NovelToon NovelToon

Cinta Atau Hutang Budi

*Part 1 Bimbang

"Kak Jaka, kapan kamu akan menikahi Meta?"

Adik angkat Jaka bertanya dengan senyum manis di bibir. Tapi, wajah serius tidak dia hilangkan sedikitpun.

Mendapat pertanyaan itu, pria yang kini sudah menginjak usia dua puluh sembilan tahun hanya tersenyum tipis. Bagaimana tidak? Pertanyaan yang sepertinya tidak pernah dia pikirkan sebelumnya itu, mana mungkin bisa ia jawab dengan mudah sekarang.

Jesika, adik angkat Jaka malah memang wajah cemberut saat pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban. "Kenapa malah tersenyum sih? Aku kan nanya sama kamu, kak. Kapan kamu mau nikahin Meta. Ingat! Jangan gantung terus perempuan. Karena perempuan itu punya batas kesabaran lho, Kak."

"Perempuan itu paling gak suka kalo menunggu. Apalagi, menunggu terlalu lama, Kak Jaka." Jesi berucap dengan nada yang penuh penekanan. Sementara Jaka malah tetap tidak bergeming.

Hal itu semakin membuat Jesi merasa kesal. Sehingga dia langsung memanggil Jaka dengan nada tinggi.

"Kak Jaka! Dengar apa yang aku katakan gak sih?"

"Dengar Jesika, dengar. Ih, gak perlu bicara dengan nada tinggi juga kali. Kakak kamu ini masih baik pendengarannya."

"Ya kalo baik, kenapa gak jawab apa yang aku tanyakan tadi, hm?"

"Itu karena ... kakak gak punya jawaban untuk menjawab apa yang kamu tanyakan. Kakak gak tahu mau jawab apa. Karena itu kakak lebih memilih diam saja dari pada menjawab."

Jawaban Jaka barusan membuat Jesi melongo. Bagaimana tidak? Kakaknya ini sungguh membingungkan. Sudah bersama dengan perempuan yang bernama Meta selama hampir lebih dari satu tahun. Tapi, ternyata tidak berniat untuk menikahi si gadis. Sungguh, hal itu sangat tidak Jesi sukai.

Karena sebagai perempuan, dia tahu apa yang Meta rasakan. Karena sejak lama, dia tahu perasaan Meta. Dia juga tahu, kalau Meta sangat berharap dinikahkan oleh kakak angkatnya ini.

"Kak Jaka. Jangan bilang kalau kamu hanya ingin mempermainkan perasaan Meta. Kasihan dia, kak. Dia itu perempuan yang sangat tulus. Dia sudah menemani kakak selama lebih dari satu tahun. Sudah banyak yang ia korbankan untuk kakak. Dari waktu, tenaga, juga dana. Semua ia berikan buat kak Jaka. Jadi, tolong ingat itu baik-baik, Kak. Jangan sampai kak Jaka jadi pria bajingan yang tidak tahu diri. Aku sungguh sangat tidak suka akan hal itu."

Jaka terdiam mendengarkan penuturan dari Jesi. Sejujurnya, dia merasa terkejut dengan ungkapan itu. Tapi, dia juga tidak menyalahkan Jesi. Karena apa yang Jesi katakan itu benar.

Meta sudah terlalu banyak berkorban buat hidupnya. Kasih sayang yang tulus, kelembutan, juga waktu telah gadis itu korbankan buat Jaka.

Meski usianya terbilang sangat muda, tapi pengertiannya sangat baik. Selisih usia Jaka dengan Meta delapan tahun. Tapi kesabaran yang dia miliki mengalahkan Jaka.

Dia dengan sepenuh hati menjaga mama Jaka yang kini berada di rumah sakit jiwa. Dan, Meta juga mengurus Jaka seperti seorang pembantu. Mulai dari menyiapkan semua kebutuhan Jaka, sampai semua kebutuhan mama Jaka. Semua ia lakukan dengan tangannya sendiri tanpa ada keluh selama lebih dari satu tahun. Tapi, dia tidak pernah meminta lebih pada Jaka selama ini.

Memikirkan semua itu, Jaka merasa sangat bersalah sekarang. Di kamar tidurnya, dia merenungi semua yang telah ia lalui selama ini bersama Meta. Juga, dia pikirkan semua yang adik angkatnya katakan. Semua pikiran itu membuat Jaka merasa sangat resah.

"Ya Tuhan, apakah yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku menikahi Meta secepatnya? Tapi ... bagaimana dengan Junika ya?"

"Tunggu!" Tiba-tiba, Jaka langsung terbangun dari baringnya. "Sebenarnya, aku ini cinta atau tidak sih dengan Meta? Bagaimana kalau aku tidak cinta dia selama ini? Bagaimana jika aku hanya merasa nyaman karena kebaikan Meta saja? Haruskah aku tetap bersama dengannya?"

"Tapi ... apa yang Jesi katakan itu ada benarnya. Meta sudah banyak berkorban buat aku. Bukan hanya uang, waktu juga tenaga telah ia korbankan. Bagaimana aku bisa membalas semua itu padanya?"

"Jika aku tetap menggantungkan Meta, maka aku memang pria yang tidak tahu diri. Tidak tahu balas budi sedikitpun. Itu sama saja dengan pria bajingan yang hanya mau menikmati manisnya saja."

Jaka pun terlihat semakin bingung sekarang. Jalan hidup yang telah ia lalui terasa semakin rumit saja. Entah itu soal keluarga, atau juga soal cinta. Terasa sangat membingungkan buat Jaka sekarang.

"Aggh ...! Sial! Benar-benar sial!" Jaka berucap sambil mengacak-acak rambutnya dengan kasar.

Sementara itu, Meta Adinda sedang sibuk dengan khayalannya. Dia selalu membayangkan pernikahan yang megah dengan pria yang selama ini dia cintai.

Pria yang telah merebut hatinya sejak dia masih remaja. Hanya saja, saat usia remaja, dia tidak punya keberanian untuk mendekati pria itu. Yang bisa ia lakukan hanya memperhatikan pria itu dari sebelah rumahnya.

*Part 2 Dilema

Pria yang telah merebut hatinya sejak dia masih remaja. Hanya saja, saat usia remaja, dia tidak punya keberanian untuk mendekati pria itu. Yang bisa ia lakukan hanya memperhatikan pria itu dari sebelah rumahnya.

Pernah Meta berpikir untuk mengubur perasaan itu. Karena pria yang dia kagumi sama sekali tidak bisa dia rengkuh. Pria itu terkesan sangat dingin padanya. Jangankan menyapa, menjawab sapaannya saja tidak.

Lalu, dia pun berusaha keras memaksakan diri untuk benar-benar belajar lepas dari rasa cinta yang dia punya. Hingga akhirnya, langkah pergi dengan alasan belajar keluar kota pun ia ambil.

Tapi pada akhirnya, ketika dia kembali, keluarga si pria malah sudah hancur. Sementara si pria tidak tahu di mana keberadaannya.

Saat itulah, Meta merasa sangat terluka akan hal buruk yang keluarga pria yang ia kagumi ini alami. Lalu, hati nuraninya sebagai manusia pun merasa terpanggil.

Entah itu karena cintanya pada si pria, atau memang hati Meta yang terlalu baik. Tapi yang jelas, dia memberikan semua pertolongan yang dia bisa untuk menolong keluarga si pria dengan sepenuh hati.

Takdir hidup terkadang memang sangat rumit. Serumit memilih antara garam dengan gula yang bercampur dengan pasir. Begitulah sangking rumitnya.

Hal itu terbukti ketika beberapa waktu Meta sudah berhasil melupakan si pria, eh malah si pria yang datang sendiri ke dalam kehidupannya. Sudah susah payah pergi agar bisa melupakan cinta. Eh, giliran sudah berhasil, cinta itu malah datang kembali dengan sendirinya. Bukankah itu adalah hal yang sia-sia saja?

Tapi, mau bagaimana lagi. Untuk yang kedua kalinya, Meta kembali jatuh cinta dengan pria yang sama seperti saat dia remaja.

Memang benar, cinta pertama itu sangat sulit untuk di lupakan. Karena Meta sudah mengalaminya. Ia jatuh cinta berulang kali dengan pria yang sama. Karena pria itu adalah cinta pertamanya.

Meta terus tersenyum. Terus hanyut dalam lamunan akan masa bahagia ketika bersama Jaka. Ya, pria itu tentunya adalah Jaka. Tetangga sebelah rumah yang sangat ia kagum sejak usianya remaja.

Sangking senangnya dia membayangkan saat bersama Jaka, dia terkadang lupa kalau dia terlihat seperti orang gila yang senyum-senyum sendiri tanpa sebab. Bahkan, dia juga sering tidak sadar akan keadaan orang yang ada di sekelilingnya hanya karena keasikan menikmati lamunannya yang entah kapan baru bisa jadi nyata.

Sebuah tangan langsung menyentuh lembut bahu Meta, ketika Meta asik dengan lamunannya yang masih tidak pasti. Sontak saja, sentuhan itu langung membuat Meta sadar akan keadaan yang sebenarnya.

Dengan wajah kaget, sekaligus lesu karena kecewa, Meta melirik sekilas orang yang sudah menyentuh pundaknya beberapa saat yang lalu. "Mama." Meta berucap lirih dengan nada lemas.

"Iya, Mama. Kenapa? Kamu berharap siapa yang menyentuh bahu mu, Met? Jaka?"

Mama Meta berucap dengan nada penuh godaan.

Godaan kecil itu langsung membuat Meta merasa tersipu malu. Dia senyum kecil sambil berusaha menyembunyikan apa yang hatinya rasakan saat ini.

"Mama ngomong apa sih? Kenapa malah bawa-bawa kak Jaka. Gak ada kerjaan banget membicarakan dia." Meta berucap sambil menahan rasa.

Sang mama malah tersenyum karena ucapan itu. "Ya Tuhan, Met. Siapa yang gak tahu seperti apa perasaan kamu buat Jaka. Jangankan mama yang sudah melahirkan kamu, tetangga sebelah rumah kita aja tahu kok."

"Udah deh, Ma ah. Jangan bahas soal itu lagi. Aku gak suka kalo setiap bicara, itu yang kita bahas hanya kak Jaka melulu. Kayak gak ada pembahasan lain aja."

"Ada. Tapi mama gak yakin kalau kamu akan tertarik bicara dengan mama, jika pembahasan kita tidak seputar Jaka."

"Mama ini yah."

Kedua ibu dan anak inipun langsung tersenyum lebar bersama. Beberapa saat terdiam, mereka saling memikirkan apa yang ada dalam benak masing-masing. Hingga akhirnya, mama Meta yang bernama. Sari itupun membuka obrolan kembali.

"Met, sebenarnya ada yang mau mama bicarakan sama kamu. Tapi ... mama harap kamu gak akan terluka, apalagi sakit hati yah."

Ucapan itu langsung membuat Meta memasang wajah serius. Sungguh, dia sepertinya sudah tahu apa yang ingin mamanya bicarakan. Karena seperti sebelumnya, pokok pembahasan mereka gak akan jauh-jauh dari Jaka dan Jaka lagi.

"Mau ... bicara apa, Ma? Katakan saja sekarang! Meta akan dengar apa yang mama bicarakan."

Sang mama langsung menatap wajah anaknya dengan tatapan lekat. Dia tahu, apa yang akan dia bicarakan memang akan sedikit menyakitkan buat anaknya yang juga tidak tahu apa-apa. Tapi, setidaknya, anaknya bisa sedikit membuka mata. Tidak terus berada di jalan yang sama hingga tidak beranjak sedikitpun. Karena waktu terus berjalan, hidup pun harus tetap berjalan dengan baik. Perubahan harus ada.

"Mama ingin katakan, apakah tidak sebaiknya, kamu menikah secepatnya, Meta?"

*Part 3 Keputusan

"Mama ingin katakan, apakah tidak sebaiknya, kamu menikah secepatnya, Meta?"

Ucapan itu langsung membuat mata Meta melebar. Bagaimana tidak? Sang mama jelas-jelas mengatakan supaya dia menikah dalam waktu dekat. Padahal, mamanya tahu bagaimana hubungan antara dirinya dengan Jaka saat ini.

"Ba-- bagaimana ... aku bisa menikah secepatnya, Ma? Kak ... Ja-- Jaka saja tidak terlihat ingin melamar ku dalam waktu dekat. Jangankan melamar, bicara soal hati saja tidak pernah sekalipun."

"Nah, itu kamu tahu kalau Jaka tidak pernah bicara soal hati sama kamu, Met. Lah tapi kenapa kamu tetap bertahan dengan Jaka hingga detik ini sih?"

"Kamu tahu berapa lama kamu menunggu, Meta? Apakah kamu akan tetap menunggu sampai mama tidak ada di dunia ini lagi?"

Sontak, ucapan itu langsung membuat mata Meta melebar karena kaget. "Mama ngomong apa sih, Ma? Jangan ngomong yang nggak-nggak dong, Ma."

"Mama tidak bicara yang bukan-bukan, Meta. Tapi mama bicara soal kenyataan. Usia mama sudah bertambah tua. Mama ingin segera menimang cucu dari anak satu-satunya yang mama punya. Jika kamu tetap bertahan tanpa ada kepastian, maka sampai kapan pula mama akan tetap bertahan untuk menunggu kamu membawa menantu buat mama."

Ucapan sang mama sangat benar. Karena itu, Meta tidak bisa berucap sepatah katapun untuk menanggapi apa yang mamanya katakan barusan. Yang bisa Meta lakukan hanyalah, diam sambil menundukkan kepala untuk menahan hati yang serba tidak enak.

Malam itu, baik Jaka ataupun Meta sama-sama tidak bisa tidur karena pikiran mereka masing-masing. Jaka yang masih tidak yakin dengan hatinya, sedangkan Meta yang merasa sedih karena tidak ada kepastian untuk kelanjutan langkah hidup kedepannya. Intinya, kedua anak manusia ini sama-sama sedang dilanda perasaan dilema yang sangat berat.

...

Semalaman tidak bisa tidur akibat memikirkan hidup yang rumit. Baik Jaka maupun Meta terlihat sedang tidak baik-baik saja. Wajah keduanya terlihat sedikit kusut saat matahari mulai menyapa.

Tapi, setelah semalaman berpikir, Jaka telah membulatkan niat untuk mengambil keputusan yang dia anggap sangat besar. Dia akan melamar Meta dalam waktu dekat. Meski dengan atau tanpa adanya rasa cinta, Jaka tetap akan menikahi Meta dalam waktu dekat.

Setelah membersihkan diri, Jaka mengajak Meta bertemu di tempat biasa. Itu adalah taman komplek yang letaknya tak jauh dari rumah mereka.

Tempat yang selama ini menjadi saksi bisu kebersamaan dua anak manusia. Sudah lama bersama, namun tidak pernah menyinggung kata cinta sedikitpun. Karena Jaka selalu mengganggap perasaan Meta itu hal yang tidak ingin ia bahas. Meskipun satu komplek tahu apa perasaan Meta pada dirinya, tapi dia tetap mengganggap semua itu masa bodoh saja.

Hingga pada akhirnya, Jesika harus turun tangan. Menyentuh relung hati Jaka bagian terdalam. Membuat pria itu sadar, kalau dia tidak bisa selama bersikap acuh tak acuh seperti hal yang telah ia lakukan selama ini.

Pengaruh yang cukup kuat dari Jesi bisa membuat sang kakak angkat sadar juga. Hingga hal besar ini Jaka ambil.

Sekarang, Jaka sudah datang ke taman itu sepuluh menit lebih awal dari Meta. Tidak seperti hari biasanya, Jaka datang duluan. Karena biasanya, selalu Meta yang harus menunggu kedatangan Jaka. Tapi kali ini tidak.

"Eh, kak Jaka udah datang? Tumben datang duluan. Ada apa nih? Apa yang ingin kak bicarakan sama aku? Kayaknya penting banget sampai kak Jaka datang duluan," ucap Meta sambil mempersembahkan senyum manis di bibirnya buat Jaka.

Lalu, dia menghempaskan bokongnya di kursi taman yang panjang. Tempat di mana Jaka sudah duduk di sana selama lebih kurang sepuluh menit yang lalu.

"I-- iya. Aku ingin bicara hal serius sama kamu, Met. Ini ... ini soal .... " Jaka mendadak merasa sangat gugup. Karena itu, dia tidak bisa terus melanjutkan ucapannya sekarang. Dia terpaksa menghentikan sebentar niatnya buat bicara.

Hal itupun langsung membuat Meta menoleh ke arah Jaka yang ada di sampingnya saat ini. Karena Jaka terlihat cukup berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hal tersebut sangat membuat hati Meta penasaran. Apalagi di tambah Jaka yang terlihat sangat gugup sekarang. Itu seperti bukan Jaka yang selama ini dia kenal. Karena selana ini, Jaka itu terkesan tenang, dingin tanpa kehangatan sedikitpun. Tapi sangat mampu membuat hati Meta melayang jauh.

"Ada apa sih, Kak? Kok kayaknya emang penting banget," ucap Meta karena tak sabar untuk menahan rasa penasaran lagi.

"Itu ... Meta, aku ingin kita menikah. Apa kamu bersedia?" Akhirnya, ucapan itu terucap dengan lancar juga.

Karena telah berhasil mengatakan apa yang ingin dia katakan, Jaka langsung merasa tenang. Karena saat ingin berucap kata-kata itu, dadanya seperti sedang terhimpit batu besar saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!