Dendam Si Gadis Cupu
Prolog
Malam itu, hujan turun dengan begitu derasnya.
Membuat beberapa relawan kesusahan saat mengevakuasi jasad seorang gadis yang diduga bunuh diri dengan cara melompat dari atas jembatan.
Selain karena arus sungai yang deras. Badai disertai angin juga memperparah keadaan.
Di sisi lain, tepatnya dibawah sebuah pohon Cemara.
Terlihat seseorang yang mengenakan mantel hujan berwarna hitam, mengamati apa yang relawan dan juga warga itu lakukan.
Sorot matanya begitu tajam, dan terlihat juga tangannya mengepal erat.
Diandra
Diana tenang saja, aku pasti akan membalas semuanya.
Gadis itu bernama Diandra Gautama. Seorang gadis berambut blonde terang yang baru saja mengetahui jika dia memiliki saudari kembar.
Mirisnya, dia terlambat satu minggu dan harus menerima kenyataan pahit. Jika kembarannya, Diana. Telah meninggal dunia.
Namun, yang membuat Diandra merasa janggal. Itu karena, Diana tewas dengan cara yang aneh.
Seperti ada sesuatu yang sengaja ditutupi atau yang telah kembarannya alami sebelum Diana mengembuskan napas terakhir dengan cara ditenggelamkan.
Tentu saja, mengetahui fakta itu membuat Diandra tak tinggal diam.
Dia berniat mencari tahu penyebab kematian saudara kembarnya itu, sampai tuntas.
Selain itu, Diandra juga mencurigai beberapa orang terdekat Diana.
Dan untuk mengetahui semuanya. Diandra memutuskan untuk menyamar sebagai Diana.
Karena cuma itu, satu-satunya hal yang dapat ia lakukan untuk menemukan titik terang.
Lantas, apakah Diandra mampu menemukan siapa pelaku dibalik pembunuhan saudari kembarnya itu?
Woy Cupu!
Teriak seseorang yang cukup memekakkan itu membuat langkah gadis berambut blonde cerah seketika terhenti.
Laras
Gue nggak nyangka, lo masih punya nyali buat masuk kelas. (sambil terkekeh)
Gress
Iya juga yah, Ras. Gue pikir dia udah ngadu ke bokapnya soal kejadian kemarin.
Sintia
Hahaha ...
Lucu juga.
Laras
Yang nyuruh lo diem siapa?!
Laras
Gue lagi ngomong, dengerin dong!
Gress
Wah, kacau. Berani-beraninya dia ngacuhin lo, Ras. Minta dihajar.
Sintia
Udahlah, kasih pelajaran aja kayak biasanya.
Diana
(Menatap wajah Laras dingin).
Laras
Apa, udah berani lo natep gue tajam begitu?
Diana
Gue mau masuk kelas.
Alih-alih menyingkir dari depan Diana. Laras cs, malah diam dan tak menggubris perkataan Diana sama sekali.
Laras
Lo kira, gue bakal nurut?
Laras
Nggak semudah itu. (sambil bersedekap dada dan nyenderin punggung ke pintu masuk).
Gress
Lo harus bayar dulu, kayak biasa.
Sintia
Yoi, kalo nggak beliin kira rokok.
Diana
Nggak, lagian kalian itu cewek.
Diana
Nggak boleh asal ngerokok, bahaya buat kesehatan sama kandungan juga.
Laras
Kalian berdua cepet pegangin dia.
Diana
Tu-tunggu, kalian mau apa?
Laras
Menurut, lo? (sambil nunjukin smriknya).
Tubuh Diana diseret Sintia dan Gress cepat. Parahnya, rambutnya ditarik seolah-olah, Diana itu bukan manusia.
Dia cuma ketawa ngakak ngelihat peristiwa itu.
Anak-anak yang lain sendiri. Udah nggak heran lagi sama tingkah Laras cs.
Selain itu, mereka lebih memilih buat bungkam dari pada dijadikan target selanjutnya.
Teriak Diana yang nggak digubris oleh siapapun.
Salah Gue, Apa?
Diana yang diseret ke kamar mandi dengan tak manusiawinya, cuma bisa nahan Isak tangis.
Kulit kepalanya rasanya sakit, seperti mau terlepas dari tengkorak kepalanya. Saat rambutnya yang panjang itu ditarik oleh Sintia dan Gress.
Nggak tanggung-tanggung, keduanya bahkan mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur ke dekat WC duduk.
Diana mendongakkan wajahnya sedikit ke atas untuk menatap muka Laras yang tersenyum penuh kemenangan.
Meskipun dalam hati gadis itu merasa takut, tapi Diana tetap saja memaksakan diri untuk menatap balik mata Laras tajam.
Diana
Kenapa kalian bertiga seenaknya begini. Gue juga manusia!
Diana
Tapi, kenapa? Kenapa gue diperlakukan begini, bahkan lebih rendah dari pada hewan.
Laras tersenyum, seraya berpura-pura mengorek telinganya.
Laras
Itu karena lo idup! (sentaknya mendadak, seraya mencengkeram dagu Diana kuat).
Laras
Coba aja kalo lo, nggak ada di dunia ini. Pasti hidup lo bakal jauh lebih bahagia. (lanjutnya lagi, seperti berbisik).
Gress
Ngungsi aja sono ke Pluto.
Gress
Lo, nggak diterima di bumi.
Sintia
Ckckck, miris banget idup lo!
Diana yang mendengar itu, hanya bisa terdiam dengan wajah yang tertunduk dalam.
Kacamatanya remuk sebelah, akibat jatuh tadi. Dan pandangan berubahnya menjadi buram, karena dipenuhi butir-butir air mata yang siap tumpah dalam hitungan detik.
Dadanya sesak, namun punggungnya juga merasa sakit yang luar biasa.
Dia yakin, punggungnya akan mempunyai luka lebam besok.
Hanya saja, dia tak mampu mengucapkan sepatah dua patah kata untuk membalas Laras. Sebaliknya, Diana malah memilih menjadi seorang pecundang lagi hari ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!