebut paksa lahan mereka.
Orang tua mereka telah tiada dan tidak menyisakan harta benda. Hanya belas kasihan dari seorang ibu asuh lah yang dapat membesarkan mereka. Tapi kini ibu asuh itu telah tiada, membuat Iko harus memikirkan cara agar dapat bertahan hidup lebih lama. Dan kini sudah sepuluh tahun berlalu, Nana pun masih setia menunggu Iko pulang ke desa.
"Hari hujan lagi."
Nana baru saja pulang sehabis mengajar anak-anak di desa. Gajinya tidak besar, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Tapi Nana amat giat mengajar sampai diberikan beasiswa oleh pihak yayasan. Yang mana yayasan itu kini mulai besar dan menyebar ke seluruh pelosok desa sekitarnya. Dan Nana dipercaya menjadi guru di sana. Ia juga masih menyelesaikan studinya.
Hari ini hujan turun lagi. Hujan yang kesekian kali dalam penantian kabar akan seorang pria yang sedari kecil bersamanya. Tapi, pria itu belum juga kembali. Sepuluh tahun berlalu ternyata tidak membuatnya lupa. Nana masih percaya dengan janji sang pria yang memintanya menunggu. Gubuk kecil rumahnya pun menjadi saksi akan penantian yang belum terbalaskan.
"Permisi."
Baru saja pulang sehabis mengajar, di tengah hujan yang turun gubuk Nana diketuk oleh seseorang dari luar. Nana pun segera mengeringkan wajahnya yang baru saja dibasuh. Ia kemudian lekas membukakan pintu. Dan saat membuka pintu, saat itulah Nana terkejut. Ia melihat seseorang yang seperti dikenal sebelumnya.
"Siapa ya?" Nana memerhatikan seseorang yang datang.
Pria itu adalah Iko yang sudah tampak berbeda dari sebelumnya. Penampilan Iko membuat Nana tidak mengenalinya. Hingga akhirnya Iko pun tersenyum di depan Nana.
"Aku Iko, Nana."
Nana pun akhirnya menyadari siapa yang datang. "Iko, kau kah ini?"
Ia sungguh tak percaya jika Iko akan datang ke desa. Hujan yang turun pun menjadi saksi akan penantian yang terbalaskan. Dengan semringah Nana menyambut kedatangan Iko lalu mempersilakannya masuk ke rumah. Nana begitu merindukan Iko.
"Aku tepati janjiku. Aku datang menjemputmu, Nana." Iko pun tersenyum senang saat masuk ke dalam rumah.
Iko kini sudah berbeda. Sepuluh tahun berlalu membuat Iko tampil lebih mewah dan bergaya. Iko yang dulunya hanya buruh serabutan kini berubah menjadi orang kaya dengan mobil barunya. Nana pun tak menyangka jika Iko akan datang menemuinya. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menunggu. Apalagi berada dalam penantian. Tapi kini Iko membuktikan dan membalaskan penantian.
Belasan menit kemudian...
"Saat ini aku sedang kuliah dan mengajar di salah satu taman kanak-kanak. Aku tidak bisa ikut dengan cepat ke kota."
Nana dan Iko duduk di kursi bambu yang ada di dalam gubuk rumah mereka. Keadaan rumah tampak tidak ada yang berubah semenjak Iko pergi meninggalkan desa. Maka dari itu Iko ingin mengajak Nana tinggal di ibu kota. Tapi Nana memberatkan tugas dan tanggung jawabnya di desa. Ia merasa tidak enak hati jika lekas meninggalkan desa begitu saja.
"Baiklah. Katakan butuh berapa hari untuk menyelesaikan administrasi dari desa ke kota? Pekerjaanku tidak bisa ditinggal di sana. Jarak desa ini ke kota sangatlah jauh. Aku tidak mungkin pulang pergi karena hanya akan memakan waktu."
Ternyata oh ternyata kedatangan Iko untuk menjemput Nana agar meninggalkan desa secepatnya. Tapi Nana sendiri merasa keberatan dengan ajakan Iko yang tiba-tiba. Terlebih banyak tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan di desa. Nana pun meminta penangguhan waktunya.
Aku belum tahu bagaimana Iko yang sebenarnya. Sepuluh tahun berlalu membuatku hampir tidak bisa mengenalinya. Apakah dia masih Iko yang dulu?
"Nana, aku bertanya padamu." Iko pun membuyarkan lamunan Nana.
"Em, ya. Maaf." Nana pun tersadar dari lamunannya. "Aku butuh ... sekitar satu minggu untuk mengurus administrasi dan surat-menyuratnya. Kau bisa menunggu?" tanya Nana kemudian.
Iko mengangguk. "Aku akan menunggu."
Dan akhirnya kesepakatan itupun dicapai oleh mereka. Nana setuju untuk ikut Iko ke ibu kota, meninggalkan desa dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan.
Iko, aku harap kau masih sama seperti yang dulu.
Penampilan Iko kini lebih mewah, bergaya, tampan dan juga hartawan. Iko datang ke desa menjemput Nana dengan menaiki mobil keluaran terbaru. Tentu saja hal itu membuat Nana bertanya-tanya, masihkah Iko seperti yang dulu?
Iko sendiri terlihat tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu. Ia harus segera kembali ke kota selepas menjemput Nana. Namun, pada akhirnya Iko harus menunggu proses administrasi Nana selesai. Itu berarti selama beberapa hari ke depan ia harus tinggal sementara di desa. Meluangkan waktunya untuk menunggu kekasih tercinta.
Esok harinya...
Iko baru saja selesai membersihkan gubuk rumah yang ditempati Nana. Iko juga membantu menjemur pakaian yang Nana cuci tadi pagi. Tapi saat menjemur pakaian, saat itu ibu-ibu yang habis berbelanja di pasar melihatnya. Mereka pun melewati gubuk rumah Nana yang sudah tampak reot.
"Eh, Iko?" Salah satu ibu itu mengenali Iko.
"Eh, iya si Iko. Kapan pulang, Ko? Udah lapor Pak RT belum?" tanya ibu lainnya.
"Iko jadi bersihan ya? Beda sama yang dulu waktu jadi kuli," kata ibu yang lain.
"Iya dong, beda. Iko kan sekarang jadi orang kota. Cepetan nikah, Ko. Kasihan Nana nanti jadi perawan tua," sindir ibu yang lainnya.
"Dulu kalian kecil masih kami maklumi untuk tinggal bersama. Tapi sekarang sudah besar. Jadi harus lapor Pak RT dulu biar nggak dikira kumpul kebo." Ibu yang lainnya ikut bicara.
Mendengar hal itu tentu saja membuat telinga Iko jadi panas. Ia lalu berkata, "Nanti saya lapor Pak RT, Bu-ibu. Tapi saya mau nyuci mobil dulu."
Iko pun tersenyum seraya menunjuk mobilnya. Saat itu juga ibu-ibu desa kaget melihat mobil Iko yang terparkir di sana. Begitu mewah dan juga menyilaukan pandangan mata. Mereka berbisik-bisik lalu meninggalkan Iko yang sedang menjemur pakaian. Iko pun bergumam di dalam hatinya.
Kenapa manusia melihat seseorang hanya dari hartanya? Tanpa peduli harta itu berasal dari mana? Mereka tidak tahu saja pekerjaanku bagaimana. Jika tahu, pasti akan lebih jauh mengumpat Nana.
Iko menyadari jika gerak-geriknya tidak bisa lepas dari penglihatan ibu-ibu yang ada di desa. Teringat jelas di benaknya, sepuluh tahun silam masih tinggal bersama seorang nenek tua yang merawat mereka. Tapi kini nenek itu telah tiada. Iko pun memutuskan untuk mengadu nasibnya di kota. Dan sejak saat itulah keadaan mulai berubah.
Kini Iko sedang menunggu Nana menyelesaikan administrasinya. Iko akan segera membawa Nana ke kota. Iko akan membahagiakan seorang wanita yang selama ini telah setia menunggunya. Iko pun akan berjuang lebih keras untuk Nana. Wanita yang dicintainya.
Beberapa hari kemudian...
Proses administrasi Nana sudah selesai. Ia sudah meminta surat pindah kampus dan juga mengundurkan diri dari yayasan yang membesarkannya. Semua itu ia lakukan demi Iko semata. Seorang pria yang ia anggap sudah lebih dari sekedar kekasihnya. Iko bak seorang kakak yang menjaganya. Semenjak kecil keduanya dibesarkan bersama.
Keduanya dibesarkan oleh seorang ibu asuh saat mereka menjadi korban tuan tanah yang serakah. Kala itu keduanya masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Mereka pun tidak tahu apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya. Tapi saat remaja, barulah sang ibu asuh menceritakannya. Mereka pun menyadari jika sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Keduanya lantas bertahan hidup dengan menjadi buruh serabutan di mana saja.
Nana pernah bekerja di warung makan sebagai pelayan. Iko juga pernah menjadi kuli bangunan. Keduanya bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan. Mereka tidak tega jika semuanya dibebankan kepada ibu asuh. Hingga akhirnya sang ibu asuh yang merupakan seorang nenek tua itu pergi untuk selama-lamanya. Iko pun bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan Nana. Sampai akhirnya pergi ke ibu kota.
Cemoohan, cacian, gunjingan, sudah biasa mereka dapatkan. Mereka pun mengikat janji untuk bertemu kembali. Dan kini mimpi itu terwujudkan. Iko kembali ke desa untuk menjemput Nana. Dan kini keduanya baru saja sampai di apartemen yang ada di ibu kota. Nana pun terbelalak melihatnya.
"Ini ...?"
"Ini rumah kita. Aku membelinya untuk kita." Iko menunjukkan bagaimana apartemennya.
Nana kemudian melihat-lihat isi dari apartemen Iko. Ia sangat tak percaya dengan apartemen yang dimiliki Iko. Begitu luas dan juga mewah untuk ukuran gadis desa sepertinya. Di mana di apartemen itu juga sudah tersedia semua perabotan rumah tangga. Beserta dua kamar tidur yang terpisah.
Sepuluh tahun kami berpisah dan kini bertemu lagi dengan segala perubahan yang sangat banyak. Dia benar-benar menepati janjinya. Tapi apakah selama sepuluh tahun ini tidak ada gadis yang menarik hatinya?
Dalam rasa takjub itu ada perasaan cemas karena cemburu. Selama lima hari di desa, Iko juga belum menceritakan banyak tentang dirinya di kota. Iko masih merahasiakannya. Ia ingin memberi kejutan kepada Nana.
Satu jam kemudian...
Nana dan Iko baru saja selesai makan siang bersama. Terlihat keduanya sedang duduk di teras luar apartemen. Iko pun mulai menceritakan bagaimana dirinya selama sepuluh tahun terakhir.
"Aku bertemu dengan teman-teman yang satu tujuan di tempat ini. Kami berkumpul lalu membentuk kelompok dalam suatu susunan yang tidak terkalahkan. Anggaplah kami sekelompok hacker yang suka membobol banyak uang pejabat negara." Iko menuturkan bagaimana pekerjaannya.
"Kau sudah lama menekuni bidang ini? Lalu bagaimana kalian berlatih?" Nana amat ingin tahu.
Pria bersweter putih itu menjawab, "Pekerjaan ini baru menghasilkan setelah tiga tahun kami berlatih. Selama tiga tahun pertama itu terasa begitu berat untuk aku jalani. Aku juga harus membiasakan diri hidup tanpa sinar matahari. Tapi aku ingat tujuan awal datang kemari. Sehingga akhirnya bisa menghasilkan seperti ini." Iko menceritakan.
Nana berusaha menerima pekerjaan Iko. "Lalu selama sepuluh tahun terakhir ini apakah tidak ada yang menarik perhatianmu?" tanya Nana segera.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!