NovelToon NovelToon

Cowok Rocker Masuk Pesantren

Episode.1

Bintang dan bulan terlihat menyinari gelapnya malam. Di malam yang terang ini di manfaatkan oleh segerombolan anak muda untuk berkumpul di jalanan. Mereka adalah Iqbal dan teman-temannya.

Terdengar suara klakson motor yang begitu nyaring dari arah belakang. Iqbal menoleh, melihat rivalnya datang.

''Iqbal, kalau Lo berani, ayo kita balapan di jalanan!'' Reno sang rival menantang Iqbal.

''Oke, siapa takut,'' tentu Iqbal menerima tantangan itu, karena dia sangat yakin jika dia akan menang.

Geng mereka sama-sama berdiri di sisi jalan bersorak menyemangati ketua geng mereka yang akan balapan.

Iqbal sudah berada di atas motornya. Dia menatap Reno yang berada di sampingnya dengan tatapan meremehkan.

Seorang wanita cantik berdiri di tengah-tengah antara mereka berdua dengan melambaikan bendera menggunakan satu tangannya.

''Oke bersiap! Satu dua go ... '' ucap sang wanita.

Iqbal dan Reno langsung tancap gas dan mengendarai motornya dengan sangat cepat. Di antara ke duanya tidak ada yang mau mengalah sama sekali.

Tiba-tiba terdengar suara sirene mobil polisi. Teman geng Iqbal dan Reno melarikan diri sebelum polisi sampai di tempat itu. Sedangkan Iqbal dan Reno masih berada di jalanan mengendarai motor mereka semakin cepat.

Iqbal tak bisa berkutik saat melihat mobil polisi berhenti di tengah jalan. Dia memperlambat laju motornya sambil menatap sekitar mencari jalan keluar. Tapi sayang di tempat balapan liar itu hanya ada satu jalan masuk dan satu jalan keluar. Jadi Iqbal benar-benar tidak bisa melarikan diri.

Iqbal melihat Reno yang sedang memanjat pagar pembatas dan sudah berhasil keluar dari area balap. Dia juga mengikuti apa yang Reno lakukan. Tapi sayangnya saat sudah berada di atas pagar, satu kakinya di pegang oleh seorang polisi dari belakang.

''Turun atau kami tembak sekarang!'' salah satu polisi mengarahkan pistol kepada Iqbal.

''Iya, Pak. Oke saya turun,'' karena Iqbal masih sayang dengan nyawanya, maka dia menuruti apa kata polisi itu.

Iqbal di bawa ke kantor polisi untuk di lakukan interogasi. Sebenarnya tanpa sepengetahuan Iqbal, Reno yang sudah menghubungi polisi dan meminta untuk datang ke sirkuit. Dia sengaja menjebak Iqbal.

Kenapa balapan liar ini di larang, itu karena setiap ada balapan pasti ada taruhan dan juga tawuran. Sering kali memakan korban. Masyarakat di sekitar pun merasa resah karena tidur mereka selalu terusik jika ada yang balap motor disana.

30 menit kemudian, Pak Bima yang merupakan ayah Iqbal datang ke kantor polisi. Jujur saja Pak Bima sangat kecewa dengan anak semata wayangnya. Jika pergaulannya seperti ini, bagaimana bisa di percaya untuk mengurus perusahaannya kelak.

Plak

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Iqbal. Sorot mata Pak Bima terlihat menajam. Iqbal memegangi pipinya yang di tampar oleh ayahnya.

''Kelakuan kamu itu sudah sangat kelewatan. Kamu hanya bermain di jalanan, tanpa memikirkan masa depan. Papah kecewa sama kamu, Iqbal. Biarkan saja kamu berada di penjara biar kamu sadar,'' ucap Pak Bima.

''Pah, tolong Iqbal. Iqbal tidak mau berada disini,'' Iqbal memegang satu tangan ayahnya. Dia juga menatap ayahnya penuh harap.

Pak Bima sudah kewalahan mengurus anaknya itu. Padahal anaknya baru saja lulus kuliah, namun tidak ada kemauan untuk bekerja sama sekali. Malah asyik senang-senang di luaran.

''Baiklah, papah akan bebaskan kamu dengan satu syarat ... '' Pak Bima menarik sudut bibirnya sehingga memperlihatkan sebuah senyuman.

''Apa pun itu akan Iqbal turuti asal Iqbal di bebaskan dari sini.''

''Nanti saja papah bicara di rumah. Sekarang papah urus semuanya dulu,'' Pak Bima menepuk-nepuk pelan bahu anaknya, lalu menemui polisi untuk membantu mengeluarkan anaknya dari sana.

Iqbal bisa bernapas lega karena dia tidak di tahan. Berkat bantuan ayahnya, dia bisa lepas dari jerat hukum.

Sesampainya di rumah, Iqbal melihat ibunya yang sedang duduk di ruang depan. Sedangkan di dekatnya ada sebuah koper besar.

''Mah, kok ada koper? Memangnya mamah mau kemana?'' tanya Iqbal.

''Bukan mamah yang akan pergi, tapi kamu, Nak.''

''Jadi Iqbal di usir dari rumah ini?'' Iqbal menatap ke dua orang tuanya secara bergantian.

''Tadi katanya kamu mau menuruti permintaan papah karena sudah membebaskan kamu. Jadi papah dan mamah ingin kamu tinggal di pesantren untuk belajar ilmu agama,'' ucap Pak Bima.

''Apa? Iqbal tidak mau!''

''Kalau kamu tidak mau, nanti papah akan menelepon polisi dan meminta untuk menangkapmu,'' ancamnya.

Iqbal kehabisan kata-kata. Menginjakkan kaki ke pesantren tidak pernah terpikirkan sama sekali di benaknya.

''Baiklah, tapi Iqbal mau cek pakaian Iqbal dulu.'' Iqbal membuka koper besar miliknya. Keningnya mengerut saat melihat isi koper hanya berisi baju koko, sarung dan pakaian lainnya. Sama sekali tidak ada pakaian miliknya yang biasa dia kenakan.

''Pakaian siapa ini? Kenapa bukan punyaku?'' Iqbal bertanya kepada ibunya.

''Ini punya kamu, Nak. Mamah sengaja membelikannya.''

''Iqbal tidak suka,'' Iqbal berlalu pergi ke kamar mengambil pakaian yang ingin dia bawa.

Iqbal sudah mengambil beberapa pakaian kesayangannya dan memasukkan ke koper. Dia hendak menyingkirkan pakaian lain di dalam koper, namun ibunya melarang.

''Jangan kamu keluarkan! Bawa saja semua untuk baju ganti nanti di pesantren,'' ucap Bu Fatma.

''Iya iya deh,'' Iqbal menurut dengan ibunya. Dia langsung menutup kopernya.

Bu Fatma menyuruh Iqbal untuk segera istirahat. Karena besok pagi Iqbal harus pergi ke pesantren.

...

...

Iqbal menutupi telinganya dengan tangan karena merasa terusik dengan ketukan pintu dari luar kamar. Padahal masih enak-enaknya tidur, tapi sudah ada yang mengganggu.

''Siapa sih gangguin banget,'' karena terus terusik, akhirnya Iqbal turun dari atas ranjang lalu dia membuka pintu kamarnya.

Bu Fatma menggeleng-gelengkan kepalanya melihat penampilan anaknya yang terlihat acak-acakan.

''Iqbal, kamu itu harus membiasakan diri bangun pagi. Apalagi nanti kamu akan tinggal di pesantren,''' ujar Bu Fatma menasihati.

''Tapi aku masih mengantuk, Mah. Ngapain sih pakai bangun pagi segala?''

''Sekarang kamu mandi terus nanti turun ke bawah. Mamah sama papah tungguin kamu untuk Shalat berjamaah.''

''Shalat? Perasaan Iqbal sudah lama tidak melakukannya, bahkan Iqbal lupa caranya.''

''Nah itu dia, jadi kamu harus belajar. Ikutlah Shalat sama kami, biar nanti saat kamu di pesantren, kamu tidak bingung caranya Shalat.''

''Baiklah,'' Iqbal menutup pintu kamarnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebenarnya malas sekali untuk melakukan itu. Tapi ibunya terlalu cerewet dan Iqbal tak mau ambil pusing.

Beberapa menit kemudian, Iqbal sudah selesai mandi. Dia bergegas ke bawah menuju ke mushola kecil yang ada di rumahnya. Ternyata orang tuanya dan ART yang ada di rumahnya sudah berada disana. Iqbal memposisikan diri berdiri di belakang ayahnya.

Shalat subuh berjamaah terlaksana dengan lancar. Walaupun Iqbal sedikit mengintip saat melakukan sujud, karena dia takut ketinggalan shalatnya.

Pak Bima menjabat tangan Iqbal, lalu Iqbal mencium punggung tangan ayahnya.

''Papah senang, akhirnya kamu mau Shalat berjamaah sama kita, Nak. Semoga setelah belajar di pesantren, kamu bisa jadi anak yang lebih baik lagi.''

''Iya, Pah.''

Bu Fatma dan Pak Bima melakukan tadarus bersama, sedangkan Iqbal dan ART yang lain keluar dari mushola itu.

Iqbal pergi ke kamar lalu melepaskan pakaian yang dia kenakan.

''Ih ini pakaian apaan sih? Panas sekali,'' gumam Iqbal sambil melempar asal baju koko yang baru saja dia lepas.

Episode.2

Iqbal pergi ke pesantren dengan di antar oleh ibu dan ayahnya. Jujur saja dia malas sekali pergi ke tempat seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah berjanji menuruti apa pun permintaan ayahnya yang sudah membebaskannya dari penjara.

Mobil hitam yang di kendarai oleh Pak Bima telah sampai di gerbang masuk pesantren at-takwa. Terlihat para santri yang baru saja keluar dari masjid. Mungkin mereka baru saja melakukan Shalat duha.

Tentu kedatangan mereka menjadi sorotan. Apalagi Iqbal yang berpenampilan ala rocker. Pakaian yang di kenakan serba hitam, bahkan celananya sobek-sobek.

Kedatangan Pak Bima dan keluarga di sambut oleh Kiyai Ahmad Abdulah, sekaligus pemilik pondok pesantren itu.

''Assalamu'alaikum, Pak Kiyai. Ini anak saya yang saya ceritakan tempo hari,'' ucap Pak Bima ramah.

''Waalaikum'salam. Mari ikut saya! Biar lebih leluasa kita mengobrol sambil duduk,'' ucapnya.

Mereka mengikuti kemana perginya Kiyai Ahmad.

Sekarang mereka sudah berada ruang peristirahatan para ustadz di pesantren. Bukan hanya Kiyai Ahmad yang ada disana, bahkan asisten beserta ustadz juga ada disana.

''Mohon maaf, Pak Kiyai. Saya ingin menitipkan anak saya di pesantren ini. Semoga dengan tinggal disini anak saya bisa jadi lebih baik lagi,'' ucap Pak Bima.

''Kami akan berusaha mendidik anak Pak Bima dengan baik. Karena itu sudah salah satu tugas para ustadz disini,'' ucap Kiyai Ahmad.

Sejak tadi Iqbal diam saja. Dia sedang memikirkan bagaimana cara kabur dari pesantren itu.

''Iqbal,'' Bu Fatma menepuk bahu anaknya yang sejak tadi hanya diam saja.

''Eh iya, Mah.''

''Jangan melamun!''

''Tidak kok, memangnya siapa yang melamun?'' Iqbal mengelak.

Pak Bima dan istrinya berpamitan untuk pulang. Mereka benar-benar memasrahkan Iqbal kepada Kiyai Ahmad. Karena mereka sudah tak sanggup mengurus Iqbal yang susah di atur.

''Iqbal, mari ikut saya ke kamar kamu,'' ucap ustadz Malik, yang merupakan ustadz paling di segani di pesantren itu.

Iqbal menurut, dia mengikuti kemana ustadz Malik pergi.

Sesampainya di kamar yang akan di tempati, Iqbal tertegun saat melihat ranjang dan kasurnya yang begitu kecil. Pasti sempit jika di tiduri.

''Iqbal, ini tempat tidur kamu. Jadi di kamar ini ada empat orang ya,'' ucap Ustadz Malik.

''Ini tidak salah, kamar Gue? Memangnya tidak ada kamar yang lebih luas lagi dari ini?'' Iqbal merasa tak nyaman di kamar sempit seperti itu. Apalagi dalam satu kamar ada empat orang.

''Ada, tidur saja di lapangan.''

Ucapan Ustadz Malik membuat penghuni kamar itu tertawa.

''Hei, jangan berani menertawakan ustadz Malik,'' ucapnya kepada mereka.

''Maaf, ustadz.'' ucap Lutfi.

''Oke saya mau keluar dulu, kalian kasih tahu semua kegiatan di pesantren ini kepada Iqbal,'' Ustadz Malik menunjuk Lutfi dan dua teman lainnya.

''Baik, Ustadz.'' jawab mereka serempak.

Setelah kepergian ustadz Malik, Iqbal naik ke atas ranjang. Dia mengambil ponsel dari dalam tas, lalu mendengarkan musik dengan headset.

Lutfi dan ke dua temannya saling pandang saat melihat Iqbal sedang mengangguk-anggukan kepalanya saat mendengarkan musik.

''Lutfi, coba kamu kasih tahu Iqbal deh, kalau di pesantren ini di larang mainan ponsel,'' ucap Fahmi.

''Takut ih, nanti malah kena semprot.''

Fahmi mendekati Iqbal dan mencoba memberitahu, ''Maaf, Iqbal. Tapi di pesantren ini tidak boleh main ponsel. Kalau ketahuan Ustadz Malik nanti bisa di sita ponselnya,'' dengan berani Fahmi mengambil headset yang ada di telinga Iqbal.

''Apaan sih, ganggu saja. Lebih baik kalian keluar deh kalau cuma gangguin Gue,'' Iqbal terlihat marah.

''Maaf, tapi lima belas menit lagi ada jadwal mengaji. Lebih baik kamu bersiap,'' ucap Fahmi.

''Kalian kalau mau ngaji ya ngaji saja, tidak usah pakai ajak Gue segala,'' Iqbal meninggikan nada bicaranya.

''Maaf,'' nyali Fahmi menciut, dia tak berani lagi berbicara kepada Iqbal.

Fahmi, Lutfi, dan Hasan segera menyiapkan Al-Qur'an dan alat tulis milik mereka masing-masing. Setelah itu bergegas pergi menuju ke masjid.

Semua santri dan santriwati sudah berkumpul di masjid. Ada batas tersendiri sehingga santri dan santriwati tidak berbaur.

''Ustadz Malik, apa sudah bisa kita mulai?'' Pak Kiyai Ahmad bertanya kepada Ustadz Malik.

''Maaf, Pak. Sepertinya Iqbal belum ada disini,'' ucapnya.

Kiyai Ahmad memperhatikan satu persatu santrinya, Ternyata benar, Iqbal tidak ada di antara mereka.

Ustadz Malik mengajak Lima santrinya untuk ikut bersamanya memanggil Iqbal. Karena sepertinya tidak bisa jika hanya sendirian memanggil Iqbal yang cukup bandel itu.

Sesampainya di kamar Iqbal, mereka melihat Iqbal yang sedang asyik mendengarkan musik sambil berjoget-joget ala rocker.

''Astaghfirullah'aladzim.'' Ustadz Malik mengelus dadanya melihat kelakuan Iqbal yang tidak mencerminkan seorang santri.

Iqbal melepas headset yang ada di telinganya saat melihat kedatangan Ustadz Malik.

''Ini ada apa sih ramai-ramai?'' tanya Iqbal.

''Kita kesini karena mau ajak kamu mengaji, Iqbal. Eh ternyata disini ada setan, tuh sampai kamu joget-joget seperti itu'' ucap Ustadz Malik.

''Kalian kalau mau mengaji ya tinggal mengaji saja, tidak usah ajak-ajak Gue,'' kata Iqbal.

''Jadi kamu maunya mendengarkan kita mengaji dari pada ikut mengaji?'' Ustadz Malik bertanya kepada Iqbal, namun Iqbal masih diam.

Ustadz Malik memberi kode kepada para santrinya untuk duduk bersila di atas lantai. Mereka bersama-sama melafadzkan surat yasin di hadapan Iqbal.

''Stop! Kenapa malah baca surat yasin di hadapan Gue?''

''Tadi katanya kamu tidak mau ikut mengaji, ya sudah kita bacakan yasin saja,'' jawab Ustadz Malik.

''Gue bukan mayat, Ustadz.'’

''Ya sudah kalau begitu ayo ikut ke masjid! Jangan lupa bawa Al-Qur'an milikmu.''

Iqbal sedikit kesal kepada Ustadz Malik yang menurutnya cukup pemaksa. Dengan terpaksa dia mengikuti mereka menuju ke masjid.

Iqbal pergi berwudhu di antar oleh Ustadz Malik. Karena takutnya Iqbal akan kabur, jadi Ustadz Malik menemaninya.

''Hei, kamu lagi cuci muka apa berwudhu?''

''Berwudhu, memangnya Ustadz tidak lihat?'' Iqbal memang berani sekali menjawab setiap ucapan orang lain.

''Bukan begitu caranya. Sejak kapan orang berwudhu dari wajah dulu baru tangan? Biar saya ajarkan,'' Ustadz Malik menaikkan lengan baju koko yang di kenakan, lalu mulai memperagakan cara berwudhu.

Iqbal menyimak Ustadz Malik, setelah itu barulah dia menirunya.

Ustadz Malik memasuki masjid di ikuti oleh Iqbal di belakangnya. Para Santri memperhatikan kehadiran Iqbal. Karena penampilannya yang terlihat berbeda sendiri tentu menjadi pusat perhatian.

Kiyai Ahmad mulai mengucapkan salam untuk membuka acara. Setelah itu menunjuk satu persatu santri untuk membaca ayat suci Al-Qur'an.

''Iqbal, karena kamu terlambat datang, coba kamu bacakan surat Al-fatihah dengan benar,'' ucap Kiyai Ahmad.

Iqbal membuka satu per satu halaman Al-Qur'an yang sedang dia pegang, hingga halaman terakhir. Dia sama sekali tidak tahu dimana letak bacaan surat Al-fatihah.

''Iqbal, kenapa lama sekali? Apa kamu tidak tahu letak surat Al-fatihah?" Ustadz Malik terlihat kesal kepada Iqbal.

''Sejak tadi sudah cari tapi tidak ketemu,'' ucap Iqbal.

''Astaghfirullah'aladzim,'' Ustadz Malik mengelus dadanya, sedangkan santri yang lain menertawakan Iqbal.

''Surat Al-fatihah itu ada pada bagian paling awal sendiri. Coba kamu baca!'' Ustadz Malik mencoba mengontrol emosinya, karena Iqbal sudah membuatnya kesal.

Iqbal mulai membaca surat Al-fatihah dengan terbata-bata. Karena memang dia tidak lancar dalam mengaji.

Episode.3

Saat ini sudah pukul sembilan malam, namun para santri masih di masjid mendengarkan tausiah dari Kiyai Ahmad. Fahmi dan Lutfi saling pandang saat mendengar suara orang mendengkur. Mereka menatap ke samping melihat Iqbal yang sedang tidur. Suara dengkuran itu sekarang semakin kras, hingga santri yang lain ikut menoleh ke sumber suara. Lagi-lagi mereka di buat tertawa oleh tingkah Iqbal.

Ustadz Malik memberikan kode kepada Fahmi untuk membangunkan Iqbal. Fahmi menurut, dia mencoba membangunkan Iqbal dengan cara menepuk-nepuk bahunya.

''Copet ... copet ... '' ucap Iqbal cukup nyaring. Spontan dia juga membuka ke dua matanya.

''Ha ha ha .... ''Semua santri menertawakan Iqbal.

Ustadz Malik geleng-geleng kepala melihat Iqbal yang lagi-lagi bertingkah. Santri yang satu ini memang tidak patuh aturan. Bisa-bisanya tidur di saat Kiyai Ahmad sedang memberikan tausiah.

''Sttt ... '' Ustadz Malik meminta para santri untuk diam, karena tidak sopan tertawa di saat Kiyai Ahmad sedang bertausiah.

Setelah tausiah yang di isi oleh Kiyai Ahmad selesai, semua santri berbondong-bondong keluar meninggalkan masjid. Mereka ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun tidak dengan Iqbal, sekarang dia mengikuti Ustadz Malik pergi ke toilet.

''Ustadz, kenapa ajak saya kesini?'' tanya Iqbal.

''Kamu bersihkan semua toilet disini. Ini sebagai hukuman karena kamu sudah lancang tidur di saat santri lain mendengarkan tausiah.''

''Tapi saya mengantuk Ustadz,'' Iqbal menguap di hadapan Ustadz Malik.

''Dasar tidak sopan. Kalau menguap itu mulut di tutup, nanti kalau ada nyamuk atau lalat masuk bisa bahaya,'' ucap Ustadz Malik menasihati.

''Maaf, Ustadz.'' karena tak ingin berdebat dengan ustadz Malik, jadi Iqbal menjawab seperlunya.

Ustadz Malik pergi dari sana, membiarkan Iqbal memulai membersihkan toilet.

''Ah sial sekali sih, hidup Gue di atur-atur berasa di penjara,'' gumam Iqbal.

Iqbal melihat pintu toilet terbuka, menampakkan sosok santri cupu yang baru keluar. Terbesit ide licik di benaknya. Mungkin santri cupu itu bisa dia manfaatkan.

''Hei, cupu. Tunggu!''

Lelaki itu yang bernama Sandi, dia menatap Iqbal yang memanggilnya.

''Ada apa?'' tanya Sandi.

''Lo mau uang nggak?''

Sandi yang memang orang miskin, tentu dia mengangguk setelah mendengar kata uang.

''Saya mau,'' ucapnya.

''Kalau begitu kamu bersihkan semua toilet disini, nanti Gue kasih uang seratus ribu,'' Iqbal mengambil uang seratus ribu dari saku celananya lalu memperlihatkannya kepada Sandi.

Sandi yang hendak mengambil uang itu tahan oleh Iqbal, ''Eits bersihkan dulu toiletnya, setelah itu uang ini baru jadi milik Lo.''

''Baik,'' jawabnya.

''Bagus, Gue mau keliling sekitar sini dulu,'' Iqbal bergegas pergi meninggalkan Sandi.

Iqbal menatap kanan kirinya, karena takutnya ada Ustadz Malik di sekitar sana. Namun ternyata Ustadz Malik tidak ada disana, dan itu membuat hatinya merasa lega. Tak sengaja Iqbal mendengar suara seorang wanita dari arah samping. Dia menatap ke sebuah ruangan yang terlihat seperti dapur. Karena jendela ruangan itu kebetulan tidak tertutup, jadi kelihatan dari luar.

Iqbal menatap ke dalam dapur. Ternyata ada sosok wanita sangat cantik yang sedang memasak air panas. Iqbal sama sekali tak mengalihkan arah pandangnya dari sosok wanita cantik itu. Kecantikannya sungguh membuat seorang Iqbal jatuh cinta pada pandangan pertamanya.

'Siapa dia? Kenapa kecantikannya mengalihkan duniaku?' gumam Iqbal dalam hatinya.

Sedang asyik-asyiknya memandang, tiba-tiba Iqbal merasakan sakit di telinganya. Karena telinganya di tarik oleh seseorang. Iqbal menoleh ke samping, melihat siapa yang berani berbuat seperti itu kepadanya. Orang tuanya saja tidak pernah menarik telinganya, namun kini orang asing dengan berani melakukan itu kepadanya.

''Ustadz apa-apaan sih pakai tarik telinga saya?'' Iqbal terlihat kesal.

''Lagian kamu ngapain berdiri disini sambil ngelihatin Neng Aisha,'' ucap Ustadz Malik sambil menatap ke dapur.

Iqbal menyunggingkan senyumnya saat sudah tahu nama wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Tingkah Iqbal yang senyum-senyum sendiri membuat Ustadz Malik heran. Bahkan saat Ustadz Malik mengibas-ngibaskan tangan di depan Iqbal, ternyata Iqbal tidak menyadarinya.

''Astaghfirullah'aladzim, di ajak bicara malah melamun,'' Ustadz Malik menepuk pelan bahu Iqbal.

''Ada apa lagi sih, Ustadz. Saya lagi sibuk, jangan di ganggu,'' ucap Iqbal yang sejak tadi tidak mengalihkan arah pandangnya dari dapur. Ternyata dia masih memperhatikan Aisha.

''Cepat kembali ke kamarmu! Tidak baik berkeliaran di area santriwati. Dan ingat, besok saya akan berikan hukuman untukmu, karena kamu sudah berani menyuruh orang lain untuk menggantikan membersihkan toilet.”

'Ah sial, Ustadz yang satu ini bikin Gue nggak betah,' batin Iqbal, lalu dia berlalu pergi menuju ke kamarnya.

...

...

Adzan subuh sudah berkumandang sejak lima menit yang lalu. Bahkan semua santri sudah meninggalkan kamar mereka dan bersiap untuk menunaikan ibadah Shalat subuh. Namun tidak dengan Iqbal, dia masih setia meringkuk di bawah selimut. Selama hidupnya, Iqbal tidak pernah bangun sepagi ini.

Prang prang prang

Iqbal terlonjak kaget saat mendengar suara yang begitu nyaring. Spontan dia beranjak dari atas tempat tidur. Iqbal di buat kesal saat melihat Ustadz Malik yang sedang berdiri tak jauh dari tempat tidurnya. Di tangannya ada dua tutup panci yang tadi di pakai untuk membangunkan Iqbal.

''Ustadz, ngapain berisik sih? Ini masih pagi loh,'' ucap Iqbal.

''Karena sudah pagi jadi kamu harus bangun, Iqbal. Lihatlah kamar ini sudah kosong. Semua teman kamu sudah pergi ke masjid. Lagian kamu tidur kok nggak bangun-bangun sih?''

''Saya tidak biasa bangun jam segini,'' jawabnya.

''Mulai sekarang harus di biasakan. Kamu harus mengikuti aturan di pesantren ini. Cepat bangun! Katanya kagum sama Neng Aisha, masa bangun saja harus di bangunin. Neng Aisha juga pasti tidak mau kalau di taksir sama lelaki pemalas sepertimu.''

Mendengar kata Aisha membuat rasa kantuk yang Iqbal rasakan seakan menghilang. Dia bergegas bersiap untuk ikut Shalat subuh berjamaah. Pagi ini Iqbal sengaja mengenakan baju koko berwarna putih, kopyah, bahkan sarung. Sengaja dia berpenampilan seperti itu agar terlihat pantas jika bersanding dengan Aisha.

Para santri menatap ke arah pintu masuk saat melihat lelaki tampan yang berpenampilan terlihat berbeda. Jelas Iqbal menjadi sorotan, karena dia tidak lagi berpenampilan serba hitam seperti sebelumnya.

Setelah selesai Shalat subuh, para santri mendengarkan kultum pagi. Namun Iqbal berpamitan kepada Fahmi jika dia akan ke toilet sebentar. Padahal Iqbal akan kembali ke kamar karena masih mengantuk.

Iqbal berjalan sambil menatap kanan kirinya karena takut jika ada yang memergoki. Tak sengaja dia bertabrakan dengan seseorang.

''Aduh,'' pekik seorang wanita yang tak lain adalah Aisha.

Iqbal tak berkedip menatap wanita pujaannya yang saat ini berdiri di hadapannya. Ucapan Aisha menyadarkannya. Sehingga Iqbal menahan tangan Aisha yang ingin pergi dari sana.

''Aisha, bolehkah saya mengenalmu?'' tanya Iqbal.

''Maaf, tolong lepaskan tangan saya! Kita bukan mahram,'' Aisha menepis tangan Iqbal yang memegang tangannya.

''Sorry, tidak sengaja.''

Iqbal menatap Aisha yang berlari kecil menjauhinya. Sebuah senyuman terukir di wajahnya. Bahkan jantungnya berdetak tak menentu saat melihat wajah cantik Aisha.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!