Desa X gempar seketika juga. Dari pagi sampai siang semua warga berdatangan dengan antusiasnya di kator desa X wajah wajah mereka sangat riang sekali. Banyak orang orang yang datang mengunakan baju biasa dengan senangnya menuju kantor desa yang tidak jauh dari desa itu.
Kepala desa dan orang orangnya saling pandang memandang heran sekali pada orang orang desa yang tiba tiba datang tanpa di undang. Desa itu ada beberapa kampung, jadi kampung kampung yang dinaungi oleh desa X semuanya pada datang.
Bukan hanya desa X yang berdatangan tapi desa kampung kampung lain juga berdatangan hanya ingin tahu apa yang terjadi di desa itu. Sorak sorak terdengar sangat ramai sekali, wajah wajah penuh dengan kegembiraan tergambar begitu saja di wajah mereka.
"Pak, ini bagaimana?" tanya kades x menatap wajah wakil desa X dengan tatapan bertanya.
"Saya nggak tahu pak,"
"Kok nggak tahu?''
"Saya nggak tahu sama sekali pak, saya nggak pernah bilang sama siapa siapa?" masalah ini?" ujar Pak wakil kades heran.
BRAK!
Dengan kerasnya kepala desa langsung meninju meja yang dipakai oleh wakil desa, ia sangat marah kenapa berita ini harus bocor dan semua warga pada datang tanpa pemberitaan sama sekali. Sebenarnya ia melakukan ini secara diam diam supaya semua warga tidak ada yang tahu rencana yang ia susun sedemikian rupa. Tapi kenyataannya malah sebaliknya, kepala desa hanya menghela nafas panjang ada perasaan kesal, bahagia, kecewa tapi yang paling dominan adalah bahagia nya.
Ya tanpa warga tahu ia telah memutuskan kalau di desa yang mereka tempati akan ada pustakawan yang mengelola perpustakaan desa, sebenarnya pustakawan desa telah direncanakan jauh jauh hari sebelumnya tapi selalu gagal dan gagal.
Apalagi pustakawan yang ada di kota jarang banget atau tidak pernah ada yang mau membangun desa melalui minat baca yang kuat. Akhirnya banyak pustakawan pustakawan yang meninggalkan desa ini kerena mungkin jauh dari keramaian kota, dan sekarang ada pustakawan yang mau membangun desa dengan minat baca di desa itu.
Pak Arya--selaku kepala desa X akhirnya ingin sekali menumbuhkan minta baca di desanya dengan mendatangi pustakawan yang berprofesi di bidang perpustakaan.
Ia sekarang berumur 55 tahun kini telah menjadi kepal desa selama 2 tahun, mewujudkan keinginan warganya yang ingin punya pustakawan di desanya. Kerena di bandingkan dengan desa lain desa X sebenarnya sudah punya perpustakaan desa tapi pengelolanya sama sekali belum ada. Ya kepala desa yang dulu yang membuatkan perpustakaan desa untuk anak anak dan remaja untuk membaca dsn menulis dari pada main di sungai atau main kemana lebih baik membaca di perpustakaan.
Tapi cita cita untuk memiliki pustakawan tidak semudah yang diomongkan, kerena tidak ada orang yang mau ditempatkan di desa terpencil seperti desa X, ada juga yang ditempatkan di desa paling itu adalah anak desa itu saja bukan dari kota.
Dan hari ini entah dari mana semua warga mendengar kalau hari itu akan kedatangan pustakawan dari kota, Jadi wajar kalau semua warga tumpah di jalanan menuju kantor kepala desa hanya ingin tahu apa berita itu benar atau tidaknya.
Pak Arya sebenarnya pesimis sekali mendengar kalau ada pustakawan yang mau ditempatkan di desanya, apalagi desa X jauh sekali dari kota keramaian. Dan ia mendengar kalau ada pustakawan dengan ikhlas ingin sekali ditempatkan di desa X. Otomatis ia sangat ragu dan pesimis sekali, mendengarnya. Tapi rasa ragu dan pesimis itu tiba tiba musnah juga saat ia melihat dan bertemu dengan pustakawan yang muda dan cantik, hatinya tidak menyangka kalau gadis yang dihadapannya adalah seorang pustakawan yang handal.
Pak Arya sebenarnya ia senang sekali melihat antusias warganya pada minat baca yang akan di laksanakan oleh warga setempat. Akhirnya pak Arya selaku kepala desa langsung mendatangi semua warga yang hendak masuk ke gedung kantor desa. Kerena banyak warga yang datang halaman kantor desa juga penuh dengan warga yang ingin melihat seorang pustakawan yang bakal memberikan ilmu membaca dan literasi di desanya.
Sorak sorak gembira para warga berhenti saat ada dua mobil yang menghampiri mereka, Wajah Wajah para warga langsung menatap sebuah mobil yang melewati mereka. Warga yang melihat langsung membuka supaya mobil bisa lewat dan bisa masuk ke halaman desa.
"Wah! Ada acara apa ini," seru seorang gadis manis dengan wajah riangnya.
"Selamat datang ibu dan bapak, ke desa X. Biasa mereka menyambut pustakawan yang bakal datang ke desa ini," senyum kepala desa dengan ramahnya.
"Wah! Senang sekali, melihat rame rame kaya gini," ujar laki laki muda tersenyum.
Hiruk pikuk warga benar benar antusias sekali saat beberapa rombongan mobil datang ke depan kantor kepala desa, dengan lantangnya pak Arya selaku kepala desa mengumumkan pada warga untuk mendengarkan sambutan sambutan yang diberikan oleh pustakawan yang berasal di kota.
Setelah memberikan sambutan yang ringkas pustakawan itu langsung menuju rumah kepala desa, pak Arya telah memiliki istri yang cantik dan mereka telah dikarunia tiga anak yang masih kecil kecil, anak pertama umur 10 tahun, anak kedua umur 6 tahun dan anak ketiga umur 3 tahun.
"Silahkan duduk dulu!" hajar pak Arya sambil mempersilahkan tiga orang itu masuk dan duduk di kursi yang telah ada di ruang tamu.
Pak Arya memangil istrinya, sang istri langsung menghampiri ketiga tamunya itu dengan ramah dan gembira atas kedatangan ketiga tamunya.
"Ya Allah ade ade selamat datang di rumah ini, saya istrinya pak Arya nama saya Titin." sambut ibu Titin tersenyum ramah.
"Saya Zahra, Bu. Ini teman saya nama Rey dan Dio." ujar Zahra sambil menyalami tangan ibu Tini ramah.
Wanita itu, masuk kedalam dan menyediakan makan kecil dsn tiga gelas air putih. Cuaca nya begitu sejuk kerena memang banyak sekali pepohonan yang tumbuh, apalagi di halaman rumah pak Arya. Setalah basa basi Zahra dan tiga temannya minta izin pada ibu Titin untuk melihat lihat desa itu. Suami istri itu hanya mengangguk, sebenarnya pak Arya ingin mengantarkan tapi Zahra menolak dengan lembutnya.
Kira kira hanya ada mereka bertiga, Dio berhenti dan menatap wajah Zahra yang bersih sekali.
"Ra, aku nggak nyangka banget kalau cita cita kamu buruk di desa ini!" sembur Dio.
Ya Dio dari awal juga tidak menyukai kalau Zahra harus jadi seorang pustakawan di desa itu, apalagi menurutnya desa itu sangat kumuh sekali, tadi mereka ke perpustakaan. Tapi perpustakaan nya sangat tidak teratur dan banyak buku buku yang tidak tertata rapih sama sekali. Ditambah lagi tempatnya juga sangat tidak layak sama sekali disebut Perpustakaan.*
"Dio, jangan hasut Zahra, ia maunya begitu ya udah kita ngikuti saja." bela Rey menatap wajah Dio tajam.
"Kamu bela Zahra? Kamu seharusnya larang Zahra buat tugas disini, kamu kan tunangannya?" ketus Dio.
"Rey! Dio!" Kalian bukannya mendukung aku malah bertengkar seperti ini, aku ingin tugas disini, kerena kemauanku bukan kemauan orang lain, kalau kalian seperti ini lebih baik kalian pergi tinggalkan desa ini!" lengking Zahra tegas menatap kedua temannya.
"Oke! Aku juga malas berlama lama di desa ini? Kumuh, terpencil, mau maunya ditugaskan di daerah," sembur Dio marah.
Laki laki itu langsung meninggalkan kedua temannya, menuju pulang ke rumahnya pak Arya. Sedangkan Zahra dan Rey hanya mengelengkan kepala saja melihat kelakuan dari temannya. Akhirnya Zahra dan Rey juga menyusul Dio yang pulang duluan. Zahra mengatakan pada Rey untuk cepat membawa Dio, ya ia tidak ingin kalau Dio membuat masalah di desa itu.
🦋
Zahra Anindya nama itu disematkan oleh orang tuanya Bram Wijaya dan Ani Widyawati, anak tunggal dari pasangan suami istri yang tinggal di perumahan elit Jakarta. Bram seorang pengusaha kaya raya, memiliki sebuah penerbitan terkenal di Jakarta, sedangkan istrinya seorang wanita karir seorang pengusaha bagian kue dan kukis.
Perusahaan kue telah membuka beberapa cabang di kursi ibu kota Jakarta. Bukan itu saja rumahnya juga sangat megah sekali, dikawasan elite itu. Tapi pasangan ini juga mempunyai hati yang cantik sekali, kerena kecantikan hatinya kedua orang tua disegani oleh semua orang di sekitar rumahnya..
Ya mereka tidak segan segan membantu orang orang yang membutuhkan uluran tanganya. Zahra yang melihat orang tuanya seperti itu, akhirnya mengikuti jejak orang tuanya. Zahra pun sering membantu teman teman yang kesulitan. Ada beberapa tanya yang tidak menyangka kalau temannya Zahra bakal menyetujui kalau ia akan datang ke desa terpencil itu.
Banyak komen komen yang sumbang, tapi gadis itu hanya diam saja mendengarnya.
"Ya Tuhan Zahra kamu anak kota ngapain ke desa terpencil!" ketus salah satu temannya..
Saat temannya mendengar kalau Zahra bakal menjadi pustakawan di desa terpencil.
"Memangnya saya salah ya kalau mengabdi di sana?" tanya Zahra menatap wajah tanya itu.
Nggak sih! Tapi sayang saja, ilmu pustakawan ya dia sia dong! Apalagi katanya pustakawan disana banyak tidak punya buku bacaan untuk di perpustakaannya, terus kamu bikin apa disana?" tawa temannya mengejek.
"Sudahlah Zahra jangan.ladenin mereka!" sanggah Rey menarik tangan Zahra.
Gadis itu bukan masalah sih teman temannya, yang jadi kendala nya adalah orang tuanya, ia takut ayah dan mamanya menentang kepergiannya. Itu saja sih sebenarnya, kalau masalah teman temannya tidak dijadikan pikiran olehnya.
Ya apa yang dikhawatirkan olehnya, orang tua Zahra sangat terkejut dan terpukul sekali mendengar keinginan anaknya yang ingin jadi pustakawan di sebuah desa terpencil. Sang ibu sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali mendengar keinginan Zahra yang mendadak dan spontan tanpa bicara dulu lagi, apalagi sang ayah hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan sang anak. Ia hanya menghela nafas panjang mendengarkan alasan yang diberikan anak tunggalnya itu.
"Sungguh menyedihkan cita citamu Zahra. Kamu seharusnya jadi pustakawan di kota saja dari pada di desa terpencil itu!" Hela nafas ibu Ani menatap wajah putrinya tajam.
"Mah, apa salahnya Zahra mengabdi di desa itu. Zahra hanya ingin seperti mama dan ayah yang begitu baik dan ramah pada semua orang yang ada di sekeliling ibu dan ayah," kata Zahra menatap wajah kedua orang tuanya dengan tajam sekali.
Sebenarnya bukan itu yang ia katakan pada kedua orang tuanya. Zahra hanya ingin tahu saja ia datang ke desa itu, masih penasaran kerena bagaimana pun ia harus mencari cara yang baik untuk membuat kedua orang tua ya mengizinkan.
Ya kasus ini sebenarnya belum beres kerena semuanya telah ditutup oleh seseorang, sedangkan waktu itu ia masih kecil. Dan tidak mungkin ia bisa mengungkap sebuah kasus yang besar diusia hanya 6 tahun. Mungkin dengan cari ini ia bakal mencari tahu siapa dalang dari semuanya.
Zahra menghela nafas panjang, ia nyakin kalau dirinya bisa megungkapkan semuanya dengan datang sendiri ke desa itu! Desa yang telah membuat kehilangan seseorang yang ia sayangi. Kalau misal sekarang ia jujur pada orang tuanya, otomatis orang tuanya tidak akan mengizinkan dirinya mengungkapkan kasus besar.
"Ma, Zahra bakal pulang ke mama dan ayah, kalian orang tua Zahra yang Zahra sayangi." ujar Zahra memeluk tubuh ibunya dengan erat sekali.
Ibu Ani sebenarnya bukan tidak mengizinkan anaknya pergi, ia sebenarnya punya sesuatu yang ia sendiri tahu. Jadi waktu mendengar Zahra mengatakan akan ada tugas sebagai pustakawan di desa itu, ia sangat ketakutan, ketakutan kalau Zahra tidak bisa kembali lagi ke pelukannya.
Sejujurnya ia sangat menyanyangi Zahra, apalagi Zahra anak tunggal dirinya dengan suaminya. Sebelum ada Zahra ia pernah punya anak, tapi bayi itu tidak lahir. Ya ia mengalami keguguran sampai dua kalinya, jadi wajar kalau ia sangat berat kalau Zahra meninggalkan dirinya.
"Ma, Zahra bakal balik dan berkumpul dengan mama dan ayah disini kembali," usik Zahra.
Pak Bram hanya diam saja, ia tidak bisa mengatakan apa apa pada anaknya. Laki laki itu hanya menghela nafas panjang, sang istri sebenarnya ingin kalau sang suami melarang Zahra anaknya tapi pak Bram hanya diam saja tidak mengatakan apa apa pada istri dan anaknya yang membuat ibu Ani tidak bisa mengeluarkan kata kata kembali.
🦋
"Ayah kenapa ayah diam saja?" Dengus ibu Ani menatap wajah suaminya.
"Ayah harus mengatakan apa sama Zahra mah, Ayah juga nggak mau kalau Zahra pergi," kata pak Bram membalas tatapan istrinya..
"Ah! Ayah kalau memang ayah nggak mau Zahra pergi kenapa ayah diam saja!" sembur ibu Ani emosi.
"Ayah ingin kalau mama harus kehilangan Zahra, ayah dengar kita sudah kehilangan kedua anak kita masa kita harus kehilangan Zahra!" tangan ibu Ani.
Wanita itu sangat terpukul waktu melihat putrinya pergi ke desa itu! Sang suami hanya terdiam saja tidak mengucapkan apa mendengarkan apa yang yang dibicarakan oleh istrinya. Ya sang istri yang telah menemani dirinya selama 35 tahun, ia sebenarnya merasakan apa yang dirasakan sang istri, wajar kalau istrinya takut kehilangan Zahra. Bukan hanya istrinya saja yang takut kehilangan tapi kalau mau jujur ia juga takut kehilangan seperti istrinya.
Bram hanya bisa memeluk tubuh istrinya, ia juga tidak bisa melakukan apa apa kecuali hanya bisa mengizinkan Zahra untuk pergi ya pergi untuk kembali, kata kata Zahra olehnya di pengang oleh nya.
"Ayah, kalau misal Zahra nggak kembali ke kita bagaimana?" tanya istrinya.
Bram menghela nafas panjang mendengar apa yang di omongkan oleh istrinya Ani.
"Mah, jangan takut, Zahra anak kita masa ia nggak kembali?"
"Tapi perasaanku mengatakan kalau Zahra bakal bakal menetap di desa itu!" tangis istrinya Ani.
Deg!
Bram hanya diam saja. Ia merasa teriris mendengar kalimat yang diucapkan oleh istrinya.*
"Ma, ayah nyakin kalau Zahra bakal kembali. Hilangkan ketakutan itu!"
"Kalau nggak kembali?"
"Aku nyakin Zahra kembali bagaimana pun ia anak kita mah, nggak mungkin seorang anak melupakan orang tuanya."
Bukannya mereda tangisan istrinya, malah semakin meledak sangat kuat saat ia mendengar seorang anak tidak mungkin melupakan orang tuanya. Tangisan Ani di dalam pelukan Bram semakin keras sekali. Bram hanya bisa diam dan beberapa kali menghela nafas panjang. Ia yakin kalau kata katanya ada yang salah sampai sang istri menangis nya semakin keras
Sedangkan Zahra yang sudah sampai di desa yang ia inginkan hanya diam saja ia tidak mengatakan apa apa, apalagi semenjak kedua temannya meninggalkan dirinya di desa itu. Ya ia yang menghendakinya kerena Dio dan Rey malah bertengkar gara gara dirinya berada di desa itu.
Zahra hanya meminta kedua temannya untuk pergi kerena di desa itu hanya ia saja yang tinggal sedangkan keduanya kemarin pagi kembali ke kota. Pandangan Zahra menatap lurus ke sebuah buku buku yang masih terlihat tidak karuan sama sekali.
"Nak Zahra, apa nggak salah nak Zahra meminta sebuah rumah kost di pinggiran kaki miliknya Bu Ayu?" tanya pak Arya menatap Zahra.
Ya pak Arya memanggil Zahra dengan panggilan Nak itu juga atas izin gadis itu. Pak Arya sangat heran sekali mendengar kalau Zahra ingin kost di rumah seorang janda bernama Ayu yang telah lama di tinggal meninggal oleh suaminya.
Ibu Ayu hanya tinggal dengan mbok Inem, dan anaknya bernama Ana. Pak Arya awalnya terheran heran menatap tidak berkedip pada Zahra yang hanya tersenyum penuh arti dan makna.
"Nggak salah pak, saya ingin sekali tinggal disana apalagi katanya disana ada seorang gadis bisa dijadikan teman ngobrol," alasan Zahra.
Pak Arya hanya mengangguk angguk kepalanya tanpa menerima alasan dari Zahra, memang apa yang dikatakan oleh gadis itu benar sekali. Zahra bisa bermain dengan Ana anak dari ibu Ayu yang masih belia, pak Arya hanya mengiyakan keinginan Zahra.
🦋
Ibu Ayu adalah salah satu warga desa X yang tinggal bersama warga lainnya, ia seorang janda satu anak bernama Ana. Tapi menurut orang yang mengetahui kalau ibu Ayu memliki anak dua perempuan semuanya, sejak suaminya pak Hamdi meninggal dunia, sejak itu pula anak pertama pak Hamdi dan ibu Ayu juga hilang tanpa bekas sama sekali. Entah apa yang terjadi pada gadis 6 tahun itu, semuanya jadi misteri yang belum terungkap.
Menurut pengakuan kalau anak pertama.ibu Ayu itu juga ikut meninggal dunia, tapi kalau memang kalau ia meninggal pasti jasad bocah itu ada ditempat, ada pula kalau jasad bocah itu dicincang dan diberikan pada binatang buas. Tapi ibu Ayu keukeuh kalau anaknya masih hidup dan bakal kembali.
Sedangkan Ana sekarang umur 19 tahun hanya bisa diam saja, ia tidak tahu apa ayang pernah terjadi. Hanya telinganya sempat mendengar dari mbok inem kalau kakaknya bakal datang dan menyeret pembunuhnya sampai sang pembunuh itu mendekap di penjara, tapi sampai ia umur 19 tahun kakaknya tidak kembali saja, sebenarnya ia ingin menangkap pembunuh ayahnya tapi ia sama sekali tidak punya bukti bukti yang kuat, jadi ia hanya diam saja tidak bisa bertindak sama sekali.
Dan hari itu ibu Ayu terkejut melihat kedatangan Zahra yang tiba tiba datang dan minta izin untuk menempati kamar depan, ibu Ayu kaget sekali dan tidak menerima nya.
"Anakku bakal balik, kamu nggak usah kost di rumah ini. Kalau anakku balik dia bakal tidur dimana?" ketus ibu Ayu.
Wanita itu langsung meninggalkan ruangan itu dengan perasaan yang tidak bisa dilukiskan oleh kata katanya, Ana yang melihat ibunya pergi hanya bisa mengelangkan kepala saja.
"Dek, benar kalau kalau punya kakak?" tanya Zahra menatap Ana.
"Nggak kok kak, kata siapa aku punya kakak?" kilah Ana.
Itu ibu mu yang mengatakannya?" desak Zahra.
Hatinya bertanya tanya tentang kakaknya Ana, dsn sampai sekarang ia belum pernah bertemu dengan kakaknya Ana, ia berpikir kalau kakaknya Ana kerja di kota sebagai IRT atau sebagai apa.
"Dulu memang aku punya kakak, tapi sekarang kakak nggak pernah kembali. Entah kembali atau tidaknya." ujar Ana sendu.
Zahra heran mendapatkan jawaban Ana seperti itu, Ana hanya tersenyum saja dsn secara rinci ia menceritakan tentang kakaknya.
Memang ia waktu kecil pernah melihat anak kecil di rumahnya tapi saat ia menginjak dewasa anak kecil itu tidak ada sama sekali. Ya mungkin anak kecil itu kakaknya, hanya namanya saja yang ia masih ada dalam hati nya. Anin.
Setelah bincang bincang dengan Ana, Zahra kembali.lagi kepala desa, Zahra menyakinkan kalau ia bakal kost di rumah Ana biarpun ada anak yang lain juga. Ibu Ayu yang mendengar nya hanya diam, ia tidak mengatakan apa apa pada Zahra. Sampai Zahra balik lagi ke rumah kepala desa juga, Ana langsung menghampiri ibunya yang termenung di teras belakang.
"Bu, jangan begitu dong! O, ya aku diajak untuk bantu bantu di perpustakaan, oleh kak Zahra."
"Bilang ke dia, ibu nggak suka cara dirinya datang kesini, terlalu tergesa gesa banget tanpa melihat rumah ini dulu layak atau tidaknya ya. Sudah ibu tolak tapi dia kekeh untuk diam disini, memangnya kenapa sih dia mau tinggal disini?" ketus ibu Ayu.
"Bu, kata kak Zahra tempat ini mengingatkan ia pada seseorang." kata Ana mengulang kata kata Zahra.
"Mengingatkan sama siapa?" tatap wajah Ibu ayu pada anak keduanya.
"Entahlah!"
Ibu Ayu menatap Ana dengan tatapan penuh pertanyaan tapi ia hanya diam seribu bahasa. Ingin rasanya ia menanyakan sesuatu pada anaknya tapi ibu Ayu tidak mengutarakan nya. Ia beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Ana sendirian di teras belakang, gadis itu hanya menghela nafas panjang melihat ibunya seperti itu.
Tapi ibu Ayu balik lagi dan duduk di samping Ana.
"Sebenarnya ibu kembali ke desa ini hanya ingin ketemu kakakmu, ibu nggak ikhlas kalau ibu meninggal belum sempat bertemu dengan kakakmu, ibu kangen kakakmu Ana, ibu sering bermimpi kalau Anin kembali." ujar Ibu Ayu sendu.
Ana hanya terdiam mendengar kan apa yang ibunya katakan. Ya ia masih ingat waktu ia dan ibunya pergi dari desa ini kerena kesalahan yang tidak pernah ia duga sama sekali, hanya satu tahun mereka meninggalkan desa itu. Akhirnya mereka kembali lagi ke desa itu hanya untuk menemukan Anin yang menghilang tidak tahu rimba nya.
Tapi kata warga desa X kalau Anin meninggal kerena melihat kejadian itu, tapi ada juga yang mengatakan Anin kabur, ada yang mengatakan kalau Anin diterkam oleh binatang buas. Tapi bagi ibu Ayu, Anin tidak meninggal ia nyakin kalau anak pertamanya yang melihat kejadian itu! Kejadian yang seharusnya tidak pernah terjadi di hadapannya. Tapi ibu Ayu juga tidak tahu persis kejadian itu!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!