NovelToon NovelToon

My Beloved Sister

Bab 1

"Aditya,,, jangan lari-lari nak,,,!" Teriakan Davina di halaman belakang sampai terdengar di balkon belakang lantai dua. Dave yang tengah menikmati secangkir teh sembari mengerjakan pekerjaannya, hanya bisa mengukir senyum tipis.

Sikap protektif Davina pada sang putra hampir setiap hari menghiasi hari-hari Dave. Apalagi putranya sangat aktif di usianya yang sudah menginjak 5 tahun.

Aditya tidak bisa diam, rasa penasaran dan keingintahuannya sangat besar. Dia menyentuh dan memainkan apapun yang ada di depan matanya.

Tapi meski begitu, Aditya sangat pintar. Dia bahkan sudah lancar membaca dan fasih bahasa Inggris.

Di sekolahnya, dia lebih unggul di banding anak-anak yang lain.

"Come on Mom,,," Seru Aditya yang semakin berlari kencang hingga Davina kesulitan untuk mengejarnya.

"Oh ya ampun Dave,,, ada apa dengan anakmu ini,," Keluh Davina yang memilih mendudukkan diri di kursi taman. Dia sudah tidak sanggup mengejar putranya lagi. Tenaganya terkuras habis hanya untuk menemani Aditya bermain selama 1 jam.

"Dia juga anakmu sayang,," Suara teduh Dave seakan menjadi penyelamatan bagi Davina. Wanita itu menoleh kebelakang, mendongak untuk menatap Dave yang berdiri di belakangnya.

Satu kecupan mendarat di pucuk kepala Davina dan beralih ke bibir dengan luma tan singkat. Sikap romantis Dave semakin menjadi saja seiring dengan bertambahnya usia.

Hampir menginjak kepala 4, Dave semakin lengket pada Davina. Terkadang bersikap manja layaknya Aditya.

"Tapi dia persis sepertimu," Jawab Davina begitu Dave melepaskan ciumannya.

"Pekerjaannya sudah selesai.?" Davina bertanya penuh kelembutan.

Berbeda dengan Dave yang semakin romantis dan manja, Davina justru semakin dewasa dan keibuan. Dia bukan lagi Davina 5 tahun lalu.

"Belum, kericuhan kalian berdua lebih menarik perhatianku." Jawab Dave dengan senyum tertahan.

"Aditya, kemari sayang,,,!" Panggil Dave dengan suara tegasnya. Dia melambaikan tangan pada Aditya.

Bocah 5 tahun itu langsung berlari mendekat.

"Papa,, kapan kita jalan-jalan.?" Tanya Aditya seraya menghambur kepelukan Dave.

"Kau dengar sayang, putramu bahkan rindu pergi jalan-jalan Papanya." Timpal Davina. Ada nada menyindir dalam ucapannya.

Belakangan ini Dave memang sangat sibuk sampai tidak punya waktu untuk pergi jalan-jalan bersama.

Bahkan di hari libur seperti ini, Dave masih berkutat dengan pekerjaannya sejak pagi.

"Maaf, belakangan ini Papa sibuk sampai mengabaikan kalian." Dave mengusap pucuk kepala Davina dan Aditya bergantian.

"Papa janji minggu depan akan ajak kalian pergi berlibur. Bagaimana kalau kita pergi ke Paris.?" Ajaknya.

Aditya dan Davina langsung mengangguk antusias.

"Yeayy,,, kita akan pergi jalan-jalan.!" Seru Aditya yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

"Sudah sore, ayo masuk. Kamu juga harus mandi sayang,," Ajak Davina pada putranya.

Mereka lalu masuk ke dalam rumah, Davina menggandeng putranya, sementara itu Dave berjalan di samping Davina.

"Kita juga harus mandi." Bisiknya menggoda.

Seketika cubitan melayang ke pinggang Dave.

"Apa tadi pagi belum puas mandinya." Sahut Davina. Dia acuh saja bicara seperti itu di samping Aditya, lagipula Aditya juga tidak akan paham apa yang dia dengar.

"Ingat sayang, 3 kali sehari seperti minum obat." Jawab Dave seraya terkekeh. Davina mendelik, bisa-bisa dia terkapar tidak berdaya kalau Dave memintanya 3 kali sehari. Untung saja tidak berlangsung setiap hari.

"Ok,, tapi untuk hari ini saja." Davina akhirnya menyanggupi. Lagipula dia juga tak tega pada Dave karna sudah 1 minggu mereka tidak melakukannya akibat tamu bulanan.

...****...

Pagi itu Davina ikut mengantar Aditya ke sekolah, di antar oleh supir pribadi yang sudah bekerja selama 4 tahun dengannya.

"Bukannya istri kamu sedang hamil Jo.? Kenapa tidak kamu ajak tinggal disini saja.? Daripada sendirian di kampung," Seperti biasa Davina selalu memulai obrolan lebih dulu. Itu sebabnya semua pekerja di rumahnya betah bekerja dengannya karna sikapnya byang baik dan ramah.

"Iya Bu, kemarin baru di tes hasilnya positif."

"Sebenarnya hari ini mau minta ijin untuk pulang, saya mau antar istri periksa ke bidan." Tutur Jordi. Laki-laki berusia 25 tahun yang baru menikah 6 bulan itu tampak berbinar saat menceritakan kehamilan istrinya.

"Ya sudah, kamu boleh pulang setelah mengantar Aditya." Tanpa pikir panjang Davina langsung mengijinkan Jordi untuk pulang kampung. Dia memikirkan perasaan istri Jordi yang sudah pasti sedang membutuhkan suami di sampingnya.

"Makasih banyak Bu." Ucap Jordi.

"Jadi saya boleh bawa istri ke sini.?" Tanyanya memastikan.

"Istri saya memang ingin bekerja disini, tapi di rumah sudah banyak orang, jadi saya tidak berani minta pekerjaan." Tuturnya. Walaupun sudah seperti keluarga, tapi Jordi tidak berani meminta pekerjaan pada Davina untuk istrinya. Terlebih asisten rumah tangga di rumah Davina sudah banyak.

"Boleh Jo. Mau tinggal di sini terus juga tidak masalah." Jawab Davina.

"Nanti bantu-bantu di dapur saja, jangan pegang kerjaan yang berat-berat."

Jordi terlihat semakin bahagia saja. Tentu dia senang karna akhirnya bisa tinggal bersama dengan sang istri.

...*****...

"Mas,,," Davina masuk ke dalam ruang kerja Dave dengan membawa secangkir teh hangat dan dessert.

Dave pergi ke ruang kerjanya setelah makan malam, dan masih betah di dalam setelah 2 jam. berada di sana.

Davina bahkan sudah selesai menemani Aditya belajar dan mengerjakan tugas.

Senyum di bibir Dave mengembang begitu melihat kedatangan istrinya. Dia kemudian menepuk pahanya, meminta Davina untuk duduk di atas pangkuannya.

Davina menurut, setelah meletakkan nampan di atas meja, dia langsung duduk di pangkuan Dave.

"Jangan gila bekerja, kamu sudah punya segalanya sayang. Apa lagi yang kamu cari.?" Ucap Davina seraya mengecup singkat bibir Dave penuh cinta.

"Semua ini juga untuk kalian, terutama putra kita."

"Jadi saat sudah dewasa nanti, Aditya hanya perlu meneruskan perusahaan kita." Tutur Dave.

Cara berfikirnya memang berbeda dengan Davina. Dave ingin mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya selama dia masih mampu dan memiliki tenaga untuk melakukannya. Agar nanti di usia tua dia tinggal menikmati hasilnya.

Dan yang pasti akan mewariskan semua harta miliknya untuk Aditya kelak. Jadi putranya tak perlu susah payah membangun perusahaan dari nol.

"Sayang,, bagaimana kalau kita program lagi.? Aku ingin Aditya memiliki adik." Raut wajah Davina seketika berubah serius.

Membahas tentang harta yang akan di wariskan semua pada Aditya, tiba-tiba membuat Davina teringat dengan keinginannya untuk bisa memiliki anak lagi.

"Davina, aku sudah sering mengatakannya padamu." Dave mengusap punggung istrinya dengan lembut. Tatapannya berubah sendu, dia tidak akan sanggup melihat kesedihan lagi di mata Davina setiap kali mengalami keguguran.

sejak memiliki Aditya hingga kini usia Aditya 5 tahun, sudah 3 kali Davina hamil. Tapi ketiganya hanya mampu bertahan kurang dari 7 minggu.

"Tidak apa kita hanya memiliki Aditya, dia sudah lebih dari cukup. Bahkan segala-galanya untuk kita."

"Aku tidak mau melihatmu sedih dan merasakan sakit saat di kuretase."

"Belum lagi butuh waktu untuk memulihkan kondisi kamu setelah itu."

Dave memeluk erat tubuh Davina.

"Tidak perlu program lagi, kalau memang Tuhan menghendaki kamu untuk hamil lagi, dia pasti akan hadir di dalam sini." Ucapnya seraya mengusap lembut perut Davina.

Bab 2

Sudah 8 bulan berlalu sejak Davina meminta Jordi untuk mengajak serta istrinya agar tinggal di rumahnya.

Mungkin Tuhan memang sudah menggariskan takdir Davina untuk mendapatkan kehidupan baru yang selama bertahun-tahun dia impikan.

Terlepas darimana kehidupan baru itu berasal, dia memberikan segenap cinta dan kasih sayang untuknya.

Tepat 2 hari setelah ulang tahun Aditya yang ke 6, bocah tampan itu di anugerahi seorang adik perempuan yang sangat cantik. Davina memberinya nama Aurelia Mahendra.

Kehadiran Aurelia sangat berarti bagi Davina. Meski nama Aurelia memiliki arti emas, namun Davina menganggap Aurelia lebih dari sebuah emas. Putri keduanya itu adalah berlian, yang sama halnya berharga seperti Aditya.

"Sayang,, apa yang harus kita katakan pada Lucia.?" Kesedihan dan kecemasan menyelimuti wajah wanita cantik berusia 27 tahun itu. Air matanya luruh sejak mendapatkan kabar bahwa Jordi mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit untuk menemui istrinya yang akan melahirkan.

Davina kembali memeluk Dave dengan tangis yang tak kunjung reda. Hatinya hancur, dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Lucia saat tahu bahwa suaminya meninggal dunia bersamaan dengan lahirnya putri pertama mereka.

Sebagai sesama wanita dan seorang ibu, Davina tentu tak akan tega mengatakan kabar duka itu pada Lucia. Dia bahkan tidak mau masuk ke ruangan meski sebenarnya sangat ingin menemui Lucia dan putrinya itu.

Dia takut tak bisa menahan air matanya di depan Lucia. Dan tak akan sanggup menatap putri Lucia yang terlahir tanpa sosok seorang ayah karna pergi untuk selama-lamanya.

"Tenang sayang, kita akan bicara pada Lucia setelah kondisinya membaik." Dave mengusap lembut punggung istrinya untuk memberikan ketenangan.

Dave bisa memaklumi kenapa Davina begitu terpukul bahkan menangis histeris saat mendengar kabar meninggalnya Jordi.

Karna hati istrinya itu terlalu lembut, terlebih Davina juga sudah menganggap Jordi dan Lucia sebagai keluarga.

"Siapa yang akan bicara padanya.? Aku tidak tega menghancurkan kebahagiaan Lucia." Ucap Davina seraya menangis.

Disaat Lucia sedang bahagia karna kelahiran putri pertamanya, rasanya akan menyedihkan jika harus memberi tahu tentang kondisi suaminya.

"Maaf Pak, bisa bicara dengan suami Ibu Lucia.?" Seorang Dokter bedah tiba-tiba menghampiri mereka berdua. Dokter yang 30 menit lalu baru selesai melakukan operasi sesar pada Lucia.

"Sayang,, bagaimana ini.?" Tangis Davina semakin pecah. Entah kenapa perasaannya semakin tidak karuan melihat wajah dokter itu yang tampak panik.

"Suaminya meninggal dalam perjalanan ke sini Dok," Suara Dave tercekat. Nyatanya bukan hanya Davina saja yang merasakan kesedihan, Dave bahkan bicara seraya menahan sesak di dada.

Dokter itu tampak terkejut, raut wajahnya semakin kacau.

"Saya turut berdukacita yang sedalam-dalamnya. Mungkin waktunya tidak tepat, tapi saya harus tetap menyampaikan kondisi Ibu Lucia yang sebenarnya." Dokter itu menundukkan pandangan. Melihat Davina yang sedang menangis pilu karna berita kematian, Dokter itu merasa tidak enak untuk menambah kesedihan lagi.

Ucapan Dokter itu membuat perasaan Davina semakin kacau, dia memang sudah bisa menebak sejak pertama melihat raut wajahnya yang tampak cemas.

"Katakan Dok, bagaimana kondisi Lucia.? Dia baik-baik saja kan.?" Davina berusaha untuk berfikir positif, berharap tak terjadi apapun pada Lucia.

"Sekali lagi saya minta maaf karna harus menyampaikannya." Ucap sang Dokter.

"Ibu Lucia mengalami perdarahan, beliau tidak sadarkan diri."

Saat itu tangis Davina kembali pecah. Dia lalu meminta pada Dokter untuk menyelamatkan Lucia.

...*****...

"Kasihan sekali kamu sayang,," Davina menyentuh lembut pipi bayi mungil dalam gendongannya.

Tak terasa air mata Davina kembali tumpah. Bayi mungil itu harus kehilangan kedua orang tuanya di hari yang sama.

Lucia dinyatakan meninggal setelah mengalami perdarahan dan koma selama 3 jam.

Sore itu Davina baru selesai mengurus pemakaman Jordi dan Lucia. Dia bakan membawa serta bayi mungil itu ke pemakaman untuk mengantar kedua orang tuanya ke peristirahatan terakhir.

Entah sudah berapa banyak air mata yang telah Davina keluarkan untuk menangis kepergian Lucia dan Jordi, serta menangisi nasib bayi mungil yang tak berdosa itu.

"Mama kenapa menangis, ini adik bayi siapa.?" Aditya duduk di samping Davina. Dia baru saja pulang dari les. Sejak pagi Aditya memang tidak ada di rumah. Dia harus sekolah setelah itu lanjut pergi untuk les. Jadi Aditya tidak tau dengan apa yang telah terjadi.

"Tentu saja adik kamu sayang." Jawab Davina seraya menghapus air matanya. Dia tidak mau terlihat menangis lagi di depan Aditya.

"Sekarang kamu sudah jadi Kakak, kamu harus sayang dan baik sama adik." Tutur Davina lembut. Di usapnya pucuk kepala Aditya seraya menatap penuh cinta. Dia berharap Aditya mau menerima dengan senang hati akan kehadiran anggota baru dalam hidupnya.

"Tapi ini adik bayi siapa.? Mama kan tidak hamil." Aditya masih bingung karna tiba-tiba sang Mama menggendong bayi mungil yang diperkenalkan sebagai adiknya, sedangkan dia tau kalau Mamanya tidak hamil.

"Jagoan Papa sudah pulang,," Dave ikut bergabung bersama mereka setelah mandi.

"Sini, duduk sama Papa." Dave mendudukkan Aditya di pangkuannya.

"Mama tidak harus hamil dulu untuk memiliki adik." Tutur Dave.

"Dia akan menjadi adik kamu. Adit harus menerima dan menyayangi adik."

Davina mengukir senyum, dia bersyukur Dave mau memberikan pengertian untuk putra mereka.

"Iya Pah." Aditya mengangguk paham.

"Siapa nama adik bayinya Mah.?" Aditya mendekat dan menyentuh wajah mungil itu, kemudian mencium pipinya.

Tindakan Aditya sontak membuat Davina menangis hari.

"Aurel, namanya Aurelia nak." Jawab Davina.

Dibalik kesedihan dan duka mendalam yang di rasakan oleh Davina karna kepergian 2 orang pekerja rumahnya, terselip kebahagiaan akan kehadiran Aurelia dalam hidupnya.

Davina sudah berjanji di makam Jordi dan Lucia bahwa dia akan menjaga serta menyayangi Aurelia seperti anak kandungnya sendiri. Tak akan membedakan Aurelia dan Aditya.

Melihat kebahagiaan di wajah istrinya, Dave tersenyum lebar dengan mata yang berkaca-kaca.

Sama halnya Davina yang sudah menganggap Aurelia seperti anak kandungnya sendiri, Dia juga akan berusaha untuk menerima kehadiran Aurel dan menyayanginya seperti dia menyayangi Aditya.

Bab 3

18 tahun berlalu, bayi mungil yang dulu dijadikan anak angkat oleh Davina dan Dave kini sudah tubuh menjadi gadis cantik yang membanggakan.

Meski tak terlahir dari rahim Davina, gadis yang kerap di sapa Elia itu memiliki kesamaan sifat seperti Davina. Elia menjadi pribadi yang ceria, sangat baik dan tulus dengan orang di sekitarnya.

Dia bahkan menjadi kebanggaan Davina karna nilai akademisnya selalu tinggi hingga menjadi lulusan terbaik di sekolahnya.

"El,, Kakakmu sudah sampai,,!" Davina berteriak dari luar kamar putrinya yang terkunci.

Gadis yang tengah menatap diri di pantulan cermin itu buru-buru berlari dan membuka pintu.

"Dimana Kak Adit.?" Elia begitu antusias, selama 6 bulan dia menahan kerinduannya pada sosok sang kakak yang sejak dulu menjadi pelindungnya. Kakak yang selalu mengantarkannya kemana pun dia pergi karna sifat protektifnya.

"Mobilnya baru terparkir di garasi, ayo turun." Davina mengajak putrinya turun ke bawah untuk menyambut kepulangan Aditya yang baru menyelesaikan studi s2 nya di usia ke 24 tahun.

Sementara itu di halaman rumah, seorang laki-laki tampan turun dari mobil mewah yang di kendari oleh supir pribadi.

Memiliki tinggi 180 cm dan berat bada ideal, dia tampak gagah di usianya yang baru 24 tahun.

"Tolong bawakan ke kamar." Suara berat itu sangat cocok dengan fisiknya yang tegap dan tinggi serta otot-otot yang tercetak di beberapa bagian tertentu.

Dia lalu beranjak dari garasi setelah menyuruh supir untuk membawakan koper miliknya.

Biasanya setiap 2 bulan sekali dia akan pulang untuk berkumpul dengan keluarga tercintanya.

Tapi kali ini setelah 6 bulan, dia baru menginjakkan kaki di istana masa kecilnya itu lantaran sedang fokus untuk menyelesaikan studinya.

Tentu rasa rindu pada kedua orang tua dan adik manjanya itu sudah menggebu.

"Pah,,," Aditya menghampiri Dave di ruang keluarga. Laki-laki yang kini berusia lebih dari setengah abad itu masih tampak gagah dan berwibawa. Tubuhnya terlampau kekar dan bagus untuk pria paruh baya berusia 56 tahun.

Senyum Dave merekah, dia berdiri dan keduanya saling memeluk. Memliki putra yang pintar dan baik adalah kebahagiaan tersendiri untuknya.

Belum lagi wajah Aditya 80 persen mirip dengannya.

"Bagaimana kabar Papa.?" Tanya Aditya.

Lelaki tampan itu tumbuh menjadi sosok yang penuh perhatian pada keluarganya.

"Papa sehat, begitu juga dengan Mama dan adikmu. Hanya saja mereka sangat rindu padamu." Jawab Dave seraya melepaskan pelukannya.

"Aku juga rindu pada mereka." Balas Aditya.

"Dimana mereka.?" Dia mencari dua sosok wanita yang paling berarti dalam. hidupnya.

"Kami disini Kak." Suara khas Elia mampu memberikan energi positif yang membuat perasaan orang-orang di sekitarnya ikut terbawa keceriaannya.

Berjalan setengah berlari, Elia menghampiri Aditya dan menghambur ke pelukannya. Dia mendekap erat tubuh Aditya yang ukurannya 2 kali lipat dari badannya. Membenamkan wajah di dada bidang Aditya, Elia meluapkan kerinduannya pada sang kakak tercinta. Kakak yang selalu menyayanginya dan mau menuruti semua permintaannya.

"Apa Kakak tidak tau kalau kami sangat merindukan kakak." Pelukan Elia semakin erat.

Aditya membalas pelukan adik semata wayangnya itu dan mengacak gemas pucuk kepala Elia.

"Aku juga rindu pada kelian El,,"

"Sudah lepas, jangan sampai Mama menangis karna aku tidak memeluknya." Ujar Aditya dengan candaan. Dia mengurai pelukan Elia dan beralih pada Mama tercinta.

"Mama senang kamu sehat dan bisa menyelesaikan kuliahmu. Kita akan berangkat bersama ke acara wisudamu nanti." Davina mendekap penuh kasih anak laki-lakinya.

Walaupun Aditya sudah dewasa, dia tetap menganggap Aditya sebagai jagoan kecilnya.

"Terimakasih Mah, semua ini juga berkat Mama dan Papa." Jawab Aditya. Menurutnya, kedua orang tuanya adalah orang yang paling berperan penting atas pencapaiannya saat ini.

Mereka berhasil mendidiknya dengan baik.

Meluapkan kerinduan dan saling bercengkrama, keluarga kecil itu tampak sangat harmonis dan bahagia. Obrolan ringan yang di selingi gelak tawa menambah kesan hangat pada keluarga kecil mereka. Kehadiran Elia lah yang mampu menghidupkan suasana. Dengan segala tingkah laku dan celotehannya, mereka bisa tertawa bahagia walaupun hanya di dalam rumah saja.

"Sudah malam, sebaiknya kalian tidur." Ucap Dave pada kedua anaknya.

"Aku belum mengantuk Pah, masih mau mengobrol dengan kak Adit." Elia menolak untuk beranjak dari ruang keluarga. Dia belum puas mengobrol dengan Aditya. Banyak hal yang ingin dia ceritakan pada Kakak laki-lakinya itu.

"Jangan membantah El, lagipula masih ada hari esok." Ucap Aditya menasehati.

"Ayo aku antar ke kamarmu." Aditya beranjak dari duduknya. Dan tanpa di minta, Elia langsung ikut berdiri. Dia justru semangat karna Aditya mau mengantarnya ke kamar.

Keduanya lalu pamit untuk pergi ke lantai atas.

Kakak beradik yang tak memiliki hubungan darah itu terlihat saling mengasihi sebagai saudara.

Davina sampai berbinar menatap kepergian kedua anaknya itu.

"Aku tidak rela menyerahkan Elia pada laki-laki lain, begitu juga sebaliknya." Ucap Davina disaat Elia dan Aditya hilang dari pandangan.

Rasa sayang yang teramat besar pada mereka berdua, membuat Davina takut dan tidak rela jika mereka memilih pasangan hidup masing.

Mengingat bagaimana masa mudanya dulu yang pernah di kelilingi wanita dan laki-laki tak baik, membuat Davina takut jika anaknya salah dalam memilih pasangan.

Sampai akhirnya Davina berfikir untuk menjodohkan mereka di waktu yang tepat.

Karna dia sangat mengenal sifat dan karakter keduanya. Dan Davina yakin bahwa Elia akan menjadi istri yang baik untuk Aditya, begitu juga sebaliknya.

"Mereka berhak memilih dan menentukan hidupnya sendiri sayang,, jangan memaksakan kehendak pada mereka." Dave hanya bisa memberikan pengertian pada istrinya, walaupun dia juga merasakan kekhawatiran yang sama.

"Tapi Mas, dengan apa yang akan dimiliki oleh Aditya nanti, aku yakin pasti banyak wanita yang mendekatinya hanya karna harta dan ketampanannya saja."

"Jaman sekarang terlalu sulit membedakan mana yang tulus dan mana yang modus."

Davina masih bersikeras pada pendiriannya dan berharap Dave akan mendukung keputusannya juga. Karna apa yang dia lakukan hanya demi kebaikan anak-anak mereka.

...*****...

"Kak Adit tidur di kamarku saja, aku ingin menceritakan sesuatu. Aku bahkan tidak berani menceritakannya pada Mama ataupun Papa." Pinta Elia sedikit merengek. Dia tidak mau melepaskan tangan Aditya dan memaksanya untuk masuk ke dalam kamar.

"Kamu sudah dewasa El, mana bisa tidur dengan Kakakmu ini." Aditya menolak secara halus.

"Besok saja ceritanya,. sekalian pergi jalan-jalan." Bujuknya.

Elia menggeleng, dia tetap bersikeras ingin mengajak Aditya tidur di kamarnya.

"Kali ini saja pleaseee,," Elia memohon, wajah sendu dan memelasnya membuat Aditya tidak tega. Mau tidak mau, Aditya akhirnya menuruti permintaan adik manjanya itu yang sangat lengket dengannya.

"Kak,, jangan tidur dulu." Tegur Elia saat dia baru kembali dari kamar mandi. Hanya di tinggal 15 menit untuk gosok gigi dan memakai skincare, Aditya sudah berbaring dengan mata terpejam.

"Aku mau curhat." Elia tetap berbicara walaupun Aditya hanya berdeham tanpa membuka mata.

"1 bulan yang lalu saat aku pergi ke kampus, aku tidak sengaja menabrak laki-laki tampan. Kami lalu berkenalan dan belakangan ini dia sering menghubungiku." Ada binar tak biasa dari sorot mata Elia. Begitu juga nada bicaranya yang terdengar bahagia.

Sedangkan Kakak laki-lakinya, kedua matanya melotot tajam mendengar penurunan Elia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!